Chapter 19

Hindrance
Please Subscribe to read the full chapter

Pengalaman patah hati perdana seorang Shin Dahui amat menguras emosi dan tenaga. Ia tak memiliki keinginan untuk melakukan apapun. Bahkan menyantap makanan pun tak lagi menjadi prioritas utama dalam kesehariannya. Tiga hari terakhir kondisi fisiknya sama sekali tak dapat dikatakan sehat. Terutama di bagian lambung, lantaran Dahui acapkali melalaikan sarapan serta makan siangnya. Sementara ia tak dapat menolak makan malam sebab rentetan ocehan Nyonya Shin nyaris membakar kedua telinganya. Hinga pada akhirnya, Dahui benar-benar jatuh sakit.

Tubuh rengsanya tengah berbaring di atas tempat tidur dengan wajah kucam dan bibir kering. Sebuah palu raksasa seolah-olah tengah memalu kepalanya bertali-tali dan tak memberinya peluang untuk membuka mata barang sejenak. Terlebih, ia pula tak dapat terlelap dan hal yang dialaminya kini bagai makan buah simalakama.

Tepat tiga hari sejak terakhir kali Dahui mengikuti proses belajar-mengajar di sekolah, saat ia memutuskan untuk menamatkan jalinan dengan Byun Baekhyun di depan murid-murid lain. Barangkali itu adalah pertama kalinya Baekhyun dipermalukan oleh seorang gadis, terlebih pula, gadis itu adalah Shin Dahui—si Gadis Buruk Rupa. Jika ditelaah lagi, Dahui sendiri belum pernah mendengar desas-desus Byun Baekhyun dicampakkan oleh gadis manapun. Namun Dahui tak dapat merasakan sekelumit kebanggaan dalam diri. Justru sebaliknya, terkenang akan insiden di pusat perbelanjaan beberapa hari lampau menciptakan remasan kuat pada hati malangnya.

Bagaimana ini? Shin Dahui kepalang bingung oleh perasaannya sendiri. Apakah ia benar-benar menyukai Byun Baekhyun? Apakah selama ini perasaannya adalah nyata?

Sekeras apapun ia berjuang untuk menangkisnya, jadis itu tetap kembali pada konklusi bahwa sejatinya ia menyimpan perasaan yang dalam terhadap Byun Baekhyun. Bahwa ia—untuk yang pertama kalinya—terngah mengalami patah hati oleh pengkhianatan lak-laki cabul yang dikecaninya secara terpaksa.

Air mata hendak melinang di ekor mata tatkala ia mendengar tiga ketukan pada sisi luar pintu kamarnya. Tak berselang lama, paras ibunya menyembul dari balik penyekat tersebut, mengulum senyum hangat.

“Bagaimana keadaanmu?” tanyanya hati-hati. Well, tentu ia tahu bahwa kondisi lemah Dahui saat ini disebabkan oleh perkara jalinannya dengan Byun Baekhyun. Dahui memang tak menyuarakannya secara gamblang, namun sebagai seorang ibu, Nyonya Shin sedikit banyak memahami posisi Dahui saat ini.

“Tidak lebih baik.” Jawabnya parau, tak ingin bersusah payah memalsukan senyum.

Nyonya Shin mengangguk, “seorang temanmu dari sekolah datang untuk menjenguk.”

Alis Dahu berjingkat penuh tanya. “Kang Bina?” tebaknya tak yakin, lantaran Bina baru saja mengunjunginya kemarin.

“Ia memperkenalkan diri sebagai Park Chanyeol.”

Sontak Dahui membeliak. Jantungnya nyaris melompat keluar dari rongga dada. Ia sama sekali tak memiliki prasangka bahwa Chanyeol akan menandangi kediamannya. Terlebih, Baekhyun tak menunjukkan perjuang untuk bertemu dengannya.

“Kau mau kubawa Chanyeol kemari?” tanya Nyonya Shin lantaran Dahui tak memberinya respons.

Gadis itu mengangguk ragu, lantas segera menyugar rambut semrawutnya dengan kelima jemari. Ia menarik selimut hingga menudungi dada dan menenggak air putih dari gelas yang terbujur di atas nakas di sisi tempat tidur guna mengguyur tenggorokan tandusnya.

Tak sampai lima menit, Nyonya Shin kembali dengan seorang Park Chanyeol yang mengekor di belakang. Wanita paruh baya tersebut memalingkan wajah ke arah laki-laki jangkung di sampingnya dan memberikan senyum hangat.

“Jika butuh bantuan aku akan berada di dapur.” Ujarnya sembari menepuk pundak Chanyeol sebelum akhirnya melengang keluar kamar. Dengan sengaja ia tak menutup rapat pintu kamar Dahui.

Kini manik mereka bersinggungan. Chanyeol tersenyum kikuk sembari menyasap tengkuk, meninjau apakah ia hendak menyambangi Dahui ke sisi tempat tidur atau hanya berdiri canggung di ambang pintu.

“Aku tak menyangka kau masih mengingat alamat rumahku.” Ucap Dahui, memecah keheningan.

Chanyeol tersenyum lepas. “Rumahmu tidak jauh dari sekolah, tentu aku masih mengingatnya.”

Dahui membalas senyuman Chanyeol dengan hati terbakar. Ia kembali terkenang akan peristiwa pelembap bibir rasa vanila. Pagi hari di mana ia memercayai bahwa Baekhyun telah merenggut kesuciannya dan pandangan merendahkan yang dilempar oleh murid-murid lain kepadanya. Bukan maksud hati ingin mengenangnya kembali, namun ia tak dapat menyeka insiden tersebut dari memori. Dan di sanalah Chanyeol menawarkannya tumpangan untuk kembali ke rumah.

“Apa yang membawamu kemari?” tanya Dahui kemudian.

Kening Chanyeol mengernyit dengan kepala menyerong. “Apa maksudmu? Tentu saja aku ingin menjengukmu.” Ia memutuskan untuk beranjak dari posisinya berdiri dan menarik kursi meja belajar ke sisi tempat tidur Dahui sebelum mendudukan diri di atasnya. “Maaf aku tidak membawa apa-apa. Aku tak sempat berpikir untuk berhenti membeli sesuatu untukmu.”

Dahui terkekeh ringan. “Tidak apa-apa, aku tak mengharapkan sesuatu.” Ia mengibaskan tangan. “Siapa yang memberi tahumu bahwa aku sedang sakit?”

“Kang Bina,” ia berdeham sebelum melanjutkan, “aku bertanya padanya karena tak dapat menemukanmu di sekolah.”

Dahui mengangguk sebagai jawaban. Ia sendiri tidak yakin harus memberi respons bagaimana. Bukan artinya ia tidak suka bahwa Chanyeol kini tengah menengok ia yang tengah terbaring sakit. Namun presensi lelaki itu justru seakan menegaskan bahwa ia sudah tak memiliki perasaan khusus terhadapanya. Baekhyun—musuh bebuyutannya—yang telah berjaya melengser posisi Chanyeol di hatinya. Alih-alih, ia merasa lebih buruk selepas menyadari bukti nyata bahwa rasa sukanya terhadap Byuntae Baekhyun adalah benar adanya.

“Um… Dahui,” panggil Chanyeol, seketika menyeretnya keluar dari kontemplasi.

Dahui mengangkat kedua alis, berharap Chanyeol bersedia melanjutkan frasa.

“Hari itu…” ia berdeham guna menjernihkan tenggorokan. Pancaran matanya tampak ragu. “Saat kau menemaniku memilih pakaian—”

Napas Dahui tercekat di tenggorokan. Tentu saja Chanyeol akan menanyakan perihal kenihilannya. Ia pergi tanpa mengabari Chanyeol yang tengah mencoba pakaian di kamar ganti, tentu saja lelaki tersebut kebingungan saat tak mendapati Dahui di penjuru toko.

“Ma-maaf, Ibu meneleponku untuk segera pulang. Seharusnya aku memberi tahumu tapi aku sangat terburu-buru.” Dustanya, berkelit dari tatapan Chanyeol.

Lelaki itu menganggukan kepala, tampak skeptis. “La-lalu… mengenai hubunganmu dengan Baekhyun…”

Rautnya tampak terperangah, tak menyangka bahwa Chanyeol pula memutuskan untuk mengangkat topik hubungan mereka. Sejatinya ia tak ingin menjawab, ia tak ingin mengulang rasa sakit yang dirasakan beberapa hari lampau. Namun Dahui pula tak memiliki alasan guna menangkis pertanyaan Chanyeol. Mungkin saja dengan menumpahkan segala hal yang tertimbun dalam hatinya kepada lelaki di hadapannya ini dapat membuat sesak di dadanya sedikit berkurang.

“Ada apa dengan hubunganku dan Baekhyun?” tanyanya berusaha mengulur waktu.

“Kudengar rumornya di sekolah bahwa hubunganmu dan Baekhyun sudah berakhir?” tanyanya hati-hati.

Dahui menarik napas dalam sebelum akhirnya mengangguk lemah. “kami sudah berakhir.” Tandasnya separuh menerawang. “Baekhyun dan aku, kami sebenarnya tidak berpacaran.”

Chanyeol terkesiap mendengar pengakuan Dahui. Nalarnya tak mampu memahami makna dari frasa terakhirnya. Bagaimana mungkin mereka bisa berakhir jika sejak awal keduanya tak memiliki hubungan seperti itu?

“Apa maksudmu?” ia tanpa sadar menyuarakan kebingungan.

Dan berikutnya, Dahui menumpahkan segalanya. Ia membiarkan Chanyeol mengetahui bagaimana Baekhyun memberikan beragam ultimatum kepadanya agar ia bersedia menjadi kekasih pura-puranya guna melancarkan aksi liciknya. Hanya untuk membuat hidup Dahui lebih pelik lantaran telah menghalangi niatnya untuk mengencani Kang Bina. Dan Dahui akui, bahwa pada awalnya tak ada sekelumit perasaan pun yang terlibat dalam hubungan semu mereka. Tentu ia tak menjabarkan mengenai perasaan yang berakar seiring dengan bergulirnya waktu.

Chanyeol tercenung mendengarkan penjabaran Dahui dengan hati-hati. Ia tak habis pikir bahwa Baekhyun mampu melancarkan hal menjijikan seperti itu. Ia baru menyadari betapa egois sikap sahabatnya hanya karena ia tak mendapatkan apa yang diinginkan. Sedikit banyak, Chanyeol naik pitam membayangkan peristiwa sukar yang harus dilalui Dahui akibat keegoisan Baekhyun. Namun ia pula tak ingin merusak persahabatan mereka jika ia harus mengikuti kata hatinya untuk memulai konfrontasi.

Dahui menutup penjelasan dengan satu tarikan napas panjang. Ia merasa begitu lelah harus berbicara panjang lebar lantaran kondisinya masih belum membaik. Kedua matanya terasa panas dan ia yakin bahwa cairan bening tengah menggertak di sudut mata.

Chanyeol menarik kursi guna merapatkan jarak ke sisi tempat tidur Dahui. Perlahan-lahan tangannya terangkat dan meraih kelima jemari gadis itu. Napas Dahui tercekat, tak menyangka bahwa tangannya kini berada dalam genggaman hangat Chanyeol. Ia hilang akal, lidahnya kelu dan otaknya tak bekerja semestinya. Apa yang harus ia lakukan? Menepis genggaman Chanyeol? Atau menanti apa yang hendak dikatakan lelaki tersebut berikutnya?

“Shin Dahui,” panggilnya, membelah kecanggungan. “Maafkan aku karena tidak menyadari bahwa kau membutuhkan bantuan sejak awal. Seharusnya aku bisa lebih peka.”

Dahui menggeleng cepat. “Ini bukan salahmu. Lagipula awalnya memang aku yang mencari gara-gara dengan Baekhyun.”

“Tetap tak membenarkan perlakuannya padamu.”

Untuk itu, Dahui setuju. Tak sepatutnya Baekhyun memperlakukannya semena-mena. Tidak seharusnya Baekhyun mempermaikan perasaannya. Jika niat awal hanya ingin menindasnya, sepatutnya ia konsisten dengan perlakuannya. Barangkali perasaannya takkan sekalut ini jika ia tak mengetahui bahwa Baekhyun-lah yang menyelamatkannya dari rumah hantu. Bahwa Baekhyun telah berlari menerobos lebatnya pepohonan pada saat insiden kayu bakar agar Dahui tidak mati ketakutan dalam kekelaman. Bahwa Byun Baekhyun telah berusaha melindunginya dari cemoohan murid-murid lain saat tamu bulanannya datang di luar tanggal perkiraan. Dan bahwa seorang Byun Baekhyun mulai memperlakukannya sebagai seorang gadis. Sementara Dahui tak mampu untuk mencerna makna di balik semua itu. Apakah mereka juga bagian dari rencana licik Baekhyun? Apakah ia ingin memorak-porandakan hati Dahui lalu mencampakkannya begitu saja saat gadis itu mulai merasa nyaman?

“A-aku—kalau boleh jujur, sebenarnya aku…” Chanyeol menggantung frasa, tak dapat menemukan kata yang tepat untuk menyatakan perasaannya. “…menyukaimu.” Suaranya begitu lirih ketika ia melafalkan kata terakhir.

Mata Dahui membulat, tak mampu memercayai pendengaran. Kepalanya berdenyut hebat dengan mulut yang tak terkatup rapat. Apakah ia tidak salah dengar?

Dahui terkekeh kikuk sembari menarik tangannya dari genggaman Chanyeol. “Kau sedang bercanda, ‘kan?” ia berusaha mencairkan suasana.

“Aku serius, Shin Dahui. Entah sejak kapan, tapi kupikir aku menyukaimu. Dan jika kau mengizinkannya, aku ingin memperbaiki segalanya. Semua yang telah Baekhyun lakukan padamu, biarkan aku memperbaikinya.” Ucap Chanyeol tanpa mengalihkan pandangan dari sepasang manik pekat Dahui.

 

X.x.X

 

Hari perdana sejak Dahui menginjakkan tungkai di halaman sekolah selepas kenihilannya menjadi hari di mana hidupnya bersalin 180o. Malam kala ia mengabari Chanyeol bahwa ia akan kembali mengikuti aktivitas belajar di sekolah setelah sekian hari beristirahat di rumah, lelaki tersebut memaksa untuk berangkat ke sekolah bersama-sama. Kendati lokasi kediamannya berseberangan dengan kediaman Shin, namun Chanyeol sama sekali tak menerima penolakan. Bukan maksud hati ingin membuat lelaki itu kecewa, namun Dahui hanya tak ingin menjadi bulan-bulanan SMA Chungdam untuk yang ke sekian kalinya. Dan benar saja, ketika Chanyeol membuka pintu mobil penumpang untuk dirinya dengan satu tangan terulur, ia lantas mendapati beberapa murid tengah berbisik-bisik sembari mengacungkan jari ke arah mereka.

Gadis itu menggeram lantang dalam hati saat ia menyambut uluran tangan Chanyeol dengan perasaan bimbang. Peristiwa beberapa hari lampau terkenang kembali dalam benak. Di mana Chanyeol menyatakan perasaan kepadanya.

 

.

 

“Aku serius, Shin Dahui. Entah sejak kapan, tapi kupikir aku menyukaimu. Dan jika kau mengizinkannya, aku ingin memperbaiki segalanya. Semua yang telah Baekhyun lakukan padamu, biarkan aku memperbaikinya.” Ucap Chanyeol tanpa mengalihkan pandangan dari sepasang manik pekat Dahui.

Napasnya tercekat di tenggorokan dengan mata membelalang. Ia bahkan sampai lupa bagaimana caranya bernapas. Paru-parunya terasa begitu ketang dengan beragam hal yang berlarian dalam benak. Bagaimana mungkin Chanyeol memiliki perasaan terhadapnya? Dan apa maksudnya dengan ‘ingin memperbaiki semua yang telah Baekhyun lakukan’?

Dahui melontarkan sebuah kekehan terpaksa sembari mendorong bahu Chanyeol jenaka, sekadar untuk menyeka canggung. “Candaanmu nyaris berhasil membuatku terkena serangan jantung, Park Chanyeol.”

Kedua alis Chanyeol berjingkat sembari menggelengkan kepala. “Aku tidak sedang bercanda.” Ujarnya rendah, memberi penekanan pada setiap katanya.

Dan untuk yang kedua kalinya, senyum Dahui sirna dari paras kucamnya. Hanya keterperangahan yang Chanyeol dapati di sana. Ia bahkan tak dapat meramal jika Dahui hendak menerima pernyataan cintanya atau justru sebaliknya.

Di lain sisi, Dahui berjuang guna mengukuhkan diri bahwa sudah sepantasnya ia merayakan hari kemenangannya. Bukankah ini yang berbulan-bulan belakangan kerap ia dambakan? Bukankah ini sudah menjadi impian terbesarnya? Bahwa terlepas dari kungkungan Byun Baekhyun dan menerima pernyataan cinta dari Chanyeol adalah sesuatu yang tak pernah lesap dari angan-angan?

Namun Dahui justru kepalang terkejut tatkala ia menyadari bahwa hatinya tak merasakan letupan dahsyat api kebahagiaan. Ia tak merasa lega sama sekali bahwa kini Chanyeol memiliki perasaan yang sama sepertinya. Tunggu, apakah Dahui masih menyimpan perasaan tersebut untuk Chanyeol? Lantaran kini hanya rasa perih yang menggerogoti hatinya. Mengapa pikirannya justru terjurus pada Baekhyun? Mengapa ia mencemaskan reaksi Baekhyun setelah mengetahui bahwa Chanyeol tengah menyatakan perasaan kepadanya?

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Poll

Siapa yang harus Dahui pilih?

Results

Comments

You must be logged in to comment
baeksena #1
Chapter 18: Udah setahun aja, kakak belum update lagi??
baeksena #2
Chapter 18: Masih setia nunggu ka??
baeksena #3
Chapter 18: Ayo ka,di lanjut???
baeksena #4
Baca ulang kak,soalnya lagi kangen sama cerita ini
little_petals
#5
Chapter 18: Level kedekatan BaekHui semakin uwuuuwww Tetap semangat lanjutinnya ya Thor, walaupun ngaret gpp deh
baeksena #6
Chapter 18: Semoga Makin deket aja,yuhuuuu
baeksena #7
Chapter 18: Seneng deh liat perkembangan hubungan baekhyun san dahui
baeksena #8
Chapter 18: Makasih kak,udah update
little_petals
#9
Chapter 16: Makin adem yak hubungan baekhui, bikin gemes :) Semangat kak ;)

Woww Selamat yaaaa yg udah engaged, semoga jadi keluarga yang bahagia dan damai kakak~ ?
baeksena #10
Chapter 17: Masih setia sama hindrance kak. Suka sama perkembangan hubungan Baekhyun dan Dahui