Chapter 7

Second Chance
Please Subscribe to read the full chapter

 

“Bagaimana hubunganmu dengan Si Tampan itu?” Yongsun menyenggol bahuku. “Ada kemajuan?”

“Lumayan.” balasku seadanya karena sudah terlalu lelah. Jam mengajarku sangat padat hari ini. Badanku rasanya remuk. Sampai melangkah saja malas.

“Lumayan apa? Lumayan maju atau lumayan mundur?”

“Maju.” aku masih berusaha menyeret kakiku menuju parkiran.

“Ow. Sudah sampai mana?” Yongsun menaik turunkan alisnya. “Peluk? Cium? Atau sudah adegan ranjang?”

“Yah!” kupukul lengannya. “Dasar sinting.” rutukku malu.

Yongsun terbahak. “Hei, wajahmu merona.” ledeknya. “Sudah dicium di mana saja?”

Aku melotot padanya tapi wanita sinting ini malah semakin menertawakanku. Kalau saja aku sedang memegang tisu atau kertas atau apapun itu, pasti sudah ku jejalkan ke mulut vulgarnya itu. “Di telapak kaki.” balasku ketus.

“Ow, sudah sampai sana? Artinya sudah adegan ranj...”

Kubekap mulutnya. Aish, lama lama aku gila sungguhan berteman dengannya. “Bisa tidak sehari saja tidak menjahiliku?”

“Aku terlalu mencintaimu untuk membiarkan hidupmu tenang, Babe.” Yongsun menyeringai. “Tapi serius, sudah sampai mana?”

Aku menghela napas panjang. Cukup panjang untuk membuat Yongsun memandang bosan padaku. “Belum sampai di manapun.”

“Bagaimana bisa? Jangan bilang kau tak tertarik untuk melakukan sesuatu dengannya. Maksudku, kalau aku jadi kau, aku pasti tak bisa menahan diri untuk tak merabanya.” cengirnya tak tahu malu. “Dari posturnya, aku bisa membayangkan bagaimana lengannya, bahunya, dadanya, bahkan perutnya.” dia mengedip usil.

“Aku belum sesinting kau untuk melakukan itu padanya.” kusandarkan punggungku di kursi pantry.

“Lalu Seulgi bagaimana?”

Jujur aku suka dengan sikapnya. Dia sopan dan tak pernah sekalipun berusaha mencuri kesempatan. Dia seakan dirancang dengan mode default untuk tak menyentuh apa yang belum resmi menjadi miliknya. Karena semenjak kami memutuskan untuk membawa hubungan ini ke tingkat serius, tangannya selalu tertata rapi untuk dirinya sendiri. “Dia sopan.”

Yongsun memutar bola mata. “Jangan katakan padaku kalian bahkan belum pegangan tangan.”

Tapi aku menyukainya. Aku bersedia menunggu momen yang walaupun sederhana, tapi bisa membuat dadaku berdegup aneh hingga menggelitik sekujur tubuhku. Ingin merasakan bagaimana tubuhku meremang saat dia memelukku. “Kau pintar menebak.” sahutku tersenyum.

Yongsun geleng geleng kepala lalu menenggak habis kopinya. “Tapi baguslah, aku tak perlu khawatir karena kau bersama pria baik baik.”

Yeah, malah terlalu baik sehingga terkadang membuatku merasa malu jalan dengannya.

“Ya sudah, ayo pulang.”

Aku mengangguk lalu bangkit untuk mencuci gelasku dan Yongsun.

Kami baru tiba di parkiran ketika poselku berdering.

Seulgi?

“Halo.” sapaku.

“Di mana?”

“Masih di sekolah. Kenapa?”

“Bawa mobil sendiri?”

“Hm. Wae?”

“Tak apa kalau mobilnya ditinggal di sana sampai besok?”

“Banyak tanya.” gerutuku.

Dia terkekeh. “Kutunggu di tempat biasa aku menjemput Hyuk. Malam ini biar aku yang mengantarmu pulang.”

Bukan aku tak mau, tapi rumah kami berseberangan arah. Akan sangat membuang waktu. Kasihan Hyuk karena besok masih hari sekolah. “Tak usah. Nanti waktu istirahat Hyuk terbuang percuma.” aku bisa melihat senyum usil Yongsun dari sudut mataku.

“Tak apa.”

“Seul, kau tak perlu...”

“Ku tunggu di depan. Bye.” dia menutup sambungan.

What? Aish. Kenapa dia suka sekali memaksa?!

“Kalau begitu aku duluan.” Yongsun yang sudah di dalam mobilnya melambaikan tangan. “Siapkan kondom untuk berjaga jaga. Siapa tahu kalian tak bisa menahannya.” candanya menjalankan mobil.

Yongsun sinting.

Aku menghela napas lalu berjalan ke depan. Tak jauh dari gerbang sekolah, terparkir sebuah suv putih yang sangat kukenali. Sedikit tak sabar aku berjalan ke sana dan kulihat seseorang berdiri sambil bersandar di pintu mobil. Dia melambai padaku yang membuatku tersenyum. Baru sehari kami tak bertemu tapi aku sudah begitu merindukannya.

“Sudah siap pulang?”

Aku mengangguk kecil ketika Seulgi membukakan pintu lantas bergegas menuju kursi kemudi. Aku menoleh ke belakang dan mendapati Hyuk duduk bersandar di sana. “Bateraimu sudah habis?” tanyaku usil.

“Sisa 20 persen, Bu. Harus segera dicharge.”

Aku menggeleng gelengkan kepala. Agak kasihan juga melihatnya. Aku jadi bingung harus bagaimana. Kalau mengantarku lebih dulu, waktu istirahat Hyuk akan berkurang. Tapi kalau harus mengantar Hyuk baru mengantarku, Seulgi harus menyetir lebih lama.

“Sudah makan?” tanya Seulgi menoleh padaku.

“Kenapa? Belum makan?” aku balik bertanya.

Seulgi tersenyum lantas mengangguk pelan. Dia tak banyak bicara hari itu. Sejak tadi pagi hingga malam, kami tak ada bicara sama sekali. Baru kali ini kami mengobrol. Aku juga tak ingin bertanya karena aku tahu dia sibuk.

Kubuka ponselku, mulai memeriksa semua pesan yang masuk. Ada beberapa pesan termasuk dari grup guru guru sekolah yang mungkin nanti saja ku buka. Aku hanya membalas pesan dari saudaraku dan Wendy, sisanya terserah moodku nanti.

Saat melihat ke luar jendela, baru kusadari itu bukan jalan ke rumahku. Aku memandang Seulgi, memberi isyarat mata tentang kebingunganku. Dia hanya tersenyum dan itu sudah cukup untukku agar tak mengganggu keputusannya. Lagipula ini bisa menjadi cara untuk menghabiskan waktu lebih lama bersamanya setelah seharian tak bertemu.

“Duluan, Ssaem.” Hyuk menunduk sebentar lalu turun dari mobil.

Aku tersenyum padanya dan mobil bergerak maju ketika Hyuk sudah berjalan melewati pagar rumah.

“Mau makan jajanan malam?” tanya Seulgi.

“Boleh.” jawabku. Dan sekali lagi suasana kembali hening hingga kami tiba di pasar malam.

Selesai memarkir mobil, kami turun dan mulai melihat lihat. Sudah pukul 10 malam lebih, tapi suasana masih begitu ramai. Bukan akhir pekan saja begini, bagaimana saat hari libur.

“Ada yang kau inginkan?”

“Teokbokki.” jawabku cepat dan Seulgi terkekeh.

“Kau tak punya menu lain selain itu?”

Aku hanya menggoyangkan bahu sambil memilih stand penjual yang menarik perhatianku. “Kau mau apa?” tanyaku.

“Sesuatu yang berkuah.” jawabnya sambil menyenggol lenganku, mengajakku ke tempat yang menjual menu pilihan kami dan langsung memesan.

Setelah itu Seulgi mengajakku mencari tempat untuk makan. Sebenarnya ada beberapa kursi kosong yang kami lewati, tapi Seulgi tak terlihat akan berhenti. Dan anehnya aku juga tak ingin bertanya. Mungkin kami sama sama sudah lelah setelah bekerja seharian dan bisa bersama seperti ini sudah lebih dari cukup.

“Joohyun.”

“Hm?” aku memandangnya yang masih menatap lurus ke depan lantas menyadari sesuatu yang berbeda.

“Boleh, kan?” tanya Seulgi tanpa menatapku.

Wajahku menghangat merasakan tangannya menggengam tanganku. Aku tak menyahut dan hanya berdehem lalu balas menggenggam tangannya. Seutas senyum tersungging di bibirnya sebelum kurasakan genggamannya mengendur dan jemarinya menyusup di sela sela jariku.

Udara malam itu sebenarnya sangat dingin, namun genggaman tangannya mengubah semuanya menjadi hangat. Jantungku sedikit berpacu namun detakannya tak memekakkan, justru terdengar lembut di telingaku. Rasanya seperti ada sesuatu yang mengalir dari sentuhan tangannya, menjalar hingga ke seluruh tubuhku, memberikan perasaan nyaman, membuatku merasa terlindungi olehnya. Sesuatu yang sudah lama kurindukan.

Ucapannya 2 hari lalu sewaktu kami makan malam di rumahku memang sempat membuatku kehilangan kepercayaan diri. Kata katanya benar benar menghancurkan keyakinanku. Hanya saja, setelah pertengkaran dengan ayah dan mulai hidup sendiri, memulai kembali lembaran hidupku, membuatku belajar untuk tak pernah berhenti berharap. Sesakit apapun hidupku, sehancur apapun aku, harapan untuk bisa kembali berkumpul bersama mereka selalu ada. Berkurang mungkin iya, tapi tak pernah lenyap.

Dan itulah yang kulakukan kali ini. Seulgi memang sudah meruntuhkan apa yang kupercaya, tapi tak berarti aku tak bisa membangunnya lagi, kan? Aku sudah berkata pada diriku untuk tak peduli dengan apa yang akan terjadi nanti. Untuk saat ini aku hanya ingin meraih apa yang bisa membuatku bahagia. Mau hubungan ini berakhir baik atau hanya akan menyakiti kami berdua, biarkan waktu yang akan menyembuhkannya. Untuk kali ini biarkan aku egois karena aku sudah lelah menghukum diriku sendiri.

Sekali ini saja, biarkan aku membahagiakan diriku.

“Hyun.”

“Hm?” balasku menggigit bibir.

“Mau jalan jalan sebentar sebelum pulang?” Seulgi menoleh padaku. “Karena sepertinya aku belum ingin mengantarmu pulang.”

Entah bagaimana wajahku saat itu yang jelas aku tak bisa menyembunyikan bahagia yang kurasakan. “Boleh.”

 

***

 

“Unnie, aku duluan.” Wendy melambai dengan senyum jahil yang sangat ku kenal.

“Hati hati.” balasku tanpa beranjak dari kursi teras.

Sudah beberapa waktu belakangan aku lumayan jarang berangkat bersama Wendy dan sepertinya aku mulai merindukan rutinitas pagi kami. Biasanya Wendy datang ke rumahku, mengetuk bahkan setengah menggedor pintu karena aku tak kunjung keluar rumah. Aku memang selalu bangun sesuai alarm, tapi bukan berarti pagiku akan sesuai jadwal. Kadang sudah rapi dan siap berangkat, rasa malasku tiba tiba menyerang, membuatku begitu berat menggerakkan badan dan akhirnya membuat Wendy mengomel. Biasanya aku sebal, tapi sekarang aku sedikit merindukan omelannya.

Suara klakson membuyarkan lamunanku. Kuambil tas di meja lalu bangkit. Yeah, hampir 3 minggu ini mobilku menganggur karena ada seseorang yang mengajukan diri untuk menjadi supir pribadiku. Siapa lagi kalau bukan Seulgi.

Setiap pagi kami berangkat bersama. Bersama dalam artian dengan Hyuk dan Yerim juga. Biasanya kami mengantar Yerim dulu baru ke sekolahku dan Hyuk. Sementara pulangnya dengan formasi yang sedikit berbeda karena waktu pulang jam sekolah kami dan Yerim berbeda 3 jam. Tapi ada kalanya Yerim ikut menjemput dan kami makan malam bersama. Entah itu di rumah atau di luar.

Aku senang dengan apa yang dilakukan Seulgi karena dia memberiku kesempatan untuk bisa lebih dekat dengan anaknya. Aku juga bisa semakin mengenal Hyuk karena itu. Agak takjub juga melihat anak itu di rumah. Kelakuannya memang masih sama seperti di sekolah, jahil. Tapi yang membuatku takjub karena dia benar benar sopan dan begitu patuh pada Seulgi. Sesuatu yang masih terasa asing untukku. Bukan Hyuk tak sopan saat di sekolah, tapi mungkin levelnya berbeda.

Selain itu aku juga berkesempatan melihat bagaimana rupa istrinya. Seperti dugaanku, istrinya sangat cantik. Pantas saja dia tak menolak ketika dijodohkan dengan wanita itu. Hanya laki laki bodoh yang akan menolak wanita secantik Jisoo.

Dan dalam waktu hampir 2 minggu ini juga, Seulgi mengenalkanku pada ibunya. Mungkin karena di pertemuan pertama kami ibunya memberikan tatapan kurang bersahabat padaku sehingga aku juga tak tertarik untuk lebih mengenalnya. Aku tak tahu bagaimana menjelaskannya. Ibunya tidak membenciku, tapi aku tahu dia juga kurang suka padaku dan aku tak tahu karena apa. Sejak pertemuan kami di acara ulang tahun Yerim, dia terus memandang sinis padaku. Itulah kenapa aku malas bertemu dengannya.

Bisa dibilang hubungaku dan Seulgi tak banyak kemajuan. Mungkin karena pekerjaan masing masing. Aku yang hanya memiliki waktu senggang seharian ketika akhir pekan, sementara Seulgi tak jelas kapan waktu senggangnya. Benar dia bisa mengantar dan menjemput anak juga adiknya ke sekolah, tapi tak jarang dia harus pergi ke luar kota. Aku tak tahu bisnis apa yang dilakukannya selain mengurus restoran dan kafe miliknya. Kadang aku ingin tahu, tapi siapa aku untuk berani bertanya begitu padanya. Kami tak punya status.

Ada kalanya juga aku bosan dengan apa yang kami jalani. Kami bisa tak mengobrol apalagi bertemu selama 2 sampai 4 hari. Bahkan dalam kurun waktu itu, tak satupun pesan masuk darinya. Bertemu pun lebih

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
hi_uuji
#1
Chapter 18: Smile from ear to ear 😭💖😬 GEMASSSS bakal gamon sih sama kekacauan Jeno Jaehyun 😖😖😖 thanks a lot for this heart warning work!
hi_uuji
#2
Chapter 15: AAAAAAAAA GUXHFJDUGGSTSGUC
hi_uuji
#3
Chapter 9: Sumpah ini udah kacau sih 😬😬
ephemeral24_ #4
Chapter 18: mantap ini cerita kedua yg aku baca👍🏻🤩
Boywithluv_ #5
Chapter 18: Gila ini keren bget ?
jasonds #6
Chapter 18: Nice Store banget
Jiyeonnie13
#7
Chapter 18: lanjut ke berumah tangga, maybe? :D
need sequel authornim
Brewingthebear
#8
Chapter 18: Huwaaaa~ udahan story nya... akirnya mereka bersatu di pelaminan xD ada lanjutanya lg ga nih thor???
royalfamily31 #9
Chapter 18: Akhirnyaaaaa happy ever after.. uwuuuu
Thx banget author nim udah nulis cerita serealistis ini. Semua karya author cucok semua, mantuull..

Aku suka banget karakter seulrene disini, terutama irene. Karakter irene buat aku karakter yg realistis banget, agak drama memang, tp ya itulah hidup. Kita cuma bisa melihat dari sudut pandang kita dgn berbagai kerumitan dan konflik batin.

Thx u authornim, ku selalu menunggu update terbarumu hehe.. *genben seulrene lg pleaaseee
JungHi0225 #10
Chapter 18: Ohmygod gw bahagia bgt bacanya. Rasanya nano2 chap trakhir ini. Sedih, seneng, bangga jd satu. Thx u thor udh bikin cerita indah yg selalu gw tunggu. Mdh2n ada sequel stlh menikah. Ngelunjak bgt gw wkwkwk