Grasping your heart

Hello Hi-School
Please Subscribe to read the full chapter

 

“Jinki, bisakah kau menandatangani seragamku?”

 

“Tentu.”

 

“Aku juga, Jinki!”

 

“Haha, baiklah.”

 

“Hey, kau juga harus meninggalkan jejak di seragamku, Jinki-ya~~”

 

“Iyaaaaa, tapi aku hanya punya dua tangan, nona-nona. Hehe.”

 

“Dan ini typo. God luck, seharusnya G.O.O.D luck.”

 

“Ah, maaf. Hehe.”

 

“Oh ya, sepulang sekolah apa kau ada rencana?”

 

“Aku… tidak yakin. Seingatku ti—”

 

“Jinki.” dan suara merdu yang memanggilku itu secara otomatis membuatku membalikkan tubuhku. Ah, Hyeri. “Jinki, kau tidak lupa kan kalau sepulang sekolah kau ada janji denganku?”

 

“U-uh?” aku tidak ingat. Sial!

 

“Jinki~!” Hyeri menghentakkan kakinya sebal. Aku pelupa, aku benar-benar tidak mengingatnya. Kami membuat janji? Kapan?

 

Belum sempat aku membuka mulutku, Hyeri telah berjalan meninggalkan ruang kelas kami. Tanpa pikir panjang aku mengejarnya. Lee Jinki, kau benar-benar pria tua menyedihkan. Aku mengejarnya hingga ke ujung lorong, dan tepat sebelum gadis ini lebih jauh menaiki tangga, aku meraih tangannya.

 

“Hyeri, maafkan aku.” Hyeri hanya mendengus mendengarnya. Ia membalikkan tubuhnya, menunduk menatapku yang berdiri dua tangga di bawahnya, lalu mata itu mulai menelisir tiap detail ekspresi wajahku.

 

“Bodoh.” ucapnya pelan. “Jinki benar-benar bodoh.” dengan itu segores senyuman tersungging di bibirnya. Huh?

 

“Kau… tidak marah?”

 

“Tidak.” Hyeri tertawa.

 

“Tapi aku nyaris mengacaukan janjiku denganmu jika kau tidak mengingatkanku.” paparku, Hyeri kembali tertawa mendengarnya.

 

“Jinki-ya. Aku yang harusnya meminta maaf.” Hyeri kembali terbahak. Aku masih tidak mengerti. “Aigo, Lee Jinki. Sebenarnya kita tidak pernah membuat janji sebelumnya.” Mwo? Hyeri tersenyum bangga, membalikkan tubuhnya dan kembali berjalan menaiki tangga. Aku mengekor di belakangnya, hingga tepat setelah ia mencapai anak tangga teratas, gadis itu kembali menoleh ke arahku.

 

“Gadis-gadis itu menjengkelkan.” ucapnya seraya mengerucutkan bibirnya. Aku hanya mengerjapkan kedua mataku, mencoba membaca isyarat tapi aku tidak mengerti obrolan apa yang coba ia pancing dariku. “Ya Tuhan, Jinki. Apa kau masih tidak mengerti??”

 

Aku menggeleng sebagai jawaban.
Ya, akhir-akhir ini Hyeri sedang aneh. Ia menjadi sangat baik, sangat perhatian. Ia sering mentraktirku makan, ia bilang sebagai tanda

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet