BAB 17
Spring in LondonBAB 17
Park Donghyun membaringkan tubuhnya yang sakit ke ranjang di kamar hotelnya dan menyentuh pipi kirinya yang mulai bengkak. Bagaimana mungkin ia bisa pulang ke Seoul besok dengan wajah amburadul seperti ini?
Orang-orang pasti akan bertanya. Mereka pasti akan curiga. Apa yang harus dikatakannya pada mereka? Lagi pula apa yang merasuki Yunho malam ini? Donghyun belum pernah melihat Yunho mengamuk seperti itu sebelumnya.
Bel pintu kamarnya berbunyi dan ia mengerang keras. “Oh, sialan. Apa lagi sekarang?”
Dengan langkah berat ia berjalan ke pintu dan membukanya. Tubuhnya langsung membeku begitu melihat siapa yang berdiri di luar pintu.
“Kau,” gumamnya dengan nada waswas.
Jung Yunho berdiri di hadapannya dengan wajah marah dan kedua tangan dijejalkan ke saku celananya, berusaha menahan diri untuk tidak melayangkan tinju dengan membabi-buta ke arah Donghyun.
“Kau... Apakah kau datang ke sini untuk menghajarku lagi?” tanya Donghyun dengan suara yang diusahakan terdengar datar walaupun diam-diam ia menelan ludah.
Yunho menatapnya sejenak, lalu bergumam, “Tidak.”
Donghyun tidak percaya. Tatapan Yunho terlalu dingin bagi orang yang datang dengan maksud baik. Sebelah tangan Donghyun masih menahan pintu, siap membanting pintu itu di depan wajah Yunho kalau pria itu melakukan gerakan mencurigakan. Saat itu Yunho benar-benar terlihat seperti pembunuh bayaran. Sialan, Donghyun mengutuk dalam hati.
Seharusnya ia tidak mendekati model bernama Shim Changmin itu. Walaupun Seungho dan Yunho memiliki sifat yang jauh berbeda, Donghyun bisa melihat satu kemiripan di antara kakak-beradik itu. Mereka berdua sama-sama tidak suka melihat apa yang menjadi milik mereka diganggu gugat.
Oh ya, dan satu kemiripan lagi. Sepertinya, kakak-beradik itu juga memiliki selera yang sama dalam hal pria.
“Bagaimana kau bisa tahu aku menginap di hotel ini?” Donghyun untuk mengalihkan pikirannya dari hal-hal yang berbahaya.
“Aku bertanya,” kata Yunho singkat. Bukan hanya tatapannya, nada suaranya pun terdengar dingin.
Donghyun mulai berkeringat dingin. Ia bisa membayangkan Yunho menelepon semua hotel yang ada di London untuk mencari tahu tentang keberadaan dirinya. Kalau memang itu yang terjadi, masalah ini bisa sangat serius. Sialan... sialan...
“Tidak mengundangku masuk?‟ tanya Yunho. Donghyun menyadari Yunho sudah melepas sikap hormatnya. Yunho tidak memanggilnya dengan sebutan ‘Hyung’ seperti biasa. Berusaha tidak menunjukkan ketakutannya—bagaimanapun juga Yunho lebih muda darinya dan Donghyun tidak mungkin menunjukkan bahwa ia sebenarnya takut pada adik temannya itu—Donghyun mengangkat bahu dan melepaskan tangannya dari pintu.
Yunho melangkah masuk dan menutup pintu. Donghyun berjalan menjauh, berusaha tidak berdiri terlalu dekat dengan Yunho. Tapi ternyata Yunho juga tidak bermaksud mendekatinya.
“Jadi,” kata Donghyun lalu berdeham, “kalau kau ke sini bukan untuk menghajarku, apa yang kauinginkan?”
“Aku ingin tahu apa hubunganmu dengan Changmin,” gumam Yunho rendah. Tatapannya yang tajam menusuk membuat nyali Donghyun langsung ciut.
“Hubungan? Hubungan apa? Aku tidak menger...”
“Dan aku inign tahu apa maksud kata-katamu padaku sewaktu pesta tadi.” Kali ini Donghyun merasa dirinya bisa mengembuskan napas lega. Ah, jadi alasan Yunho ke sini memang bukan untuk menghajarnya. Yunho ingin tahu apa hubungan Shim Changmin dengan almarhum kakaknya.
“Maksudmu ketika aku berkata bahwa kau dan kakakmu memiliki selera yang sama?” tanya Donghyun menegaskan.
Mata Yunho menyipit. Tatapannya itu seakan ingin mencabik-cabik Donghyun di tempat. “Ceritakan dari awal,” katanya dengan nada rendah dan datar.
Donghyun mendesah dan duduk di salah satu kursi di dekatnya sambil meringis kesakitan. Tulang-tulangnya terasa nyeri. “Ceritanya tidak panjang. Itu hanya hubungan semalam.”
Ia langsung bisa melihat perubahan dalam diri Yunho. Tubuh Yunho berubah tegang dan ia bisa melihat otot rahang Yunho berkedut. Oh, sialan, batin Donghyun. Sebaiknya ia mengatakan apa yang ingin didengar Yunho supaya laki-laki itu segera pergi dari sini.
“Seungho pertama kali bertemu dengan pemuda itu di pesta,” tutur Donghyun cepat. “Tiga tahun yang lalu. Di Jepang.”
“Teruskan.”
Donghyun menelan ludah. “Aku dan kakakmu pergi ke Tokyo untuk membuat film dokumenter, bekerja sama dengan salah satu stasiun televisi di Jepang. Suatu hari kami diundang menghadiri pesta yang diadakan oleh salah seorang perancang busana yang baru saja menggelar fashion show di Tokyo. Pemuda itu—model bernama Changmin itu—adalah model utamanya. Kakakmu langsung terpesona padanya sejak pertama kali melihatnya.”
Yunho tidak berkomentar, hanya berdiri bersandar di dinding dengan kedua tangan yang masih dijejalkan ke dalam saku celana panjangnya.
Please Subscribe to read the full chapter
Comments