Chapter 08

Hindrance
Please Subscribe to read the full chapter

A/N: First of all, I just wanna say sorry because I took quite awhile to update. Kesibukan dan juga feeling yang mulai timbul-tenggelam buat FF ini yang jadi faktor lamanya update. Tapi tenang aja, aku udah panjangin chapter ini untuk bayar keterlambatanku. So, please enjoy ^^

 

Baru saja kakinya menapak lantai kelas, suasana lantas bersalin sunyi. Seluruh mata tersorot padanya dan segala aktivitas tersendat selama beberapa saat. Tak dapat dipungkiri bahwa ia merasa begitu gugup. Ia takut menghadapi hal selanjutnya. Dan ketika maniknya berlabuh pada sepasang manik indah Bina, sontak beragam emosi mulai membuncah. Marah, kecewa, kesal, lega, senang, bercampur menjadi satu. Ia merasa lega lantaran berhasil menemukan seseorang yang ia yakin takkan menghakiminya atas apa yang telah menimpa Dahui beberapa hari lampau.

Tak sampai satu manit, gadis itu mulai mendengar kata-kata mencibir. Beberapa murid tergelak menyaksikan kebisuannya. Tak sedikit dari mereka yang menjadikannya bahan tertawaan. Terkadang Dahui tak habis pikir, mengapa ia harus ditindas hanya karena peristiwa di vila Keluarga Byun saat itu sementara gadis-gadis lain yang pernah berhubungan dengan Baekhyun justru hidupnya masih tentram hingga detik ini.

Lamat-lamat, tungkainya mulai melangkah dengan kepala tertunduk, menghampiri Bina yang kini pula tengah menatapnya dengan mata membeliak. Mereka sama-sama membungkam setelah Dahui mendudukan diri di sisi gadis tersebut. Tak satu pun dari mereka yang berani membuka suara saat mendengar berbagai kata cemooh dari mulut siswa-siswa lain.

“Da-Dahui,” panggil Bina kemudian, setelah beberapa menit terlampaui tanpa percakapan.

Kepala Dahui meneleng cepat, namun ia tak membalas sapaan sang Sahabat.

“Apa semua yang kudengar ini benar? Kau dan Baekhyun….” Ia tak sanggup melanjutkan kalimat saat melihat transisi air muka Dahui. Perasaan bersalah sekonyong-konyong bercokol di hatinya. Kedua tangan Bina terkepal erat, lagi-lagi merasa gagal sebagai seorang sahabat. Tak sepatutnya ia meninggalkan Dahui sendirian di sana.

“Kau meninggalkanku.” Tutur Dahui rendah. Ia sama sekali tak menyembunyikan amarah yang kini menyelimuti aura di sekitar mereka. Kendati gadis itu tak sanggup menumpahkan segalanya kepada Bina, namun ia pula tak dapat mengelak bahwa Bina benar-benar melampaui batas kali ini. Mereka datang ke pesta Baekhyun bersama-sama, bukankah seharusnya mereka pula pulang bersama-sama?

Gadis itu merasa terdesak. Ia merasakan panas di kedua matanya dan Dahui pun sadar bahwa sahabatnya tersebut tengah membendung tangis. Sebagian hatinya meluluh. Ia ingin mengatakan kepada Bina bahwa ia tidak apa-apa dan ia tak perlu merasa bersalah. Namun Dahui juga tahu Bina pantas merasa bersalah.

“A-aku bisa menjelaskan semuanya.” Ujar gadis itu tergagap. Ia tak ingin memecah persahabatan mereka. Ia tak ingin kehilangan teman seperti Dahui.

“Nanti saja,” desahnya kemudian sembari memegang kening yang berdenyut. Ia masih bisa mendengar bisik-bisik cemooh di sekitar mereka dan hal itu membuat denyutan di kepalanya menggila.

“Aku akan mengantarmu pulang dan kita bisa bicara.”

Dahui menggeleng, tak menyadari ia kini tengah mengulum senyum tipis. “Tidak perlu,”

Kening Bina mengernyit, tak dapat memungkiri kekecewaan yang merayapi hatinya. “Kau tidak ingin bicara denganku?”

Kali ini Dahui kembali mempertemukan manik mereka dan berkata, “aku akan pergi dengan Chanyeol.” Tak lupa ia melebarkan senyum.

 

 

Di penghujung hari—seusai pelajaran—Dahui melangkah riang melintasi koridor dengan senyum cerah. Ia tak sabar agar lekas tiba di kelas Chanyeol untuk berangkat bersama-sama ke restoran tempat Dahui akan mentraktirnya. Murid-murid lain masih membicarakannya, tentu saja. Kini mereka tak lagi berbisik-bisik dan dengan terang-terangan menyinggung namanya serta peristiwa akhir pekan lalu di depan Dahui. Namun karena suasana hatinya sedang gembira, ia tak acuh pada sekelilingnya. Yang dapat Dahui pikirkan hanya kencan perdananya bersama Chanyeol, kendati hanya ia yang menganggap ini sebagai kencan.

Gadis itu menyuruh Bina untuk tidak mengikutinya. Well, selain ia tak ingin acara kencannya berubah menjadi petaka akibat kehadiran Bina, ia pula tak memiliki cukup uang untuk membayar makanan Bina. Tabungannya hanya cukup untuk dua orang. Barangkali masih kurang, itu sebabnya Dahui berencana hanya ingin memesan hidangan termurah yang ada di restoran.

Tungkainya berhenti tepat di depan pintu kelas dua belas. Kepalanya melongok ke dalam, berusaha mencari sosok jangkung Chanyeol. Beberapa murid sudah meninggalkan bangku mereka, namun sebagian lagi masih berbincang-bincang sembari membenahi alat-alat tulis, termasuk Chanyeol.

Di sisi lelaki tersebut adalah Byun Baekhyun, juga tengah menanti temannya hingga ia selesai memasukan barang-barang ke dalam tas. Dahui mendengus keras, merasa kesenangannya terkikis separuh. Peristiwa-peristiwa tak mengenakkan tersebut terkenang dengan sendirinya dalam benak. Dan sungguh, sekelumit hasrat kini memenuhi relung hatinya untuk segera menerjang Baekhyun dan menjambak habis surai indahnya. Terkadang Dahui tak habis pikir mengapa seorang pria seperti dirinya memiliki kulit serta rambut yang begitu indah. Ia bahkan mahir dalam bersolek, terbukti dari kedua matanya yang acapkali berbingkai celak.

Sayup-sayup, Dahui dapat menangkap percakapan kedua orang tersebut dari posisinya berdiri. Ia menajamkan pendengaran dengan alis menyatu.

“Jadi hari ini tak ada latihan?” tanya Baekhyun dengan kedua alis berjingkat.

Chanyeol menggeleng, memberikan senyum penuh makna. “Aku harus menemui seseorang.”

Semburat merah merangkak naik mendekorasi kedua pipi Dahui. Jika saja ia tak berhasil menguasai diri, maka gadis itu kini sudah mendengking penuh semangat. Well, di tengah-tengah kesialannya, ternyata Dahui masih dapat merasakan secercah keuntungan.

“Siapa? Seorang gadis?” tanya Baekhyun, mendekatkan wajah ke arah Chanyeol.

Napas Dahui tertangguh di tenggorokan dan kedua tangannya terkepal. Setiap kali Chanyeol dan Baekhyun berdekatan, amarahnya seakan membubung di dada. Dan meski ia berusaha mengukuhkan pemahaman bahwa status orientasi seksual mereka hanyalah rumor belaka, namun pada akhirnya Dahui akan tetap percaya bahwa keduanya memiliki sesuatu. Mereka terlampau dekat, menurutnya.

Chanyeol mendorong kening Baekhyun dengan telunjuk. “Ya, seorang gadis.” Jawabnya enteng.

“Tak ingin memberitahuku?”

“Sejak kapan kau tertarik dengan gadis yang kutemui?”

Seringaian jenaka tersungging pada wajah bengisnya. “Hanya penasaran.”

“Sudahlah, kau pulang saja duluan.”

Baekhyun mendesah samar, kemudian bangkit dari bangkunya. Ia melambai sembari melempar tatapan jengah kepada Chanyeol, lantas beranjak keluar kelas.

Dahui bergegas menyembunyikan diri di balik pot tumbuhan di sudut koridor, berharap Baekhyun tak menemukannya. Dan agaknya Dewi Fortuna sedang berpihak padanya saat ia mendapati lelaki tersebut justru berjalan ke arah yang berlawanan dengan posisinya menyuruk.

Embusan napas lega meluncur dari celah bibirnya, lantas ia kembali menghampiri pintu kelas Chanyeol seraya berlari kecil. Beberapa siswa beranggapan bahwa ia tengah mencari sosok Baekhyun. Namun tatkala Chanyeol melambai padanya dan menghampirinya, sontak Dahui mendengar napas-napas tercekat dari orang-orang di sekitarnya. Tentu mereka sama sekali tak menyangka bahwa lelaki yang hendak ditemui Dahui justru Chanyeol dan bukannya orang yang saat ini berada di pikiran mereka.

“Hai,” sapa Chanyeol, membenarkan letak tas punggungnya.

“Hai, apa kabar?”

Lelaki itu terdiam sejenak, lalu berkata, “kupikir aku yang seharusnya menanyakan pertanyaan itu padamu. Apa kabarmu setelah menjadi buah bibir SMA Chungdam?”

Dahui berdeham kikuk sembari menyelipkan helaian rambut ke belakang daun telinga. Tak heran jika Chanyeol sudah mengendus semuanya. Dahui hanya berharap ia takkan membatalkan kencan mereka sore ini.

“Kita perlu bicara, Dahui. Kupikir ini pasti karena ulah Baekhyun. Aku sudah memintanya untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya, tapi ia menolak.” Ujar Chanyeol sembari mengembuskan napas berat. Sejatinya ia malu akan kelakukan temannya sendiri. Dahui tak pernah berbuat salah padanya. Dari apa yang Chanyeol tangkap, gadis itu agaknya hanya ingin melindungi sahabatnya dari sang Cassanova sekolah. Dan sejauh pengamatan Chanyeol, ia rasa Dahui gadis yang baik.

Sebelum Dahui sempat membalas ucapan lelaki tersebut, ia merasakan sebuah cengkraman erat pada pergalangan tangannya. Tak memberikan rasa nyeri, namun hanya ketegasan yang dirasakan Dahui. Chanyeol menariknya keluar dari gedung sekolah, memancing atensi beberapa siswa. Tetapi gadis itu tak acuh akan anggapan mereka. Pikirannya kepalang kalut oleh kontak fisik ketiga mereka.

 

X.x.X

 

“Maaf, Nona, anda harus membuat reservasi sejak dua hari sebelumnya.” Ujar seorang resepsionis di lobi restoran sembari membungkukan tubuh.

Wajah Dahui memucat kendati ia tak mampu membendung malu. Sementara Chanyeol yang berdiri di sisinya tengah berjuang menahan senyum. Ia sama sekali tak merasa kesal oleh kecerobohan Dahui, namun eskpresi yang terpampang di paras gadis itu kini benar-benar menggemaskan. Chanyeol tak sampai hati untuk memrotes.

“Tidak apa-apa,” ujar lelaki tersebut, membuka suara. Ia menyentuh bahu Dahui, mengalihkan atensinya kepadanya. “Kita bisa mencari tempat yang lain.”

“Ta-tapi… tapi aku—”

“Maaf, kami akan kembali lagi lain waktu.” Ucap Chanyeol kepada si Pemuda Resepsionis. Ia kemudian menuntun Dahui keluar dan mereka pun berjalan tanpa menyuarakan sepatah kata.

Kepala gadis itu merunduk dalam, tak berani menatap Chanyeol. Ia sangat malu sampai-sampai Dahui berharap bahwa seseorang menculiknya dan membuangnya ke liang kubur agar ia tak perlu berjumpa dengan siapapun lagi. Bagaimana mungkin ia tidak tahu bahwa restoran mewah selalu membutuhkan reservasi?

Selama lima menit keduanya hanya berjalan tanpa tujuan, tanpa percakapan. Chanyeol sesekali tersenyum geli saat ia melirik gadis di sisinya, baru menyadari bahwa terkadang Dahui masih berpolah seperti bocah lima tahun. Bibirnya mengerucut tajam dan wajah pucatnya kini bersalin biram.

“Dahui,” panggil Chanyeol, memutuskan untuk menyudahi kebisuan. “Kau tidak lelah?”

“Y-ya?” gumamnya, masih tak ingin mempertemukan manik mereka.

“Kau tidak ingin mencari tempat lain?”

“Kau masih mau menerima traktiranku?” tanyanya, terkejut. Kini ia membesarkan hati untuk mengangkat wajah.

“Tentu saja,” jawab Chanyeol disertai kekehan renyah.

“O-oh, kupikir kau marah,” bisik gadis itu.

Ia tergelak sembari menggelengkan kepala. “Aku tidak akan bisa marah jika kau memasang wajah menggemaskan seperti itu.” telunjuknya mengacung dan menyentuh pucuk hidung Dahui.

Sekonyong-konyong tubuh gadis itu mematung. Bahkan ketika Chanyeol sudah menurunkan tangan, Dahui masih tak mampu mengumpulkan kesadaran diri. Ia mulai menyadari bahwa hubungannya dan Chanyeol kini menjadi semakin akrab. Lelaki itu tertawa dan berbicara panjang lebar padanya.

“Jadi kita akan makan di mana sekarang?” Chanyeol kembali bertanya dengan kedua alis berjingkat.

Dahui terkesiap, menautkan kesepuluh jemari guna menyalurkan kegugupan. “A-aku tidak tahu.”

“Hmm…” ia mengusap dagu, tampak berpikir keras. “Berhubung ini musim panas, aku ingin memakan sesuatu yang dingin.”

“Meal Top?”

Raut Chanyeol berbinar mendengar usulannya. “Pilihan bagus!”

Well, yang muncul di pikiran Dahui hanyalah Patbingsu tatkala Chanyeol mengatakan bahwa ingin sesuatu yang dingin. Dan Meal Top adalah toko Patbingsu langganannya. Kendati berlokasi di pusat perbelanjaan Apgujeong—tempat para elitis berbelanja—namun harga satu mangkuk Patbingsu di sana cukup terjangkau. Memang tak semurah toko-toko Patingsu di pinggir jalan, tetapi setidaknya rasanya tak pernah mengecewakan.

 

 

Mereka duduk berseberangan dengan dua mangkuk Patbingsu di atas meja. Untuk sekian menit lamanya, Dahui serta Chanyeol hanya menyantap hidangan dingin tersebut tanpa membuka perbincangan. Hanya decakan nikmat dari mulut Chanyeol yang terdengar oleh telinga gadis itu. Sementara Patbingsu di dalam mangkuknya masih tampak penuh, milik Chanyeol justru nyaris tandas.

“Aku benar-benar haus.” Ujar lelaki itu kemudian, tak mengalihkan pandangan dari makanan di depannya.

Dahui tersenyum. “Aku senang kau menikmatinya.”

“Ini lebih baik ketimbang restoran tadi.”

Ia tak membalas, melainkan kembali memusatkan konsentrasi untuk menyantap Patbingsu-nya guna mengabui malu. Kendati opsi kedua nampak berhasil ketimbang rencana awalnya, namun tetap gadis itu tak mampu mengenyahkan peristiwa beberapa saat lalu dalam benaknya. Dahui yakin bahwa ia terlihat begitu udik saat si Pemuda resepsionis tak mengijinkannya masuk lantaran ia belum membuat reservasi.

“Dahui,” panggil Chanyeol kemudian, setelah ia menghabiskan Patbingsu. Lelaki itu mendorong mangkuknya ke tengah meja dan ia melipat kedua tangan di atas meja, sedikit mencondongkan tubuh. “Ada apa denganmu dan Baekhyun sebenarnya?”

Sontak ia tersedak. Dahui memukul dada beberapa kali, mendapatkan tatapan panik dari Chanyeol.

“Kau tidak apa-apa?”

Gadis itu menggeleng, menerima selembar tisu yang disodorkan Chanyeol.

“Pelan-pelan saja makannya.” Ucapnya sembari tekekeh geli. “Jadi bisa kaujelaskan kenapa mereka mengaitkanmu dengan Baekhyun dan ‘pengaman rasa vanila’?” untuk tiga kata terakhir, Chanyeol merendahkan intonasi sembari mengamati sekelilingnya, memastikan bahwa tak ada yang mencuri dengar percakapan mereka.

“A-apa?” pekik Dahui tanpa sadar. Jantungnya berpacu di atas rata-rata, membuat kedua pipinya kembali memerah.

“Baekhyun tidak mau buka mulut setiap kali kutanya. Apa kau memang benar menghabiskan malam dengannya saat di pesta? Apakah Baekjoon itu Baekhyun? Ia melakukan sesuatu padamu? Ia membuatmu mabuk?” pertanyaan beruntun tersebut terlontar tanpa sempat ia cegah. Chanyeol sudah terlalu penasaran untuk menyaring apa yang sepatutnya dan tidak sepatutnya ia tanyakan. Terlebih, lelaki itu mencemaskan kondisi Dahui saat ini. Bukan berarti ia tertarik, namun siapa yang tak bersimpati melihat situasinya saat ini?

“A-aku… aku bisa menjelaskannya!” tuturnya cepat akibat kegugupan.

Chanyeol mengangguk, meminta Dahui melanjutkan kalimat. Dan selama beberapa menit ke depan, gadis itu berusaha menjelaskan ke Chanyeol mengenai apa yang terjadi kepada mereka di pesta dari sudut pandangnya.

“Jadi kakakmu mengira bahwa kau dan Baekhyun berpacaran dan ia memberikanmu pengaman? Lalu Baekhyun menantangmu untuk meminum alkohol hingga kau mabuk dan tidur dalam satu kamar dengannya?” tanya Chanyeol, sekadar untuk memastikan bahwa ia menangkap maksud dari penerangan Dahui.

Gadis itu mengangguk lemah. Tentu ia tak menceritakan detil dari tantangan Baekhyun. Dahui tahu bahwa Chanyeol sudah memahami tentang perasaannya, namun ia hanya tak ingin menegaskan untuk yang kedua kalinya di hadapan lelaki tersebut. Di mana akan ia tempatkan wajahnya nanti?

“Kau benar-benar tidak ingat dengan ‘insiden’ setelah di kamar?” Chanyeol membuat tanda kutip dengan jarinya.

Lagi-lagi hanya gelenganlah yang dapat diberikan Dahui.

“Tapi apa kau merasa aneh saat bangun pagi? Apakah ada tanda-tanda kalau Baekhyun sudah menyentuhmu?” kali ini raut Chanyeol tampak cemas. Ia tentu tak ingin Baekhyun berada dalam masalah jika Dahui memutuskan untuk memperpanjang kasus ini. Kendati lelaki itu yakin bahwa takkan ada masalah dengan Baekhyun jika Tuan Byun yang membelanya di pengadilan, namun tak dapat dipungkiri ia akan mendapatkan hukuman berat dari sang Ayah. Terlebih, ia merasa bersimpati dengan Dahui. Ia hanya korban dari kebrengsekan Baekhyun.

Dahui menggigit bibir bawah, tampak bimbang apakah ia harus memberitahu perihal tersebut kepada Chanyeol. Masalahnya, apa yang ia rasakan setelahnya terlampau pribadi untuk dipaparkan. Ia bahkan tak begitu dekat dengan Chanyeol. Lagipula gadis mana yang menceritakan hal memalukan seperti ini kepada lelaki taksirannya?

“Se-setelah sa-sadar aku mendapati kami tidak mengenakan pakaian dan seluruh badanku juga terasa nyeri.” Ia memalingkan wajah saat menyuarakan frasa tersebut. Suaranya begitu lirih dan gemetar, sementara kedua mata Chanyeol membeliak tak percaya bahwa Baekhyun berani melakukan hal senekat itu pada seorang gadis yang sedang berada di bawah pengaruh alkohol.

“Ya Tuhan, maaf, Shin Dahui!” ujar lelaki tersebut dengan raut menyesal. “Aku tidak menyangka Baekhyun akan melakukan hal seperti itu padamu, dan sebagai temannya aku yang akan meminta maaf. Kau tentu tahu ia tidak mungkin meminta maaf lebih dahulu dengan harga diri tingginya.”

Dahui terkesiap mendengar ucapan Chanyeol. Ia menegakkan tubuh dan seluruh otot-ototnya terasa kaku. Menyaksikan bagaimana Chanyeol berusaha melindungi Baekhyun dan rela merendahkan diri di hadapan Dahui untuk meminta maaf atas perbuatan lelaki cabul tersebut, sama sekali tak pernah terbersit dalam benaknya. Tak pelak perasaan cemburu mulai merayapi dadanya.

Sekonyong-konyong suasana bersalin kikuk lantaran Dahui sama sekali tak membalas ucapan Chanyeol. Gadis itu hanya mematung di tempat dengan penuh kontemplasi. Apakah ia harus menanyakan langsung kepada lelaki di hadapannya tersebut? Jujur, ia tak sanggup lagi membendung rasa penasaran. Dahui tentu harus tahu apakah lelaki yang ia taksir dan lelaki yang mengejar-ngejar sahabatnya adalah seorang biseksual.

Chanyeol menyasap tengkuk sembari merundukkan kepala, tiba-tiba merasa malu. Apakah tindakannya telah melukai Dahui? Barangkali gadis itu tak ingin mendengar maaf dari mulutnya. Barangkali yang Dahui inginkan adalah ucapan maaf dari Baekhyun.

Namun seluruh prasangka tersebut luluh tatkala ia membuka suara, menyentak Chanyeol yang tengah memutar otak guna mencairkan suasana.

“Apa hubunganmu dengan Baekhyun sebenarnya?”

“Apa?”

Dahui terkejut. Ia tak pernah berpikir untuk menyuarakan pertanyaan tersebut kendati rasa penasaran seakan menggerogoti hatinya. Dan lantaran kata-kkatanya tak dapat ditarik kembali, ia pun membiarkan pertanyaan-pertanyaan berikutnya mengalir.

“Banyak rumor yang mengatakan kau dan Baekhyun memiliki hubungan spesial.”

Kernyitan pada kening Chanyeol kian dalam. Rautnya tampak linglung, sama sekali tak memahami pertanyaan Dahui. Hubungan spesial seperti apa yang ia maksud?

“Ka-kau dan Baekhyun berpacaran, bukan?” kalimat tersebut terlontar setelah ia mengerahkan seluruh keberanian yang tersisa.

Chanyeol membisu beberapa saat, mencermati wajah merah di hadapannya. Lalu tak s

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
baeksena #1
Chapter 18: Udah setahun aja, kakak belum update lagi??
baeksena #2
Chapter 18: Masih setia nunggu ka??
baeksena #3
Chapter 18: Ayo ka,di lanjut???
baeksena #4
Baca ulang kak,soalnya lagi kangen sama cerita ini
little_petals
#5
Chapter 18: Level kedekatan BaekHui semakin uwuuuwww Tetap semangat lanjutinnya ya Thor, walaupun ngaret gpp deh
baeksena #6
Chapter 18: Semoga Makin deket aja,yuhuuuu
baeksena #7
Chapter 18: Seneng deh liat perkembangan hubungan baekhyun san dahui
baeksena #8
Chapter 18: Makasih kak,udah update
little_petals
#9
Chapter 16: Makin adem yak hubungan baekhui, bikin gemes :) Semangat kak ;)

Woww Selamat yaaaa yg udah engaged, semoga jadi keluarga yang bahagia dan damai kakak~ ?
baeksena #10
Chapter 17: Masih setia sama hindrance kak. Suka sama perkembangan hubungan Baekhyun dan Dahui