Chapter 48
Complicated Love StoryMinhyuk memegangi pelipisnya yang terasa sakit. Kepalanya masih terasa sakit, seperti dijatuhi beban berton-ton beratnya. Kelihatannya efek alkohol yang diminumnya semalam belum sepenuhnya hilang.
“Kau sudah bangun?”
Minhyuk memperhatikan sosok yang bersuara tadi. Seorang gadis yang selalu mengalihkan perhatiannya. Dan kini sosok itu mampu sekali lagi membuatnya cukup terpana.
“Ke marilah, oppa. Aku membuat pancake untuk sarapan kita.” Minhyuk sama sekali tidak bersuara untuk sekedar menanggapi ocehan gadis itu.
“Hmm, kau tahu. Aku baru saja mencoba resep baru. Dan kurasa ini akan terasa enak sekali,” tambah gadis itu sambil mengacung-ngacungkan spatulanya di udara. Minhyuk menyunggingkan senyumnya begitu melihat aksi gadis itu. Manis. Yah, Soojungnya memang selalu tampak manis.
Setelah sarapannya siap, Minhyuk segera memakannya dengan lahap. Pemuda itu tampak terlalu fokus menikmati pancake buatan Soojung, hingga lupa memberi komentar pada masakan Soojung itu. Soojung hanya tersenyum kecil memandangi tingkah Minhyuk. Dia menopang dagunya dengan sebelah tangan tanpa mengalihkan perhatiannya sedikitpun dari tunangannya ini.
Meski begitu, sejujurnya Soojung merasa aneh sejak kemarin. Pemuda yang selalu ceria dan kelewat cerewet ini mendadak menjadi sosok yang diam. Dia sama sekali tidak berbicara pada Soojung saat perjalanan pulang dar kencannya kemarin. Dan yang membuat Soojung lebih bartanya-tanya adalah mengenai kedatangan Minhyuk ke rumahnya. Memang wajar jika Minhyuk mengunjunginya. Wajar sekali. Hanya saja, menjadi tidak wajar ketika pemuda itu datang tengah malam, dan dalam kondisi mabuk. Perlu digaris bawahi, dalam kondisi mabuk.
Aku mencintaimu, Sojungie.
Satu kata yang diucapkan Minhyuk kemarin malam masih membekas di otak Soojung.
Jangan tinggalkan aku. Ku mohon. Aku mencintaimu.
Soojung sedikit tersentak begitu mengingat kelanjutan ucapan Minhyuk. Benar, pemuda itu semalam tiba –tiba datang, tersenyum dan tertawa tidak jelas, selanjutnya memeluk Soojung dengan erat sambil menggumamkan kalimat itu. Setelahnya pemuda itu K.O, tak sadarkan diri. Kenapa pemuda itu bisa mengatakannya?
“Soojung.”
“Eoh?” sahut Soojung yang mulai kembali ke alam nyata.
“Kau tidak makan?”
Soojung menggeleng pelan, “Tidak, oppa saja,” katanya sambil memasang senyuman manis.
Minhyuk hanya menganggukkan kepalanya, tidak berniat memaksa. “Kau akan ke kantor hari ini?”
“Yah, begitulah,” jawab Soojung sekenanya. Dan Minhyuk hanya memberi tanggapan dengan ber-oh ria.
“Eum, oppa.”
“Ya?”
“Tak apa jika kutinggal sekarang? Aku benar-benar harus pergi,” ucap Soojung dengan nada menyesal.
Minhyuk hanya mengangguk sambil tersenyum. “Tentu saja. Pergilah, aku juga akan segera pulang setelah sarapan kok.”
“Okay.”
O0O
“Kau yakin tidak mau kuantar?”
“Iya. Oppa pulang saja. Bukankah hari ini oppa akan ke rumah sakit lagi?”
Minhyuk menepuk dahinya pelan, “Ah, iya. Aku benar-benar lupa.”
“Ckkks, kau masih mabuk ya?”
“Anniyo. Aku sudah sadar, kok. Sungguh.” Minhyuk mengacungkan kedua jarinya membentuk tanda peace.
“Baiklah, aku berangkat dulu kalau begitu, bye,” pamit Soojung sambil melambaikan tangannya.
Soojung menghentikan niatnya untuk segera memasuki taksi ketika lengannya baru saja ditangkap Minhyuk.
Cup.
“Hati-hati.” Minhyuk menepuk pelan puncak kepalanya. Selanjutnya, pemuda itu sempat menyunggingkan senyum yang terasa hambar saat sosok sang gadis hilang bersama taksi yang ditumpanginya.
Minhyuk menghela napasnya singkat, lalu berjalan menuju tempat mobilnya di parkir. Langkahnya terhenti begitu melihat sosok yang tidak terlalu asing di matanya. Kim Jongin. Tentu saja Minhyuk tidak melupakan pemuda itu. Terlebih setelah mengetahui bahwa Kim Jongin punya ikatan yang cukup kuat dengan tunangannya.
Jongin, yang sedari tadi merasa diperhatikan segera menoleh dan menangkap bayangan Minhyuk. Dengan sangat terpaksa, Jongin mengumbar senyum ramahnya pada pemuda itu. Huh, Jongin benar-benar tidak berharap melihat pemuda yang satu itu lagi. Karena melihatnya akan mengingatkan Jongin pada Soojung kembali.
“Hai,” sapa Minhyuk.
“Oh, hai,” inilah yang paling malas Jongin lakukan, berbasa-basi.
Minhyuk terlihat menimbang sejenak. kemudian pemuda itu akhirnya memantapkan hati. Hembusan napasnya terasa berat, seolah sedang mengambil sebuah keputusan yang bisa dibilang sulit.
“Hei, Kim Jongin bisa bicara sebentar?”
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kedua orang itu –Jongin dan Minhyuk, sama sekali tidak bersuara semenjak tadi. Mereka hanya memandangi secangkir kopi di hadapan mereka dengan pandangan menerawang. Kentara sekali bahwa mereka tengah sibuk dengan pikiran masing-masing.
“Kau dan Soojung, apakah ada sesuatu yang tidak kuketahui tentang kalian?”
Satu pertanyaan Minhyuk itu mampu membuat suasana hening yang mereka ciptakan tadi terasa aneh. Malah mungkin terasa lebih tegang.
“Apa yang ingin kau ketahui? Kurasa Krystal telah menjelaskannya padamu,” jawab Jongin sedatar mungkin. Pertanyaan tadi cukup mengusik pertahanannya sejak tadi. Jadi, jangan salahkan jika dia menanggapinya dengan sedikit emosi.
“Yah, dia hanya menceritakan bahwa kalian rekan kerja yang kebetulan bertetangga,” terang Minhyuk.
“Tapi aku baru mengetahui bahwa kau cukup dekat dengan Soojungku,” lanjut Minhyuk. Dia kembali mengingat pembicaraan Jinri dan Soojung kemarin. Dia tanpa sengaja menguping pembicaraan mereka. Dan satu hal yang cukup membuatnya pusing adalah, penyebutan nama Kim Jongin.
“Soojungmu?” desis Jongin.
“Yah, tentu saja aku dekat dengan Soojung.” Minhyuk sedikit merasa aneh saat pemuda di hadapannya ini mulai memanggil gadisnya dengan sebutan Soojung. Bukan Krystal lagi.
“Aku bahkan mengenalnya sejak di kandungan. Kami teman sepermainan sejak kecil. Lebih tepatnya sahabat. Aku, Soojung, Jinri dan Sehun.” Jongin tersenyum saat mengatakannya. Ada yang lucu? Tentu saja, karena dia baru menyebut nama Jinri dan Sehun. Mana mungkin tunangan Soojung ini mengenal mereka.
“Dan kurasa kau cukup tertarik soal yang satu ini,” lanjut Jongin sambil menyadarkan punggungnya pada bangku.
“Kami, aku dan Soojung sempat menjalin hubungan saat di SMA.”
“Hubungan?”
“Perlukah aku juga menjelaskan detailnya padamu? Kurasa kau cukup pintar untuk memahami penjelasanku,” jawab Jongin.
“Ah, jadi kau orangnya,” gumam Minhyuk sambil tersenyum masam. Dia jadi teringat pada sosok Soojung yang dingin sebelum ini. Setahunya itu disebabkan trauma masa lalu. Hubungan dengan mantan kekasihnya yang ternyata adalah Jongin.
Soojung, kebetulan gadis itu berkuliah di tempat yang sama dengannya. Gadis yang berada tiga tingkat di bawahnya itu, terkenal dengan karakternya yang dingin. Tetapi, meski selalu bersikap dingin, Soojung malah menjadi popular. Dia merupakan salah satu primadona di kampusnya. Itulah yang juga membuat Minhyuk –yang kebetulan saat itu berada di tahun terakhirnya menempuh jenjang perkuliahan, sedikit tertarik. Lebih tepatnya sangat tertarik. Sayang, dia sama sekali tidak berani mendekati Soojung. Gadis itu terasa jauh. Seperti porselen rapuh yang tidak boleh disentuh.
Hanya saja, takdir mempermainkannya. Setelah satu tahun tidak bisa menjadi pengintai Soojung, pemuda itu bertemu gadis pujaannya kembali. Takdir mempertemukan mereka di sebuah acara pernikahan. Pernikahan Lee Donghae dan Jessica Jung. Kebetulan Minhyuk adalah sepupu Donghae, dan Jessica adalah sepupu Soojung. Jadi, begitulah mereka akhrinya bertemu kembali. Dengan catatan, akhirnya dapat memperkanalkan diri. Setelahnya, pemuda itu terus mendekati Soojung, hingga akhirnya gadis itu mau menerimanya.
“Orangnya? Apa Soojung pernah bercerita soal diriku?” lamunan Minhuk buyar begitu mendengar pertanyaan Jongin. Dapat Minhyuk lihat bahwa pemuda itu cukup antusias menanti jawabannya. Oh, Kang Minhyuk tentu saja. Sekali lihat kau pasti dapat mengetahui bahwa pemuda berkulit kecokelatan ini masih mengharapkan kekasihmu.
“Kau menyukainya?” bukannya menjawab, Minhyuk malah balik bertanya pada Jongin.
“Kau masih mencintai Soojung?”
Jongin terdiam. Rahangnya mengeras begitu Minhyuk melontarkan pertanyaan yang cukup tabu. Yah, pertanyaan yang sangat sensitif.
“Ya,” jawab Jongin singkat. Percuma saja mengelak, toh pemuda jangkung itu juga akan menyadari kenyataannya.
“Sudah kuduga,” gumam Minhyuk kembali tersenyum masam.
“Soojung, aku tidak bisa melepaskannya,” ungkap Minhyuk akhirnya. Benar, dia tidak akan melepaskan gadisnya. Tidak akan pernah.
“Jadi, kuharap Jongin-ssi. Jangan coba kembali mempengaruhinya. Karena seberapa keras usahamu, itu akan sia-sia.” Minhyuk mencoba memberi peringatan pada Jongin.
“Oh, jadi untuk ini kau mengajakku bicara? Untuk memperingatkanku?” cibir Jongin tidak mau kalah.
“Bagaimana jika aku mengabaikan peringatanmu itu?”
Minhyuk terlihat memasang seringaiannya. “Terserah padamu saja. Toh, aku yakin Soojung tetap ada di sisiku.”
“Cih,” Jongin mendecih sebal. Percaya diri sekali.
“Kalau kau ingin Soojung bahagia kurasa kau harus melepaskan Soojung. Bukankah kau sudah melepaskannya lebih dulu?” Jongin cukup tertohok dengan perkataan Minhyuk. Yah, dulu memang Jongin lebih dulu melepaskan Soojung.
“Jadi, jangan kembali mempengaruhinya. Dia sudah cukup berjuang untuk melupakan masa lalu. Biarkan dia sedikit memperoleh kebahagiaannya…,”
“Kebahagian bersamaku.”
Jongin menatap lurus Minhyuk mencoba mencari keseriusan lelaki itu. Dan Jongin menemukannya di sana. Soojung, mungkinkah selama ini ekstensi Jongin mengganggu pertahanannya? Usahanya untuk kembali memperoleh kebahagiaan? Jadi, haruskah Jongin menyerah sekarang?
O0O
Kedua mata Soojung menyiratkan amarah yang meletup-letup. Bagaimana dia tidak marah? Kim Jongin –wakil direktur yang bekerjasama dengannya, tiba-tiba menolak semua desain baru yang ditawarkan. Padahal Soojung dan beberapa staf lainnya sudah cukup bekerja keras, bahkan hingga lembur untuk menyelesaikannya. Soojung benar-benar tidak mengerti jalan pikiran pemuda yang juga sahabat kecilnya itu.
“Ya, Kim Jongin. Apa maksud…,” Soojung menghentikan omelannya ketika membuka puntu ruang kerja Jongin.
Sungguh, jika bisa saat ini dia ingin pergi dari ruangan Jongin secepatnya. Pemandangan di hadapannya nyaris membuatnya jantungan, mungkin malah membuatnya nyaris mati berdiri. Dan rasanya, seluruh isi perutnya serasa diaduk-aduk. Soojung jijik. Soojung mual. Dia benar-benar jijik karena sudah menemukan sesuatu yang tidak pantas ditontonnya. Dan satu hal yang pasti, Soojung harap yang dilihatnya hanya sebuah ilusi.
“Jonghhh…” suara desahan itu sungguh mengganggu batin Soojung. Soojung segera memalingkan wajahnya. Dia sungguh tidak sanggup melihat adegan panas di hadapannya lebih lama lagi.
Tak.
Soojung kembali memperhatikan dua sejoli yang baru saja bercumbu dengan mesra itu mulai memisahkan diri. Dengan upaya yang cukup keras gadis itu mencoba bersikap biasa saja. Senormal mungkin.
“A-ah, Krystal-ssi. Kau di sini?”
“Apakah aku mengganggu kegiatan kalian?” sindir Soojung dingin.
“Ya, benar. Sangat mengganggu,” jawab Jongin dengan nada datar.
“Maaf kalau begitu. Karena memang aku sengaja mengganggu. Ada yang harus kita bicarakan, tuan Kim.” Soojung kemudian menatap tajam gadis di sebelah Jongin –teman bercumbu Jongin.
Please Subscribe to read the full chapter
Comments