Chapter 21 [ENDING]

Hindrance
Please Subscribe to read the full chapter

Embusan napas keras meluncur dari celah kedua bibir mungil Dahui tatkala kendaraan mewah Baekhyun berhenti tepat di depan mansion Keluarga Byun. Maniknya menatap dua daun pintu raksasa yang masih terkatup dengan pancaran bimbang. Ini adalah kali kedua ia menyambangi mansion tersebut, tak pelak membuat kegugupan menyergap sekujur tubuhnya.

Sebuah kehangatan menjalar melalui pangkal jari-jemari Dahui kala Baekhyun memutuskan untuk menggenggam tangan dinginnya. Perhatian Dahui terpaling ke arah lelaki yang kini tengah melempar senyuman teduh kepadanya.

“Kau tidak perlu cemas. Bukankah sudah kubilang bahwa keluargaku menyukaimu? Terlebih, kau sendiri yang mengusulkan untuk mengunjungi mereka lagi sebulan lalu.” Ujar Baekhyun. Ibu jarinya bergerak terartur guna memberi usapan menenangkan pada punggung tangan Dahui.

“Aku tahu, tapi tetap membuatku gugup. Aku tidak mengenal kakakmu dengan cukup dekat, bagaimana kalau aku mengacaukan segalanya?”

Lelaki itu terkekeh geli. “Hyung tidak akan menghakimimu. Ia bukan orang yang seperti itu.”

Dahui hanya dapat menggigit bibir bawah saat ia tak merasakan hangatnya kepalan Baekhyun lantaran ia memutuskan untuk keluar dari kendaraan. Kini mereka justru melangkah memasuki bangunan megah tersebut, disambut oleh beberapa pelayan yang memberikan bungkukkan segan pada keduanya. Well, Dahui sama sekali tak terbiasa dengan perlakuan istimewa yang ia dapatkan setiap kali menandangi Kediaman Byun.

Begitu banyak hal yang kini tengah berjebai dalam benaknya. Ia tak henti-hentinya mempertanyakan jika pakaian yang melekat di tubuhnya sudah cukup pantas untuk pertemuan keduanya dengan keluarga Baekhyun. Mengingat ia tak memiliki Dana yang tak pernah urung membantunya merombak penampilan saat ia harus mengahadapi hal krusial bersama Baekhyun.

Sepekan selepas ia rujuk kembali dengan lelaki tersebut, Dana akhirnya merampungkan seluruh persiapan untuk berangkat ke New York guna melanjutkan studi menekuni seni tari Ballet di Juilliard School. Dan kendati selama ini Dahui sangat menanti-nanti hari di mana Dana segera hengkang dari Kediaman Shin, ia tak memungkiri sekelumit kesedihan dalam hati. Meski kakaknya adalah orang paling menyebalkan—bahkan melebihi Baekhyun—tetapi justru gadis itu telah banyak mengulurkan berbagai bantuan ketika ia sedang dihadapi oleh masalah. Kenyataannya, kini Dahui diharuskan untuk menata penampilannya sendiri dengan riasan sederhana. Sementara ia memilih untuk mengenakan blus biru muda dan celana denim putih dipadu dengan sepotong mantel tebal guna menghalau hawa dingin. Kedua tungkainya didekorasi oleh sepasang sepatu Nike yang dihibahkan Bina beberapa bulan lalu saat mereka melalap waktu di pusat perbelanjaan.

Baekhyun memutuskan untuk menghentikan langkah tatkala maniknya menangkap sosok Nyonya Byun yang kini tengah terduduk di sofa panjang ruang tengah seraya membaca sebuah buku tebal di tangannya. Kaca mata baca tergantung sempurna pada hidung lancipnya. Lelaki itu berdeham ringan untuk menarik atensi sang Ibu. Dan berhasil, kini wajahnya terangkat lantas senyum lapang mengukir paras indahnya. Ia meletakkan buku yang sedianya berada di atas telapak tangan ke atas meja rendah di depan sana, kemudian bangkit dari duduknya guna menghampiri sejoli tersebut.

“Oh, kalian sudah datang?” sapanya sembari memeluk Baekhyun dan Dahui secara bergiliran. “Kakakmu menghubungi Ibu setengah jam lalu untuk mengatakan bahwa ada rapat mendadak di kantor dan ia akan sedikit terlambat. Oh, Ibu tahu seharusnya ia pulang lebih awal hari ini untuk segera berangkat ke Busan bersama kalian tapi bahkan ayahmu juga harus menghadiri rapatnya.” Terang Nyonya Byun sembari memutar kedua bola mata.

Baekhyun melirik arloji yang melingkari pergelangan tangannya dengan kedua alis menyatu. Well, perjalanan dari Seoul ke Busan menempuh waktu empat jam dengan menyetir mobil. Awal perjanjian, Baekbeom hanya akan berada di kantor sampai tengah hari dan kembali ke rumah pada jam makan siang, lantas segera berangkat ke Busan dengan mengendarai mobil dengan Baekhyun dan Dahui. Mereka hendak menghabiskan akhir pekan di kota tersebut, lalu memutuskan untuk kembali ke Seoul pada minggu pagi. Faktanya, perjalanan mereka harus tertunda oleh rapat sialan itu.

Baekhyun menghela napas jengah sembari melirik Dahui yang tampak sedikit lega bahwa waktunya sedikit terulur. “Kami akan menunggu Hyung di kamar.”

Nyonya Byun mengangguk setuju. “Benar, Ibu tidak bisa menemani kalian karena harus menghadiri pertemuan organisasi amal. Kuharap akhir pekan kalian menyenangkan.”

Setelah sekali lagi memberikan pelukan kepada kedua remaja tersebut, ia lantas beranjak menuju kamar utama untuk segera bersiap-siap. Sementara Baekhyun kini menyerong tubuh hingga menghadap sang Kekasih.

“Kau mau melihat kamarku sebelum aku pindah ke penthouse?” tanyanya dengan kedua alis berjingkat.

Kepala Dahui mengangguk antusias. “Tentu saja!”

 

 

 

Ruangan berbentuk persegi dengan ukuran lapang tak gagal membuat mulutnya terburai kecil penuh kekaguman. Kamar Baekhyun di kediaman Keluarga Byun bahkan jauh lebih luas ketimbang kamar mewahnya di penthouse yang kini ia huni. Sepasang manik tersebut bergerak ke sana dan kemari seakan-akan tengah mengabadikan setiap detilnya ke dalam memori kepala. Sementara Baekhyun segera berjalan menuju sofa biru tua di siku kanan ruangan dan mengempaskan tubuh di atasnya seraya menghela napas berat. Tak dapat dipungkiri, bahwa keterlambatan Baekbeom sedikit banyak mengacaukan suasana hatinya. Ia berharap mereka akan tiba di lokasi tujuan sesaat sebelum jam makan malam dan kini agaknya asanya telah kandas.

Dahui memutuskan untuk ikut membuang diri pada sofa tepat di sisi Baekhyun. Posisi mereka kini tengah menghadap ke arah sebuah jendela tinggi yang menyajikan pemandangan taman bunga milik Nyonya Byun. Tanpa sadar lidahnya berdecak kagum dengan sebuah senyum tipis yang terkembang pada wajah udiknya.

Baekhyun terkekeh sembari mendorong pipi kanan Dahui dengan telunjuknya. “Apa yang sedang kaupikirkan?”

Gadis itu menelengkan kepala ke arah Baekhyun dan menatapnya dengan kedua mata membulat. “Kenapa kau memutuskan untuk pindah ke penthouse? Kau memiliki segalanya di rumah ini, dan kamarmu jauh lebih nyaman dan luas ketimbang kamar di penthouse.” Ia mengabaikan pertanyaan Baekhyun.

Tarikan napas tajam terdengar dari si Lawan Bicara sebelum akhirnya menjawab, “aku merasa kesepian. Terlebih, aku menginginkan kebebasan. Kau tahu seberapa sering aku mengganti pacar sebelum mengencanimu.”

Dahui menipiskan bibir, terkenang akan kebengalan kekasihnya di masa lampau. Namun kemudian ia memicingkan mata. “Apa maksudmu dengan kesepian? Kau memiliki orangtua dan kakakmu sementara di penthouse kau hanya tinggal sendirian.”

“Justru karena aku tinggal dengan mereka aku merasa kesepian.”

“Sungguh, Byun Baekhyun, aku tidak mengerti.” Ucapnya dengan wajah statis, gusar akan kalimat rumit lelaki itu.

Baekhyun membenarkan posisi duduk hingga kini bahu kirinya bersangga pada sandaran sofa agar tubuh mereka bersehadap. Rautnya bersalin kritis dengan kernyitan samar di kening. “Sejak Hyung mulai bekerja di firma hukum Ayah, Ibu pun menyibukkan diri dengan kegiatan amal untuk memperkuat reputasi keluarga kami. Setiap pulang dari sekolah, aku tak pernah menemukan mereka. Suasana rumah menjadi sunyi dan dingin dan aku tak menyukainya. Kupikir akan lebih baik jika aku tinggal di penthouse, belajar untuk hidup mandiri dan sebagai gantinya aku dapat membawa kekasih-kekasihku ke sana untuk bersenang-senang.” Baekhyun menggidikkan bahu saat menyuarakan kalimat terakhir.

Dahui sama sekali tak peduli pada masa lalu Baekhyun. Bersedia untuk menjadi kekasih lelaki itu berarti ia harus mampu menerima kecacatan pada kehidupan lampaunya. Namun pancaran redup pada mata Baekhyun-lah yang membuat Dahui gamang. Dari pengamatannya selama ini, ikatan kekeluargaan di antara Keluarga Byun tampak cukup kuat. Tak dapat ia bayangkan jika Baekhyun harus beradaptasi oleh perubahan dinamika aktivitas di dalam rumah seluas ini. Tentu tak mudah baginya untuk dijalani.

Tangan kanan Dahui terulur guna menyentuh sisi wajah Baekhyun. Ia melempar senyuman mendamaikan yang mana disambut hangat oleh lelaki tersebut. Baekhyun memegang tangannya dan menyimpannya dalam sebuah genggaman tegas, lantas membawanya ke depan wajah untuk meninggalkan beberapa kecupan ringan di permukaannya. Perut Dahui seakan diaduk tatkalah debaran menggila membuncah dalam dada. Ia tak menyangka bahwa sentuhan Baekhyun masih sanggup memberi sensasi asing pada tubuhnya. Dahui sangat menyukainya.

“Aku sama sekali tidak merasa kesepian selama di penthouse. Terutama sejak kau datang. Terakhir kali aku kesepian adalah ketika kau mengencani Chanyeol.” Ujar Baekhyun, tak berusaha menyembunyikan sekelumit kecemburuan pada kilatan matanya saat menyuarakan frasa terakhir.

“Maafkan aku,” tandas Dahui lirih, merasa menyesal telah melukai perasaan keduanya.

Baekhyun menggeleng dengan senyum meneduhkan. “Semua sudah berlalu. Chanyeol dan aku sudah kembali berteman seperti biasa.”

“Sungguh?” tanya gadis itu sangsi.

“Sungguh, kami bahkan berencana untuk melakukan tes di universitas yang sama.”

“Aku lega mendengarnya.”

“Chanyeol memintaku untuk menjelaskan padamu agar kau tidak salah paham. Ia tidak bermaksud untuk mengabaikanmu, ia hanya butuh waktu membenahi perasaannya sebelum bertemu denganmu lagi.”

Dahui tersenyum ketat sembari mengeratkan genggaman tangannya pada milik Baekhyun. “Tentu saja aku paham.”

Lantas, kegemingan mengambil alih. Tak ada satu pun dari mereka yang bersedia untuk membuka suara. Alih-alih menciptakan atmosfer canggung, keduanya justru mengenyam presensi masing-masing. Dua pasang manik tersebut tak kunjung melucutkan pandangan dari satu sama lain. Usapan jemari Baekhyun pada punggung tangannya menciptakan kehangatan pada sekujur tubuh Dahui. Yang ia tahu, detik berikutnya sepasang bibir tipis itu telah berlabuh pada permukaan bibir mungilnya. Matanya terpejam erat tatkala kepala Baekhyun menyerong ke kiri guna memperdalam kecupan. Kini tangan kirinya telah melingkar pada sisi pinggang Dahui memberi sokongan agar tubuhnya tak terdorong oleh desakan Baekhyun. Benturan napas hangat, getaran samar yang menjalar di sekujur tubuh, pun jantung yang berpacu tak berirama membuat aura menjadi pekat. Cumbuannya kian menuntut dan Dahui sama sekali tak memberi penolakan. Ini adalah kali pertama ia diselimuti oleh hasrat membara. Dan entah mengapa gadis itu merasa semua terjadi secara alami. Tak ada paksaan dalam diri untuk mengimbangi libido Baekhyun. Sejujurnya, ia menyukainya. Ia suka bagaimana Baekhyun tak membuatnya merasa terpojok. Kendati penuh gairah, namun setiap tindakannya terkesan lebih hati-hati.

Momentum tersebut tentu tak bertahan lama lantaran keduanya dikejutkan oleh ponsel Baekhyun yang meringking nyaring dari dalam saku celananya. Napas Dahui tercekat dan ia segera menarik diri dengan begitu cepat hinga nyaris hilang keseimbangan. Sementara Baekhyun tampak keki dengan alis menyatu saat membaca nama yang terpampang pada layar ponselnya.

“Ya, Hyung?” sapanya, tak be

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
baeksena #1
Chapter 18: Udah setahun aja, kakak belum update lagi??
baeksena #2
Chapter 18: Masih setia nunggu ka??
baeksena #3
Chapter 18: Ayo ka,di lanjut???
baeksena #4
Baca ulang kak,soalnya lagi kangen sama cerita ini
little_petals
#5
Chapter 18: Level kedekatan BaekHui semakin uwuuuwww Tetap semangat lanjutinnya ya Thor, walaupun ngaret gpp deh
baeksena #6
Chapter 18: Semoga Makin deket aja,yuhuuuu
baeksena #7
Chapter 18: Seneng deh liat perkembangan hubungan baekhyun san dahui
baeksena #8
Chapter 18: Makasih kak,udah update
little_petals
#9
Chapter 16: Makin adem yak hubungan baekhui, bikin gemes :) Semangat kak ;)

Woww Selamat yaaaa yg udah engaged, semoga jadi keluarga yang bahagia dan damai kakak~ ?
baeksena #10
Chapter 17: Masih setia sama hindrance kak. Suka sama perkembangan hubungan Baekhyun dan Dahui