Nine
Unloved"Aaargghh!! Jangan sentuh aku!! Pergi kalian semua!! Pergi!!"
Taeyeon terus menerus berteriak tak terkontrol.
"Ini aku taeyeon-a, choi minho" minho mencoba menenangkannya.
"Pergi kau brengsek! Kenapa kau tak memberitahu ku sejak awal?! Kenapa kau menutupi semuanya?! Kau memang bersekongkol dengan mereka!! Enyah kau dari hadapanku!" Taeyeon mendorong tubuhnya.
Taeyeon masih terbaring di ranjang ruang VVIP, menatap kosong kearah jendela yang sekarang basah karena air hujan. Ingatannya yang baru saja kembali membuatnya benar benar frustasi. Ia tak tahu apa tujuan hidupnya, apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia merasa seperti kehilangan alasan terbesarnya untuk hidup, sampai minho memberikan ponselnya.
"Ini aku" kata seorang lelaki di balik telepon itu.
Taeyeon terenyuh, matanya berbinar.
"....ji?" Ucapnya pelan
"Apa kabar tae? Kau sudah mengingat ku?" Sapanya lembut.
Taeyeon terisak. Hatinya seperti teriris. Ia sudah terlalu menyakiti jiyong, menyakitinya dan bahkan hampir membuang seluruh sisa hatinya.
"Cepatlah sembuh. Dan.... jangan menangis. Kau tak perlu menangisi hal yang sudah berlalu" ucap jiyong
"-ji.. a-aku...-- ji... kumohon- hk-" katanya tersedu.
"Istirahatlah, jangan menangis taeyeon-a. Banyak orang yang mencintaimu" kata jiyong
"Apa artinya mereka yang mencintaiku kalau kau tidak?! Hk-a-aku.. ji! Kumohon! Katakan bahwa kau masih...-m-masih mencintai..-hk-ku"
tangisan taeyeon tak berhenti disana.
"Istirahatlah" ucap jiyong
"-hk.. ji.. Kumohon j-jangan hk- jangan menyerah p-pada hk- ku--"
Jiyong menutup ponselnya.
Taeyeon membanting ponsel minho yang ada di tangannya.
****
Jiyong menahan tangisannya. Ia menahan semua beban yang ada di pundaknya, menahan sesak di dadanya. Selalu seperti itu.
Aku lelaki, aku tak boleh menangis. Aku seorang ayah, aku tak boleh lemah.
Pikirnya.
Rasanya seperti ribuan duri yang langsung menusuk hatinya. Seperti jutaan balok es yang merendam tubuhnya. Seperti miliaran ranting pohon berjatuhan diatas kepalanya. Sakit. Perih. Dan teriris.
Luka yang terkubur sekian lama, terus terulang dan terulang. Sekarang seperti tersiram larutan garam. Saat rasanya ia bisa berpaling dari dunia, seseorang datang dan berkata bahwa semua bisa kembali seperti biasa namun dia tak bisa.
Ketakutan melemahkan dirinya. Takut jika sesuatu yang buruk akan terjadi kalau dia kembali. Takut jika seseorang terluka karenanya. Karena ia pernah terluka sedalam dalamnya jadi ia tak mau orang lain mengalami luka yang sama seperti miliknya.
"Apa yang terjadi?! Kau baik baik saja?! Ji! Jiyong-a!"
Seunghyun menghampirinya yang sedang tersungkur di lantai.
Seunghyun menggenggam pundaknya keras. Memaksa jiyong untuk menatap wajahnya. Dia tak pernah melihat jiyong seperti ini setelah kejadian itu. Dan ini yang ia takutkan jika jiyong sudah tak bisa menahan rasa sakitnya, ia akan menyakiti dirinya sendiri lebih dari siapapun.
"..hyung" ucap jiyong gemetar
Seunghyun meninju pipinya keras. Tapi jiyong tetap diam.
"Kenapa kau diam?! Kau pikir kau superhero?! Ada apa dengan harga dirimu itu?! Kenapa kau melarang dirimu sendiri untuk bahagia?!" Bentak seunghyun.
"Menangislah! Memang apa salahnya kalau lelaki menangis?! Kalau kau terus menahannya suatu saat kau akan meledak seperti saat Ini! Jangan menyakiti dirimu sendiri! Kalau kau mau mengikuti saran orang orang kau tak akan seperti ini ji!" Ucap seunghyun
"Lihat putrimu! Dia ketakutan diluar sana! Dia takut ayahnya terluka! Kenapa kau seperti Ini?! Sadarlah!" Lanjut seunghyun sambil membuka pintu kamarnya.
Jiyeon sedang memeluk neneknya gemetar. Mukanya memerah karena ketakutan, air matanya berlinang karena kesedihannya melihat jiyong berantakan didalam kamarnya.
"Mommy!" Jiyeon berlari kearah irene yang baru saja datang.
Irene memeluk jiyeon yang masih menangis tersedu.
"Maaf menelpon mu malam malam begini, jiyeon benar benar ketakutan dan ingin bersama mu" kata ibu jiyong.
Irene mengelus punggungnya pertanda bahwa ini bukan masalah untuknya.
"Ada apa? Kenapa oppa seperti itu?" Tanya irene
"Temuilah dia, mungkin dia akan sedikit tenang kalau bertemu denganmu" jawabnya
Irene memberikan jiyeon pada neneknya lalu menghampiri jiyong yang masih terduduk di dalam kamarnya.
Bau alcohol sangat menyengat begitu ia masuk kedalam, seunghyun masih mencoba menenangkannya.
Irene berdiri di hadapan jiyong yang terduduk di lantai. Menatapnya sedih. Air mata yang tak lagi dapat tertahan kini mulai mengalir di kedua pipinya yang memanas.
"..ada apa denganmu?" Tanya Irene pelan.
Please Subscribe to read the full chapter
Comments