BAB 10 - 11

Spring in London
Please Subscribe to read the full chapter

BAB 10

 

“Dia benar-benar seperti yang kaugambarkan, Julie.”

Changmin menyesap tehnya sambil tersenyum. Chris sudah mengulang-ulang kalimat itu setidaknya delapan kali sejak Yunho meninggalkan flat mereka kemarin malam sampai pagi ini ketika mereka bertiga berkumpul di dapur kecil mereka.  

“Dia benar-benar tipeku,” tambah Chris lagi sambil menggoreng telur.  

“Singkirkan mimpi itu sebelum kau patah hati,” Julie menyarankan acuh tak acuh dan menguap lebar. Lalu ia menoleh ke arah Changmin.

“Ngomong-ngomong, kau harus mengajaknya menonton pertunjukanku nanti. Ini pertunjukan pertama di mana aku mendapat peran utama, kalian tahu?”  

Tepat pada saat itu terdengar bel pintu berbunyi.  

“Siapa lagi yang datang pagi-pagi begini?” gerutu Chris. “Kalian sedang menunggu seseorang?”  

Julie bangkit dan berjalan ke pintu dengan langkah terseok-seok.

Terdengar pintu terbuka, lalu terdengar suara Julie yang berkata, “Oh, Jijung. Masuklah!”

“Jaejong” gumam Jaejong pelan, seakan ia sudah lelah untuk membetulkan Julie.

Changmin mengangkat wajah dan mengerjap. Jaejong? Dan ia teringat bahwa ia belum bercerita kepada Chris dan Julie tentang kejadian antara dirinya, Jaejong dan Yunho kemarin.  

“Selamat pagi, semuanya,” sapa Jaejong ketika ia muncul di dapur.

“Hei, Jaejong,” sapa Chris sambil melambaikan sebelah tangan.

“Changmin, aku ke sini untuk meminta pendapatmu tentang ini,” kata Jaejong kepada Changmin sambil tersenyum cerah. Ia mengeluarkan dua lembar kertas dari dalam mapnya dan mengacungkannya di depan wajah Changmin. Dua-duanya adalah foto salah seorang aktris Inggris yang sedang populer saat ini, namun dalam pose dan pakaian yang berbeda. “Salah satu dari kedua foto ini akan menjadi sampul depan majalah kita untuk edisi mendatang. Aku benar-benar tidak tahu yang mana yang harus kupilih, jadi aku datang meminta pendapatmu.”   Changmin menatap kedua foto di depannya dan mendesah dalam  hati.

Sebenarnya siap ayang menjadi pemimpin redaksi di sini? Ia tidak keberatan membantu teman, tetapi karena kejadian ini terus berulang, ia mulai bertanya-tanya apakah selama ini dirinya sudah diperalat tanpa disadari.  

“Jaejong, kau juga harus datang menonton pertunjukanku nanti. Ini pertunjukan besar pertamaku,” kata Julie yang menyusulnya ke dapur, kembali duduk di tempatnya semula.  

“Tentu saja,” sahut Jaejong, “kalau aku tidak punya acara penting. Kapan pertunjukanmu itu?”  

“Dua minggu lagi,” kata Julie,  lalu kembali menoleh ke arah Noami.

“Lalu kapan kau akan mengajak Yunho ke pertunjukanku?”  

Changmin melotot ke arah Julie, tetapi sudah terlambat. Mata Jaejong mengerjap dan terarah pada Julie. “Maksudmu Jung Yunho?”  

Chris berbalik dari kompor dan meletakkan sepiring telur di atas meja. “Kau mengenalnya?” ia balas bertanya.  

Changmin menyesap tehnya tanpa berkomentar sementara Jaejong menceritakan kejadian kemarin siang kepada mereka. Ia menceritakan semuanya. Semuanya. Tanpa melewatkan detail kecil apa pun. Semuanya. Tentang bagaimana ibunya dan ibu Yunho berusaha menjodohkan mereka berdua, tentang Yunho yang mengajaknya makan siang bersama, tentang bagaimana mereka langsung cocok,bla bla bla.  

Changmin menyadari lirikan tajam yang dilemparkan Julie dan Chris ke arahnya, tetapi ia pura-pura tidak peduli. Ia tahu apa yang ingin ditanyakan teman-temannya itu, tetapi tidak tahu bagaimana menjawabnya, bagaimana menjelaskannya. Ini bukan salahnya. Jaejong sendiri yang langsung menyerbu masuk tanpa bertanya ataupun meminta izin. Kalau sudah begitu, apa yang bisa Changmin lakukan?  

“Dan kalau kau mau mengajak Yunho, aku bisa meneleponnya,” kata Jaejong di akhir penjelasannya.  

Namun sebelum Jaejong menyelesaikan ucapannya, Changmin sudah masuk ke dalam kamar, meraih ponsel dan menekan nomor Yunho.  

* * *  

Yunho masih berbaring di tempat tidur ketika ponselnya berdering. Ia mengerang pelan, tapi langsung terbatuk-batuk. Ia memaksa dirinya bangkit duduk dengan susah payah dan meraih ponsel yang tergeletak di meja di samping tempat tidur. “Halo?”  gumamnya serak, dan kembali terbatuk-batuk.  

“Hyung, ada apa denganmu?”  

Walaupun kepalanya terasa berat dan seluruh tubuhnya lemas, Yunho masih bisa tersenyum mendengar suara Changmin yang bernada cemas bercampur curiga.  

“Aku tidak tahu,” gumam Yunho pelan. “Badanku panas dan lemas, tenggorokanku sakit, dan kepalaku serasa seperti batu. Sudah begini sejak aku bangun tadi pagi.”  

“Kemarin Hyung baik-baik saja,” kata Changmin lagi. Ia terdiam sejenak, lalu bertanya ragu, “Apakah gara-gara sesuatu yang kaumakan di tempatku kemarin malam?”  

Yunho kembali berbaring dan memejamkan mata, berharap rasa pusingnya bisa berkurang. “Tidak. Aku yakin bukan itu,” sahut Yunho.

“Kurasa aku tertular salah seorang rekan kerjaku di kantor.”  

“Hyung sudah ke dokter? Minum obat?” tanya Changmin.  

Yunho menggeleng walaupun ia tahu Changmin tidak bisa melihatnya. “Nanti saja. Terlalu lemas untuk bangun. Aku mau berbaring sebentar.”  

Jeda sejenak di ujung sana, lalu Changmin bertanya, “Hyung... Hyung mau aku pergi ke sana?”  

“Kau akan datang kalau kuminta?” Yunho balas bertanya.  

“Yah... tentu saja. Kalau Hyung mau.”  

Yunho tersenyum tipis. Changmin bahkan tidak berhasil menyingkirkan keraguan dari nada suaranya. Selama Yunho mengenal Changmin, ia sudah berhasil mengetahui beberapa hal tentang diri pemuda itu. Pertama, Shim Changmin selalu bersikap waswas di depan laki-laki. Hal ini membuat Yunho lega karena itu berarti Changmin tidak bersikap gugup dan resah hanya di depan Yunho. Namun hal itu juga menimbulkan pertanyaan lain: Kenapa Changmin enggan berhubungan dengan laki-laki? Walaupun hubungan mereka sudah mengalami banyak kemajuan kalau dibandingkan dengan pertemuan pertama mereka, Yunho merasa Changmin masih menahan diri.   Hal kedua yang disadari Yunho adalah Changmin masih tidak suka disentuh. Dan sampai sekarang Yunho masih belum tahu alasannya.  

“Terima kasih, tapi itu tidak perlu,” kata Yunho pada akhirnya. Ia tahu Changmin akan datang kalau ia memintanya, tetapi ia tidak ingin memaksanya. Ia ingin Changmin membuka diri atas pilihannya sendiri. “Aku yakin ada obat di sekitar  sini. Aku hanya akan tidur sebentar. Setelah itu aku berjanji aku akan minum obat. Dan aku yakin setelahitu aku akan sembuh. Tenang saja.”

“Hyung akan meneleponku kalau kau membutuhkan sesuatu?” tanya Changmin.   Suaranya masih terdengar cemas.  

“Tentu saja.”  

“Kalau begitu aku tidak akan mengganggumu lagi, Hyung. Istirahatlah. Jangan lupa telepon aku kalau ada apa-apa.”  

“Kau orang pertama yang akan kuhubungi, Changminnie.”  

Setelah menutup telepon, Yunho terbatuk-batuk sebentar sambil kembali meringkuk di balik selimut. Ini benar-benar menjengkelkan. Ia tidak suka merasa sakit dan merasa tak berdaya seperti ini. Ia benar-benar harus mencari obat. Dan kalau ia masih belum membaik setelah minum obat, ia sudah pasti harus ke dokter.  

Tiba-tiba ponselnya berbunyi lagi. Yunho mengerang  dan berpikir seharusnya ia mematikan ponselnya saja seharian ini supaya bisa beristirahat dengan tenang. Ia meraba-raba ranjang mencari ponsel yang tadi dilepaskannya begitu saja. Mengangkat ponsel ke telinga saja membutuhkan segenap kekuatannya. “Ya?” gumamnya pendek. Dua detik kemudian matanya terbuka. “Oh, Jaejong?”  

* * *  

Siang itu Changmin masih merasa khawatir. Ia ingin menelepon Yunho tetapi takut mengganggu istirahat laki-laki itu. Selama beberapa menit terakhir, ia duduk di meja tulisnya yang menghadap  jendela di kamar tidurnya. Ia tidak punya jadwal kerja hari ini. Ia memang sengaja mengatur agar hari ini ia bisa berlibur. Sudah lama ia ingin pergi ke kota untuk melihat-lihat dan berbelanja, namun tentu saja ia tidak bisa menikmati acara belanjanya kalau terus memikirkan Yunho.  

Ia sedang memutuskan apa yang sebaiknya dilakukannya keika ponselnya tiba-tiba berbunyi. Ia melirik layar ponsel yang tergeletak di meja dan cepat-cepat menjawabnya. “Yunho Hyung?”

“Changminnie, kau bisa datang ke sini?” Suara Yunho terdengar lirih dan lemah. Napasnya juga terdengar berat, seolah-olah butuh usaha besar hanya untuk berbicara.  

“Tolonglah... Tolong datang ke sini.”  

Kini Changmin sama sekali tidak ragu. Keraguan apa pun yang tadi pagi masih ada langsung digantikan oleh rasa panik dan cemas. Ia langsung melompat berdiri dari kursi dan berkata, “Aku akan segera ke sana.”  

Tidak terlalu lama kemudian, Changmin sudah berdiri di depan pintu flat Yunho di Mayfair. Ia membunyikan bel dan menunggu dengan tidak sabar. Tetapi matanya melebar kaget ketika pintu terbuka dan ia melihat siapa yang berdiri di sana. “Jaejong?”  

Kim Jaejong yang membuka pintu dari dalam juga terlihat heran. “Oh, Changmin?”  

Sesaat Changmin tidak bisa berkata-kata. Kepanikan dan kecemasannya selama perjalanan ke sini memudar sedikit dan digantikan sesuatu yang tidak bisa diartikannya. Kenapa Jaejong ada di dalam flat Yunho? Sedang apa dia di sana? Ada apa ini? Semua pertanyaan itu simpang siur dalam benak Changmin. Namun satu hal yang disadarinya. Ia tidak suka melihat Jaejong di sana, di flat Yunho.  

Lalu mata Changmin beralih ke arah sosok Yunho muncul di belakang Jaejong. “Changminnie, kau sudah datang,” kata Yunho. Suaranya terdengar lega.   Penampilan Yunho benar-benar kacau. Wajahnya pucat pasi, bibirnya kering, rambutnya acak-acakan. Kaus hitam lengan panjang dan celana panjang putihnya terlihat kusut. Ia terlihat lemah dan sakit.  

Banyak hal yang berkelebat dalam benak Changmin, namun begitu melihat Yunho, hanya satu hal yang terpikirkan olehnya. “Kenapa Hyung tidak berbaring dan beristirahat?” tanyanya dengan alis berkerut.  

Yunho mengayunkan tangan dengan lemah.”Masuklah dulu dan setelah itu kau boleh mengomeliku.”  

Changmin melangkah masuk dan menoleh ke arah Jaejong. “Jaejong, kok kau ada di sini?” tanyanya sambil berusaha menjaga suaranya terdengar ringan.  

Jaejong tersenyum. “Tadi aku menelepon Yunho untuk mengajaknya ke pertunjukan Julie dan dia bilang dia sedang sakit. Jadi aku langsung datang untuk menawarkan bantuan.”  

“Oh, begitu,” gumam Changmin, tidak tahu lagi harus berpikir apa. Seharusnya ia melakukan apa yang dilakukan Jaejong. Seharusnya ia juga langsung datang ketika mendengar Yunho sedang sakit. Bagaimanapun juga, Yunho adalah temannya dan seharusnya ia tidak ragu-ragu membantu teman yang sedang sakit. Ia menoleh ke arah Yunho dan bergumam, “Maafkan aku karena baru datang.”  

Yunho berdiri bersandar di dinding. Tangannya mencengkeram pinggiran meja kecil di samping pintu. Ia terlihat sangat lemah, tapi ia masih bisa tersenyum kepada Changmin.  

“Sebaiknya kau duduk,Hyung.”kata Changmin kepada Yunho.  

Yunho menurut tanpa membantah. Ia berjalan masuk ke ruang duduk, diikuti Changmin dan Jaejong, lalu mengempaskan diri ke salah satu sofa. Jelas sekali ia lega karena tidak perlu berdiri lebih lama lagi. “Jaejong,” gumamnya sambil mengayunkan tangan ke arah Jaejong, “sudah sangat baik karena sudah membantuku sejak pagi tadi walaupun aku tahu dia pasti sangat sibuk.”  

Changmin menoleh ke arah Jaejong dan temannya tersenyum lebar. “Aku tidak keberatan membantu. Dan kalau aku tidak masuk kantor sehari, tidak akan terjadi bencana,” sahut Jaejong, lalu menatap Yunho. “Lagi pula, aku tidak mungkin meninggalkanmu sendirian di sini. Bagaimana kalau kau membutuhkan sesuatu?”  

Yunho mengangguk. “Mungkin kau benar. Tapi karena sekarang Changminnie sudah ada di sini, aku yakin dia bisa menemaniku dan memastikan aku tidak jatuh pingsan atau semacamnya. Lagi pula hari ini dia tidak punya jadwal kerja, jadi dia pasti tidak keberatan.” Ia mendongak menatap Changmin yang berdiri di sampingnya. “Kau tidak keberatan, bukan?”  

Changmin mengalihkan tatapannya dari Jaejong dan menunduk menatap Yunho. “Tentu saja tidak.”  

Jaejong menatap mereka berdua bergantian, lalu mengangkat bahu. “Baiklah kalau begitu,” katanya ringan. Lalu ia menoleh ke arah Changmin dan menambahkan, “Aku senang kau bisa datang dan menjaga Yunho. Terima kasih.”  

Changmin mengerjap. Apakah hanya perasaannya atau apakah Jaejong benar-benar berbicara dengan nada seolah-olah Yunho adalah tanggung jawabnya dan Changmin hanyalah seseorang yang diminta datang untuk membantu? “Tentu saja,” gumam Changmin singkat.  

“Kau tahu kau bisa meneleponku kapan saja kau butuh sesuatu,” kata Jaejong sementara ia mengumpulkan barang-barangnya.  

“Terima kasih banyak, Jaejong. Kau benar-benar baik,” kata Yunho sambil tersenyum lemah.  

Setelah Jaejong pergi dan Changmin menutup pintu, Changmin berdiri sejenak di sana, cemberut ke arah pintu. Lalu ia berbalik dan berjalan kembali ke ruang duduk.  

“Aku mau berbaring sebentar,” gumam Yunho lelah. “Kau boleh... entahlah... yah, anggap saja rumah sendiri.”  

Changmin ragu sejenak, menatap Yunho yang mencoba berdiri dengan agak terhuyung. Akhirnya ia mengambil keputusan. Ia menghampiri Yunho yang berjalan terseok-seok ke kamar sambil berpegangan pada dinding. “Biar kubantu,” katanya sambil memegang lengan Yunho.  

Yunho berhenti melangkah dan menatap Changmin, lalu matanya beralih ke tangan Changmin yang memegang lengannya. Changmin bisa melihat kebingungan di mata Yunho yang agak merah.  

Changmin menatap mata Yunho lurus-lurus dan berkata tegas, “Hyung bisa jatuh kalau tidak dibantu.”  

Yunho mengerjap, lalu mengangguk lemah. “Ya... ya, kurasa kau benar.”  

Changmin membantunya masuk ke dalam kamar dan menyelimutinya. Karena Yunho tidak berselera makan, Changmin harus memaksanya makan biskuit sedikit sebelum minum obat. “Hyung terlihat kacau,” kata Changmin ketika Yunho sudah berbaring kembali di tema

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
vitachami
#1
Chapter 25: Sorry crys, saya baru baca ceritanya..
Cerita ini benar2 bagus dan membuat saya berbunga2..
Walaupun ini remake dari novel, tapi klo di edot jadi homin rasanya lebih wow, terima kasih karena sudah mengupload dsini..
Semoga terus berkarya yaa n sukses buat kmu
Dilian
#2
Chapter 25: yeeeeeiii, gk bs berkata ap2, hnya makasih udah buat novel ilana tan jdi ff homin,
Dilian
#3
Chapter 19: selalu bagian ini jdi favku,aaaah, sekarang tmbah jdi fav ku krna homin...
Dilian
#4
Chapter 15: Baca novelny udah bertahun2 yg lalu, dan baca lagi tpi dg versi homin, ngerasa seneng aja,hahaha, aku suka bget ff ini d buat homin version, udah baca smpe chapter ini dan ttep gk bs ilangin rasa deg2an,sma puas ngebaca yunho sm changmin, rasanya mau meledak saking happy ny, hehe
Dilian
#5
Chapter 2: tanpa sengaja ketemu FF ini, dan berhubung udah pernah baca novel ny Ilana Tan ini, jdi ny tambah penasaran gimana novel ny d buat versi homin uggggh, gk bs berhenti senyum2 sendiri ngebayangi si changmin as naomi, hahaha bru baca satu chapter aja udah penasaran bgeeet, like it so far,
MaxRen13 #6
Chapter 25: Loading...

End??? Serius??? Gantung bgt kek pilem jpang
MaxRen13 #7
Chapter 24: Oh my! Scene tbc-nya sinetron abis T.T
Hhahahahahha
MaxRen13 #8
Chapter 23: Yaaa.. Yun lo cembukur ma kmbarannya changmin T. T
MaxRen13 #9
Chapter 22: Maaf aku bru smpet baca..
Aku lnjut..
Bigeast88 #10
Chapter 25: Thor, bakal ad side storynya gaa??? :'3 ya mungkin potosyutnya pake kostum pengantin *plak
Ato mungkin encehnya *ngarep *oy