Part 12

Thank You (Bahasa Indonesia)

Maafkan aku.... *membungkuk dalam*
Sejujurnya aku memang udah merencanakan ceritanya seperti ini sejak setahun yang lalu...hehe. 
Chapter ini penuh dengan flashback, jadi tulisannya miring-miring. Semoga saja abis baca ngga jadi 'miring' ya..hehe *nyengir kuda*. Tapi sejujurnya, aku juga agak-agak gimana gitu nulis chapter ini.. ketik, hapus, ganti, ketik, hapus, ganti..susah banget buat nentuin ceritanya gimana.. dan sekali lagi, chapter aneh penuh dengan drama, selesai! Ahahahaha... OTL

Hmmm... ya sudah.. pokoknya selamat membaca! Terima kasih atas dukungannya selama ini ;A;. I heart you! *lempar kembang 7 rupa*. Beneran loh... I mean it! Thank you so much! I love you! muah! *grinning*

Special thanks buat Hyuu_hikari alias Ri yang udah nge-vote! Makasih ya nak! >///<

PS: ch.12 ini kayaknya panjang...semoga aja ga bosen ya.. ahahaha ==


“ Omma...Omma...”

Wanita yang dipanggil omma oleh seorang anak laki-laki yang sedari tadi menangis, masih tak bergeming. Diam membisu menatap sebuah foto laki-laki di atas altar dengan kalungan bunga berwarna putih. Di samping foto tersebut, terbakar dua buah batang dupa yang menebarkan aroma khas, kematian. Tak ada yang datang satupun, tak ada yang peduli. Kecuali tangis dari seorang anak laki-laki yang  merengek di samping ibunya.

Wanita itu masih terus saja membisu, hingga tangisan anaknya mereda setelah 30 menit berlalu. Dia pun beranjak pergi. Menarik lengan mungil anak lelaki satu-satunya di tangan kiri, dan satu buah tas besar di tangan kanannya.

“ Omma.. kita mau kemana? Kenapa kita pergi meninggalkan appa? Omma....?”

Berapa kalipun pertanyaan keluar dari mulut mungil anak kecil tersebut, sang wanita masih saja terus mengunci rapat mulutnya.

Mereka menuju sebuah halte yang agak besar, menunggu bus datang. 1 jam hampir berlalu ketika bus menuju ke Seol muncul dari balik persimpangan. Wanita itu masih memasang tampang yang sama, keras. Ia kemudian naik bersama anaknya setelah bus berhenti tepat di sampingnya. Mereka duduk di bangku pojok paling belakang, seolah berusaha untuk tidak terlihat.

45 menit, bus berhenti melaju dan menurunkan semua penumpang. Wanita tadi menggenggam tangan anaknya dan terus berjalan melewati orang-orang yang lalu lalang, yang tak peduli.

“ Omma...ini dimana... kita mau kemana?”

Tidak ada jawaban. Anak kecil tersebut kembali diam, menutup rapat mulutnya dan berusaha untuk tidak menangis. Sebenarnya, di dalam hati munggilnya dia sedang hancur, dia sedang terluka, tetapi.. anak kecil itu memiliki kedewasaan dan ketabahan yang lebih tinggi dari anak seusianya..

Wanita itu akhirnya berhenti di sebuah lorong buntu, gelap, dan pengap. Untuk pertama kalinya, dia menatap wajah anaknya lekat-lekat.

“ Pilkyo-ah... omma ingin ke toilet sebentar, kau tunggu di sini dulu. Jaga tas ini, oke?”

Anak kecil yang dipanggil Pilkyo tadi, menatap ke dalam mata hitam milik ommanya. Dia dapat melihat bahwa ommanya sedang berbohong, tetapi dia sangat keras kepala meyakinkan dirinya bahwa omma sedang tidak berbohong padanya. Dia ingin menggeleng, dia ingin mengelak, tetapi hati dan otaknya tidak sejalan.

“ Ya...omma” jawab anak itu dan berusaha tersenyum. Bukan senyuman tulus, tetapi sebuah senyuman yang dipaksakan untuk tulus. Berharap orang yang sedang ditatapnya itu juga memberikan senyuman yang sama.

Namun, wanita itu berbalik arah. Memunggungi anak laki-laki yang kini sedang menahan air matanya.

“ Omma...” ucapnya lirih

Wanita itu semakin menjauh.

“ Omma!!! Omma!!!!” teriaknya dan berusaha untuk mengejar wanita yang kini menghilang di balik gedung pertokoan. Namun, kakinya tak mampu digerakkan, dia masih terpaku berdiam diri. Sambil terus menahan tangis, tetapi hatinya terlalu hancur hingga air mata jatuh kedua pipi anak tersebut, yang memerah, menahan pedih dan juga dingin.

Omma....

.....

.....

.....

Kriiiinggggg!!!!!!

Tap!

Shin Hyesung membuka matanya dan bernafas terengah-engah. Keringat dingin membahasai kening dan wajahnya, membuat poni rambutnya menempel, erat. Dia kembali menutup mata dan berusaha untuk bernafas dengan normal, tetapi terasa berat.

“ Tuhan.... bisakah kau mencabut nyawaku saat ini juga?” gumamnya pelan, sambil menatap langit-langit kamarnya.

Hyesung berguling ke samping dan memeluk erat gulingnya. Matanya yang kecil melirik ke arah laci di samping tempat tidur. Terdapat satu bingkai foto yang kini hancur berserakan di atasnya. Di atas lantai, handphone nya tergeletak tidak semana mestinya. Semuanya terbongkar akibat benturan keras yang sebabkan oleh lemparan kuat oleh pemiliknya tadi malam. Hyesung melempar handphonenya, setelah kembali dari rumah Hyunjung,

Hyunjung...

Mengingat nama itu saja sudah membuat perasaan Hyesung menjadi sakit. Seperti ketika sebuah pisau karat yang menusuk ke jantungmu, lalu mengirisnya pelan-pelan. Membuatmu merasakan setiap sakit yang tak kunjung mereda. Pisau itu meninggalkan luka, tak bisa menutup.

Hyesung kembali memejamkan matanya. Dia berharap ketika dia menutup matanya, dunianya akan terlihat gelap. Sakit dan pedih di dalam hatinya akan pudar bersama dengan warna hitam. Namun sayangnya, bayangan kejadian semalam masih terus bermain dengan sangat jelas di memorinya..

-Flashback (Hyesung POV)

“ Omma, ini Hyesung oppa yang aku bicarakan kemarin” Suara Hyunjung terdengar seperti sebuah suara dengingan keras yang dapat memecahkan gendang telingaku.

Aku masih menatap wajah wanita paruh baya yang memucat di hadapanku. Ekspresinya masih sama, ketakutan. Kenapa? Apa dia takut aku akan membeberkan jati dirinya yang sesungguhnya?Aku menyeringai dan memberikan senyuman padanya. Aku menjulurkan tanganku

“ Perkenalkan namaku Shin Hyesung, omma”  aku memberikan penekanan pada kata terakhir yang kuucapkan, dan seperti yang kuduga, wanita ini semakin ketakutan ketika tangan yang kujabat bergetar hebat. Lalu, dia melepaskan tanganku dengan ekspresi gusar di wajahnya.

“ Dan ini, oppaku..” aku melirik ke sebelah dan menemukan seorang laki-laki yang tampan dan tersenyum ramah kepadaku. Mungkin dirinya seusia denganku.

“ Shin Hyesung” ucapku membalas jabatan tangannya

“ Ji Myunghan” sahut laki-laki yang senyumannya ini mirip dengan Hyunjung..

Sebenarnya, jantungku masih berdegub dengan sangat kencang seakan ingin melompat dari tempatnya. Akan tetapi, ini bukan karena aku terlalu gugup, melainkan rasa marah yang telah lama kupendam kini mencuat dan ingin segera meneriaki wanita yang paling kubenci di dunia ini. Sayangnya, akal sehatku masih bekerja dengan baik dan membuatku harus menahan diriku..

“ Kalau begitu, ayo segera masuk dan kita bisa mulai makan..” suara appa Hyunjung mengembalikanku pada kenyataan yang saat ini kujalani. Aku mengangguk dan mengikutinya berjalan di belakang.

Omma, ah..mungkin aku harus menyebutnya dengan Park Minseok? Ya.. Park Minseok masih berdiri di tempat yang sama sambil meremas jemarinya yang dingin.

“ Yeobo.. kau kenapa? Bukannya kau harus segera menyiapkan makanannya?” Ji Abonim berkata kembali dan aku bisa melihat Minseok tersentak dan segera berjalan menuju dapur dengan tergesa-gesa. Hyunjung terlihat bingung melihat kelakukan ommanya, sama hal dengan dua orang lainnya.

“ Oppa, kau bisa duduk di sini” ucap Hyunjung ketika kami sampai di meja makan. Aku mengangguk dan duduk di samping Hyunjung, menghadap kedua orang tuanya. Myunghan duduk di ujung meja, diantara Ji Abonim dan Hyunjung, dan tentu saja membuatku benar-benar menatap jelas wanita yang kini sedang sibuk menyiapkan makanan.

“ Omma, appa, Hyesung oppa membawakan kalian hadiah! Ini!” seru Hyunjung ceria dan memberikan satu bingkisan kepada Ji Abonim.

“ Wah.. terima kasih banyak, Hyesung-ssi..”Ji Abonim tersenyum ramah kepadaku dan aku hanya bisa mengangguk, tersenyum tipis padanya. Sejujurnya, aku merasa sangat sulit sekali tersenyum di saat seperti ini..

“ Dan untukmu juga, oppa” ucap Hyunjung kemudian dan memberikan bingkisan terakhir kepada Myunghan

“ Wow... kau tak perlu repot-repot, Hyesung-ssi. Terima kasih” sahut Myunghan dan aku kembali berusaha membalasnya dengan senyuman yang terasa sangat kaku di wajahku. Aku benar-benar sedang tidak tahu harus bereaksi seperti apa dengan kondisi ini..

“ Hyesung-ssi, apa kau seumuran dengan Myunghan?” kini Abonim yang bertanya padaku

“ Usiaku tahun ini 30, Abonim..” jawabku dan masih tidak melihat ke arah Minseok yang kini duduk di sebelah Abonim.

“ Berarti kita seumuran, chingu! Kalau begitu, panggil aku Myunghan dan aku memanggilmu Hyesung.” Myunghan berseru ceria, persis sama dengan Hyunjung. Mereka kakak beradik yang benar-benar sangat mirip..

Akan tetapi, tiba-tiba muncul suatu pertanyaan di dalam benakku mengenai jati diri Hyunjung, dan ketika aku menyadarinya... tubuhku menjadi lemas..

“ Nah.. makan malam sudah siap.. Myunghan.. sepertinya kau melupakan sesuatu?” Abonim berkata sambil melirik ke arah Myunghan.

“ Tunggu sebentar!” sahut laki-laki tersebut dan berjalan menuju dapur. Dia kembali dengan sebuah cake berukuran sedang yang berhiaskan buah strawberry di sekelilingya dan sebatang lilin cantik berwarna jingga di tengah-tengahnya.

“ Tidak akan lengkap jika yang berulang tahun tidak meniup lilin, bukan?” Hyunjung tersenyum cerah, sangat bahagia.

“ Oppa! Aku mencintaimu!” Seru Hyunjung dengan bersemangat.

“ Tapi kini kau tidak mencintaiku lagi....” balas Myunghan sambil melirik ke arahku. Aku melihat semburat jingga di pipi Hyunjung. Anehnya, jika aku digoda seperti ini, aku pasti akan mudah merasa malu, tetapi... untuk saat ini aku seperti tidak dapat merasakan apa-apa, terlalu hambar? Entahlah..

“ Hyunjung-ah, ayo segera tiup lilinmu dan membuat permintaan” ujar Myunghan yang kini menyalakan api lilin di atas cake tersebut.

Hyunjung mengangguk dan memejamkan matanya, berdo’a. Apa yang dia harapkan? Apa yang dia minta? Aku tidak bisa memikirkan hal tersebut, karena aku memikirkan hal lain. Tanpa sadar, aku juga ikut memejamkan mata, berharap sesuatu yang mungkin terasa mustahil bagi diriku sendiri.

Hyunjung membuka matanya dan meniup lilin dengan pelan. Tepuk tangan terdengar dari tiga orang di depanku dan aku membuka mataku. Hyunjung tersenyum sangat ceria, sama seperti appa dan oppanya. Berbeda dengan wanita paruh baya yang kini sedang memaksakan dirinya untuk tersenyum. Aku pun begitu, memaksakan diriku untuk terlihat bahagia.

“ Nah, sekarang ayo kita makan. Hyesung-ssi, makanlah dan anggap saja ini seperti rumahmu sendiri. Tidak usah malu-malu” Ji Abonim tersenyum sangat ramah, membuatku merasa sedikit bersalah...ah..mungkin lebih tepatnya kasihan.. Kasihan karena orang sebaik ini telah ditipu selama belasan tahun oleh wanita yang tidak memiliki perasaan dan tega meninggalkan anaknya sendiri!

“ Omma, supmu sangat enak! Wah...sungguh disayangkan jika ini kau buat hanya ketika ada yang berulang tahun saja..” celetuk Myunghan yang kini meneguk lahap sup rumput lautnya.

“ Haha..omma akan membuatkannya setiap hari kalau begitu..” suara Minseok terdengar sangat lembut sekali.. berbeda ketika dia berbicara kepadaku dulu.. bahkan aku tidak pernah dibuatkan sup rumput laut ketika berulang tahun.. Ironis..

“ Ah..jangan! Jika omma membuatkannya setiap hari, lalu apa esensi sup rumput laut yang hanya dimakan ketika berulang tahun??” sergah Hyunjung yang disahut kekehan Ji Abonim.

Dari sudut pandang orang asing, aku dapat melihat keluarga ini sangat akrab dan hangat. Dua anak yang tumbuh dewasa, seorang ayah yang ramah dan hangat, dan..seorang ibu yang terlihat lembut dan penyayang...

Aku kembali memikirkan kondisi kehidupanku dulu, sangat jauh berbeda dengan apa yang kulihat ini, walau wanita yang berperan menjadi omma di sini adalah orang yang sama! Sungguh ajaib bukan? Kenapa manusia dapat begitu berbeda??Benar-benar makhluk yang mengerikan.

“ Oppa, ayo dimakan.. masakan ommaku sangat enak sekali!” Hyunjung memberiku sepotong daging ayam yang ditaburi banyak sekali wijen (sesame). Tiba-tiba saja..aku ingin menangis.. aneh bukan? Aku mendengus dan menggigit bibir bawahku. Menahan perasaan yang kini bergejolak, dan tercekat di kerongkonganku.

“ Aku...suka sekali wijen...” gumamku pelan, tanpa sadar.

Dari sudut mataku, aku dapat melihat Minseok berhenti makan dan tangannya kembali bergetar.

“ Oh ya? Wah... omma ku juga sama! Dia sangat suka sekali wijen dan minyak wijen! Tetapi, masakannya tetap terasa enak!” sahut Hyunjung dan memberiku senyuman yang sangat cerah. Aku menatap wajahnya dalam-dalam.

‘Hyunjung-ah... jika aku mengatakan hal yang sebenarnya..apakah kau masih akan terus tersenyum seperti ini?’ ucapku dalam hati, terasa miris..

Aku tersenyum tipis dan kembali pada makananku. Aku menggigit ayam tadi dan sekita aku merasakan rasa yang sangat familiar..rasa masakan yang kurindukan selama lebih dari 25 tahun, kini kembali lagi kepadaku. Hm... Ada apa ini? Kenapa nafasku kembali tercekat? Oh.. apa aku ingin menangis? Karena aku dapat merasakan mataku kabur karena tergenang air. Aku berusaha menahannya, menarik nafas dengan sangat dalam.

“ Oppa..? kau kenapa?” Hyunjung menepuk pelan pundakku dan membuatku menoleh. Gerakan tiba-tiba dari kepalaku, membuat air mata yang tadi hanya tergenang kini jatuh perlahan. Untuk pertama kalinya, setelah 25 tahun silam, aku kembali menangis..

Menyedihkan..

“ Oppa??! Kenapa kau menangis??” Hyunjung terdengar sangat kaget membuat dua orang laki-laki di sini pun melihat ke arahku, kecuali Minseok yang kini menundukan wajahnya.

Aku mengerjapkan mataku dan menghapusnya. Aku berusaha tersenyum dan menggeleng pelan.

“ Tidak..tidak apa-apa.. aku hanya..” aku berhenti berkata, namun tatapan dari tiga orang di hadapanku membuatku sedikit ragu apakah aku harus melanjutkan kalimatku atau tidak.

Aku tersenyum, “ Aku hanya merindukan ommaku...” ucapku pelan

Seketika suana menjadi hening..

“ ...apakah omma mu su-”

Aku langsung memotong pertanyaan Hyunjung, “Dia pergi... pergi ke suatu tempat yang membuatnya lebih bahagia daripada bersamaku..”

 Suasana kembali hening, kali ini mereka menatapku dengan sendu. Aku tidak menyukainya.. Aku tidak suka dikasihani.

“ He-hei..sudahlah... tidak apa-apa.. maaf sudah merusak suana ulang tahunnya... aku tidak apa-apa.. dan masakan ini sungguh enak sekali! Aku sangat suka!” ucapku, berusaha terlihat bersemangat. Hyunjung tersenyum dan mengangguk ke arahku, lalu seperti biasa, dia akan mengoceh tanpa henti dan  membuat gelak tawa keluar dari mulut penghuni rumah ini.

Aku kembali melanjutkan makanku dan melirik ke arah wanita yang kini menatapku lekat. Aku mengangkat wajahku, dan membalas tatapannya. Wajahnya yang tadi pucat dan penuh ketakutan, kini datar dan dingin. Sama seperti ketika ia meninggalkanku.

Wanita ini kembali mengambil sup rumput laut dan memberikannya kepada Hyunjung.

Anakku, omma mengambilkanmu sup lagi, ayo dihabiskan.” Ia tersenyum lembut, namun aku tahu bahwa dia bermaksud untuk menggertakku sekaligus mencoba membuatku merasa tersakiti.

Aku membalas tantangannya.

“ Ommonim, masakanmu sangat enak. Rasanya hampir sama dengan buatan ommaku, ah..bukan hanya hampir sama..tetapi memang sama...” Aku menyunggingkan senyum menantang dan menatap ke dalam matanya yang kini dapat kulihat, sebuah perasaan takut yang  mulai menghampirinya kembali.

Dia mengepal erat kedua tangannya, dan kembali tersenyum padaku, “ Kau terlalu berlebihan..tetapi terima kasih, Hyesung-ssi” sahutnya dan kembali mengalihkan matanya dariku.

Aneh dan terasa sangat lucu.. Beberapa waktu lalu, aku merasa kemarahan yang luar biasa, lalu tiba-tiba muncul perasaan rindu yang membuatku menangis. Rasa sedih pun semakin menjadi-jadi ketika aku mulai menyadari kenyatanyaan yang harus kuhadapi, dan kini...aku ingin membuat wanita ini merasakan rasa sakit dari kebencian yang telah ku pupuk sejak dulu. Tragis, ironis... manusia memang menyeramkan..sekaligus menyedihkan..

**

Ji Abonim mengajak kami untuk duduk di ruang tamu. Beliau sungguh baik dan ramah. Sesekali dia mengajakku berbicara dan bertukar pikiran.. mungkin begini rasanya memiliki appa? Hah... lagi, pikiran mengenai sebuah keluarga yang telah lama kutinggalkan kini kembali datang, menyisip ke dalam relung jiwaku yang saat ini entah bagaimana bentuknya.

Minseok tidak terlalu banyak bicara. Sejak terakhir kami bertukar kata, matanya masih saja menolak untuk menatapku, bahkan untuk melirik sekali pun! Hah! Apakah wanita ini benar-benar membenciku??

Minseok berdehem kecil dan menepuk pelan pundak Ji Abonim, “ Yeobo.. aku akan menyiapkan buah, kalian berbincang saja dulu” ucapnya tersenyum manis. Sebuah senyuman yang bahkan tidak pernah dia berikan kepada Appaku.. Apakah wanita ini adalah orang yang berbeda? Atau seorang aktris hebat sepanjang masa yang pandai menipu orang-orang hingga belasan tahun?

Minseok berdiri dan berjalan cepat menuju dapur. Mataku mengekor ke arah dia bergerak dan aku pun di antara dilema untuk melakukan suatu tindakan yang sejak tadi ingin ku lakukan. Namun, sepertinya kemauanku kali ini sudah sangat kuat dan aku melirik ke arah tiga orang yang sedang bercerita dengan riangnya.

“ Maaf... bolehkah aku meminjam toilet sebentar? Letaknya di dapur bukan?” ujarku

“ Oh? Iya.. di dekat dapur.. sebelah kiri. Kau bisa bertanya pada omma nanti” sahut Hyunjung. Aku tersenyum dan segera berdiri.

Langkahku sebenarnya sedikit ragu. Jarak antara ruang tamu dan dapur tidaklah begitu jauh, namun bagiku, jarak ini adalah jarak terjauh yang pernah ku lalui seumur hidupku..

Langkahku yang ragu kini semakin mantap. Meski nafasku sedikit tercekat, jantungku yang berpacu hebat, lalu rasa dingin yang tiba-tiba melingkupi diriku membuat tanganku mendingin. Sejujurnya, aku sedikit takut.. takut untuk menghadapi kenyataan, dan takut untuk bertemu wanita itu.

Aku masuk ke dapur, dan seperti yang ku duga, wanita itu pun tersentak kaget hingga menghentikan kegiatannya yang sedang mengupas apel.

Mata kami kembali bertemu, dan tidak satu pun di antara kami yang mau melepaskannya. Ada kilatan benci...namun juga kerinduan dan rasa bersalah dari bola matanya yang hitam. Apakah itu benar? Atau cuma ilusi semata yang membutakanku?

“ Omma...” setelah beberapa detik berlalu, sebuah kata yang telah lama kusimpan dan tak terucapkan kini keluar dari mulutku.

Wajahnya tampak terkejut, tapi mengeras kemudian. Matanya sedikit membesar, namun kembali berusaha untuk bersikap normal.

“ Jangan memanggilku dengan sebutan itu...” desisnya pelan dan memalingkan wajahnya.

Aku mendengus. Apakah dia benar-benar benci dengan panggilan itu? bahkan dari anak kandungnya sendiri?

“ Omma..” kali ini aku mengeluarkan kata tersebut dengan nada menantang, mencoba membuat dirinya marah, kesal.

Berhasil. Dia berhenti dan menatap ke arahku dengan gusar.

“ Hentikan... Jung Pilkyo!” teriaknya pelan dan mengarahkan pisau di tangan kanannya ke arahku.

Huh.. Jung Pilkyo? Aku kembali mendengus. Seketika darahku seakan sedang naik ke atas kepala dan membuatnya panas. Wajahku pasti memerah karena aku merasakan kemarahan yang memuncak!

“ Jung Pilkyo? Aku tidak tahu nama itu.. Jung Pilkyo sudah mati sejak 25 tahun yang lalu! Lebih tepatnya, sejak kau meninggalkanku di lorong sempit dan gelap itu, Park Minseok-ssi..”Aku berusaha mengontrol suaraku agar tidak terdengar Hyunjung dan lainnya.

Minseok terdiam, tetapi matanya memerah, sama halnya dengan wajahnya.

“ Kalau begitu kenapa kau tidak mati saja? Aku tidak mau melihatmu! Bahkan, hingga aku mati pun!”

Benci...

Ya..sungguh benci!

Aku sungguh membenci wanita ini!!!

“ Kenapa kau membuangku?!” geramku, kesal

“ Hah.. kau ingin tahu?” dia menatapku dengan nanar, hatiku semakin sakit

“ Wajahmu... wajahmu yang terlalu mirip dengan laki-laki itu.. dan kini, kau berdiri di hadapanku dengan wajah yang persis dengan laki-laki brengsek itu! Membuatku mual, ingin muntah.. aku merasa sakit setiap kali aku harus melihatmu.. Lebih baik kau juga ikut mati bersamanya.. dan kalian tidak akan pernah mengganggu hidupku lagi..!”

Mungkin, jika hatiku ini berbentuk seperti bongkahan batu, saat ini ia pasti sedang hancur lebur tak bersisa. Menjadi debu yang diterbangkan oleh angin..

Bagaimana bisa...wanita ini... bagaimana bisa...?

“ Begitu bencinya kau padaku?” suaraku bergetar, jiwaku menangis

“ Lebih dari sekadar benci... dan lebih baik kau segera pergi, menghilang dari hidupku...dan jangan pernah sekali-kali kau menganggu keluargaku.. terutama Hyunjung! Dia anakku!”

Seketika pandanganku menjadi gelap, dan kabur.. karena..tanpa ku sadari, air kembali tergenang di pelupuk mataku.

 Sakit...

 Tuhan.. ini sungguh sakit..

“ Kau bohong... dia bukan anakmu..” aku mengeram, dengan suara yang terus bergetar. Sama seperi tanganku, mengepal dan bergetar hebat.

Minseok menatapku dengan tajam, matanya memerah, “ Aku tidak bohong.. dia benar-benar anakku..anak kandungku..dan kau tidak punya hak untuk menyukainya...”suaranya terdengar tercekat, menahan emosi.

“ Kau bohong!!!” kali ini aku membiarkan teriakanku lepas, menggema

Aku berjalan mendekati wanita ini, dia mundur ke belakang dan mengacungkan pisau di tangannya.

“ Kau bohong!!”

“ Hentikan!! Jangan dekati aku!!! Dan aku sama sekali tidak bohong!” Minseok terdesak, aku mendekatinya dan dia masih terus memegang erat pisau.

“ Park Minseok!!!”

“ Berhenti atau kau ku bunuh kau!!” dia berteriak dengan frustrasi. Dia mengancungkan pisau dengan sembarang dan aku langsung memegang pisau tersebut. Tidak peduli kini jemari kiriku mulai mengalir cairan warna merah, darah.

“ Kau sudah membunuhku sejak kau membuangku.. Aku tidak akan mati lagi..apalagi olehmu, Park Minseok!” Wanita ini menatapku dengan wajah ketakutan

“ Omma?!” terdengar suara Hyunjung yang muncul di balik pintu dapur.

“ Astaga! Omma! Hyesung oppa! Apa yang sedang kalian lakukan?!” suaranya terdengar kaget.

“ Omma!”

“ Yeobo!”

Myunghan dan Ji Abonim juga muncul dan Myunghan segera mendekati kami berdua. Aku masih tidak melepaskan tatapanku ke mata hitam yang kini juga tergenangi oleh air mata.

Dia menangis? Untuk apa?

Apa karena takut? Apa karena terlalu membenciku?

“ Hyesung-ah..ada apa ini? Kenapa? Kenapa tanganmu..ah.. Omma.. ada apa? Apa yang terjadi?” pertanyaan bertubi-tubi keluar dari mulut Myunghan. Dia segera melepaskan tanganku dari pisau dan aku baru menyadari bahwa jemariku sudah basah, memerah oleh darah.

“ Oppa!” Hyunjung segera datang ke arahku dan memegang tanganku yang terluka. Ji Abonim pun segera mendekati Minseok, mengguncangkan bahunya.

Minseok melepaskan pisaunya dan terduduk. Dia menangis... tersedu.

Aku masih menatapnya lalu memalingkan wajahku ke arah jemariku yang merah.

Darah...

Bukti bahwa aku dan dia memiliki ikatan..

Darah..

Bukti bahwa di dalam diriku, mengalir sebagian dari miliknya..

Aku menepis tanganku yang sedari tadi di pegang oleh Hyunjung dan segera berlari, keluar dari rumah ini.

“ Oppa!” Hyunjung mengejarku dan aku tidak peduli lagi dengannya. Bagaimana jika yang dikatakan oleh wanita tua itu benar?? Bagaimana jika di dalam diri kami juga mengalir darah yang sama?!!

Kenapa takdir mempermainkanku dengan kejam?! Kenapa dunia tidak pernah membuatku merasakan kebahagiaan lebih lama?! Kenapa?!

Aku masuk ke dalam mobil yang ku parkirkan di depan gerbang rumah Hyunjung. Aku mengunci pintu mobil dan mulai menghidupkan mesin mobil, lalu memacunya dengan kencang. Aku tak peduli lagi dengan siapapun, atau apapun. Tanganku masih berdarah, tetapi tidak sakit.. karena ada bagian dari diriku yang lebih sakit, lebih hancur, yang tidak dapat dengan mudah disembuhkan.

Aku terus memacu mobil dengan kecepatan yang sudah tidak wajar lagi. Dari balik kaca spion, aku dapat melihat Hyunjung berlari mengejarku hingga dia terjatuh. Aku tak peduli lagi....

Aku marah, aku kesal. Aku ingin menjerit, melampiaskan semuanya! Tangisanku sudah tidak berguna. Air mataku sudah kering. Aku hanya ingin pergi, dan berharap dapat mengakhiri penderitaan ini segera.

Tuhan...

Bisakah Kau cabut saja nyawaku sekarang..?!


Ahahaha.... drama korea banget.. Sinetron banget.. OTL
Tapi..aku suka drama sih ya.. jadi..hehe. Soalnya, kalo ga ada drama, ga ada klimaks, bagai sayur tanpa garam. Kurang enak, kurang sedap *berasa lagu =.=* :p

Pokonya, terima kasih sudah membaca sampai ch.12 ini! Have a nice day!!!

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
shinfly
i don't know will update "hyung and I" story or not..because..i'm not to motivate to write it :'(

Comments

You must be logged in to comment
feelgyo #1
Chapter 17: Akhirnya bs komen pnjang2 disni~ hihihihi~~ c:
dah kangen berat sama fic yg satu ini >.<

okay, waktunya komentar~~ ♬..╰(′▿`)╮ ♬..╰(′▿`)╮ ♬

*ambil ancang2*

HUEEEEEEEEEEEE......TIDAAAAAAAKKKK.....TIDAAAAAKKKK.....TIDAAAAKKKKK....KENAPAAAA???? KENAPAAAA YIM?? (۳˘̩̩̩Д˘̩̩̩)۳
Apa salahnya Hyesung? Kenapa bs begini?? Maknya kn udh ngasi darah...kenapa yim?? Kenapa??? (۳˘̩̩̩Д˘̩̩̩)۳
kn kesian Junjinnya Yim....kesian jg ama host yg lain....hikss hiksss *salahfokus*

Ini pst gara2 Hyunjung!!!!! Щ(ºДºщ)

Aku ga prcaya bs nangis bolak/i dihari valentine OTL
knp di 2crita yg kubaca hari ini (satunya pnya junu), syungnya hrs mati dgn tragis???? (TДT)

Btw ini masi ada episode trakhir ya? Aku udh ga sanggup ngebacanya yim.....sedih bgt suer....
Kamu hrs bayar ini pake The Host Yim. Harus! (҂˘̀^˘́)9

Anyway, makasi deh yim buat airmata ini. Makasi udh bikin mewek dihari yg cerah tnpa hujan. Makasi kamu udh buat maknya Hyesung nangis nyesel (puas bgt dibagian ini xD). And lastly, makasi udh update Ayim~ <3
Liya_Heartless
#2
baru nemu ini fanfic, dan alhamdulilah bukan yay! jarang ada fic yg straight, indonesia lagi xd
clumsyblue
#3
Chapter 16: Woohooo sinetronnya berlanjuutt~~~

HantuSyung imut banget cobaa... Sini nak, main sama kakak, hantuin kakak aja boyeeh XDDD #ditendang
Idem sama ipil buat emaknya syung. Kenapa sadar di detik2 terakhiiirrrr? jdsakgdsakjdgska!!! Kenapaaaaaaaa? ? ? Terus syung kenapa menghilang? Kenapaaaaaaaaaaaaaaaa? ? ? ? ?

*cough*
Ayiimm, tengkiu udah diapdet yaaa~~~ *tjium panas*
feelgyo #4
Chapter 16: Tjih! Akhirnya nie sinetron ada kelanjutannya juga *tatap sinis penulisnya*

Sejujurnya Yim, diawal chapter aku ngakak bgt. Hyesung bener2 polos ya. Dicuekin belalang aja bs sedih(?). Pffttt...
And....... I love this chapter!!! So much!!!! Much!! Much!! Much!!! Kecuali dibagian ending. :P

Omaigottt, ini cerita bs bikin jantung mau copot! Pelis jgn 'tamatin' Hyesung dulu!!! The host yg lain blm sempat marah2 ke Syung, perkara doi bawa motor ga hati2. TT^TT
Huuuhh, maknya Hyesung (ato Hyunjung) ngeselin bgt deh! Knp hrs sadar didetik-detik trakhir?? Knp??? Knp??? *goncang2 penulisnya* *bakar rumah sakitnya* #anarkis

Pelis emaknya aja, jgn Syung... *maap, trlalu bias* XDD
Eniweyyyy, I hope this sinetron(?) tidak melakukan pembunuhan, sebab pembunuhan itu adalah tindakan keji, tindakan kriminal yang melanggar undang-undang yang berlaku dinegara kita. Ganbatte!! XD

PS: Ayim yg baikhati, baikbudi, rajin menabung, dan tidak sombong, pelis update secepatnya yak. Peluk cium dari rider paporit(?) <3
Elreya
#5
Chapter 16: Yeay~ You're come back Unnie :) Ah jangan bikin Hyesung meninggal, Kasian Hyunjung sama Ommanya let them be happy Unnie. Ayolah masa aku mau UN harus liat Angst mulu sih jadi please banget Yaaaa Unnie~ Kangen juga ga liat Unnie update kekeke
shin-pads
#6
Chapter 15: Duuuh ><

Jangan dibikin angst dong. Jangan dimatiin Pilkyo-nyaa ㅠㅠ
shin-pads
#7
Chapter 2: Akhirnya nemu juga fict dengan bahasa Indo! Huraaayyyy! *lemparbuketkamboja*


Duh duh duh... Eric perhatian banget, beliin tongkat ama bawain makanan juga~

Tapi ini bukan ya~???
Elreya
#8
Chapter 15: Yo Unnie~ Aku udah lama ga komen didini ya hahaha~ Aku liat update langsung ngeliat adegan kayak gini... malah galau sendri didepan laptop *pundung* yosh! Hyesung harus selamat! dan akhirnya hyunjung tau kenyataanya , now now how would the plot give us the ending~(gini nih orang abis stres ngerjain tugas)
clumsyblue
#9
Chapter 15: H... Hyesung aaahhhh.... Nooooooooooooooooo!!!! Kenapa golongan darahku b kenapaaaaaaaaaaaaaaa!!!! Hyesungieeeeeeeeeeeeeeeee!!!

Idem sama ipil.. aku juga langsung inget mvnya syung... huaaaaaaaaa T^T
Ayiiiiimmmmmmm ;A;

Eniwei, thank you for updatiing~^^
hyuu_hikari #10
Chapter 15: aku.... semua yang mau aku bilang uda diwakilin ama Pil dibawah xDD
btw, kamu tega yah.... kemaren udah begitu, sekarang hyesung dibikin kecelakaan parah.... tapi ntah kenapa aku suka banget ama chapter yg ini...