Badass Aecha?

Hello Hi-School
Please Subscribe to read the full chapter

Aecha’s POV

 

Sial. Aku terlambat.

 

Aku terus berlari untuk sampai di pintu gerbang sekolah. Tapi sayang, satpam gendut itu menang. Pintu gerbang ditutup tepat saat bel masuk berbunyi dan aku tidak berhasil menggapainya.

 

“Ahhh... Ahjussi-yaaaa... kali ini izinkan aku masuk. Ku mohon...” Aku meronta-ronta seperti anak kecil didepan pintu gerbang. Tapi, satpam itu tetap mengabaikanku.

 

Sial. Sial. Sial.

 

“Ahjussiii-yaaaaaa~”

 

“Berhenti merengek! Atau kau tidak diizinkan masuk!”

 

“Aish...” Aku menghentakkan kakiku dengan keras.

 

Hari ini adalah hari Senin. MON(ster)DAY EVER.

 

Itu berarti hari ini ada jam olahraga. Dua minggu lagi pertandingan basket antar sekolah akan dilaksanakan. Aku harus memantau anak-anak untuk berlatih. Tapi jika aku terlambat seperti ini... matilah!

 

Aku bersandar di pintu gerbang. Menunggu eksekusi-ku. Hhh... berhadapan dengan Kim Seonsaeng, si polisi sekolah tambun itu lagi? Oh, no.

 

Dari kejauhan, mataku menangkap seseorang tengah berlari kearah sekolah. Kearahku. Postur tubuh anak itu sangat ku kenal.

 

Yeah... badass Minho~

 

Dalam hitungan beberapa detik, Minho sudah sampai dihadapanku. Ia terengah-engah.

 

“Bodoh!”

 

“Satu korban lagi?” Tanya satpam itu. Tertawa sangat licik seperti tokoh penjahat di cerita anak-anak.

 

“Aish... aku muak melihat wajah Kim Seonsaeng.” Ucap Minho pelan.

 

“Kau pikir aku tidak?” Jawabku dingin.

 

“Kita lari sekarang... Lewat pintu belakang. Okay?” Minho mulai menggenggam pergelangan tanganku.

 

“Kau mau mati?” Aku menarik kembali tanganku.

 

“Mati bersamamu? Aku mau. Tapi, tidak mati di tangan Kim Seonsaeng.” Minho kembali menggenggam pergelangan tanganku.

 

“Yya!!!”

 

“Diamlah! Saat satpam gendut itu lengah, kita lari. Kau siap?”

 

Tepat saat itu, satpam gendut sekaligus jelek itu masuk kedalam pos satpam, entahlah aku tidak tahu apa yang dilakukannya. Yang jelas pengawasannya lengah.

 

“One, two, three...” Minho memberi aba-aba kemudian menarikku untuk berlari.

 

“Yya!!” Teriakan satpam gendut itu masih sedikit terdengar, tapi sayang... kali ini aku yang menang. Hehehe...

 

Aku dan Minho sampai di halaman belakang sekolah yang dibatasi tembok. Tembok yang cukup mudah untuk digapai anak setinggi Minho. Untuk bisa masuk ke sekolah, kami harus melompati tembok ini. Pekerjaan mudah untuk Minho, tidak untukku.

 

“Bagaimana caranya?”

 

“Aku akan naik lebih dulu, lalu aku akan membantumu. Okay?”

 

“Aish... terserah.”

 

Untuk urusan kali ini, aku menyerahkan pada Minho.

 

Minho mulai mengangkat satu kakinya.

 

“Aah...” Ia sedikit kesulitan.

 

“Yya! Choi Minho!!! Diam disitu!!!”

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet