BAB 7
Spring in LondonBAB 7
Jung Yunho membawanya ke sebuah restoran kecil yang belum pernah dikunjungi Changmin sebelumnya. Mungkin tempat itu tidak bisa disebut restoran, karena tempat itu hanya semacam toko kecil sempit yang khusus menjual fish and chips—yang menurut Yunho adalah yang paling enak di seluruh penjuru London—tanpa meja atau kursi di dalam toko, jadi orang-orang menikmati fish and chips mereka di tepi jalan, di bangku taman, atau sambil jalan. Walaupun begitu toko itu sangat ramai. Antrean pembelinya sangat panjang sampai ke luar toko.
“Jadi kau belum pernah ke sini?” tanya Yunho setelah ia menerima dua bungkus fish and chips yang dipesannya dan keluar ke jalan.
Changmin menggeleng sambil menerima salah satu bungkusan yang diulurkan Yunho dengan alis terangkat. Ternyata fish and chips di sini hanya dibungkus kertas seadanya. Sama sekali tidak... yah, tidak berkelas.
Yunho terkekeh pelan. “Jangan biarkan penampilannya menipumu,” katanya, seoalh-olah bisa membaca pikiran Changmin. “Walaupun penampilan luarnya berantakan, isinya benar-benar berbeda.”
Changmin membuka pembungkusnya sedikit dan langsung mencium aroma harum. Perutnya pun otomatis berbunyi pelan. Ia memandang berkeliling dan bertanya, “Kita akan makan di mana?”
Yunho menggerakkan kepalanya. “Ayo, ikut aku.”
Sekali lagi Changmin mendapati dirinya mengikuti Yunho. Ia agak heran menyadari bahwa laki-laki itu sepertinya lebih mengenal London daripada dirinya sendiri, padahal Changmin sudah tinggal di sini selama hampir tiga tahun.
Ternyata Yunho membawanya ke sebuah taman kecil tidak jauh dari sudut jalan. Changmin juga harus mengakui dalam hati bahwa ini adalah pertama kalinya ia melihat taman ini, atau menyadari keberadaan taman ini di kota London.
Taman itu hanya sebuah taman kecil di sudut jalan, dengan jalan setapak mengelilingi kolam yan gtidak terlalu besar dan pepohonan yan gberderet di sepanjang jalan setapak. Changmin menengadah menatap langit. Matahari terlihat mulai mengintip dari balik awan dan mengintip dari sela-sela dedaunan. Kicau burung yang sesekali terdengar di antara embusan angin menambah kesan damai di taman itu.
Sebenarnya inilah salah satu hal yang sangat ingin dilakukan Changmin, tetapi ia belum pernah mendapat kesempatan melakukannya. Berjalan-jalan santai di taman kota, atau duduk di salah satu bangku panjang yang sering dilihatnya di sana dan tidak melakukan apa-apa. Hanya duduk di bawah sinar matahari dan menikmati hari. Tanpa melakukan apa-apa. Tetapi selama ia tinggal di London, belum pernah sekali pun ia berhasil mewujudkan keinginannya. Pekerjaannya membuatnya selalu sibuk, selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Tidak pernah berhenti sebentar untuk sekadar berdiri dan memandang sekeliling.
“Bagaimana kalau kita duduk di sini saja?”
Suara Yunho membuyarkan lamunannya. Changmin menoleh dan melihat Yunho menunjuk salah satu bangku panjang kosong bercat hijau yang berderet di pinggiran jalan setapak, menghadap kolam. Beberapa bangku di sana sudah terisi. Changmin melihat sepasang suami-istri tua duduk sambil mengobrol di bangku lain, lalu ada seorang pria yang duduk membaca koran sambil menggigit sebuah apel di bangku yang agak jauh dari sana, juga ada dua wanita yang mendorong kereta bayi di sepanjang jalan setapak sambil tertawa-tawa.
“Jangan katakan padaku kau juga belum pernah datang ke sini,” kata Yunho ketika Changmin sudah duduk di sampingnya.
“Memang belum,” kata Changmin. Matanya melahap pemandangan indah di sekelilingnya. Suasana taman yang tenang menyejukkan jiwanya, membuat hatinya terasa ringan melayang, membuat seulas senyum senang tersungging di bibirnya tanpa sadar. “Aku suka di sini.”
Yunho memasukkan sepotong kentang goreng ke dalam mulut. “Ini salah satu tempat yang selalu kukunjungi setiap kali aku datang ke London,” katanya. “Taman ini selalu indah di musim apa pun. Musim semi, musim panas, musim gugur, musim dingin, sebut saja. Tapi aku paling suka taman ini di musim semi, ketika bunga-bunga mulai bermekaran.”
Changmin memandang berkeliling. Ia tidak melihat ada banyak bunga yang mekar di sana.
“Sekarang memang bunganya belum muncul,” kata Yunho, lagi-lagi berhasil membaca pikiran Changmin. “Tunggu beberapa minggu lagi dan kau akan lihat nanti.”
Changmin mengangguk-angguk, lalu membuka bungkusan makan siangnya dan mulai makan. Sedetik kemudian, matanya melebar dan ia menoleh menatap Yunho. “Astaga, ini benar-benar enak,” katanya.
Yunho tersenyum lebar. “Kubilang juga apa.”
Changmin ikut tersenyum dan selama dua atau tiga menit mereka makan tanpa suara, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Kemudian Changmin menghela napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan pelan. “Ini pertama kalinya aku makan sambil duduk di taman,” katanya.
“Kau mengalami banyak hal baru hari ini, bukan?” kata Yunho. “Pertama kali makan fish and chips paling enak di seluruh London, pertama kali menginjak taman ini, pertama kali makan di taman.”
Changmin mengangguk.
“Pertama kali mendapat teman makan yang menyenangkan seperti aku?”
Changmin menoleh menatap Yunho dan tertawa kecil. Lalu ia mengangkat bahu dan menjawab, “Mungkin.”
Yunho tersenyum. “Itu sudah cukup bagus untukku.”
Beberapa menit berlalu tanpa suara, hanya terdengar embusan angin yang lembut dan kicauan burung. Changmin memejamkan mata sejenak. Suasananya benarbenar damai sampai ia merasa ia bisa tidur di sini.
“Kau sering mengunjungi taman seperti ini ketika kau masih tinggal di Jepang?”
Suara Yunho membuat Changmin membuka mata. “Tidak,” sahutnya setelah berpikir sejenak. Baik di Tokyo atau di London, jadwal kerjanya selalu padat. Ia tidak pernah bisa bersantai. “Sebenarnya aku sudah lupa kapan terakhir kalinya aku mengunjungi taman mana pun. Di Kyoto-kah?”
“Kau tinggal di Kyoto?” tanya Yunho.
“Apa? Oh, tidak. Aku tinggal di Tokyo. Ibuku dan ayah tiriku yang tinggal di Kyoto,” sahut Changmin ringan. “Ayah tiriku tidak terlalu suka tinggal di Tokyo, jadi ia dan ibuku pindah ke Kyoto dan membuka toko barang antik di sana. Aku dan adikku tetap di Tokyo karena saat itu kami tidak mau pindah sekolah. Jadi...” Sadar bahwa ia sudah bercerita lebih banyak tentang keluarganya daripada yang diinginkannya, Changmin menghentikan diri sendiri dan bergumam, “Begitulah.”
Tetapi sepertinya Yunho tidak menyadari ucapan Changmin yang terhenti tiba-tiba. Lalu ia tiba-tiba mengalihkan pertanyaan, “Jadi kau punya adik?”
Changmin mengangguk.
“Aku punya seorang kakak perempuan dan seorang kakak laki-laki,” lanjut Yunho.
“Mm, aku pernah mendengarnya dari Yoonhae,” kata Changmin sam
Comments