Chapter 03

Hindrance
Please Subscribe to read the full chapter

 

Selepas melalui peristiwa traumatis di toilet sekolah, Dahui mengambil keputusan untuk tak meneruskan aktivitas belajar-mengajar. Wajahnya pucat pasi dan Kang Bina tak henti-hentinya mencemaskan kondisi fisiknya. Hingga kemudian Pak Song yang merasa bahwa Dahui takkan sanggup bertahan di sekolah hingga waktu pulang nanti memutuskan untuk mengirimnya pulang.

Maka siang itu, Shin Dana-lah yang datang ke sekolah mengemudikan kendaraan baru hadiah kelulusan dari kedua orangtua mereka guna menjemput sang Adik. Jika sedianya ia sangsi bahwa Dahui benar-benar sakit, namun tatkala mereka bertatap muka justru kondisinya terlampau meyakinkan.

“Ada apa denganmu? Kupikir pagi tadi kau baik-baik saja. Bahkan menyantap tiga mangkuk sereal.” Komentarnya sembari berkonsentrasi pada lintasan di depan sana.

Dahui tidak menjawab. Ia tak berhasil menemukan suara dan tak sanggup menggerakkan lidah. Mungkin seperti inilah rasanya jika lidahmu bertulang. Atau pernahkah kalian menderita kejang lidah? Ugh, ia tak tahu bagaimana cara menerangkannya agar mudah dimengerti. Barangkali kata ‘syok’ lebih pantas untuk menjabarkan keadaannya saat ini.

“Apa kau baru melihat hantu?” tanya Dana lagi lantaran tak mendapatkan respon dari Dahui. Meski Shin Dana adalah gadis yang mendekati kata sempurna, namun kelemahan terbesarnya takkan jauh dari hal-hal magis.

Selama dalam perjalanan, hanya keheningan yang mendominasi. Sementara benak Dana dipadati oleh hantu sekolah yang bergentayangan, Dahui justru tak dapat mengenyahkan suara-suara kedua manusia cabul tersebut dari dalam kepalanya. Sekujur tubuhnya bergetar hebat tatkala suara napas memburu Baekhyun seakan memberi sengatan listrik bertegangan tinggi hingga rambut-rambut halus di permukaan kulitnya berdiri seketika.

Selama tujuh belas tahun masa hidupnya, Dahui telah menjaga kepolosan telinga serta matanya dengan baik. Ia tak pernah berkencan dan tak pernah merasakan seperti apa sensasi berciuman. Terlebih melakukan sesuatu yang berlebihan seperti yang dilakukan Baekhyun dengan si Gadis Murahan. Demi Tuhan, bagaimana mungkin mereka dapat melakukannya dengan begitu mudah? Dahui bahkan yakin bahwa keduanya tak memiliki hubungan spesial. Mereka hanya tertarik satu sama lain lalu kemudian memutuskan untuk berbuat cabul di lingkungan sekolah.

Sesampainya di rumah, gadis itu lantas mengisolasi diri di dalam kamar selama seharian penuh. Ia menolak makan siang serta makan malam, dan tidak menghadiri sekolah keesokan harinya. Kang Bina yang merasa cemas dengan kesehatan sang Sahabat memilih untuk menyambangi kediaman Keluarga Shin setelah pulang sekolah.

Maka di sanalah mereka sekarang, duduk berhadapan di atas tempat tidur berseprai hijau milik Dahui sembari menggunjingkan kejadian kemarin. Bina tak dapat mengatupkan rahang dengan rapat. Ia kepalang terkejut mendapati bahwa sahabatnya telah melalui peristiwa mengerikan yang membuatnya kehilangan napsu hidup. Oh, Dahui yang malang.

“Kira-kira apa yang membuatnya sampai melakukan hal senekat itu padamu? Tak kusangka kita memiliki dua senior yang sama sekali tak patut menjadi panutan. Terlebih gadis murahan itu.” ujar Bina, masih belum dapat meredakan keterperangahan.

“Kupikir ia ingin membalas dendam karena aku sudah membuatnya patah hati.”

Kening Bina mengernyit. Ia meminta Dahui menjelaskan hal tersebut, namun gadis itu nampak bimbang. Ia takut jika Bina akan marah setelah mendengar rahasia perjodohannya diketahui oleh Baekhyun dan Chanyeol.

“Dahui? Apa yang kaulakukan padanya?” tanyanya, mulai curiga.

“Ku-kubilang bahwa kau sudah memiliki calon suami.”

Kedua mata Bina membeliak dengan mulut menganga. Kini lebih lebar dari sebelumnya. Satu tangannya di letakkan di atas dada, masih belum dapat memercayai pendengarannya sendiri.

“Maafkan aku. Sungguh, aku tak bermaksud mengatakan itu. Tapi situasinya benar-benar membuatku terpojok. Tidak mungkin kubiarkan ia menginjak-injak harga diriku, ‘kan? Maaf… sungguh, aku benar-benar minta maaf.” Racau Dahui, berharap Bina takkan membencinya setelah ini. Ia takkan mungkin melanjutkan studi di SMA Chungdam jika Bina memutuskan untuk meninggalkannya. Hanya Bina yang membuatnya bertahan di sana sampai sekarang.

Gadis cantik itu menghela napas keras. Ia merunduk guna meredakan emosi yang perlahan-lahan mulai menanjak naik. Usai memenungkan posisi Dahui saat itu, agaknya ia dapat memahami situasi yang sempat dialami sahabatnya. Bina tentu tak ingin menambuh perkara dengan menumpahkan amarah kepada sahabatnya sendiri.

“Tidak apa-apa,” ujarnya bersusah payah. Sulit untuk memaafkan, memang. Tapi ia pula tak ingin pertemanan mereka merenggang hanya karena hal sepele seperti ini. Toh pada akhirnya semua orang akan tahu siapa lelaki beruntung yang hendak menjadi suaminya kelak.

“Benar?” tanya Dahui sangsi. Ia mencermati air muka Bina, mencoba menyelami pikirannya.

Gadis itu mengangguk pelan. “Nasi sudah menjadi bubur. Aku yakin ia takkan menyebarkan berita ini ke mana-mana.”

“Kau tahu dengan suara cemprengnya itu semua orang bisa tahu mengenai perjodohanmu—”

“Dia takkan berani menyinggungnya. Hanya dengan mengetahuinya saja sudah membuatnya patah hati. Mana sanggup ia menyinggung topik mengenai calon suamiku.” Sela Bina, tak lupa menyunggingkan senyum tipis.

“Kau benar,” timpal Dahui sembari menghela napas lega. “Yang terpenting sekarang ia takkan mengganggumu lagi meski aku harus menerima getahnya.”

“Maafkan aku—”

“Cukup! Aku yang seharusnya meminta maaf di sini.”

“Kau sudah banyak menderita untukku.”

“Begitu pun kau.” balas Dahui dengan cengiran lebar. “Itu gunanya sahabat, bukan?”

 

X.x.X

 

Ketika Dahui memutuskan untuk kembali melanjutkan kewajibannya sebagai seorang siswa, tak satu hal pun yang berubah di lingkungan sekolahnya. Para siswa dan siswi memadati koridor sekolah sembari bercakap-cakap satu sama lain. Ia melihat beberapa pasang kekasih yang saling menautkan jemari ataupun tertawa beriringan dengan wajah bersenggang rapat. Semuanya masihlah sama seperti yang lazimnya Dahui temukan setiap kali ia berada di lingkungan sekolah. Namun pandangannya justru kini mulai berubah.

Apakah mereka melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan si Cabul Baekhyun? Apakah sebagian besar gadis-gadis di sini sudah pernah berhubungan seks dengan Baekhyun? Apakah murid-murid perempuan di kelasnya pernah berkencan dengan lelaki cempreng tersebut?

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu senantiasa berlarian dalam benak. Bukan salah Dahui jika kini kewarasannya mulai terkikis habis. Si Byuntae Baekhyun harus bertanggung jawab atas guncangan mental yang dideritanya saat ini. Tapi tentu gadis itu tak sanggup bertatap muka dengannya. Ia sudah cukup tersiksa oleh ingatan akan peristiwa lampau. Melihat wajah Baekhyun sama sekali tidak akan menyeka seluruh kenangan yang telah bersemayam rapi di dalam memorinya.

“Shin Dahui!”

Gadis itu terperanjat tatkala ia mendengar suara Bina di ujung koridor. Senyumnya terkembang lebar dan tungkainya melangkah mantap menghampirinya. Kendati Dahui sedang tidak dalam suasana hati baik, namun ia tak tega untuk tak membalas senyum sumringah Bina.

“Kau datang!” pekiknya kegirangan.

“Nilaiku sudah mulai hancur. Kaupikir hanya karena si Byuntae itu aku rela membiarkan prestasiku semakin jatuh?” balas Dahui tak bersemangat. Mereka kini melangkah beriringan menuju kelas.

“Tapi kau masih tampak mengerikan.”

“Tentu aku tidak bisa melupakannya dalam waktu dua hari.” Ujarnya sembari memutar kedua bola mata.

Bina terkekeh geli. “Kau harus mengalihkan pikiranmu.”

“Kaupikir tidak pernah kucoba?” salah satu alisnya berjingkat, menatap Bina seakan-akan ucapannya sama sekali tidak rasional.

“Ya, tentu saja aku tahu. Kau juga harus menyibukkan diri dengan sesuatu.”

“Dan saranmu?”

Bina menceluk saku seragamnya dan mengeluarkan dua lembar tiket. Senyumnya menjadi semakin lebar ketika ia melambaikan tiket-tiket tersebut di depan wajah sahabatnya. Dahui rasa kedua sudut bibirnya nyaris saja sobek dengan senyum selebar itu.

“Apa itu?” tanyanya, menyatukan alis.

“Tiket.” Ia menjawab enteng.

“Aku tahu itu tiket, tapi setidaknya jelaskan dengan lebih spesifik apa kegunaan tiket yang sekarang kaupegang?” tutur Dahui di antara gigi yang terkatup rapat. Ia benar-benar jengah dengan ketidaksensitifan Bina hari ini.

“Everland!” dengkingnya bersemangat. “Kita akan bermain ke sana setelah pulang sekolah dan lupakan semua kekacauan di dalam kepalamu.”

Perlahan-lahan, bibir Dahui membentuk sebuah kurva tipis. Entah kapan terakhir kali ia mengunjungi Everland. Barangkali saat ulang tahun Dana yang kedua belas? Oh, sudah lama sekali. Dahui bahkan tak dapat mengingat dengan jelas wahana apa saja yang sempat ia mainkan di sana.

“Hanya kita berdua?”

Bina mengangguk.

“Kencan sahabat?”

“Kencan sahabat.”

“Aww… terima kasih!”

Dahui menarik Bina ke dalam pelukan dan melingkarkan kedua lengannya kepalang erat di sisi-sisi tubuh sang Sahabat. Sebenarnya ada banyak keuntungan yang ia dapatkan semenjak berkarib dengan putri tunggal Keluarga Kang. Salah satunya tentu saja ini.

Namun senyum gadis itu lesap seketika saat sudut matanya menangkap sosok familier di kejauhan sana. Ia tengah berdiri di sisi loker kelas dua belas sembari melipat tangan di depan dada. Bibirnya menyunggingkan senyum timpang yang memuakkan, nyaris membuatnya muntah.

Baekhyun menatap lurus ke dalam matanya, tak lupa melempar delikan. Dan detik itu juga, suara-suara terkutuk yang selama ini menghantui benaknya datang silih berganti. Dahui merasa seakan jantungnya melompat keluar dari rongga dada. Pelukannya lantas mengendur, membuat Bina menatap wajah kucamnya dengan pancaran bingung.

“Kau tidak apa-apa?” tanya gadis itu.

“Oh,” ia tersentak. “Tidak apa-apa. Aku hanya tidak sabar untuk segera tiba di sana.” Dustanya, menuntut seulas senyum. “Hei, ayo ke kelas!” ia menarik tangan Bina sebelum gadis itu sempat menemukan sumber dari ketakutan Dahui.

 

X.x.X

 

“Byun Baekhyun, jangan menarik lengan bajuku seperti itu!” protes Chanyeol saat lelaki bersuara cempreng tersebut menyeretnya memasuki gerbang Everland dengan paksa. Ia sejatinya tak berniat menuruti keinginan Baekhyun yang sejak siang tadi di sekolah tak henti-hentinya bercicit mengenai Everland. Hingga ketika Jongdae, Kyungsoo, serta Yixing masuk ke dalam kendaraan masing-masing untuk pulang ke rumah, Baekhyun barulah mengaku bahwa Kang Bina akan mengunjungi wahana bermain itu bersama teman buruk rupanya. Chanyeol tak dapat menolak lantaran tepat pukul lima sore ia sudah berada di depan kediaman megah Keluarga Park dan memaksanya masuk ke dalam mobil. Sekadar informasi, ia bahkan belum mandi sejak pulang dari sekolah tadi.

Maka di sinilah mereka sekarang; mengitari penjuru Everland tanpa menikmati satu jenis wahana pun. Manik Baekhyun bergerak cepat ke sana dan kemari, mencari sosok lampai Bina. Chanyeol merasa sahabatnya kini tampak seperti anak anjing yang tengah mencari induknya. Oh, ia benci berada dalam situasi seperti ini. Ditambah lagi, lelaki itu akan bertemu dengan Shin Dahui jika Baekhyun berhasil menemukan Bina. Ia bukannya tak menyukai Dahui, namun peristiwa beberapa hari lalu membuat Chanyeol merasa kikuk untuk berhadapan dengan gadis itu.

“Untuk apa memiliki kaki panjang jika tak digunakan dengan benar?!” sindir Baekhyun, memberi delikan kepada sahabatnya.

Chanyeol berdecak sembari memutar kedua bola mata. “Dan untuk apa mengejar-ngejar Kang Bina jika pada akhirnya kau akan dicampakkan?” balasnya, sukses menghentikan langkah Baekhyun.

Ia melepaskan pegangannya pada lengan pakaian Chanyeol dan menatap lelaki jangkung tersebut dengan mata memicing.

“Setidaknya aku berusaha, oke? Apa salahnya mencoba peruntunganku?”

“Pernahkah kau melihatnya mengencani seseorang?”

Baekhyun terdiam sejenak, lalu menjawab pertanyaan Chanyeol dengan gelengan lemah.

“Nah, itu artinya ia memang sudah memiliki calon suami.”

Dengusan keras meluncur dari celah kedua bibir tipisnya. “Dan kaupikir aku akan kalah dari calon suaminya? Kau lupa siapa ayahku?”

Wajah Chanyeol meringis dalam upaya membendung tawa. Terkadang ia tak habis pikir dengan kepercayaan diri tinggi yang dimiliki Baekhyun. “Terserahmu.” Ujarnya sembari mengibas-ngibaskan tangan. “Aku tidak ingin menjadi tempat sampahmu saat kau dicampakkan nanti.”

Baekhyun hendak membalas ucapan Chanyeol, namun sesuatu mengurungkan niatnya. Ia mendengar pekikan lantang di antara kerumunan manusia. Dan suara itu sama sekali tak asing di telinganya. Sontak kepala Baekhyun meneleng ke kanan dan ke kiri, berharap menemukan si Pemilik suara. Well, jika ia berhasil menemukannya, maka ia pula akan menjempuai Kang Bina.

“Bina~” ringik Dahui, nyaris membuat Baekhyun menjeluak. “Sekali lagi, oke?”

“Tidak, tidak,” balas gadis yang lainnya, menggantikan rasa mual di perut Baekhyun dengan sensasi menggelitik oleh ribuan kupu-kupu tak kasat mata.

Dan setelah beberapa kali menajamkan pandangan, ia akhirnya menemukan sosok jangkung Bina. Surai legam panjangnya terikat tinggi. Ia mengenakan kemeja putih dan celana jins ketat berwarna biru muda. Oh, Baekhyun nyaris saja terkena serangan jantung mendapati kecantikan Bina. Sementara gadis di sampingnya... well, ia tak tertarik untuk memperhatikannya.

Sekonyong-konyong ia melangkah mendekat, melupakan Chanyeol yang kini tengah membuntuti dengan raut jengah. Benar-benar aneh mendapati Baekhyun yang tengah tergila-gila pada seorang gadis. Selain karena Kang Bina adalah gadis pertama yang sangat disukainya, Chanyeol pula sudah terbiasa menyaksikan temannya mempermainkan banyak gadis. Jadi hal ini masih terasa sedikit asing baginya kendati rasa suka Baekhyun sudah berjalan selama beberapa bulan belakangan.

“Hei!” sapa lelaki tersebut sembari melambaikan tangan ke arah Bina.

Keduanya lantas menelengkan kepala, tampak terkejut dengan kehadiran Baekhyun. Bahkan Dahui sampai tak sanggup menutup mulut lantaran tak pernah terbersit dalam benaknya bahwa mereka hendak berjumpa dengan si Cabul Baekhyun. Oh, ayolah, dari sekian banyak tempat yang dapat dikunjungi, mengapa ia justru memilih Everland? Mengapa mereka harus bertemu di sini jika sejak awal niat Bina mengajak sahabatnya kemari adalah untuk melupkan peristiwa mengerikan yang menimpanya akibat ulah tak senonoh Baekhyun? Tentu rencananya jadi gagal total.

Suasana hati Dahui sontak bersalin drastis. Raut wajahnya mengeras tatkala ia menangkap senyum lebar yang diberikan Baekhyun untuk Bina. Bagaimana mungkin laki-laki tidak tahu malu itu tersenyum kepada sahabatnya? Apakah kalimatnya beberapa lampau masih kurang jelas?

“Byun Baekhyun, kau bisa menungguku tidak, sih?” pekik Chanyeol dari arah belakang.

Dan kini kepala Dahui serta Bina lagi-lagi menoleh serentak. Napasnya tertangguh di tenggorokan saat mendapati lelaki idamannya tengah berdiri tegak di depan sana. Kendati kernyitan nampak pada keningnya, namun ia masih tetap tampan di mata Dahui. Gadis itu sudah benar-benar buta.

“Apa yang kaulakukan di sini?” alih-alih merespon ucapan Chanyeol, Baekhyun justru melontarkan pertanyaan kepada Bina, bersikap seolah-olah eksistensi Dahui tidaklah nyata.

Bina memaksakan senyum. Ia melirik sahabatnya yang kini tengah kepayahan membendung amarah. “Uh, tentu saja bersenang-senang,” jawab gadis itu, kikuk.

“Oh, aku baru saja tiba di sini jadi belum sempat memainkan apapun. Jika tidak keberatan kau mau, ‘kan, menunjukkan wahana mana yang seru untuk dimainkan?”

Ia mulai melancarkan aksinya. Benar-benar mengabaikan presensi Dahui yang hendak meletupkan lahar panas dari ubun-ubun kepalanya, Baekhyun justru mengambil satu langkah maju untuk mengikis kesenggangan. Ia masih menanti persetujuan Bina dengan senyum super lebar yang membuat keinginan bengis dalam hati Dahui muncul. Well, tak dapat dipungkiri bahwa kini ia ingin merobek mulut Baekhyun dengan kedua tangannya sendiri. Apakah ia pikir dengan senyum seribu wattnya itu mampu meluluhkan hati seorang Kang Bina? Hah, jangan berharap.

“I-itu…” Bina menatap Dahui serta Baekhyun bergiliran, tidak begitu yakin dengan jawaban yang hendak ia berikan. Gadis itu tahu bahwa Dahui sama sekali tak menginginkan eksistensi Baekhyun di tengah-tengah aktivitas bombastis mereka. Namun Bina pula tak tega menepis permintaan Baekhyun. Ia memiliki hati yang terlampau lembut. Terkadang membuat Dahui gusar.

Chanyeol yang menyadari situasi apa yang tengah mereka hadapi akhirnya memutuskan untuk menyela. Ia tentu tak ingin sahabatnya merasa dipermalukan jika Bina benar-benar menolak permintaannya.

“Jika kau keberatan kau tak perlu menyetujuinya. Kami bisa memilih permainannya tanpa bantuan dari siapapun.” Ujar lelaki tersebut, berusaha agar tak menyinggung perasaan Bina.

Mendengar suara berat Chanyeol, amarah Dahui lantas menyurut. Kini seluruh fokusnya hanya ada pada lelaki di hadapannya itu. Kedua su

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
baeksena #1
Chapter 18: Udah setahun aja, kakak belum update lagi??
baeksena #2
Chapter 18: Masih setia nunggu ka??
baeksena #3
Chapter 18: Ayo ka,di lanjut???
baeksena #4
Baca ulang kak,soalnya lagi kangen sama cerita ini
little_petals
#5
Chapter 18: Level kedekatan BaekHui semakin uwuuuwww Tetap semangat lanjutinnya ya Thor, walaupun ngaret gpp deh
baeksena #6
Chapter 18: Semoga Makin deket aja,yuhuuuu
baeksena #7
Chapter 18: Seneng deh liat perkembangan hubungan baekhyun san dahui
baeksena #8
Chapter 18: Makasih kak,udah update
little_petals
#9
Chapter 16: Makin adem yak hubungan baekhui, bikin gemes :) Semangat kak ;)

Woww Selamat yaaaa yg udah engaged, semoga jadi keluarga yang bahagia dan damai kakak~ ?
baeksena #10
Chapter 17: Masih setia sama hindrance kak. Suka sama perkembangan hubungan Baekhyun dan Dahui