007.
HeartlessDua hari berlalu dengan sedikit berbeda. Semenjak ‘kencan’ yang diadakan Sehun, hubungan keduanya jauh lebih dalam lagi. Masih terlalu dini memang, namun Soojung maupun Sehun tak sungkan untuk menunjukkan kedekatan mereka. Sempat beberapa siswa tampak berdecak dan berbisik atas kedekatan itu. Tetapi mereka tak menanggapinya. Toh tak ada yang salah bukan dengan hal itu?
Salah satu siswa yang sangat tak terima dengan kedekatan ini adalah Sulli. Berulang kali ia memergoki Sehun tengah menunggu Soojung ataupun dengan terang-terangan mengajak Soojung makan siang. Sempat gadis itu mengobrak-abrik barang-barang Soojung dan berakhir umpatan kasar dari Sehun. Tak tanggung-tanggung, pemuda tampan itu juga sempat memberikan tamparan untuk Sulli ketika ia mengetahui gadis bersurai cokelat panjang itu merasa terpojok oleh sikap Sulli.
Saat ini, Soojung mengulum senyum manis setelah menyelesaikan makan siangnya. Ia menyempatkan waktu sibuknya untuk menerima ajakan Sehun makan siang. Satu mangkuk jajangmyun telah habis dilahap ketika Sehun bercerita sedikit tentang dirinya. Beberapa kali senyum manis terekam jelas di lensa Sehun.
“Kau sudah selesai makan? Mau kembali ke kelas?” tanya Sehun pelan. Meskipun pelan, aura dingin dari suaranya masih sedikit terasa.
Soojung mengangguk. “Eum, aku sudah selesai. Kajja, aku harus menyelesaikan tugasku.” Soojung beranjak. Sebelum keduanya pergi, sekilas ia melihat kearah Jongin.
“Kau tidak kembali Jongin-ah?”
Jongin tersentak lalu menggeleng kecil. “Kalian duluan saja. Tao masih harus menghabiskan ini semua. Dia paling benci ditinggal sendiri.” sahutnya disertai senyum simpul.
“Baiklah..” Detik berikutnya Sehun dan Soojung melangkah dari tempat mereka.
Satu desahan lolos percuma dari bibir Jongin. Sekejap raut mukanya berubah lebih kelam. Panas dan perih yang berkumpul dalam hatinya perlahan membakar tubuhnya. Ia menegak minuman lebih banyak dari biasanya.
Tao menyadari perubahan sikap Jongin. Lantas ia menepuk pelan pundaknya. “Komentar apa yang harus aku berikan kepadamu kawan?”
“Tidak perlu kau berkomentar.”
“Ck, aku tidak menyangka Sehun memiliki ketertarikan dengan gadis itu. Padahal dia sama sekali tak memilik perasaan.”
“Aku merasa ada yang aneh disini.” Jongin mengambil minum dan menyesap perlahan.
Kening Tao berkerut. Sempat ia berpikir apakah Jongin mengetahui rencana Sehun. “Apa?”
“Sepertinya ada yang disembunyikan Sehun. Yahh, walaupun Sehun memang tipe anak yang tak suka bercerita tentang dirinya. Tapi ini sungguh janggal.”
“Perasaanmu saja mungkin. Atau efek cemburu?” senyum menggoda mengembang sebentar di wajah Tao. “Kenyataannya memang Soojung lebih memilih Sehun daripada kau.”
Sekilas tatapan tak suka diberikan Jongin untuk Tao. Namun ia mengangguk kecil lalu menyandarkan tubuhnya pasrah ke kursi. “Sakit. Dia cinta pertamaku. Tapi ternyata dia menyukai lelaki lain. Hhhh... Rupanya seperti ini rasanya cemburu juga sakit hati.”
“Mereka belum berkencan. Kau bisa menembaknya dulu bukan?”
“Hey!!” Jongin memandang dingin Tao. Bisa ia rasakan aura membunuh menguar dari tubuh Jongin. Sekali lagi ia salah bicara, bisa-bisa Tao akan jadi korban Jongin berikutnya. Namun apa yang ia katakan tidak salah bukan?
“Aku bukan pemuda yang suka menikam teman dari belakang.” Tanggap Jongin.
Tao berdecak. “Kau tidak menikam, hanya merebutnya. Hahahaha.. Tapi terserah kau lah sekarang kau mau bagaimana.”
“Kurasa mengikhlaskan keduanya terdengar lebih baik. Kalau Soojung memang bahagia dengan Sehun, aku bisa apa?” Jongin berdiri lalu mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja.
Pemuda bermata panda itu memandang nanar punggung Jongin yang menjauh darinya. Perasaan bersalah menghampirinya sesaat. Berulang kali ia membuang muka dan mengerjab pelan berharap rasa itu sedikit saja memudar. Namun apa daya, janji yang telah ia ucapkan kepada Sehun lebih dulu memborgolnya untuk tak mengatakan apa-apa yang sebenarnya terjadi.
Di dunia ini seakan tak ada yang berpihak kepada Jongin. Semuanya bersekongkol untuk menyembunyikan kebenaran yang seharusnya terungkap dari hadapan Jongin. Tao hanya bisa mendesah pelan dan berujar maaf lirih yang nyaris hilang terbawa angin.
∞∞∞
Hampir lima menit pemuda tinggi itu berdiri dengan ekspresi dingin di depan ruang kelas Soojung. Ia tak peduli dan tetap acuh dengan tatapan dan sorotan beragam dari siswa yang kebetulan berlalu lalang di depannya. Kedua lensa kelam milik Sehun masih memancarkan aura mematikan hingga tubuh ramping gadisnya tertangkap lensa itu.
Senyumnya sedikit dipaksa mengembang lalu tangannya menerima uluran buku dari Soojung.
“Kajja kita pulang sekarang.” Ajak Soojung antusias.
Sehun hanya mengangguk lalu mengikuti langkah gadis itu. Dari sorot mata Sehun dapat dilihat jika ia terkadang melirik sejenak gadis itu. Namun masih tatapan tak dapat diartikan terpancar dari sana.
Sesaat keduanya akan keluar gerbang, Soojung berhenti. Ia menatap penuh harap Sehun. Masih belum mengerti Sehun hanya mengangkat kedua alisnya.
“Bodyguardku.. Ada bodyguardku. Aku tidak mau pulang dengan mereka.” Gumam Soojung lirih seraya menggigit bibir bawahnya.
Benar, di depan gerbang berdiri tiga manusia dengan tubuh kekar. Sehun sempat berdiam sendiri. Ia memerhatikan sekitar dengan pikiran bingung. Wajah Soojung juga menampakkan hal yang sama. Lantas ia menarik tangan Soojung untuk ikut berlari dengannya.
“Tutup wajahmu dan jangan menoleh ke arah sana.” Perintah Sehun seraya terus menarik tangan Soojung.
Soojung menurut. Mereka berjalan seakan ketiga orang itu mengejarnya. Langkah mereka semakin lama semakin melebar. Deru nafas tercekat dilengkapi sengalan yang berirama dengan hisapan rakus dari masing-masing mulut mereka.
Cukup lama berlari, Sehun melepaskan pegangannya dan menata kembali nafas yang sempat tersentak akibat tubuhnya yang dipaksa bekerja keras. Tak berbeda dengan Sehun, Soojung juga mengatur deru nafasnya kembali. Tubuhnya membungkuk, tangannya memegang erat dadanya dengan sesekali hirupan kuat dilakukan alat pernafasaannya.
Namun setelah itu...
“Hahahahaha....” Tawa terlepas dari bibir Soojung. Raut wajahnya menggambarkan ia tengah bahagia meskipun dalam keadaan seperti ini.
Sehun terhenyak kaget dengan tawa tiba-tiba Soojung. Ia menghirup dalam udara itu lalu berucap. “Kenapa ketawa?”
“Ini menyenangkan Sehunnie. Baru kali ini aku berusaha lolos dari mereka.” Soojung mengusap peluh yang menetes dari dahinya.
Sehun mengernyit. “Baru kali ini? Berarti aku mengajari hal buruk kepadamu?”
“Hey yaa!! Bukan itu maksudku.” Soojung tersenyum. “Aku bosan selalu saja pulang dengan mereka. Sekali-kali aku ingin pulang sendiri. Tapi kedua orangtuaku selalu saja melarangnya.”
“Ahh... Kau bisa pulang denganku kalau kau memang mau.”
“Benarkah?” kedua lensa bening Soojung bersinar cerah. Wajahnya juga ikut memancarkan kesenangan. Sempat Sehun sedikit silau dengan itu lalu mengalihkan pandangannya.
Namun dibalik itu semua Sehun menyeringai. Ini bisa menjadi kesempatan baik bagi Sehun. Ah, atau dieksekusi sekarang saja? Tinggal ajak Soojung ke tempat biasa lalu ditembak, bereskan?
Saat Sehun akan mengajak Soojung ke tempat itu, tiba-tiba Soojung terduduk dengan tangan memegang dadanya. Bukan hanya itu, ekspresi bahagia yang sempat menghias di wajah Soojung berubah menjadi pesakitan. Ia merintih dengan menyebut nama Sehun.
Sehun terkesiap lalu memegang tubuh Soojung.
“K-kau? Kau kenapa Soojung-ah? Kau kenapa?” Sehun panik dengan keadaan Soojung.
Soojung tak menjawab, ia masih menahan sakit di dadanya. Sepertinya penyakitnya tengah kumat. Ini pasti akibat terlalu lelah berlari. Sungguh, Soojung sudah tak mampu lagi bertahan.
“Se-Sehun-ah.. Ahh...” Soojung semakin lemas. Tanpa pikir panjang Sehun segera membopong Soojung dan membawanya ke rumah sakit.
Sesampainya ia di rumah sakit, segera dokter memberik
Comments