Chapter 2

Second Chance
Please Subscribe to read the full chapter

 

“Jeno, cepat makannya! Nanti antriannya makin panjang!” dari tadi aku menggerutu melihat Jeno masih dengan santainya melahap ayam gorengnya.

“Berisik.”

Kujitak kepalanya. “Tidak sopan.”

“Ow! Sakit! Kau juga tidak sopan.”

Aku melotot. Benar benar adik durhaka. “Itu mejanya bisa buat berkaca.” balasku. “Kalau tau begini mendingan kencan dengan Jaehyun.”

“Seolah Jaehyun mau.”

Aku menyerah menghadapi anak ini. Kenapa aku harus mengajak makhluk gila ini sih? “Sama.”

Jeno mendengus kesal, sepertinya menyesal mengiyakan ajakanku, yang tentu saja menjadi sumber kebahagiaanku. “Menyebalkan.”

“Mejanya masih bisa buat berkaca, Jeno Sayang.” balasku tersenyum semanis mungkin sambil mencubit gemas pipinya.

“Menjijikkan” protesnya.

Dari sudut mataku, aku bisa melihat beberapa pengunjung melirik ke arah kami yang tentu saja ku abaikan. Biarkan saja orang orang itu berpikir kami orang dewasa labil yang sedang kasmaran, yang urat malunya sisa setengah jadi berani sekali ribut di restoran yang lumayan ramai seperti ini. Intinya aku tak mau ambil pusing.

Aku masih menyabari diri menunggu Jeno menghabiskan ayam gorengnya ketika anak gadis yang ku kenal datang menghampiri. Dia tersenyum dan menyapaku ramah yang ku balas dengan hal serupa. Aku menoleh dan mendapati Ayahnya sedang memutar pandangan ke sekeliling, sepertinya sedang mencari meja kosong yang membuatku akhirnya menawari mereka untuk duduk bersama. Sang gadis tentu saja menerima dengan senang hati dan langsung duduk di sampingku, namun Ayahnya terlihat sedikit sungkan, mungkin dia mengira aku sedang kencan. Tapi Ayah mana yang sanggup menolak permintaan dari anak manis ini? Seulgi pun luluh dan menerima tawaranku.

Kami mengobrol singkat sebelum ayah dan anak itu memesan. Entah perasaanku saja, atau memang kadar percaya diriku setinggi Himalaya, wajah anak itu terlihat begitu berbinar saat melihatku. Berbeda sekali saat dia memandang Jeno, wajahnya berubah cemberut yang membuat Jeno salah tingkah karena dipelototi anak kecil sementara aku mengobrol ringan dengan Seulgi sambil menunggu pesanan mereka datang. Tapi syukurnya saat ku bilang Jeno adikku, tatapan dingin keponakan muridku itu kembali hangat.

Tak lama, beberapa paket ayam dan burger datang. Jujur aku takjub mengingat mereka hanya berdua. Tapi setelah melihat bagaimana ayah dan anak itu makan, rasa takjubku sirna. Mereka persis Jeno. Penerus Monkey D. Luffy. Kuusap lembut rambut anak itu, yang kutau bernama Yerim, buah dari perkenalan kami kemarin, sambil memandang Jeno yang membisu sembari menghabiskan makanannya di samping Seulgi.

“Ssaem, mau ikut nonton?”

Oh, kebetulan. Tapi film yang akan kami tonton pasti berbeda. Aku sudah bersiap menolak halus ajakannya namun Jeno membuka suara yang membuatku terkejut bercampur bingung.

“Kebetulan, Oppa dan Bu Joohyun juga mau nonton, iya kan, Bu?”

Kedua alisku terangkat dan memilih mengiyakan. Tapi saat melihat senyum tipis dan tatapan menggoda Jeno, aku sedikit menyesal karena tau semua ini akan berakhir dengan interogasi panjang nantinya.

Sambil mengobrol, kali ini Jeno ikut aktif bicara, membuatku sedikit tertolong. Tak perlu waktu lama, semua ayam dan burger di meja lenyap, membuatku kembali takjub pada ayah dan anak itu. Mereka ini lapar atau rakus sih?

Selesai dengan urusan perut, kami langsung ke bioskop. Karena jam tayang sudah hampir tiba dan filmnya juga bisa dibilang tidak baru baru sekali, jadi kami hanya mengantri tiket sebentar sebelum masuk. Untung saja dapat kursi di tengah. Kalau sampai paling depan, bakal ku tolak mentah mentah. Daripada mata minusku tambah parah. Bonus sakit leher juga. Tidak, terimakasih.

Sesekali aku melirik Seulgi yang duduk tenang di samping Yerim. Jadi urutan duduknya Jeno, aku, Yerim kemudian Seulgi. Beberapa kali meliriknya, membuatku sadar ada satu hal yang masih mengganjal. Keanehan yang masih kurasakan sejak pertama kami bertemu hingga sekarang. Ku raih ponselku dan mengirim chat dadakan pada seseorang. Daripada mati penasaran, lebih baik pasang muka tembok.

Entah apa yang kurasakan ketika menerima balasan Hyuk. Ada perasaan aneh yang menjalar di dadaku tapi tak terlalu mengerti itu apa sehingga kubiarkan begitu saja. Nanti juga hilang, begitulah pikirku saat itu dan mencoba menikmati film yang terpampang di layar besar di depan kami. Tapi sayang, aku tak bisa menikmatinya sama sekali.

Tak bisa kupungkiri kalau ada sesuatu yang kurasakan saat melihat Seulgi. Ku pikir itu sebatas ketertarikan biasa karena memang untuk standar tampan di mataku, Seulgi masuk kategori itu. Tapi yang aneh karena ada getaran lucu di hatiku setiap kali mata kami bertemu, yang sanggup membuatku tertunduk malu. Aneh karena aku tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Tapi untuk mengatakan kalau aku menyukainya mungkin sedikit gegabah, bisa jadi hanya sekedar tertarik karena selain tampan, Seulgi juga menarik. Selain itu dia sangat sopan.

Pikiranku terus melayang. Seandainya tak ada yang menepuk pundakku dan menyadarkanku dari khayalan tingkat tinggi ini, mungkin aku sudah berada di dunia Disney sana. Ternyata aku melamun selama puluhan menit karena kini filmnya sudah habis dan aku tak paham sama sekali isi ceritanya. Semoga tak ada yang bertanya tentang filmnya nanti.

Yerim masih berjalan merapat di sampingku ketika kami sudah di luar bioskop. Harusnya aku merasa aneh, tapi setelah mendapat sedikit pencerahan dari pamannya, aku mulai maklum. Bisa dibilang anak ini tak pernah merasakan bagaimana kasih sayang seorang ibu.

Yup, ibunya, sekaligus istri dari seorang Kang Seulgi, sudah meninggal kurang lebih 2 bulan setelah dia melahirkan Yerim. Sebenarnya aku penasaran tentang penyebabnya, tapi aku sadar tak berhak bertanya tentang hal pribadi seperti itu.

Ada rasa iba sekaligus kagum pada kedua orang itu. Seulgi pasti ayah yang sangat luar biasa sehingga Yerim bisa tumbuh menjadi anak yang sopan seperti itu.

Harusnya kami berpisah di dekat pintu keluar, tapi Yerim malah memegang tanganku yang tentu saja membuatku bingung.

“Yerim, ayolah, Bu Joohyunnya mau pulang.” Seulgi berusaha melepaskan tangan Yerim dariku tapi anak itu tak menurut.

“Mau sama Bu Joohyun.” Aku bingung harus bagaimana. Heran juga kenapa dia begitu ingin bersamaku. Memangnya apa yang dilihatnya dariku?

Jeno membungkuk di depan Yerim. “Nanti kita jalan jalan lagi. Sekarang Yerim pulang dulu, tidur, istirahat, biar nanti punya tenaga buat jalan jalan lagi" bujuk Jeno. "Memangnya Yerim tidak lelah? Atau ngantuk mungkin?”

Aku dibuat takjub melihat apa yang dilakukan adikku. Seorang Jeno, yang pada dasarnya maknae di keluarga kami, anak bengal yang suka bikin ulah, bisa berkata sesopan itu. Dan yang lebih membuatku takjub karena Yerim menurut padanya. Rasanya aku ingin bertepuk tangan.

“Janji jalan jalan lagi?” Yerim mengacungkan kelingkingnya yang langsung disambut oleh Jeno.

“Iya, nanti saya yang bawa Ibu Joohyunnya.”

Wow. Aku kehabisan kata kata melihat adegan di depanku. Yerim tersenyum lebar dengan binar cantik di matanya, yang membuat dadaku terasa hangat. Membuatku ingin terus melihat hal itu di wajah cantiknya.

“Terimakasih untuk hari ini.” Seulgi memandangku dan Jeno bergantian.

Aku mengangguk pelan, tersenyum seadanya sementara Jeno mulai mengoceh tak penting.

“Terimakasih juga. Karena kalian, kakak saya yang seumur hidupnya single ini jadi bisa mengenal dunia luar.”

Ingin rasanya kulakban mulut bocor adikku ini. Apa maksudnya mengatakan informasi seperti itu di depan Seulgi? Memalukan sekali.

Seulgi terkekeh pelan. Dia mengucapkan terimakasih sekali lagi sebelum kami berpisah. Tapi baru beberapa langkah, Seulgi memanggilku yang sontak membuatku dan Jeno menoleh. Dia berjalan ke arahku sambil mengeluarkan ponselnya. “Maaf kalau lancang, boleh minta nomornya?”

Sebelum aku menjawab, lagi lagi Jeno menyambar. “Tentu saja!”

Aku melirik sadis pada Jeno sebelum menerima ponsel Seulgi dan mengetik nomorku kemudian menyerahkannya kembali pada Seulgi. Biar dia yang memberi nama.

Tak lama ponselku berbunyi dan nomor tak dikenal tertera di layar yang langsung dikonfirmasi Seulgi kalau itu nomornya. “Jaga jaga kalau Bu Joohyun takut dapat chat dari nomor asing.”

Dadaku berdegup aneh. Dia serius berniat menghubungiku? “Oke.”

Setelah itu kami benar benar berpisah. Walaupun itu artinya babak permulaan interogasi yang akan kuterima. Aku tahu seperti apa Jeno. Dia tak akan melepau dan akan terus merecoki sampai mendapatkan apa yang dicarinya.

“Berani taruhan, anak itu dan ayahnya menyukaimu.”

Aku hanya menghela napas dalam.

“Oh iya, dia duda cerai atau bagaimana? Agak takut juga kalau tiba tiba ada yang melabrakmu nantinya.”

Akhirnya kuceritakan informasi yang baru kudapat dari Hyuk tadi siang seolah aku sudah tau hal itu sejak lama.

Jeno diam sebentar, terlihat berpikir, yang ku biarkan saja. Setidaknya aku bisa bersiap kalau kalau mulutnya melontarkan pertanyaan ajaib. Tapi lagi lagi Jeno membuatku takjub hari ini. “Kau menyukainya?”

Aku tercenung. Memang benar aku melihatnya beberapa kali ketika dia menjemput Hyuk, tapi untuk bertemu dan ngobrol baru dua kali. Seperti yang ku bilang sebelumnya, terlalu gegabah kalau menyimpulkan apa yang kurasakan ini sebagai rasa suka, walaupun aku tak menampik kalau ketertarikanku padanya sedikit berlebih.

Ya Tuhan, sebenarnya apa yang terjadi padaku? Perkenalan ini begitu singkat, hanya dalam hitungan jari tapi aku juga tak bisa mengelak kalau dia sudah membuatku merasa gelisah tak karuan. Setiap melihatnya, jantungku selalu berdetak lebih cepat. “Belum tau.”

“Jujur saja buatku tak masalah dengan statusnya, juga dengan Yerim, karena yang kulihat dia pria baik baik. Tak ada salahnya kalau kau menyukainya. Yang penting dia tulus mencintaimu, menghormatimu, itu sudah cukup. Kalau masalah tanggungjawab mungkin tidak perlu diragukan lagi. Terbukti saat kita melihat gadis kecilnya.”

Ku pandangi Jeno sambil menenggak habis jus jerukku, seakan kurang yakin kalau laki laki yang duduk di depanku sekarang adalah laki laki yang sama dengan yang biasa ribut denganku. Kusentuh keningnya. “Kau siapa?” aku benar benar tak menyangka dia bisa bijaksana seperti ini.

Jeno langsung melotot kesal. “James Franco! Dasar kakak banyak maunya. Adiknya nakal diomeli, giliran benar diledek. Menyebalkan. Tau begini mending tidur dari tadi.”

Aku terbahak melihat Jeno bangkit dari kursi. Ku hampiri dia dan ku peluk lengannya. “Sorry, Honey. Aku belum terbiasa melihat seorang Jeno waras.” aku membela diri.

“Terserah.” Jeno melengos.

“Tapi terimakasih. Setelah mendengar ucapanmu yang tadi, setidaknya aku tak perlu takut kalau nanti aku menyukai Seulgi.” ucapku jujur.

Mungkin aku belum mengerti dengan apa yang sedang kurasakan. Tapi siapa yang tahu cara kerja hati, kan? Kata kata Jeno membuatku lega karena dia membuatku yakin kalau Seulgi memang pria baik baik. Anggap saja itu lampu hijau darinya kalau suatu saat aku benar benar jatuh cinta pada pria itu.

“Oh hei, aku lupa satu hal.” kulepaskan pelukanku dari tangannya dan berdiri di depan Jeno sambil berlipat tangan di dada.

“Apa?”

“Oppa? Really?!”

Jeno melotot murka sebelum beranjak dengan kekesalan luar biasa dari hadap

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
hi_uuji
#1
Chapter 18: Smile from ear to ear 😭💖😬 GEMASSSS bakal gamon sih sama kekacauan Jeno Jaehyun 😖😖😖 thanks a lot for this heart warning work!
hi_uuji
#2
Chapter 15: AAAAAAAAA GUXHFJDUGGSTSGUC
hi_uuji
#3
Chapter 9: Sumpah ini udah kacau sih 😬😬
ephemeral24_ #4
Chapter 18: mantap ini cerita kedua yg aku baca👍🏻🤩
Boywithluv_ #5
Chapter 18: Gila ini keren bget ?
jasonds #6
Chapter 18: Nice Store banget
Jiyeonnie13
#7
Chapter 18: lanjut ke berumah tangga, maybe? :D
need sequel authornim
Brewingthebear
#8
Chapter 18: Huwaaaa~ udahan story nya... akirnya mereka bersatu di pelaminan xD ada lanjutanya lg ga nih thor???
royalfamily31 #9
Chapter 18: Akhirnyaaaaa happy ever after.. uwuuuu
Thx banget author nim udah nulis cerita serealistis ini. Semua karya author cucok semua, mantuull..

Aku suka banget karakter seulrene disini, terutama irene. Karakter irene buat aku karakter yg realistis banget, agak drama memang, tp ya itulah hidup. Kita cuma bisa melihat dari sudut pandang kita dgn berbagai kerumitan dan konflik batin.

Thx u authornim, ku selalu menunggu update terbarumu hehe.. *genben seulrene lg pleaaseee
JungHi0225 #10
Chapter 18: Ohmygod gw bahagia bgt bacanya. Rasanya nano2 chap trakhir ini. Sedih, seneng, bangga jd satu. Thx u thor udh bikin cerita indah yg selalu gw tunggu. Mdh2n ada sequel stlh menikah. Ngelunjak bgt gw wkwkwk