32 Fouettés (Bagian Satu)

Remaja
Please Subscribe to read the full chapter

"Kenapa sekarang sih?"

Kazuha mengernyit, berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya. Ia sesungguhnya benci terbangun di tengah malam begini, saat mimpi sedang indah-indahnya, dan malam sedang dingin-dinginnya; Semesta mendukungnya untuk meringkuk di balik selimut, tetapi tenggorokannya tidak bisa diajak kompromi. Perlahan, ia mendorong tubuhnya bangkit. Diliriknya jam di dinding. Pukul sebelas tiga puluh. Tangannya terulur ke arah nakas, hendak meraih gelas. Ia mendesah saat jemarinya mengangkat gelas yang kelewat ringan.

“Perasaan udah diisi sebelum tidur,” gumamnya. Disibaknya selimut, lalu tak lama, kedua kakinya menjejak lantai. Ia mengerjap. Sepi sekali. 

Kazuha bukan tak terbiasa dengan sepi. Toh, ia sudah biasa tinggal sendiri. Di asrama, ketika ia masih aktif sebagai seorang balerina, ia sekamar dengan seseorang yang bahkan tak pernah menyapanya jika tak perlu. Di kediaman kedua orangtuanya juga tak jauh beda. Hanya para asisten orangtuanya saja yang menemani. Namun untuk itu, Kazuha tak membenci siapa pun. Ia terbiasa dengan semua itu. Lagipula, ia tak merasa kekurangan kasih sayang—orangtuanya juga tahu bagaimana cara melimpahi Kazuha dengan kasih yang tak habis-habis.

Tak terdengar suara bisik-bisik Bu Yui dan Bu Akari dari lantai bawah, tidak juga Kazuha bisa mendengar gelegar tawa Pak Daichi dan Pak Jun dari luar. Keduanya biasa menonton acara-entah-apa, lalu tertawa pada lelucon-entah-apa. Sopir dan satpam rumahnya itu akur sekali—termasuk dalam mengusili Kazuha jika gadis itu terlihat diantar jemput oleh Yunjin.

Omong-omong soal Yunjin

Sudah beberapa hari ini gadis itu tak mengiriminya pesan sama sekali. Mereka masih bertemu di kampus, tentu saja, tapi hanya sampai di situ. Tak ada pesan, tak ada telepon iseng, tak ada juga kiriman cuitan twitter aneh atau lainnya. Belakangan memang gadis itu terlihat sibuk, sama seperti Hitomi dan teman seangkatannya yang lain. Festival Budaya sudah makin dekat, begitu juga ujian akhir semester genap. Dapat dimengerti jika gadis itu tak punya waktu untuk main-main. Jika semester ini berakhir, itu artinya, masa orientasi semakin dekat. Mereka akan tambah sibuk. 

Yah, lagipula, Yunjin memang tidak punya keharusan untuk mengabari Kazuha. Memangnya mereka ini apa?

Pelan, Kazuha turun meniti tangga, berusaha tak menimbulkan suara. Ia tak ingin bertemu siapa-siapa. Ia hanya ingin membasahi tenggorokannya, mengisi kembali gelas, lalu cepat-cepat meringkuk lagi di balik selimut. Maka setelah semua panggilan alam tuntas, ia kembali ke atas, menuju kamarnya. Erik, kucing yang diadopsinya tepat saat masuk kuliah, terlihat meringkuk di atas bantal tempat tidurnya. Ia harap ia juga bisa tidur sepulas itu—sebab begitu ia kembali ke kamar, kantuknya hilang begitu saja.

“Siapa ya yang masih bangun…” gumamnya pelan sambil merebahkan diri di atas tempat tidur. Tangannya meraih ponsel di atas nakas. Sudah hampir tengah malam—siapa pula yang sudi ia hubungi di jam-jam begini?

Jempolnya menggulirkan layar, mencari ikon aplikasi berwarna merah, berniat mencari video-video kucing lucu saat sebuah notifikasi menyembul malu dari bagian atas layar.

Kak Yunjin
U awake?

Sejenak, Kazuha terdiam. Dibacanya sekali lagi nama pengirim pesan. “Betulan kok…” gumamnya. Ragu ia mengetuk notifikasi, menampilkan ruang obrolan mereka yang sepi beberapa hari ini.

Iya, Kak
Kenapa?

Kak Yunjin
Can I call?

Ada desir aneh yang muncul kala ia membaca pesan dari gadis itu. Bukan, bukan ia dan Yunjin tak pernah bertemu via suara. Tak sekali dua kali Kazuha terkantuk-kantuk mendengarkan ocehan gadis itu hingga suara Yunjin terdengar seperti sebuah lagu pengantar tidur. Namun, biasanya tak begini. Yunjin tak pernah memulainya dengan bertanya apakah Kazuha masih terjaga. Gadis itu biasanya hanya berkata ia bosan, merengek pada Kazuha untuk menemaninya barang sebentar, lalu dimulailah percakapan-percakapan panjang hingga pagi menjelang.

Khawatir terjadi sesuatu, buru-buru ia mengetikkan balasan.

Telepon aja, Kak

Tak berapa lama, tampilan layarnya berubah; nama Yunjin tertera di atasnya. Buru-buru ia menggeser telepon hijau sebelum menempelkan ponsel ke telinga, “Kak Yunjin? Kenapa?”

“Oh, ,” Kazuha mengerutkan dahi saat Yunjin tiba-tiba menyapanya dengan umpatan. Mengumpat bukanlah sesuatu yang tabu—sete

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
kimchaejjigae_
Sebentar, biar aku jadi ormas Shinez dulu sejenak. Ada cerita yang ingin sekali kuunggah tapi kalau kuunggah, aku harus menyelesaikan keseluruhan semesta (dan... dan... sama seperti ketika menulis Seandainya, aku tidak sanggup mengeditnya tanpa menghela napas panjang)

Comments

You must be logged in to comment
kimtaetaehwang #1
Chapter 12: Minggir2 yang gak mau kena diabet minggir
Karena judul cerita ini berisi konten bucin dan mengarah ke bulol 🤣
fearlessnim
#2
Chapter 8: Hai kak, ini komen pertamaku setelah sekian lama subs dan cuma mau bilang kalo semua tulisanmu uwu nya minta amponnnn 🥺💖

Btw shineznya lagi dong kak *merengek*
apple_lover12
#3
Chapter 6: Demi apa....? Baru nemu FF unyu kyk gini~