Chapter 16

Hindrance
Please Subscribe to read the full chapter

Sebagian hal dalam hidup Dahui sama sekali tidak masuk akal. Ia telah merenung beberapa hari belakangan, menilik dan mencari tahu apa yang sejatinya tengah terjadi. Perasaan absurd, reaksi di luar terkaan dari tubuhnya, serta ketentraman pun kerisauan yang berpadu satu. Barangkali ini hanyalah proses transisi jati diri. Banyak orang mengatakan bahwa masa remaja adalah masa paling abstrak dalam hidup. Hal-hal tak biasa terjadi, demikian pula dengan perasaan dalam kalbu.

Benar bahwa pangkal perjumpaan mereka diawali oleh kebencian. Benar pula bahwa Dahui memiliki perasaan terhadap Chanyeol sementara Baekhyun tertarik kepada Bina. Namun kini gadis itu bahkan tak paham lagi apakah ia masih mendambakan Chanyeol, atau apakah Baekhyun masih mengejar Bina. Sebaliknya, sikap Baekhyun terhadap Dahui benar-benar bersalin drastis. Dahui berusaha untuk mengabaikannya, namun kepalang sukar lantaran ia pula menyukai perlakuan yang diberikan Baekhyun.

Pagi itu mereka tiba di sekolah setelah melalap malam di penthouse Baekhyun—terlelap dalam rengkuhannya dan merasakan kehangatan tubuhnya. Dahui pula baru menyadari bahwa ia dapat memejamkan mata dalam kondisi ruangan gelap meski pada kenyataannya Dahui tak mampu tidur dengan lampu yang mati. Itu semua berkat usapan magis tangan Baekhyun pada puncak kepalanya, serta lekapan lengannya pada tubuh Dahui. Tentu ia merasa jijik jika membayangkan hal tersebut, namun tak dapat dipungkiri bahwa ia menikmatinya.

Baekhyun membuka pintu mobil untuk Dahui, sementara gadis itu menyambut uluran tangannya dengan ragu. Kendati bukan untuk yang pertama, namun Dahui masih belum terbiasa dengan hal-hal manis yang dilakukan Baekhyun untuknya. Mereka berjalan beriringan menuju kelas sembari menautkan jemari, tak pelak memancing atensi murid-murid lain.

Dahui menelan saliva dengan susah payah. Baekhyun tengah mengantarkannya ke kelas sebelas. Beberapa siswi mencibir dan memberikan delikan tajam tanpa sembunyi-sembunyi. Bahkan kata ‘jalang’ tertangkap oleh pendengaran Dahui, namun ia hanya dapat membisu. Ia hanya mampu berharap bahwa Baekhyun tidak mendengar kata-kata merendahkan yang ditujukan kepadanya karena itu sangat memalukan.

Setibanya di depan kelas sebelas, mereka menghentikan langkah. Baekhyun menarik bahu Dahui agar manik mereka bertemu. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk kurva tipis, dan jantung Dahui lantas mengamuk di dalam sana. Oh, betapa ia berharap tidak terkena serangan jantung mendadak detik ini juga.

“Aku akan menunggumu di kafetaria saat jam istirahat dan menjemputmu di kelas setelah pulang sekolah.” Ujarnya rendah.

Dahui tak bersuara, pun berkedip. Ia hanya mematung memandang sosok atraktif Baekhyun di hadapannya. Kian hari tampak kian rupawan. Meski tak ada yang berubah dengan parasnya, namun entah mengapa mata Dahui menafsirkannya berbeda. Hanya anggukanlah yang dapat diberikan gadis itu sebagai jawaban.

“Aku pergi.” Ucapnya, setelah sebelumnya mengacak puncak kepala Dahui.

“Baekhyun!” panggilnya tiba-tiba sebelum lelaki tersebut malangkah terlampau jauh. “Kau sudah merasa lebih baik?”

Baekhyun terkekeh, membuat hati Dahui meleleh. “Jauh lebih baik setelah memakan bubur hambarmu.”

Ia berdecak. “Kalau masih merasa pusing minum saja dua butir pereda nyeri”

Baekhyun mengacungkan ibu jari sembari mengangguk. “Siap.” Ujarnya, sebelum akhirnya berbalik meninggalkan Dahui yang masih menatap punggungnya hingga lelaki itu lenyap di ujung koridor.

Ia mengembuskan napas panjang, lantas beranjak dari tempatnya berdiri sembari menepuk kedua pipi yang memunculkan semburat merah. Manik kelam tersebut menangkap sosok Bina tengah terduduk di bangkunya, diam-diam memperhatikan mereka dari dalam kelas.

“Kalian baik-baik saja?” tanyanya cemas sekaligus penasaran.

“Ya, kami baik.” Jawab Dahui, berjuang menghindari tikaman mata Bina.

“Dia tersenyum dan mengacak rambutmu.” Bina menatap puncak kepala Dahui, lalu berinisiatif untuk memperbaiki letak beberapa helai rambut yang dibuat berantakan oleh Baekhyun.

“Lalu?” tanya Dahui, pura-pura tak paham.

“Apa kau yakin ia membencimu?”

Gadis itu memutar kedua bola matanya, jengah. “Tentu saja. Jika ia menyukaiku ia takkan melakukan semua ini.”

“Jika ia menyukaimu, ia akan melakukan semua hal ini.” Koreksi Bina di antara gigi yang terkatup rapat. Ketidakpekaan Dahui membuatnya sedikit gemas. Bahkan ia tak menyadari bahwa dirinya pun mulai menyukai Baekhyun.

“Ia hanya ingin murid-murid lain lebih membenciku. Aku bahkan dapat mendengar gadis kelas dua belas itu memanggilku jalang.”

“Dan Baekhyun tak melakukan apa-apa?”

Dahui menggeleng.

“Barangkali ia tidak mendengarnya. Aku yakin Baekhyun akan memberi pelajaran kepada gadis itu jika ia mendengarnya.”

“Aku tidak ingin membahas ini, Kang Bina.”

“Dan semalam kau tidur di tempat Baekhyun, bukan?”

Mata Dahui membeliak seketika. Ia menatap Bina dengan raut terkejut bukan main. Lantas kepalanya meneleng ke kanan dan ke kiri, memastikan tak seorang murid pun di kelas mencuri mendengar ucapan sang Sahabat.

“Bagaimana kau bisa tahu?” tanyanya lirih.

“Kakakmu menghubungiku dan menyuruhku berbohong kepada ayah dan ibumu bahwa kau bermalam di rumahku jika mereka bertanya.”

Dahui menyurukkan wajah di balik telapak tangan sembari menggeram frustasi. Baekhyun benar-benar menghubungi kakaknya untuk mengatakan bahwa ia menginap di penthouse-nya semalam. Tak heran pula bila Dana memutuskan untuk membantunya. Ia menyukai Baekhyun sebagai adik iparnya.

“Dahui, pertama kali adalah kesalahan, tapi untuk yang kedua kalinya?”

Gadis itu lantas mengibaskan kedua tangan di depan wajah Bina sembari menggeleng cepat. “Demi Tuhan, kami tidak melakukan apa-apa. Baekhyun sakit dan ia memintaku untuk merawatnya.”

Mata Bina memicing, tak percaya dengan ucapan Dahui. “Benarkan demikian? Kenapa harus bermalam?”

“Sungguh, tidak terjadi apa-apa di antara kami. A-aku hanya tertidur karena kelelahan.” Dalihnya, berusaha meyakinkan Bina.

“Kau tahu,” ujar Bina kemudian setelah bergeming selama sekian detik. “Kupikir kau mulai menyukainya.” Dahui hendak memrotes, namun dengan segera ia menyelanya. “Dan kau hanya belum menyadarinya. Baekhyun tidak menyukaiku lagi. Ia menyukaimu.”

“Tidak mungkin,” lirih gadis itu separuh menerawang.

Well, mungkin Baekhyun memang menyukainya. Tapi itu mustahil, bukan? Ia tahu seberapa besar rasa benci Baekhyun terhadap dirinya—sama besar dengan kebencian yang dimiliki Dahui. Namun terkenang akan perlakuannya beberapa pekan belakangan, agaknya mungkin ia memiliki rasa terhadap Dahui. Ini hanya membuatnya merasa makin canggung. Dan anehnya lagi, Dahui tak sabar menanti hingga waktu rehat tiba agar ia dapat menemui Baekhyun. Apa yang harus ia lakukan?

 

X.x.X

 

Hari ini semua berjalan dengan lancar. Dahui bertemu dengan Baekhyun di kafetaria, menyantap makan siang mereka dengan pandangan aneh dari murid-murid lain—termasuk teman-teman Baekhyun. Chanyeol yang tengah duduk di hadapannya, tak kunjung melucutkan tatapan dari gadis tersebut. Ia tahu ada yang salah di antara mereka hingga Baekhyun bertindak super romantis terhadap Dahui. Namun yang membuat Chanyeol bimbang, untuk yang pertama kalinya, Dahui tak nampak terusik dengan perlakuan Baekhyun. Tak ada pula raut sedih pada wajahnya. Apakah itu artinya Dahui mulai pasrah dengan nasibnya? Well, Chanyeol hanya mampu menerka-nerka. Namun entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal dalam hati saat ia menyaksikan semua itu.

Sepulang sekolah, Baekhyun kembali mengantar Dahui pulang dengan kendaraan mewahnya. Kali ini mereka mendiskusikan beberapa hal selama dalam perjalanan kendati masih terasa canggung. Namun setidaknya, atmosfer di dalam mobil tak sekaku sebelumnya.

Kendaraan berhenti tepat di depan rumah Dahui. Ia membukakan pintu mobil untuk kekasihnya—seperti yang sudah-sudah—lantas mengucapkan salam perpisahan. Dan untuk yang pertama kali, Dahui bergeming di tempat. Ia memperhatikan kendaraan Baekhyun hingga lesap di tikungan jalan. Kening gadis itu mengernyit tatkala menyadari apa yang baru saja ia lakukan. Bahunya bergidik lantas bergegas masuk ke dalam rumah.

Dahui memiliki ekspektasi bahwa ia akan disambut oleh tatapan menikam sang Ibu yang tengah berdiri di ruang keluarga dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Jelas-jelas ia tak pulang semalaman karena bermalam di penthouse Baekhyun. Barangkali orangtuanya tak memercayai kata-kata Dana? Barangkali ibunya tahu bahwa ia menghabiskan malam dengan Baekhyun kendati tak terjadi apa-apa di antara mereka?

Alih-alih sebuah tikaman mata, Dahui justru disambut oleh senyuman hangat Nyonya Shin. Ia tengah merebus sesuatu di atas kompor tatkala si Bungsu berjalan merapat untuk menyapanya.

“Kau sudah pulang? Bagaimana tugas kelompok kalian?” tanyanya lembut.

Dahui tentu saja tercekat, lantaran ia belum mempersiapkan jawaban. Ia sendiri tidak tahu bahwa alasan yang diberikan Dana kepada ibunya adalah tugas kelompok.

“Ka-kami sudah mengumpulkannya pagi ini.” Jawabnya tergagap.

“Kuharap kalian mendapatkan nilai yang memuaskan. Kau lapar?”

Gadis itu mengangguk kaku.

“Makan malam akan siap dalam lima belas menit. Mandi saja dulu.”

“Ba-baik.”

Alih-alih berjalan menuju kamar mandi, Dahui justru memutuskan untuk menyambangi kamar Dana. Ia segera membuka pintu dengan satu sentakan keras tanpa mengetuknya terlebih Dahu, mendapati Dana tengah berkutat dengan komputer jinjing di atas pangkuannya.

“Dana!” panggil Dahui dengan pekikan tertahan. Tak lupa ia menutup rapat pintu di belakangnya sebelum menghampiri sang Kakak.

“Oh, Dahui, kau sudah kembali?” tanyanya dengan mata membelalang. “Bagaimana semalam? Kalian menghabiskan malam yang menyenangkan?” Dana mengerlingkan mata jenaka.

Dahui memutar kedua bola matanya. “Tidak seperti yang kaupikirkan. Tadi malam Baekhyun hanya sedang sakit.”

“Apapun alasannya, yang pasti aku sudah menyelamatkanmu dari Ibu dan Ayah.”

Kendati ia benci mengakuinya, namun Dahui tahu bahwa Dana memang telah menyelamatkannya. Entah apa yang akan dilakukan Nyonya dan Tuan Shin jika mengetahui bahwa putri bungsunya menghabiskan malam bersama sang Kekasih.

Dahui mengembuskan napas keras, lantas membuang dirinya ke atas tempat tidur. Ia menatap langit-langit dengan pandangan kelompang, membiarkan segala kepelikan menghantui pikirannya. Bagaimanapun ia barusaha untuk menjelaskan hal ini kepada Dana, kenyataannya ia memang kekasih Byun Baekhyun. Dan kendati Dahui benci mengakuinya, ia pun mulai merasa terbiasa dengan status tersebut.

Bayang-bayang akan Baekhyun tak terseka dalam benak. Sebuah senyum tipis terkembang pada wajahnya, tak luput dari perhatian Dana. Sang Kakak lantas mendekat ke arah Dahui dan menyenggolnya dengan siku.

“Apakah sesuatu terjadi di antara kalian? Kau tampak aneh.” Tanyanya penasaran.

Dahui terkesiap. Ia menatap Dana dengan alis menyatu, merasa hal yang dikatakan Dana tidak benar adanya. “Aku baik-baik saja.”

“Well, kau masuk ke kamarku dengan wajah kesal, lalu sekarang kau tersenyum-senyum sendiri. Apa kau sinting?”

“Aku tidak senyum-senyum!” bantahnya, meninggikan intonasi.

“Apa kau mulai mencintainya?”

“Apa yang kaukatakan?”

“Kau tahu, ada tahap-tahap dalam sebuah hubungan. Kau harus bisa membedakan rasa suka dan rasa cinta.” Ujarnya sembari menggidikkan bahu. “Aku sudah merasakan keduanya, tentu saja.”

Dahui memutar kedua bola matanya untuk kalimat terakhir. “Aku tidak bertanya.” Namun sejatinya, benak gadis itu tengah membuncah. Apakah ini benci, suka, atau cinta yang ia rasakan? Apakah semudah itu ia menyukai Baekhyun setelah apa yang ia perbuat dalam hidupnya selama beberapa bulan belakangan?

“Tapi aku yakin kalau Baekhyun mencintaimu.” Cetus Dana ringan. Tetapi justru memberi reaksi yang begitu besar pada hati Dahui. Ia tak ingin memercayai ucapan sang Kakak. Ia tak ingin terlalu percaya diri bahwa Baekhyun memang mencintainya jika pada kenyataannya lelaki itu justru tengah berusaha menghancurkan hidupnya.

Namun lagi, ucapan Bina pula tengah berkumandang dalam benak. Barangkali memang benar Baekhyun sudah tak menyukai Bina. Ia sama sekali tak menunjukkan ketertarikan kepada sahabatnya sejak nyaris dua bulan belakangan. Waktunya dihabiskan untuk berinteraksi dengan Dahui. Jadi tak menutup kemungkinan jika Baekhyun mulai memiliki perasaan kepadanya.

Segera Dahui menggelengkan kepala dengan cepat. “Tidak mungkin!” pekiknya. “Baekhyun tak memiliki perasaan padaku!”

“Lalu untuk apa ia mengencanimu?” balas Dana, meyakinkan.

“Tidak, Dana—” kalimat Dahui tidak tuntas lantaran mereka mendengar ketukan singkat pada pintu kamar, lantas memunculkan sosok Nyonya Shin yang sedang berdiri dengan apron melekat di tubuh.

“Makan malam sudah siap. Ayo keluar.”

Dengan demikian, Dahui hanya dapat menghela napas, berusaha mengubur dalam-dalam segala presumsi yang dilontarkan Dana.

 

X.x.X

 

Sore itu Dahui tengah be

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
baeksena #1
Chapter 18: Udah setahun aja, kakak belum update lagi??
baeksena #2
Chapter 18: Masih setia nunggu ka??
baeksena #3
Chapter 18: Ayo ka,di lanjut???
baeksena #4
Baca ulang kak,soalnya lagi kangen sama cerita ini
little_petals
#5
Chapter 18: Level kedekatan BaekHui semakin uwuuuwww Tetap semangat lanjutinnya ya Thor, walaupun ngaret gpp deh
baeksena #6
Chapter 18: Semoga Makin deket aja,yuhuuuu
baeksena #7
Chapter 18: Seneng deh liat perkembangan hubungan baekhyun san dahui
baeksena #8
Chapter 18: Makasih kak,udah update
little_petals
#9
Chapter 16: Makin adem yak hubungan baekhui, bikin gemes :) Semangat kak ;)

Woww Selamat yaaaa yg udah engaged, semoga jadi keluarga yang bahagia dan damai kakak~ ?
baeksena #10
Chapter 17: Masih setia sama hindrance kak. Suka sama perkembangan hubungan Baekhyun dan Dahui