Foto
Remaja“Kita hari ini mau ke mana?”
Chaewon menoleh, mendapati kekasihnya tengah sibuk memasang sabuk pengaman. Mau tak mau, Chaewon tersenyum geli saat melihat kedua tangan dan pangkuan gadis itu terlihat penuh, “Yang, tas sama makanannya aku pindah ke jok belakang ya? Ini buat makan malam apa gimana?” sigap, Chaewon meraih barang-barang kekasihnya itu.
Di sebelahnya, Hitomi akhirnya bisa duduk dengan tenang, “Mamanya Minju katanya kirim makanan, terus disuruh dibagikan. Minju bawa ke kelas, dia nggak tahu aku mau pergi sama kamu,” ujar Hitomi lagi. Chaewon hanya menanggapi penjelasan kekasihnya itu dengan gumaman sambil lalu, sebelum ia menyadari sesuatu,
“Sayang, hari ini kita mau ke mana?” ia bertanya pelan. Ia bisa melihat Hitomi menegang saat kalimat itu meluncur dari bibirnya. Diam-diam, ia menahan tawa ketika pipi kekasihnya itu bersemu merah. Ia tak mengerti kenapa pipi gadis itu merona hanya karena panggilan sayang. Bukannya tiap saat juga Chaewon memanggilnya begitu? “Kenapa tiba-tiba salting? Aneh banget, kayak nggak pernah dipanggil sayang aja,” tawanya meluncur bebas saat Hitomi memalingkan wajah, seolah kendaraan lain yang terparkir di kiri kanan mereka lebih menarik daripada Chaewon yang duduk tepat di sebelahnya.
“Akunggaksukakalaukamumanggilnyapelangitu.”
Chaewon mengerjap. Suara Hitomi hampir terdengar seperti cicit pelan tikus yang berlari di malam hari, “Gimana, Yang?” ia mencondongkan tubuh, menarik sabuk pengaman yang masih terpasang supaya ia bisa mendekat, “Pelan-pelan ngomongnya, tapi suaramu harus lebih kencang.”
Ia bisa melihat Hitomi mengembuskan napas kasar. Perlahan, gadis itu menoleh ke arahnya. Dengan pipi yang masih memerah jambu dan pandangan yang berlarian ke mana-mana—apa pun asal bukan Chaewon—gadis itu berkata,
“Aku nggak suka kalau kamu manggilnya pelan gitu.”
Sebelah alis Chaewon terangkat, “Pelan gimana? Masa aku harus teriak-teriak?” ia tak lagi bisa menyembunyikan keheranannya, “Kita di dalam mobil, omong-omong. Masa teriak-teriak kayak orang berantem?”
“Tapi nggak usah sehalus itu,” nada suara Hitomi terdengar diseret, “Aku nggak suka,” gadis itu sudah akan berpaling jika kedua tangan Chaewon tak sigap menangkup pipinya, memaksa Hitomi untuk tetap beradu pandang dengannya.
“Kenapa nggak suka? Kamu nggak nyaman aku panggil sayang?” Chaewon bertanya pelan, “Selama ini, kamu nggak nyaman aku panggil sayang?”
Gadis di hadapannya itu menggeleng pelan, “Bukan gitu.”
“Terus?”
“Aku,” gadis itu memejam, “Aku jadi berdebar kalau kamu manggil akunya sehalus itu,” lagi, kedua pipi gadis itu memerah, kentara menahan malu, “Seolah-olah kamu sayang banget sama aku.”
Tawa Chaewon meledak—yang segera surut saat Hitomi memberinya tatapan merajuk. Dengan sisa-sisa tawa yang tersisa, ia menjawil pipi Hitomi pelan, menangkupnya erat hingga gadis itu merengut dan mencebik—mirip ikan mas koki.
“Aku sesayang itu kok sama kamu. Sayang banget. Emang selama ini nggak berasa?” masih dengan tawa yang mengudara, ia bertanya, “Atau aku harus manggil kamu sayang dengan nada suara kayak gitu tiap hari biar sayangnya aku ke kamu berasa?”
“Ih—ya—bukan gitu—lepas dulu tangannyaaa, ih!”
Chaewon mencondongkan wajah, menebas jarak di antara mereka, mendaratkan satu kecupan ringan di bibir gadis itu—meski susah payah karena Hitomi meronta, “Pacar aku lucu deh kalau salting,” lagi ia tertawa—tetapi tak sampai lima detik, tawanya berubah menjadi erangan pelan, “Sakit, Sayang, jangan cubit-cubit, kamu belum potong kuku ih,” ia mengusap pinggangnya pelan sambil kembali menyesuaikan posisi duduknya di balik kemudi.
“Ya habis kamu nyebelin!” bersungut-sungut Hitomi berkata, yang cuma Chaewon tanggapi dengan tawa kecil.
“Tapi tetep sayang ‘kan?” ia mengerling ke arah Hitomi sekali lagi sebelum menyalakan mesin mobil, “Jadi ke mana nih kita? Aku bangkotan, tahu, nunggu kelas kamu selesai. Mana sore banget lagi, jam empat, kayak mahasiswi baru aja.”
“Ya maaf sih,” gadis di sebelahnya bergumam, “Nonton yuk?”
Chaewon menoleh sekilas ke arah gadis itu. Tangannya sibuk meraih kartu mahasiswi untuk diperlihatkan pada satpam, “Makasih Pak!” serunya sebelum kembali menaikkan kaca mobil, “Apa tadi?”
“Nonton yuk, Yang.”
“Asal bukan horor, boleh,” tukas Chaewon cepat. Ia memutar kemudi ke arah kanan setelah menghitung waktu yang tepat untuk melajukan mobilnya, “Aku sendir
Comments