Dari Mata

Remaja
Please Subscribe to read the full chapter

Kak Chaewon yang aku temui zaman aku maba tuh bener-bener deh. Nggak ada ramah-ramahnya. Jutek banget, heran. Judes pula. Aku yang jadi adik bimbingannya tuh bukannya merasa aman karena punya pembimbing, malah bawaannya segan dan sungkan untuk ngomongin kesulitan-kesulitan baik di acara ospek jurusan, atau perkuliahan pada umumnya. Pokoknya Kak Chaewon pada zaman itu tuh definisi Ratu Salju di Narnia—cantik (plis jangan bilang Chaewon aku nyebut dia cantik), tapi dingin.

Nggak ada tuh tanda-tanda aku bakal jatuh cinta sama Chaewon atau juga sebaliknya.

Tapi, kata Kak Hyewon sama Kak Yena, justru sejak pertama kali kami kumpul kelompok, Chaewon kelihatan penasaran sama aku. Katanya, dia tuh suka diam-diam merhatiin aku, lirik-lirik ke arahku. Akunya aja yang nggak sadar. Kata mereka sih gitu. Ya... gimana mau sadar? Dari zaman aku maba, banyak banget temen-temenku yang naksir-naksir lucu sama Chaewon. Soalnya, jutek-jutek gitu juga Chaewon emang beneran cantik (menyelipkan emoji tersenyum sambil menangis). Aku pernah ada di tahap aku muak banget denger temen-temenku nyebut nama dia.

(Yang, maaf ya. Tapi beneran, pas awal-awal kita ketemu, aku tuh bete aja bawaannya sama kamu. Nyeremin banget jadi orang. Ketimbang jadi pembimbing, kamu tuh lebih cocok jadi komdis tahu nggak sih)

Semua berubah waktu aku kepepet nanya tugas sama Chaewon karena kata Kak Hyewon, untuk mata kuliah itu, Chaewon jagonya. Selain itu, Chaewon juga anak emas dosen yang mengampu mata kuliah itu, jadi—yah, meskipun awalnya takut, demi dapat nilai bagus dan demi mendapat pencerahan dalam mata kuliah yang dua SKS aja berasa delapan SKS, aku.... memaksakan memberanikan diri untuk nanya sama Chaewon. Aku ingat banget tuh aku sampai kirim pesan dulu sama Chaewon, janjian buat ketemu di perpustakaan kampus. Waktu aku sampai di meja paling ujung, Chaewon lagi duduk sendirian, nunduk baca buku. Dia duduk di meja untuk dua orang, dekat jendela yang menghadap ke gedung fakultas teknik. Hari itu cuaca lagi cerah. Nggak ada awan yang menghalangi. Perpustakaan juga sepi. Rasanya, ketika aku jalan ke arah Chaewon, waktu melambat.

Chaewon... beneran kelihatan bersinar banget.

Sebagian wajahnya tertutup sama rambutnya yang jatuh karena dia nunduk untuk baca. Sebelah tangan nopang dagu. Ekspresi wajahnya kelihatan banget bosan—tapi bukan bosan karena nunggu. Dia bosan karena suasana perpus terlalu sepi untuk standar dia. Beneran, dia ngaku sendiri soal yang ini. Pada saat itu, aku merasa, Chaewon ini kayak perwujudan malaikat di buku-buku dongeng. Dan kayaknya, pada saat itu, alih-alih deg-degan, jantungku malah rasanya kayak mau berhenti berdetak.

Beneran, Chaewon secantik itu.

Sewaktu aku sudah dekat, dia mendongak. Lalu aku baru sadar kenapa teman-temanku tuh segitunya ngejar Chaewon.

Itu senyum tulus pertama yang Chaewon kasih buatku—bukan senyum bisnis, bukan senyum formal. Betulan senyum senang lihat aku. Waktu itu, ospek jurusan baru berjalan selama tiga minggu. Tapi, kuliah sudah jalan sekitar hampir dua bulan. Kami juga beberapa kali ketemu sebelum perkuliahan dimulai—Chaewon juga yang ngasih aku tur kampus waktu daftar ulang. Dia beberapa kali senyum sama aku, tapi ya gitu; semuanya senyum bisnis dan senyum formal, jadi aku menganggapnya biasa aja. Tapi yang ini lain, dan... mungkin saat itu aku jadi sedikit naksir?

Dari situ, kami jadi lebih sering ketemu berdua aja. Modusnya selalu sama sih; nugas. Di awal, kami memang cuma nugas di kampus, entah itu di perpustakaan, atau di student center. Lama-lama, Chaewon ngajak nugas di luar kampus. Demi menghindari obrolan miring, kami selalu cari kafe yang jauh, yang memiliki kemungkinan paling kecil untuk ketemu ora

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
kimchaejjigae_
Sebentar, biar aku jadi ormas Shinez dulu sejenak. Ada cerita yang ingin sekali kuunggah tapi kalau kuunggah, aku harus menyelesaikan keseluruhan semesta (dan... dan... sama seperti ketika menulis Seandainya, aku tidak sanggup mengeditnya tanpa menghela napas panjang)

Comments

You must be logged in to comment
kimtaetaehwang #1
Chapter 12: Minggir2 yang gak mau kena diabet minggir
Karena judul cerita ini berisi konten bucin dan mengarah ke bulol 🤣
fearlessnim
#2
Chapter 8: Hai kak, ini komen pertamaku setelah sekian lama subs dan cuma mau bilang kalo semua tulisanmu uwu nya minta amponnnn 🥺💖

Btw shineznya lagi dong kak *merengek*
apple_lover12
#3
Chapter 6: Demi apa....? Baru nemu FF unyu kyk gini~