This is not the end

Cool Idiot

“Sebenernya ada apa sih?” Ji Hye mencoba berbalik badan dan melepaskan pelukan Chan Yeol

Chan Yeol menahan Ji Hye, “Gue pengen terus kayak gini bentar lagi aja Hye, please”

Rasa resah di dada JiHye makin menjadi-jadi ketika dia mendengar perkataan Chan Yeol dengan perubahan nada bicaranya yagn melemah. Dia yakin pasti ada sesuatu.

“Chan Yeol, Hei. Ada apa sih?”

Tapi Chan Yeol gak menjawab. Dia malah memeluk Ji Hye dengan lebih erat.

Dan lebih erat lagi.

----

*FLASHBACK*

Kris mendesah pelan dan wajahnya dikerutkan sedemikian kusut sesaat setelah dia mengakhiri percakapan di telpon. Dia juga gak berhenti pijitin jidatnya dia. Kris melihat ke arah Yuri yang ternyata lagi duduk di sofa dan menutup wajahnya, dia juga mengerang sebal.

“Chan Yeol dimana?” Tanya Kris.

Yuri menyibakkan rambutnya yang menutupi wajahnya dengan tangannya sambil menggigit bibir. Diliriknya Kris yang sedang berdiri di depannya, bertanya dimana Chan Yeol. “Ya, pastinya sama Ji Hye”

“Dimana?”

“Halaman belakang”

Seketika itu Kris langsung pergi menuju halaman belakang. Disapunya halaman belakang sampai matanya tertuju pada dua sosok yang sedang bercanda ria diatas ayunan. Muncul perasaan tak tega untuk mengatakan apa yang terjadi pada Chan Yeol. Tapi….dia harus.

Kris berjalan mendekat, “Chan Yeol”

Chan Yeol menoleh dan seketika itu juga dia memberikan tatapan ‘apa sih? ganggu aja’. Lalu dia bertanya, “Apa?”

“Gue mau ngomong ama loe sebentar. Hye, aku pinjem Chan Yeol-nya bentar ya” Kris mencoba menyembunyikan ketakutannya dan mencoba tersenyum pada Ji Hye agar tak membuat gadis itu khawatir, tapi dia tahu Ji Hye gak bodoh. Walau mengangguk dan tersenyum, ada ekspresi kebingungan di wajahnya.

Diliriknya lagi Chan Yeol yang akhirnya membuat Chan Yeol bangkit berdiri dan mengikutinya. Setelah merasa cukup jauh dijarak yang tidak bisa Ji Hye dengar, Kris memasang wajah serius.

“Apa sih?” Chan Yeol agak takut juga dengan ekspresi Kris yang begitu.

“Bokap loe. Dia ada di rumah sekarang dan dia marah-marah tadi di telfon karena dia tahu loe ternyata gak tinggal di rumah selama ini”

Chan Yeol terdiam bagai batu dengan kedua tangan yang sudah membentuk kepalan tinju.

“Loe harus balik sekarang. Gue yang bakal anterin Ji Hye pulang”

“Enggak” sambil mengertakan gigi Chan Yeol menjawab.

Kris tahu Chan Yeol akan begitu tapi dia seharusnya berpikir jernih dalam keadaan seperti itu bukannya menjadi keras kepala. Kris juga cuma bisa garuk-garuk kepalanya dia. “Please, bro. Loe tau bokap loe kayak gimana kan? Kalo loe khawatir soal Ji Hye, tenang aja, gue gak akan bilang apa-apa ke dia. Loe-“

“Gue gak peduli” Potong Chan Yeol sambil melotot.

“Loe jangan bertindak bodoh gitu, bro. Mau apapun hasilnya nanti lebih baik loe temuin bokap nyokap loe dan jelasin ke mereka. Beresin semua, oke?”

Chan Yeol berpikir sebentar lalu dia menjawab, “Oke. Gue balik. Tapi gue mau anterin Ji Hye pulang, gue gak mau ninggalin dia sendirian dan pergi tiba-tiba” Chan Yeol berbalik lagi dan berjalan menghampiri Ji Hye dengan berusaha keras memasang ekspresi santainya kembali.

---

Setelah mengantar Ji Hye pulang, dia dengan mengendarai motor Kris pergi menuju ke rumahnya yang hanya beberapa blok jauhnya. Ingin rasanya Chan Yeol berbelok arah dan pergi kemana saja asal tidak ke rumah. Tapi apa boleh buat. Toh dia juga ingin tahu apa yang orang tuanya akan bilang setelah tahu semuanya.

Dari jauh Chan Yeol bisa melihat supirnya sedang membawa koper ke dalam rumahnya. Tapi dia tahu itu bukan koper Papa atau Mama nya, melainkan…koper miliknya. Dengan sikap arogannya, Chan Yeol masuk ke dalam rumah. Dilihatnya kedua orangtuanya sedang duduk di sofa.

 “Chan Yeol…” Panggil Mamanya sambil berdiri dan berjalan menghampirinya.

“Gimana bisnisnya? Lancar?” Tanya Chan Yeol dengan senyum kecil. Tak ada keinginan untuk memeluk mereka. Lalu dia melirik kopernya yang ada di lantai. “Wahhh, Papa repot-repot bawain barang aku segala. Aku kan bisa bawa sendiri” Chan Yeol tersenyum santai sambil cengengesan. Ibunya mendesah putus asa melihatnya.

“Pa supir!” Panggil Papa Chan Yeol dan secepat kilat si supir berdiri di sebelahnya.

“Iya, Pak”

“Bawa koper Chan Yeol”

“Oh, Iya” si supir meletakkan satu tangan di pegangan tapi Chan Yeol

“Gak usah lah pak. Aku bisa bawa sendiri ke kamar” Kata Chan Yeol mengibas-ngibaskan satu tangannya pada si supir

“Siapa bilang ke kamar?” Papa Chan Yeol berkata dengan nada tajam dan pelan, membuat kata-katanya terasa seperti ancaman.

“Terus saya harus bawa kemana Pak?” Tanya si supir, merasa risih dan kikuk juga berada diantara aura peperangan ayah dan anak.

“Bawa kembali ke bagasi mobil. Antarkan Chan Yeol ke bandara”

“Apa? Bandara?” Chan Yeol mulai merasa bingung. Dilihatnya ibunya sedang menutup wajahnya dengan satu tangan, tampaknya dia sudah tahu akan jadi begini.

 “Cepat pak supir!”

“I-Iya Pak” Si supirpun membawa koper Chan Yeol kembali ke bagasi mobil.

“Maksud Papa apa?!” Tanya Chan Yeol tak sabar.

Papa-nya tidak menjawab, dia malah mengeluarkan HaPenya dan terlihat menelpon. “Halo, saya mau pesan tiket ke Kanada untuk malam ini”

Mendengar itu Chan Yeol menatap Papanya dengan tatapan tak percaya.

 “Baiklah, saya pesan satu yang paling awal. Atas nama? Atas nama Park Chan Yeol”

“PAH!” Chan Yeol berteriak dan dia mulai mengepalkan tinjunya.

Setelah menutup telfon, Pria paruh baya itu menatap anak laki-laki satu-satunya itu. Mereka berdua saling bertatapan. Keduanya saling mengepal tinju, mengencangkan rahang dan menggertakan gigi. Siapapun yang melihat, mereka akan tahu bahwa keduanya adalah ayah dan anak karena dilihat dari cara mereka mencoba mengendalikan emosi, mereka bersikap sama persis.

“Pah-“ Chan Yeol mendekat tapi Papanya langsung menunjuk wajahnya.

“Jangan ngomong satu kata pun, kamu!”

“Tapi Pah”

“PAPA BILANG JANGAN NGOMONG!” Bersamaan dengan teriakan yang sangat kencang bertebaran juga serpihan-serpihan plastik kecil yang berasal dari ponsel Papa Chan Yeol yang dia lemparkan ke lantai dengan sekuat tenaga.

“ARGH! PAPA!” Mamanya Chan Yeol memekik keras dan menutup mulutnya.

Tiba-tiba juga Chan Yeol merasakan perih di pipi kirinya karena ternyata salah satu serpihan plastik yang tajam dan kecil itu menggores pipinya. Tapi entah, rasa perihnya itu jauh lebih sakit di hati. Jauh lebih sakit. Sangat sakit.

Itu bukan pertama kalinya Chan Yeol melihat Papanya murka dan berlaku kasar. Tapi kali ini agak berbeda. Ya, mungkin karena dia memang sudah kelewat batas. Tapi dia juga punya alasan. Dia sama sekali tak menyesal.

Maka dari itu, alih-alih mengalah dan memohon, Chan Yeol menatap tajam lagi Papa-nya. “Aku bingung…” kata Chan Yeol mencibir. Papanya langsung meliriknya tajam karena tak percaya bahwa Chan Yeol masih berani ngomong.

“Aku bingung kenapa Papa harus marah. Aku begini KARENA PAPA JUGA!”

“Chan Yeol! Udah nak” Mamanya Chan Yeol berusaha menarik Chan Yeol mundur tapi anak itu tak sedikitpun berniat mundur.

“Papa sudah mati-matian kerja untuk kamu, supaya kamu bahagia, dapetin semua yang kamu mau, tapi apa yang kamu kasih buat Papa? Kamu malah tinggal di tempat kumuh. Kamu sadar gak kalo perbuatan kamu itu bisa menghancurkan reputasi Papa?” Papa Chan Yeol mulai menunjuk-nunjuk anaknya lagi.

Mendengar itu Chan Yeol tertawa kencang, “See? Yang Papa peduliin itu cuma diri Papa sendiri. Dan sekarang Papa marahpun….itu cuma karena reputasi. Aku muak , Pah. Papa tahu? Rumah kumuh dan sempit itu lebih hangat dan ramai ketimbang disini”

“Sejak kapan kamu kurang ajar begini?”

“Sejak aku sadar bahwa walaupun aku punya segala hal, aku gak lebih beruntung dari orang lain”

“Chan Yeol, udah” Mama Chan Yeol berdiri di depan anak satu-satunya itu yang wajahnya sudah merah karena marah, mencoba menenangkan. “Kamu sekarang pergi ke kamar aja gih, Mama yang akan ngomong sama Papa”

 “Gak ada kamar. Kamu langsung pergi sana ke bandara. Barang-barang kamu yang lain nanti Papa kirim”

“Siapa yang bilang aku mau pergi?” Tantang Chan Yeol lagi, dia masih tertawa “Aku gak akan pernah pergi, gak Papa atau siapapun yang bisa paksa aku”

Mendengar itu Papanya terdiam, lalu beberapa saat kemudian berkata “Oke. Papa akan kasih waktu kamu sampai besok untuk mempersiapkan semuanya tapi setelah itu kamu harus benar-benar pergi. Mulai hidup baru, dan menjadi anak yang layak di banggakan. Kalau tidak, kamu bukan anak Papa lagi. Papa gak pernah merasa membesarkan anak yang tolol kayak kamu” Lalu pria paruh baya itu pergi meninggalkan Chan Yeol yang melotot.

 ‘tolol?’

Lagi-lagi Chan Yeol mengepalkan tinjunya. Dia tak begitu memperhatikan bahwa ibunya kini sedang mencoba membujuknya. “Mah…” Chan Yeol mungkin terlihat tertawa, tapi matanya mulai berkaca-kaca, “Aku gak tahu kalau Papa anggap aku anak tolol. Dimata Papa aku ini setolol itu ya?”

“Chan Yeol…kamu turutin apa kata Papa kamu ya nak? Mama gak mau kalian musuhan cuma gara-gara ini. Mama tahu Mama sama Papa salah. Lain kali Mama akan selalu ada disamping kamu, euhm?”

Chan Yeol tertawa lagi, tapi bibirnya bergetar “Chan Yeol udah gak tahu berapa banyak ‘Lain Kali’ yang Mama udah bilang ke Chan Yeol. Lain kalinya itu kapan, Mah? Kapan? Chan Yeol gak minta lain kali, tapi dari dulu”

“Iya Chan Yeol, Mama salah. Mama harusnya ada buat kamu. Mama tahu kamu kesepian, Nak. Mangkanya lebih baik kita bangun kehidupan baru”

“Kehidupan baru apa? Kehidupan baru itu akan sama basi nya kalau Papa gak mau berubah. Aku salah ya, kalau aku minta diperlakukan seperti anak lain, setidaknya kayak Kris? Mama tahu aku selalu iri sama Kris. Ngeliat gimana orang tuanya perhatian sama dia”

“Iya, Mama tahu…” Mama Chan Yeol mulai meneteskan air mata, rasa bersalah menyelimuti hatinya.

“Dulu memang aku pikir mending aku pergi yang jauh aja, sampe kepikiran pergi ke kutub utara aja sekalian. Tapi sekarang enggak” Chan Yeol bergeleng kepala dengan yakin sambil melihat Mamanya yang sudah terlihat lelah. “Mama tahu gak…,” Chan Yeol memegang kedua pundak Mamanya sambil tersenyum, “…aku udah punya seseorang yang selalu bikin aku semangat setiap harinya. Aku udah punya pacar Mah” Chan Yeol tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca “…aku gak ngerasa kesepian lagi. Mama tahu gak, dia itu caaaaaantik banget Mah,  Namanya Nam Ji Hye. Dia juga pinter lagi. Aku tuh seneng banget kalau liat dia senyum, dan dia satu-satunya alasan kenapa Chan Yeol mau terus bertahan disini”

Mama Chan Yeol ikut tersenyum ketika dia mendengar anaknya itu, dengan bahagianya bercerita tentang dia yang sudah punya pacar. Diraihnya wajah Chan Yeol dengan kedua tangannya, lalu dipeluknya. Diberikan segala kehangatan yang dulu dia tak berikan pada Chan Yeol.

“Hmmmm. Mama bahagia kalau kamu bahagia. Mama harus berterima kasih sama pacar kamu itu, karena udah membuat anak Mama sebahagia ini”

Chan Yeol menutup matanya dan menelan ludah, kedua tangannya makin erat memeluk ibunya. “ Jadi please…. jangan paksa aku pergi”

“Hmmm…Mama akan bujuk Papa” Mama Chan Yeol mengelus-elus rambut anaknya itu, sambil dalam hati merasa takjub dan menyesal bahwa dia tak menyadari bahwa anaknya sudah tumbuh besar dan menjadi setinggi itu. Lalu dimoment yang hangat itu tiba-tiba terdengar suara benda pecah, dan suara itu berasal dari ruang kerja Papanya Chan Yeol.

 “MAH, ANAK ITU KENAPA MASIH ADA DISINI? CEPAT SURUH DIA BERESIN BARANG-BARANGNYA!”  terdengar suara keras Papa Chan Yeol dari dalam kamar. Mendengar itu Chan Yeol angkat tangan dan mundur beberapa langkah. “Liat kan? Papa sendiri yang gak mau bener-bener membicarakan semua dari awal dengan baik-baik sama aku”

“MAH! CEPET SURUH DIA BERESIN BARANG-BARANGNYA” Terdengar lagi suara teriakan Papa Chan Yeol yang membuat Mamanya menutup wajahnya.

Chan Yeol berjalan mundur menuju pintu, “Aku gak bisa lebih lama disini. Sorry, Ma.” Lalu dia benar-benar berbalik pergi menuruni tangga dengan langkah kaki yang cepat.

“Chan Yeol!” Panggil Mama Chan Yeol. Tapi Chan Yeol sudah menghilang dari pandangannya. Tubuhnya sudah lelah dan tak bisa mengejar Chan Yeol. Jadi dia Cuma bisa bersandar pada daun pintu dan menggigit bibirnya untuk menahan tangisannya.

----

Chan Yeol berjalan di jalanan yang sepi dan gelap. Sebenarnya tidak benar-benar sepi dan gelap, tapi baginya dia seperti sedang berjalan di terowongan gelap yang tak ada ujungnya. Dia benar-benar ingin memukul seseorang. Lebih tepatnya memukul dirinya sendiri.Dia tak tahu harus berbuat apa. Segala kemungkinan buruk ada dalam pikirannya. Pikiran terrburuk yang paling buruk menurutnya adalah ketika dia harus benar-benar pindah. Dulu dia merasa tak peduli, tapi kini dia punya Ji Hye. Dia gak mau meninggalkan gadis itu untuk alasan apapun.

Setelah sekian lama berjalan (yang Chan Yeol pun tak sadar sudah berapa lama dia berjalan atau kemana arahnya) dia berhenti. Dia menghentikan langkahnya ketika dia menyadari sesuatu yang membuat rasa rindu yang ada di hatinya muncul dengan hebatnya. Dia melihat sekeliling dimana dia tahu bahwa dia kini sudah berada di kawasan tempat tinggal Ji Hye. Dia menatap perempatan jalan kearah rumah gadis itu. Dia sendiri tak menyangka bahwa dia benar-benar sudah terikat sedemikian erat dengan Ji Hye. Hal itu membuat Chan Yeol melangkahkan kakinya menyusuri jalan itu.

Setelah sampai di depan rumah Ji Hye, Chan Yeol cuma diam sambil menatap jendela di lantai dua dimana kamar Ji Hye berada. Sesaat dia ragu, dia tak ingin menggangu tidur Ji Hye hanya karena masalahnya. Tapi dia tak bisa lagi mengendalikan rasa rindunya yang tiba-tiba ada seakan dia tak menemui gadis itu selama bertahun-tahun. Setelah sekian lama sendirian dan tak mempunyai seseorang disampingnya untuk berbagi kesedihan, dia ingin juga bebagi dengannya. Dia juga sangat ingin memeluknya. Karena kalau hal terburuk itu terjadi, mungkin malam itu adalah kesempatan terakhir untuk dia memeluknya.

Maka dari itu, dia segera mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Menatap layar ponselnya sesaat sebelum benar-benar menekan no Ji Hye.

*END OF FLASHBACK*

#             #             #

Ji Hye merasa tak bisa lagi melepas pelukan Chan Yeol yang sangat erat. Tapi dia benar-benar ingin tahu apa yang membuat Chan Yeol bersikap seperti itu, dan sialnya, dia tahu kalau sesuatu itu adalah sesuatu yang buruk. Ji Hyemerasakan tangan Chan Yeol yang makin erat merangkulnya dari belakang. Sampai akhirnya dia merasa gak bisa nafas.

“Chan Yeol, gue gak bisa nafas”

Mendengar itu, secepat kilat Chan Yeol melepaskan pelukannya, tubuhnya berubah kaku “Mian. Gue gak bermaksud nyakitin loe, Hye. Sorry” Chan Yeol berkata lirih dan malah melangkah mundur.

 Ji Hye akhirnya dapat membalikan badannya dan menatap Chan Yeol. Dan terkejutlah dia ketika dia melihat wajah Chan Yeol yang terlihat sangat lelah, dengan mata merah dan basah karena air mata. Ji Hye juga gak bisa ngomong apa-apa. Matanya memperhatikan Chan Yeol yang berubah kikuk dan membungkuk seperti anak kecil yang tertangkap basah melakukan kesalahan. Tapi Ji Hye gak bisa terus diam. Dengan cepat dia menghampiri Chan Yeol dan mengangkat wajahnya dengan kedua tangannya.

“Loe kenapa?” Ji Hye menatap kedua mata Chan Yeol yang kembali menatap ke bawah. Chan Yeol masih berusaha menghindari tatapannya dan itu membuat Ji Hye sebel. “Jawab gue, Chan Yeol!”

Chan Yeol tersenyum lalu meraih kedua tangan Ji Hye yang ada dipipinya. Dilepasnya dan digenggamnya erat. “Gue gak apa-apa, Hye. Gue kan udah bilang kalo gue cuma kangen sama loe”

Sambil menatap Chan Yeol dengan senyum palsunya, Ji Hye mengencangkan rahangnya dan menelan ludah dengan lambat. Lalu  dia mengangguk “Oke. Kalo loe gak mau cerita sama gue, mendingan gue masuk lagi” Ji Hye melepas paksa tangan Chan Yeol lalu berbalik arah menuju rumahnya.

Saat itu juga buru-buru Chan Yeol menarik tangannya, “ Hye, please, Jangan pergi”

“Ya, loe cerita dong sama gue!” Ji Hye berkata dengan bibir yang gemetar, matanya juga sudah perih karena air mata yang baru membasahi permukaan bola matanya. Ji Hye kembali mendekat dan ditatapnya lagi wajah Chan Yeol yang kali ini balas menatapnya. Ji Hye belum pernah punya keberanian menatap Chan Yeol sampai se-intens itu, tapi untuk saat-saat seperti itu, dia harus. “Hei…”

“Bokap sama Nyokap gue udah pulang, Hye” Akhirnya Chan Yeol angkat bicara sambil tersenyum lemah.

“Ya, bagus dong” Ji Hye juga ikut tersenyum karena merasa itu adalah kabar bagus. “Loe jadi bisa cerita kalo loe udah lulus ujian dengan nilai bagus, kan. Loe bisa ceritain ke mereka kalau loe udah berusaha keras dan bikin mereka bangga. Iya kan?”

Chan Yeol menggeleng, “Boro-boro, datang-datang gue malah dimarahin. Karena mereka tahu kalau selama ini gue gak tinggal di rumah. Dan loe tahu, Papa sama sekali gak bangga sama gue, dia bahkan bilang kalau gue ini anak yang tolol, Hye. Tolol…” Chan Yeol tertawa lemah tapi seketika itu dia menggigit bibir bawahnya dan menunduk.

Ji Hye melotot tak percaya. Orang tua mana yang menyebut anak mereka sendiri tolol? Searogan apapun Chan Yeol, dia gak berhak diperlakukan seperti itu. Karena mungkin Chan Yeol gak mengerti cara pemikiran orang tuanya sendiri.

Namja yang berdiri didepannya kini benar-benar dalam keadaan rapuh. Dan Ji Hye tahu, disitu hanya dia yang bisa membuatnya tenang atau setidaknya mencoba menjadi seseorang yang bisa berbagi kesedihannya.

Jadi tanpa pikir panjang lagi, Ji Hye berjingkit untuk memeluk Chan Yeol dengan erat. Mencoba menghantarkan rasa hangat dibadannya pada Chan Yeol yang mungkin sedang merasakan dingin.

Luar dan dalam.

#             #             #

“Gimana?” Ji Hye bertanya lembut pada Chan Yeol setelah dia meneguk kopi kalengan pemberian Ji Hye. Sekarang mereka berdua sudah duduk-duduk di sebuah bangku taman tak jauh dari rumah Ji Hye. Walau sudah tengah malam, orang-orang tak berhenti lalu lalang. Dan tak jauh dari mereka terdengar ada penyanyi jalanan yang menyanyikan lagu semangat, makin membuat suasana jauh lebih hangat.

Chan Yeol melirik Ji Hye yang melihatnya dengan tatapan tak sabar, dianggukan kepalanya sambil tersenyum. “Gue udah baikan. Thanks, Ya”

Ji Hye menghela nafas lega, lalu bersandar ke bangku dengan kedua tangan dimasukkan ke saku jaketnya. “Bagus deh” kata Ji Hye tersenyum juga. Tapi seketika dia melihat Chan Yeol berubah murung lagi, senyumnya juga hilang.

Chan Yeol benar-benar merasa terpukul, kayaknya.

“Hei, kok manyun lagi sih?” Ji Hye menyikut Chan Yeol. Chan Yeol cuma senyum.

“Enggak. Gue cuma lagi berkhayal aja” Chan Yeol menatap kaleng kopi yang ada ditangannya sambil sesekali melihat sekeliling taman.

“Berkhayal? Khayalin apaan?” Ji Hye merubah posisi jadi lebih tegak dan lebih dekat. Siap-siap mendengar cerita Chan Yeol dengan seksama.

“Gue dulu pernah berkhayal. Bukan pernah sih, tapi sering berkhayal tentang hal-hal seru yang gue mau lakuin sama Papa. Dan lucunya, semua itu memang cuma khayalan. Gak satupun kewujud” Chan Yeol kemudian mengalihkan pandangannya kearah lapangan basket di taman. “Gue pengen banget maen basket bareng Papa kaya Kris sama Papanya. Loe tahu gak Hye, dulu tuh gue selalu ngiri sama Kris, gak dulu sih, sampai sekarang juga, mangkanya gue rada sebel gitu sama Kris.” Chan Yeol berusaha bercerita sambil tertawa, seakan dia menceritakan cerita konyol yang memang konyol bagi dia.

Ji Hye Cuma bisa mendengarkan. Dia juga memang membiarkan Chan Yeol mengeluarkan semua isi hatinya. Setidaknya itu juga yang bisa membuat Ji hye mengenal Chan Yeol lebih dalam.

“Orang tua Kris selalu perhatian sama dia. Orang tua Kris juga sama sibuknya. Papanya juga punya perusahaan besar, Mamanya seorang aktivis, tapi yang bikin gue heran… mereka selalu aja punya waktu buat sekedar Ya… ngajak si Kris mancing bareng lah, maen basket bareng lah, motong rumput taman bareng lah, sampe bersihin kamar mandi bareng coba” Chan Yeol geleng-geleng kepala, lalu dia melanjutkan ceritanya “Akhirnya waktu ultah gue yang ke sebelas, gue sengaja minta Papa buat ngajak gue mancing di danau dan kemah bareng, tapi dia malah kasih gue apa coba Hye…” Chan Yeol menoleh pada Ji Hye, lalu dia tertawa“…dia malah ngebangun kolam ikan dihalaman belakang, terus Papa bilang dia gak punya waktu untuk hal-hal kayak gitu dan suruh gue mancing di kolam itu aja, dan dia ngebeliin gue pancingan yang mahal. Konyol kan Hye? Ya otomatis gue marah sampe akhirnya ikan-ikan di kolam itu pada mati karena gue gak kasih makan dan kolamnya gue kubur pake tanah, lalu ujungnya…gue dihukum gak boleh keluar rumah dan harus les Matematika dengan waktu lebih lama dua jam dari seharusnya, setiap hari”

“Sebenernya dulu gue masih berharap sama nyokap, masih ada momen dimana dia perhatian sama gue. Tapi entah kenapa Papa minta Mama untuk membantunya di perusahaan dan membuat Mama jadi benar-benar belajar bisnis buat Papa. Dan hasilnya, kemana-mana Mama harus ngikutin Papa. Keluar kota atau keluar negeri sekalipun”

Chan Yeol meneguk kopinya, lalu bercerita lagi. “Gue pengen gitu Hye…diperhatiin sampe ke hal-hal kecil sekalipun. Kayak ditanya ‘Chan Yeol, gimana sekolahnya hari ini?’ atau ‘Chan Yeol, tidurnya nyenyak enggak? Atau ‘Chan Yeol…makannya enak gak?’. Bukan malah ‘Chan Yeol, kerjain PR. Kalo enggak Papa gak kasih kamu uang’ atau ‘Chan Yeol, Kamu harus punya nilai seratus kalo enggak Papa gak kasih kamu mainan baru’…”

Ji Hye memperhatikan Chan Yeol yang mulai meremas kaleng kopinya dan bibirnya bergetar seraya bercerita. Ji Hye merasakan sakit yang dirasakan Chan Yeol. Ingin rasanya membuat Chan Yeol menyudahi cerita yang hanya membuat dia kembali merasakan sakit hati, tapi Ji Hye tahu Chan Yeol memang ingin menceritakan semuanya. Jadi yang bisa dia lakukan hanya menggenggam tangan Chan Yeol, itu juga untuk menghindari dia meremas kaleng itu lebih kencang yang akhirnya malah akan melukai tangannya sendiri.

Chan Yeol masih tertawa lemah.  Masih dengan nada amarah dan sedih yang menggebu-gebu, dia melanjutkan ceritanya “Tadi aja waktu Papa tahu gue tinggal di rumah kontrakan itu dia marah. Dia marah karena kalau relasi-relasinya Papa tahu soal itu, reputasinya bakal jelek. Bayangin Hye, Papa cuma mikirin reputasi! Seharusnya kan Papa marah gue tinggal disana karena disana tuh sempit, dingin, banyak debu, banyak binatang pembawa penyakit, khawatirin gue bisa sakit atau apa gitu… bukannya malah mikirin reputasi” Lagi-lagi Chan Yeol menunduk. Ji Hye makin mempererat genggaman tangannya.

“Gue salah, ya Hye?” Chan Yeol menatap Ji Hye dengan matanya yang memang sudah memerah dan berair. “Gue salah ya kalo gue minta semua hal itu? Bukan apa-apa, gue…gue bersikap cuek, acuh itu supaya mereka ngerti mau gue tuh apa, supaya mereka ngerti perasaan gue. Emang itu salah, Ya?” Kali ini setetes air mata benar-benar jatuh ke pipi Chan Yeol.

Hati Ji Hye serasa ditusuk-tusuk jarum kecil yang jumlahnya ribuan ketika dia melihat Chan Yeol menangis. Lagi-lagi dibawanya Chan Yeol kedalam pelukannya. Dia merasa bersalah dan kesal karena dia gak bisa membantu apa-apa. Saat itu dia jadi pengen punya kekuatan hipnotis buat menghapus ingatan buruk Chan Yeol dan menggantinya dengan ingatan yang indah-indah saja. Tapi itu gak mungkin. Dia gak bisa hipnotis atau apapun.Yang dia bisa kasih cuma pelukan hangat yang mudah-mudahan dapat membuat Chan Yeol merasa tak sendirian lagi.

Chan Yeol membenamkan wajahnya dipundak Ji Hye dengan kedua tanganpun melingkar di pinggang Ji Hye. Sedikit demi sedikit dia merasa tenang. Dia memang sangat membutuhkan pelukan hangat yang mungkin dia gak bisa dapatkan dari orang tuanya.

Lama mereka berpelukan sampai akhirnya Chan Yeol yang duluan melepas pelukannya, walau dia masih ingin memeluk gadis itu sepanjang malam. Chan Yeol menghela nafas panjang sambil menghapus airmatanya.

“Argggh” Chan Yeol berseru sambil menengadah ke atas, lalu ditatapnya Ji Hye yang melihatnya dengan tatapan khawatir. Melihat ekspresi di wajah Ji Hye, Chan Yeol tidak setega itu menceritakan bagian dimana dia terancam harus pergi. Jadi dia malah tersenyum sambil melingkarkan kedua tangannya pundak Ji Hye dan menarik gadis itu lebih dekat sampai cuma menyisakan beberapa senti jarak antara wajah mereka.

“Thanks, Hye. Loe udah ada buat gue. Gue bener-bener gak tahu lagi harus gimana berterima kasih sama loe. Loe emang pain killer gue yang paling handal, Hye”

Ji Hye ngengir ketika dia mendengar Chan Yeol yang mulai berkata dengan nada konyolnya. Ji Hye senang. Itu berarti Chan Yeol sudah kembali kesemula, ke Chan Yeol yang konyol tapi sekaligus yang dia sayang.

“Gue cuma minta loe jangan nangis lagi. Soalnya loe jelek banget tahu kalo nangis. Amit-amit deh” sekarang Ji Hye yang memasang tampang ala anak kucing dan manyun ala bebek. Tapi dimata Chan Yeol Ji Hye itu ngegemesin, mangkanya dia ketawa lalu menjedotkan dahinya ke dahi Ji Hye yang membuat Ji Hye kaget dan mendorongnya.

“YAH! SAKIT TAHU!” Ji Hye mengerang sambil mengusap-usap dahinya. Lalu di gebotnya Chan Yeol yang cekikikan. “Ih, malah ketawa lagi!”

“Abis loe bilang gue jelek sama amit-amit sih” kata Chan Yeol masih ketawa.

“Gue kan cuma becanda, dodol. Supaya loe gak sedih lagi. Masa loe gak ngerti sih?” Ji Hye masih uring-uringan dan masih usap-usap jidatnya. Kakinya mulai gatel pengen tendang kaki Chan Yeol supaya dia berhenti ketawa.

“Ya udah, sorry. Gue obatin deh. Sini…” Tiba-tiba Chan Yeol mendekat lalu memegang kepala Ji Hye dan mencium keningnya. Cukup lama sampai Ji Hye benar-benar tak lagi merasa sakit di dahinya. Diapun tersenyum saat menutup matanya. Dia benar-benar sudah pacaran sama orang konyol. Tapi cuma konyolan-nya Chan Yeol yang Ji Hye suka.

“Gimana? Masih sakit gak?” Tanya Chan Yeol sedikit menggoda.

Ji Hye tersenyum tersipu. “Lu mah konyol banget ih” Ji Hye menutup muka Chan Yeol dengan kedua tangannya membuat Chan Yeol kembali tertawa.

“Tapi loe suka kan? Ngaku deh” Chan Yeol menyolek dagu Ji Hye yang akhirnya membuat Ji Hye mengaku.

“Iya, iya”

“Ya udah,” Chan Yeol menggenggam tangan Ji Hye lalu bangkit berdiri, “Pulang yuk”

“Pulang?” Tanya Ji Hye masih duduk. Wajahnya masih gak yakin dan Chan Yeol tahu itu.

“Tenang, Hye. Gue udah baikan. Berkat loe juga. Gue sekarang bisa berpikir jernih dan mutusin untuk ngomong sama Papa secara baik-baik. Gue juga pengen masalah ini cepet beres, Hye. Karena gue udah gak sabar pengen ngenalin loe sama mereka”

Ji Hye melotot. “Kenalin gue? Serius loe?” Lalu Ji Hye tampak kebingungan dan garuk-garuk kepala.

“Tenang aja, Hye. Gue bukannya mau ngenalin loe buat minta restu mau nikahin loe lagi. Ya, walaupun…eheum…nanti mah gue bakal lakuin itu”

“Apaan sih. Bukan gitu, tapi…”

“Hmmm” Chan Yeol mulai pasang wajah cemberut karena tahu pikiran Ji Hye, “…jangan mulai punya pikiran minder lagi deh. Kan gue udah bilang loe perfect buat gue”

Ji Hye akhirnya diam dan menunduk. “Iya. Sorry. Sebenernya gue juga pengen ketemu bokap nyokap loe. Gue bakal berterima kasih karena mereka udah lahirin anak yang sotoy…tapi keren kayak loe. Gue juga bakal ceritain semua usaha loe untuk berusaha belajar lebih giat dan bikin mereka bangga dan bilang ke mereka kalau loe juga sangat sangat pantas untuk dibanggain” Ji Hye kini sudah berdiri dan menatap Chan Yeol sambil tersenyum dan mengangkat satu jempolnya di depan muka Chan Yeol yang bengong.

Chan Yeol jadi speechless setelah mendengar kata-kata manis itu dari Ji Hye. Perasaan sedih kembali menjalari hati dan pikirannya. Dia sedih karena jika dia harus pergi, dia bakal kehilangan gadis yang sangat berharga ini. Saat itu juga dia memutuskan tak akan menyerah dan memutuskan untuk berbuat sesuatu.

“Chan Yeol. Kok diem lagi?” Ji Hye mulai resah, “Gue salah ngomong ya?”

“Hye…”

“Hah?”

“Hari ini gue udah bilang ‘gue sayang sama loe’ belom?”

“Hah? Euh…be-belom” Ji Hye menjawab sambil lirik-lirik malu.

“BELOM? ! DAMN! GOBLOK BANGET SIH GUE! TOLOL!” Chan Yeol berseru dengan kata-kata sumpahan yang kasar membuat Ji Hye melotot kaget. Lalu dia makin kaget lagi waktu tiba-tiba Chan Yeol menarik tangannya dan memukul-mukulkannya ke kepalanya.

“Pukul gue, Hye. Yang kenceng. Sekenceng mungkin!”

“Ih, loe apa-apaan sih?!” Ji Hye menarik tangannya dari genggaman Chan Yeol. Dia makin bingung dengan tingkah Chan Yeol yang tiba-tiba minta dipukul.

“Atau loe tendang gue. Nih, loe tendang kaki gue. Sekenceng yang loe mau! Ayo, Hye!” Chan Yeol menjulurkan kakinya tapi itu justru membuat Ji Hye makin bingung dan akhirnya marah.

“YA!” Ji Hye berteriak dan mundur selangkah.

Teriakan Ji Hye akhirnya membuat Chan Yeol diam, ditariknya tangan Ji Hye lagi tapi kalli ini untuk memeluknya. Walaupun mereka banyak berpelukan sebelumnya tapi entah kenapa Chan Yeol masih belum cukup mengekspresikan rasa sayangnya pada Ji Hye. Karena itu juga dia merasa pantas dipukul karena dia belum mengungkapkan kalimat sayang dan yang lagi-lagi buat Chan Yeol kata ‘sayang’ aja gak cukup untuk mengungkapkan seberapa besar rasa terima kasih Ji Hye. Perasaan itu juga yang membuat Chan Yeol makin yakin kalau dia harus berbuat sesuatu agar dia tidak terpisah dengannya.

“Loe kenapa sih?” Ji Hye akhirnya bertanya karena lagi-lagi Chan Yeol bertingkah aneh.

“Gue memang idiot sampe gak bilang gue sayang sama loe hari ini. Padahal loe tuh layak banget dapet kalimat itu. Mangkanya gue minta loe pukul gue”

Ji Hye mendesah tak percaya, “Ya, ampun Chan Yeol. Cuma masalah itu doang? Gue juga gak minta karena gak loe bilang pun, gue tahu loe sayang sama gue. Loe gak usah betingkah aneh kayak gitu lagi”

“Tapi tetep Hye, gue harusnya bilang itu ke loe. Gue pengen nunjukin seberapa besar gue sayang sama loe”

“Ya, udah. Loe bilang deh sama gue sekarang. Biar loe lega”

“Oke, loe dengerin gue baik-baik ya”

“Iya, bawel” Ji Hye mulai gak sabaran.

Chan Yeol terdiam lalu menghela nafas. “Nam Ji Hye….”

“Hmmm…”

“…”

“..."

Saranghae”

 

Bersambung deh...


Author's Note:

Hello ^^

Assalamualaikum WR WB *tumben salam nieh si euceu*

Pertama-tama gue mau minta maaf karena udah jadi author yang plin-plan, karena ternyata eh ternyata, PLOT dari final-nya, jauh lebih panjang dari yang gue kira karena sekali lagi gue gak menyaring dan langsung plek ajah nulis semua ide gueh. Jadi gue mutusin untuk dibagi dua aja takut kepanjangan dan nanti kalian mabok bacanya kalo kepanjangan.

Dan maaf juga bagi kalian yang ngarep udah final tapi ternyata belum dan langsung berpikir 'kenapa gak kemaren-kemaren aja? pake lama lagi updatenya. Gue jadi harus dapet lagi notifikasi dan baca lagi gitu?'

Sorry -_-7

Karena jujur gue sebenernya udah gatel pengen update, tapi kemaren baru separuh jalan nulisnya dan tadi gue terusin ternyata masih panjang, jadi deh dibagi dua.

Errrrrrhhhh, masalah Chan Yeol sama Appa-nya belibet gak sih? terlalu lebay gak sih?

Btw, thanks buat semuanya yang udah mau baca sampai chapter ini. Banget-banget terima kasih.

*Mudah-mudahan next chap beneran final*

kalo enggak.....

*keroyok aja gue*


LeeKietz

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
LeeKietz
Sorry guys. Belum bisa update secepatnya coz laptop dibajak lagi sampai waktu yang belum ditentukan.

Comments

You must be logged in to comment
pcypeacesign61 #1
authornya keren bgt kok ga lanjut lanjut si thorr suka bgt sama ff ini lanjut dong thorr pleasee
nanamiharu #2
Chapter 32: LAH KAKAK AKU LAMA GA BUKA SEKALI BUKA BACA INI KOK NYESEK :""""""
chanhye gimana nasipe kak :"(
chanyeol juga ilang2an dia kira dia jongin main teleport /?
lanjut plis kak aku menunggumu
liuliuyifan #3
Chapter 31: alaah canyol knp ga nemuin jihye aja sih
mian thor bru komen chapt ini gw baru baca kmren hehe gw suka ff lu thor sueeeeer
seideer #4
Chapter 31: Lahhh chanyeol jd menye2 gt....
seideer #5
Chapter 30: Makin complicated nehhhh
seideer #6
Chapter 29: Wuahh knp hub chanyeok namji
seideer #7
Chapter 28: Wkwkkwkwkwkw pls lahhh chanyeol nam ji yg baru pacaran lebaynya saling sms an...hahha
seideer #8
Chapter 27: Chanyeol norak ahhh...sok romantis ngomongnya wkkwkw
seideer #9
Chapter 26: Arghhhhh tidakkkk ...kris yurinya nanggung tuhhhh...
Ehhh tapi mrka ngomongnya uda 'aku kamu' yaaa...
:D
seideer #10
Chapter 25: Kisah kris yuri menarik juga