Chapter 01

Hindrance
Please Subscribe to read the full chapter

 

Ini bukanlah sesuatu yang sangat didambakan seorang Shin Dahui. Masa SMA-nya berjalan normal pada awalnya. Namun semua berubah menjadi abnormal tatkala ia mengenal Kang Bina beberapa bulan setelah dirinya resmi menjadi murid SMA Chungdam.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa sekolah tersebut adalah sarang para ahli waris pebisnis sukses, atau keturunan dari birokrat-birokrat negara, dan bahkan putra-putri para artis terkenal. Tak heran jika Dahui kini berkarib dengan Kang Bina yang notabenenya adalah putri tunggal dari generasi ketiga keluarga Kang—pemilik perusahaan pelayaran terbesar di kawasan Asia. Sementara Dahui? Well, ia hanya anak mujur yang dapat menuntut ilmu di sekolah bergengsi seperti ini.

Ayahnya hanyalah seorang pegawai biasa di sebuah perusahaan besar. Tentu gaji yang didapatkan takkan sanggup untuk membiayai kedua putrinya bersekolah di sekolah ternama seperti SMA Chungdam. Sementara Shin Dana—kakak Dahui satu-satunya—menuntut ilmu di sekolah seni Sunhwa yang memiliki standar akademis tinggi. Ya, balerina Kang Suejin dan aktris Moon Chaewon adalah alumnusnya. Dahui tahu tak ada kesulitan bagi sang Kakak untuk diterima di sana.

Jika saja bukan berkat sahabat sang Ayah yang sekaligus adalah atasannya, Dahui serta Dana tak akan mampu menuntut ilmu di sekolah kenamaan. Sahabat ayahnya—Tuan Jung—tak memiliki keturunan kendati umur pernikahannya sudah menginjak tahun kedua puluh. Oleh karena itu ia menganggap Dana dan Dahui sebagai putrinya dan bersedia mendanai seluruh biaya pendidikan mereka.

Berbeda jauh dengan Dahui, sejak kecilnya Dana memiliki otak lebih cemerlang dan puluhan bakat luar biasa. Ia memilih untuk menekuni tari Balet sebagai mata pelajaran pokok. Baru saja lulus tiga bulan lalu, tak sedikit tawaran yang datang kepadanya untuk melanjutkan studi di luar negeri. Bahkan beberapa tawaran kontrak dari agensi-agensi dominan pun tak henti-hentinya berdatangan.

Iri? Tentu saja Dahui iri. Parasnya tak secantik sang Kakak, tingginya di bawah rata-ratanya, dan otaknya pula tak begitu encer. Well, ia pula tidak termasuk dalam golongan murid bodoh. Setidaknya nilai tertinggi yang mampu dicapai Dahui adalah B+. Tak pernah sekali pun ia mendapatkan A. ia juga tak memiliki banyak teman. Hanya Bina yang masih bertahan sampai sekarang. Mereka tak terpisahkan. Meski meninggalkan impresi yang tak enak didengar oleh telinganya; si Cantik dan si Buruk Rupa.

Sungguh, Dahui tak pernah berpikir bahwa wajahnya benar-benar buruk. Bina pun mengatakan ia iri dengan kulit mulus serta hidung runcing berukuran mungilnya. Kedua pipi Dahui pula berlesung. Lalu mengapa orang-orang justru mengatakannya buruk rupa?

Untuk yang satu ini, agaknya ia tak perlu mencari tahu jawaban pasti. Karena biar bagaimanapun, tentu Dahui bukan tandingan Bina. Persis seperti namanya, gadis itu sangat bersinar. Tungkainya begitu jenjang, rambutnya berwarna pekat mencapai pinggang, berkelopak mata ganda dengan wajah mungil dan dagu lancip. Postur tubuhnya lampai bak model papan atas. Dahui yakin bahwa Bina akan bekerja di dunia hiburan jika ia bukanlah putri tunggal dari pemilik sebuah perusahaan akbar. Kalau sudah begini, mana mungkin Dahui berani mempertanyakan status yang didapatnya dari para penghuni sekolah? Agaknya si Buruk Rupa kini sudah melekat di balik namanya. Entah apa yang membuat Bina bertahan menjadi sahabatnya.

“Shin Dahui!”

Gadis itu tersentak dari lamunan. Kepalanya sontak terteleng, mendapati raut kesal Bina berada tepat di depan wajahnya.

“Kau termenung lagi. Apa yang sedang kaupikirkan?”

Terkadang Dahui bertanya-tanya; bagaimana caranya agar memiliki suara selembut Bina? Apakah kalian sudah pernah mendengarnya bernyanyi? Well, bersiap-siaplah untuk hanyut dalam suara merdunya.

“Aku belum mengerjakan PR Pak Song.” Jawabnya tanpa berpikir dua kali.

Itu bukanlah dusta. Ia benar-benar lupa mengerjakan PR lantaran sibuk berfantasi selaman suntuk. Meski Shin Dahui tidak begitu baik dalam studi, namun ketahuilah bahwa ia sangat cekatan dalam hal berkhayal. Sejak duduk di kelas sebelas, Park Chanyeol telah berhasil mengambil alih seluruh atensi Dahui pada acara pembukaan tahun ajaran baru. Saat itu ia tengah memainkan drum, mengiringi si Lelaki Pendek satunya yang berteriak-teriak tak jelas dengan suara nyaring. Penyanyi Rock? Hah, semua penyanyi Rock di dunia hanya membuat telinganya sakit. Tetapi permainan drum Chanyeol membuatnya terpukau. Kedua lengannya tampak begitu kekar ketika ia mendaratkan tongkat kayunya di atas permukaan drum. Peluh melinangi pelipis serta wajahnya. Kepalanya mengangguk-angguk mengikuti irama musik. Bisakah kau bayangkan betapa memikatnya penampilan Chanyeol saat itu? Bagaimana mungkin Dahui baru menyadari bahwa ada makhluk sesensual Park Chanyeol di SMA Chungdam? Sampai-sampai ia lupa mengerjakan PR dari guru mengerikan itu.

Bina berdecak sembari memutar kedua bola mata. Tidak biasanya Dahui melupakan kewajiban seperti ini. Ia tahu pasti ada sesuatu yang disembunyikan gadis itu darinya.

“Cepat salin punyaku!” tukasnya sembari melempar buku bersampul merah jambu ke atas meja Dahui.

Ia mengerjap beberapa kali, berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.

“Tunggu apa lagi, Shin Dahui? Bel akan berbunyi dalam sepuluh menit!” pekiknya frustasi. “Dan jangan salin semuanya atau kita berdua akan mendapatkan masalah.”

Dahui menyeka air mata bohongan di sudut matanya. Ia menarik napas panjang dan memeluk Bina seerat mungkin. “Terima kasih, Kang Bina!”

“Ugh, lepaskan. Cepat salin!”

Keputusannya untuk meminjamkan PR kepada Dahui justru berujung petaka. Benar-benar petaka lantaran ini adalah kali pertama Kang Bina menerima hukuman sejak pertama kali ia menjejakkan kaki di SMA Chungdam. Alih-alih mendengarkan peringatannya, Si Dungu Dahui justru menyalin setiap huruf dan angka yang tertatah di atas lembar-lembar buku Bina. Tak ada satu hal pun yang berbeda sehingga tak ada alasan bagi Pak Song untuk tidak memberi hukuman kepada keduanya.

Kini mereka tengah berada di gedung olah raga. Tongkat pel tergenggam dalam kelima jemari mulus Bina, sementara Dahui mendapat bagian memungut sampah. Benar, memungut sampah yang berjebai di antara bangku-bangku panjang penonton. Bina mengepel lantai lapangan basket dengan setengah hati. Malangnya, tak pernah sekali pun dalam hidupnya ia mengerjakan hal seperti ini. Peluh mulai bercucuran membasahi wajah serta beberapa bagian seragam. Namun hal tersebut tak mengurangi kecantikan seorang Kang Bina. Sementara Dahui hanya dapat mendengus kecut. Ia yakin wajahnya kini tak berbeda jauh dari kain pel yang digunakan Bina untuk membersihkan lantai.

“Aku sudah bilang untuk tidak menyalin semuanya, ‘kan!” pekik gadis itu, tak mengalihkan konsentrasi dari lantai di bawahnya.

“Aku terlalu bersemangat, oke? Tanganku bergerak di luar kendali.”

Ia memutar kedua bola. “Sudah kuingatkan, bukan?”

“Aku lupa.”

“Otakmu sudah benar-benar rusak, sepertinya. Siapa yang sudah melakukan ini padamu?”

Dahui membungkam. Ia menghentikan pekerjaannya dan menatap Bina di bawah sana yang masih menggosok lantai dengan sekuat tenaga. Well, ia tak bisa memberitahukan perihal ketertarikannya pada Chanyeol sekarang. Bina akan menertawakannya. Atau mungkin gadis itu akan mengatakan bahwa ia sama sekali tak memiliki peluang untuk mendapatkan Chanyeol dengan penampilan seperti ini.

“Aku baik-baik saja.” jawabnya kemudian dengan intonasi lebih rendah.

Kali ini Bina-lah yang menghentikan pekerjaan. Ia menatap Dahui dengan satu tangan memegang pinggang. Seluruh beban tubuhnya ia pindahkan ke kaki kiri sementara matanya memicing.

“Jangan coba-coba menyembunyikan sesuatu dariku.”

“Siapa yang menyembunyikan sesuatu darimu?” tanyanya cepat, membalas tatapan tajam si Sahabat.

“Kau.”

Dahui hendak membalas ucapan Bina tatkala suara gaduh tertangkap oleh telinganya. Puluhan pasang langkah kaki tengah berjalan mendekat, hendak memasuki gedung olah raga. Tawa, percakapan, serta hantaman bola basket pada permukaan lantai pun ikut menyumbang suara.

Gadis itu kembali membuang tatapan ke arah Bina dan mendapati sahabatnya tersebut tampak panik. Tentu saja panik jika ini adalah kali pertama ia menerima hukuman. Reputasinya di sekola cukup baik. Bahkan seluruh murid di kelasnya tadi terkejut saat Pak Song memberinya hukuman menjijikan seperti ini. Well, setidaknya ia hanya perlu mengepel lantai dan bukannya memungut sampah dengan kedua tangan telanjang seperti yang dilakukan Dahui.

Pintu olah raga terbuka lapang. Beberapa murid melangkah masuk dan mematung selama beberapa sekon saat mengetahui bahwa ada murid lain di dalam sana. Terlebih, murid tersebut adalah Kang Bina. Ini tentu akan menjadi kabar menggemparkan. Setelah bel tanda istirahat berbunyi nanti, maka berita mengenai hukuman mereka akan tersebar dalam hitungan detik. Dan lagi-lagi Dahui-lah yang akan disalahkan. Memang begitu kenyataannya, bukan? Jika ia tak lupa mengerjakan tugas maka Bina tak harus meminjamkan PR padanya.

Dahui hendak memalingkan wajah guna menyeka rasa bersalah dalam hatinya. Ia tak ingin selalu dihantui oleh wajah panik Bina. Namun niat tersebut terurung saat maniknya menangkap sosok jangkung yang tengah mengenakan seragam olah raga seperti murid lainnya. Namun sosoknya nampak jauh lebih menonjol. Seperti sedang memeragakan busana sekolah di atas panggung catwalk.

Chanyeol berjalan bersama ketiga teman pendeknya. Salah satunya adalah penyanyi bersuara cempreng yang nyaris membuat Dahui tuli. Jika saja bukan demi Chanyeol, maka ia akan melemparnya dengan kulit kacang. Kebetulan saat itu Dahui tengah menyantap kacang kesukaannya. Mereka semua tampan, tetapi tak ada yang dapat menandingi ketampanan Chanyeol, menurut Dahui.

Langkah lelaki bersuara nyaring tersebut terhenti, lantas diikuti oleh teman-temannya yang lain. Mereka berhenti tepat di depan Bina yang masih mematung dengan kucuran peluh.

“Kang Bina?!” pekiknya, membuat Dahui meringis. Tak bisakah ia merendahkan intonasi?

“Baekhyun, kecilkan suaramu. Kau membuatnya terkejut.” Ujar Chanyeol, menyikut rusuk Baekhyun.

“Uh, maaf. Tapi sungguh, apa kau sedang dihukum?”

“Baekhyun!” desis Chanyeol jengah lantaran seluruh murid kini tengah memperhatikan mereka.

“Jangan pedulikan Baekhyun. Terkadang dia terlalu berlebihan.” Ujar Yixing, murid pertukaran pelajar dari Cina.

“A-aku—” Bina tergagap.

Demi Tuhan, Dahui mau saja menolong sahabatnya jika Park Chanyeol tidak berada di sana. Ia tidak sedang dalam keadaan normal. Terlebih, Dahui kini tengah membawa kantong plastik sampah di tangannya.

“A-aku baru saja mengepel lantainya. Masih agak basah jadi berhati-hatilah.” Ujar Bina secepat kilat sebelum akhirnya ia berlari menghampiri Dahui yang kini tangah berdiri di sudut gedung guna menyembunyikan diri dari Chanyeol.

Well, lantainya bukan ‘sedikit basah’ lagi, tetapi Kang Bina justru menciptakan kubangan di atas lapangan basket. Siswa lain bahkan harus mengambil kain lap untuk mengeringkan lantai yang basah.

“Oh, tidak!” pekiknya tertahan saat ia telah berdiri di hadapan Dahui. “Mereka melihatku!”

Tak ada reaksi dari Dahui. Pandangannya masih terfokus pada sosok jangkung Chanyeol yang kini tengah bercengkrama dengan teman-temannya. Bahkan suara baritonnya tertangkap telinga Dahui saat ia menyerukan; “Hei Kim Jongdae, kembalikan jam tanganku!”

“Dahui?” panggil Bina lantaran tak mendapatkan respon. “Shin Dahui!” kini ia melambaikan tangan di depan wajah sahabatnya dan berhasil menarik kembali atensinya.

“A-apa?”

“Ini sudah yang ke sekian kalinya kau melamun hari ini. Aku bahkan tak bisa menjumlahkannya lagi jika dihitung dengan hari-hari sebelumnya.”

“Ma-maaf,” ujar Dahui, sesekali melirik ke arah Chanyeol yang kini mulai memosisikan diri di tengah-tengah lapangan untuk membentuk tim basket. Ia berada dalam satu tim dengan lelaki bersuara cempreng. Dahui bahkan tak sudi menyebut namanya. Ia memang tak pernah berbuat salah padanya, namun gadis itu sangat membenci suaranya. Hanya satu alasan itu.

Bina memutuskan untuk mengikuti arah pandang Dahui guna memastikan. Dan benar saja terkaannya, sahabatnya tersebut tengah menatap salah satu dari dua laki-laki tersebut dengan penuh kekaguman. Bina tak dapat menerka pasti lantaran mereka sedang berdiri bersisian.

“Kau menyukainya, ‘kan?”

“Hah? Apa?” pekik Dahui, sedikit terlalu keras hingga memancing beberapa pasang mata untuk menatap aneh ke arahnya.

“Yang di sana.” Bina menunjuk ke arah Chanyeol serta Baekhyun dengan dagunya. “Kau naksir?” ia sengaja tak menyebutkan nama agar Dahui memakan umpannya.

“A-aku hanya mengagumi Chanyeol, tidak lebih.”

Please Subscribe to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
baeksena #1
Chapter 18: Udah setahun aja, kakak belum update lagi??
baeksena #2
Chapter 18: Masih setia nunggu ka??
baeksena #3
Chapter 18: Ayo ka,di lanjut???
baeksena #4
Baca ulang kak,soalnya lagi kangen sama cerita ini
little_petals
#5
Chapter 18: Level kedekatan BaekHui semakin uwuuuwww Tetap semangat lanjutinnya ya Thor, walaupun ngaret gpp deh
baeksena #6
Chapter 18: Semoga Makin deket aja,yuhuuuu
baeksena #7
Chapter 18: Seneng deh liat perkembangan hubungan baekhyun san dahui
baeksena #8
Chapter 18: Makasih kak,udah update
little_petals
#9
Chapter 16: Makin adem yak hubungan baekhui, bikin gemes :) Semangat kak ;)

Woww Selamat yaaaa yg udah engaged, semoga jadi keluarga yang bahagia dan damai kakak~ ?
baeksena #10
Chapter 17: Masih setia sama hindrance kak. Suka sama perkembangan hubungan Baekhyun dan Dahui