Alasan (Bagian Dua)

Remaja
Please Subscribe to read the full chapter

Mencintai adalah kata kerja. Jika mencintai seseorang berarti kita sedang mengerjakan sesuatu, maka akan ada masanya kita merasa lelah. Pada satu titik, Yena merasakan itu—maka ia berhenti. 

Ia berhenti untuk tetap berusaha jatuh cinta pada gadis yang kerap kali merengek padanya minta diantar ke sana kemari, sebab Yena percaya, ia tak bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa, tetapi ia bisa memilih untuk tetap jatuh cinta pada siapa.

Kalau ditanya, kenapa gue pada akhirnya menjalin hubungan sama Minju—yang notabene teman dekatnya Yuri—gue juga nggak tahu. Soalnya… apa ya? Menurut gue, cara hati bekerja itu misterius. Jiah. Misterius nggak tuh? Tapi serius dikit, menurut gue, nggak ada satu pun di antara kita yang bisa menebak ke mana hati kita berlari.

(Gue bingung kenapa bahasa gue mendadak puitis begini, tapi tolong tahan deh ya kalau lu mau muntah bacanya. Soalnya gue nggak tahu lagi gimana mengungkapkan isi kepala gue. Hehe)

Kalau ditanya apakah gue sayang sama Minju, jawabannya jelas; gue. Sayang. Banget. Sama. Minju. Kalau nggak sayang, gue nggak akan ngegas nembak Minju. Gue nggak sebrengsek itu buat menjalin hubungan sama orang yang nggak sedikit pun punya tempat di hati gue. Gue sayang dia, dan dia (kayaknya sih) sayang juga sama gue. Jadi ya, apa lagi yang gue tunggu?

Nggak satu dua orang mempertanyakan keputusan gue. Mereka semua tahu dan sadar kalau gue sebelumnya dekat sama Yuri. Tapi ini tuh bukan soal siapa dekat sama siapa. Ini soal situasi yang nggak akan pernah bisa mereka mengerti. 

Apakah gue sayang sama Yuri? Beuh, jangan ditanya. Dunia gue pernah jungkir balik gara-gara itu bocah. Dia pernah bikin gue rela begini begitu demi dia. Tapi, ada beberapa hal yang memang nggak bisa dipaksakan, dan semua gue sadari setelah gue akhirnya jadian sama Minju.

Kagak, gue kagak ngebet punya hubungan serius, hubungan yang beda level kayak si Chaewon sama brondie imutnya itu. Gue nggak ngebet buat punya hubungan yang dari awal udah serius kok. Tapi, siapa sih yang pengen patah hati?

Gue sempat memasuki fase alay—nggak se-alay si Jena Nyante, plis—ketika Yuri nolak gue; males ke sekre himpunan, males rapat, pokoknya males pergi ke tempat-tempat yang mengingatkan gue sama dia. Sampai-sampai waktu itu, si Chaeyeon mesti nyeret gue buat datang ke sekre himpunan—ada rapat apa gitu dulu, lupa gue.

Lama setelah gue jalan sama Minju, gue baru paham kalau apa yang Yuri lakukan—nolak gue—adalah hal terbaik yang bisa dia lakukan saat itu; sebagai generasi bandeng presto (alias selalu di bawah tekanan—gue ditabok Minju nih kalau dia tahu gue ngomong begini), boro-boro kepikiran buat punya pacar. Mikirin apakah semester depan masih bisa kuliah, apakah bulan depan masih bisa bayar uang kos, apakah besok masih bisa makan juga udah nyita isi kepalanya.

Please Subscribe to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
kimchaejjigae_
Sebentar, biar aku jadi ormas Shinez dulu sejenak. Ada cerita yang ingin sekali kuunggah tapi kalau kuunggah, aku harus menyelesaikan keseluruhan semesta (dan... dan... sama seperti ketika menulis Seandainya, aku tidak sanggup mengeditnya tanpa menghela napas panjang)

Comments

You must be logged in to comment
kimtaetaehwang #1
Chapter 12: Minggir2 yang gak mau kena diabet minggir
Karena judul cerita ini berisi konten bucin dan mengarah ke bulol 🤣
fearlessnim
#2
Chapter 8: Hai kak, ini komen pertamaku setelah sekian lama subs dan cuma mau bilang kalo semua tulisanmu uwu nya minta amponnnn 🥺💖

Btw shineznya lagi dong kak *merengek*
apple_lover12
#3
Chapter 6: Demi apa....? Baru nemu FF unyu kyk gini~