BAB 3
Spring in LondonBAB 3
Hari pertama syuting sangat melelahkan karena seharian itu Sutradara Kang memutuskan untuk mengambil adegan di luar ruangan. Lokasi syuting hari itu berkisar di Hyde Park dan West End, terutama di Piccadilly Circus.
Tentu saja syuting di tempat umum bukan hal yang gampang karena sisa-sisa musim dingin masih terasa dan banyak orang berlalu-lalang. Namun Sutradara Kang adalah sutradara yang perfeksionis. Ia sangat memperhatikan gerak-gerik Changmin di depan kamera, dari ekspresi wajah, posisi tubuh, langkah kaki, gerakan tangan, bahkan sampai tatapan mata.
“Cut!” seru Sutradara Kang untuk yang kesekian kalinya.
Changmin menegakkan tubuh dan menoleh ke arah si sutradara. Langit sudah berubah gelap sejak berjam-jam yang lalu. Mereka pun sudah mengulangi adegan di depan toko barang antik bercat merah cerah ini sedikitnya enam kali dan tidak ada satu adegan pun yang memuaskan bagi Sutradara Kang.
“Kali ini coba kau menyeberang jalan dari sana ke sini,” kata Sutradara Kang ketika ia sudah berada di samping Changmin, “lalu berhenti sebentar di depan toko ini, melongok ke dalam, seolah-olah kau ragu, lalu kau masuk. Oke? Kita coba yang ini.”
Changmin tersenyum dan mengangguk walaupun rasa lelah mulai menjalari tulangnya dan tubuhnya menggigil. Ditambah lagi kakinya terasa sakit dalam sepatu bot yang kekecilan. Tentu saja ini bukan pertama kalinya ia merasakan semua itu. Sebagai model pekerjaannya sangat menuntut waktu dan tenaganya. Ia pernah pulang ke rumah pada pukul dua pagi setelah tampil di London Fashion Week sepanjang hari dan harus keluar lagi dari rumah pada pukul empat pagi untuk acara pemotretan di Cornwall. Jadi rasa lelah sama sekali tak asing baginya, malah kadang-kadang ia merasa ia membutuhkan perasaan lelah itu.
Sutradara Kang mengangguk. “Kita akan mulai lima menit lagi,” katanya, lalu berjalan ke salah seorang kamerawan di sana. Yoonhae bergegas membawakan jaket untuk Changmin. “Terima kasih,” gumam Changmin sambil mengenakan jaketnya dan menjejalkan tangan ke saku.
“Duduk di sini,” kata Yoonhae sambil mendorong Changmin ke salah satu bangku di dekat cahaya lampu dan mulai memperbaiki riasannya.
Ketika Yoonhae pergi mengambil peralatannya yang lain, Changmin memejamkan mata sejenak. Waktu istirahat yang didapatkannya hanyalah sedikit waktu di sela-sela pekerjaan seperti ini. Changmin tidak tahu apakah ada orang yang pernah menghargai lima menit waktu luang seperti dirinya.
Tiba-tiba ia mencium aroma yang enak. Matanya terbuka dan langsung dihadapkan pada secangkir teh yang mengepul.
“Capek?”
Mendengar suara rendah dan asing itu, Changmin mengangkat wajah dan langsung bertatapan dengan mata gelap Jung Yunho yang ramah.
Sejak pertemuan pertama mereka pagi tadi, sepanjang hari itu mereka sama sekali belum sempat saling bicara. Mereka sama sekali belum melakukan adegan bersama dan adegan mereka masing-masing diambil secara terpisah. Dan setiap kali tidak berada di depan kamera, Yunho langsung kembali pada perannya sebagai asisten Sutradara Kang, sibuk di belakang kamera. Changmin tahu dari Yoonhae bahwa tujuan utama Yunho datang ke London sebenarnya memang untuk bekerja dengan Kang Jaewon dan laki-laki itu hanya setuju menjadi model di video musik ini tanpa dibayar adalah karena si penyanyi adalah teman baiknya.
Karena Changmin tetap bergeming, Yunho meraih tangan Changmin, ingin membuatnya menerima cangkir kertas yang disodorkan. Tetapi Changmin langsung tersentak dan secepat kilat menarik kembali tangannya. Yunho mengerjap dan menatap Changmin dengan alis terangkat heran.
Walaupun udara terasa dingin, Changmin merasa pipinya memanas. Selama beberapa detik tidak ada yang bergerak. Lalu Yunho menghela napas dan menempelkan cangkir kertas yang hangat itu ke tangan Changmin. “Ini. Minumlah. Kau akan merasa lebih baik,” katanya ringan.
Changmin menggenggam cangkir kertas yang disodorkan itu dengan kedua tangan. Ia mendesah pelan ketika merasakan kehangatan menjalari ujung jari dan tangannya. Sedikit ketegangan pun menguap dari pundaknya.
“Sutradara Kang memang agak keras, tapi dia selalu berhasil mendapat gambar yang bagus,” kata Yunho sambil memasukkan kedua tangan ke saku celana. “Kau akan lihat nanti.”
Changmin menatapnya sejenak, lalu mengangguk singkat. Tepat pada saat itu terdengar suara Sutradara Kang yang menyatakan syuting akan dimulai lagi.
Yunho menoleh kearah si sutradara, lalu kembali menatap Changmin. “Bertahanlah sebentar lagi,” katanya sambil tersenyum menghibur sebelum berbalik dan meninggalkan Changmin.
Changmin menatap punggung Yunho yang menjauh sejenak, lalu menunduk menatap cangkir teh yang masih penuh dan bergetar dalam genggamannya. Ia menarik napas dalam-dalam, mengembuskannya, dan meletakkan cangkir itu ke tanah.
* * *
Akhirnya syuting hari itu selesai juga.
Changmin mengusap-usap bagian belakang lehernya sambil mengumpulkan barang-barangnya. Ia menatap jam yang tertera di layar ponsel. Kalau ia bergegas, ia bisa naik kereta bawah tanah yang terakhir. Besok ia harus bangun pagi-pagi karena ia diminta tiba di lokasi syuting jam delapan pagi. Sekarang ini ia hanya ingin tidur.
“Changmin.”
Changmin berbalik ketika mendengar Sutradara Kang memanggilnya. “Ya?”
“Kau akan pulang sendirian?” tanya Sutradara Kang.
“Ya,” sahut Changmin dan tersenyum. “Tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa. Aku masih sempat naik kereta terakhir.”
Sutradara Kang mengerutkan kening sejenak. “Sekarang sudah terlalu larut. Tidak baik membiarkanmu berjalan sendirian,” katanya.
Kemudian ia memandang berkeliling, ke arah para staf produksi yang sedang sibuk mengumpulkan dan merapikan perlengkapan. Matanya berhenti pada Yunho yang sedang membantu mengangkat perlengkapan ke mobil van.
“Oi, Yunho,” seru Sutradara Kang.
Yunho menoleh. “Ya?”
“Kau bisa mengantar Changmin pulang?” tanya Sutradara Kang dalam bahasa Inggris kepada Yunho. “Aku tidak mau dia pulang sendirian malam-malam begini.”
Mata Changmin melebar. “Tidak,” katanya cepat. Terlalu cepat dan terlalu keras sampai kedua pria itu menoleh memandangnya. Changmin menggoyang-goyang
Comments