"Dan Xixi ?"

"Xixi itu hanya kuanggap adikku, karena dia adik Fei fei ", jawab kris sambil menundukkan kepalanya.

Pei ci berjalan mendekati ranjang Luhan dan kris.

"Sejak kapan kau  menjadi seperti ini, Yifan ?" Pei ci terlihat prihatin.

"Sejak Yifei tiada ?", tanyanya lagi.

Tapi Kris hanya diam saja.

"Yifan, kita harus bicara, berdua ", Pei ci mengisyaratkan agar Kris mengikutinya.

Setelah Luhan tinggal sendirian di kamarnya, mendadak ia menjadi amat takut, ia takut kalau kris tenyata benar-benar dijodohkan dan mereka dipaksa berpisah.

Xixi mendengar suara ribut-ribut. Ia penasaran dan betapa terkejutnya ia saat mendapati Pei ci tengah ada dikamar Kris dan Luhan. Ditambah lagi ekspresi kakak Kris itu sangat pucat.

"Sial, jangan-jangan Pei jie melihat ?!!" Xixi menutup mulutnya dengan telapak tangannya.

"Gawat!!! Ini benar-benar gawat!!!", ia bergegas ke kamar atas.

Ia melihat Pei ci menuruni tanggan dengan kris mengekorinya.

Sedang Luhan duduk diranjangnya juga dengan wajah pucat.

"Luhan ge...ada apa ? Kau baik-baik saja ?" Xixi duduk di ranjang Luhan.

"Ge...." ia mengguncang pelan bahu Luhan.

Xixi kaget saat Luhan tiba-tiba memeluknya.

"Ge, kau kenapa ? apa yang terjadi ?"

"Pei jie...dia melihat semuanya....dia tahu soal kris dan aku. Kami tamat, ibunya akan menyuruh kami berpisah, kami...kami.." Luhan terus memeluk Xixi seraya terisak.

Ia membenamkan wajahnya di rambut Xixi.

"Hey ge, tenanglah, tenang dulu, mungkin saja kalian akan direstui "

Luhan menarik dirinya dari pelukan Xixi, "Tka mungkin, kau tak melihat bagaimana wajah kakaknya tadi ? Pucat sudah seperti melihat hantu dan saat ia melihatku, ia jijik seperti melihat bakteri ganas yang harus dimusnahkan ", katanya seraya terisak.

Xixi menepuk punggung Luhan untuk menenangkannya.

Ia pun mempunyai perasaan tak enak, ia mer