012.
HeartlessSepulang sekolah, Sehun menyempatkan waktunya untuk mengunjungi Soojung di rumah sakit. Dirinya mendapatkan pesan dari Sooyeon jika Soojung tengah menjalani kemo di salah satu rumah sakit di Seoul. Entah apa yang mendorong Sehun, ia tak berpikir dua kali saat ingin menemuinya. Rasanya sesuatu berbisik-bisik dan mengerang padanya. Meminta apa yang mereka katakan agar dituruti saat itu juga.
Ragu, Sehun sebenarnya ragu saat melihat pada kaca yang mengambil separo dari pintu kayu itu. Lensa kelamnya memonitori siapa saja yang berada di dalamnya. Cukup lama, sekitar lima belas menit ia habiskan dengan memandang nanar kedua saudara itu. Bibirnya terkunci rapat, raut muka datar dengan kesan dingin terpancar jelas darinya. Sehun tak tahu apa yang akan ia perbuat selanjutnya. Hingga satu dorongan pintu itu menyentaknya kembali pada dunia.
“Uh, Sehun-ah.. Kau datang?? Masuklah, Soojung ada di dalam. Noona harus mengambilkan makanan untuknya dulu.”
Sehun tersenyum kikuk. “Ah, baiklah.. Terima kasih noona. Aku masuk dulu.” Setelahnya, Sooyeon meninggalkan Sehun yang sedikit ragu di depan pintu. Sebelum Sehun benar-benar masuk, lebih dulu ia mengitip sekali lagi dari kaca yang ada di pintu. Soojung tidak sedang tidur. Lalu ia memutuskan untuk segera masuk.
“Soojung-ah ..” Panggil Sehun lirih. Dari kedua lensa kelamnya ia bisa melihat Soojung sepertinya menghindarinya. Atau memang Soojung mengetahui kalau Sehun akan menemuinya ?
Lensa Sehun masih memonitori gerak tubuh Soojung yang semakin menjauh ke belakang dengan raut ketakutan yang tercetak jelas di wajahnya. Bukan hanya itu, keringat dingin juga ikut menjelaskan bahwa Soojung takut kepadanya. Kenapa? Bukankah mereka baru bertemu kali ini setelah kejadian itu?
“Per-pergi dari sini!!” Suara Soojung terdengar bergetar, bibirnya ia gigit kasar. Meredam segala getaran yang mengerubunginya.
Sehun terdiam, melihat Soojung seperti ini tubuhnya membeku. Sejengkal ingin melangkah rasanya tak mampu. Apa yang harus ia lakukan? Ia tak mungkin memaksanya ‘kan?
“Aku bilang pergi dari sini..” Walaupun masih bergetar, suaranya lebih meninggi. Sehun mencelos mendengarnya. Sosok cantik di depannya ini tampak begitu ketakutan sangat berbeda dengan sikapnya beberapa hari yang lalu. Senyum yang mengembang manis tertelan raut wajah muram dengan peluh yang menghiasi dahi indahnya.
“Soo-”
Sehun berusaha melapangkan hatinya untuk mendekat. Namun gelengan kepala Soojung semakin menguat dan memaksa Sehun berhenti saat itu juga.
“Pergi !!”
Sentakan itu sukses menampar dada Sehun. Perih, Soojung sama sekali tidak pernah membentaknya. Tapi kali ini? Apa? Ada apa dengan Soojung hingga dia begitu benci untuk bertemu dengannya? Sehun memperhatikan dalam wajah ketakutan itu. Ia harus segera mendekati Soojung dan meluruskan semua. Tidak-tidak, Sehun hanya akan menjelaskan apa yang terjadi kepadanya, tetapi bukan mengungkapkan bahwa Jongin meninggal karenanya.
“Tapi.. Aku...”
Gagap, ekspresi wajah Soojung berhasil membuat Sehun tergagap. Ia tak mampu menguasai diri sepenuhnya. Ada sesuatu yang mengikatnya dan mengaduk-aduk dirinya. Nyeri sekali melihat Soojung seperti ini.
“Aku mohon pergi dari sini..” Suara Soojung yang bergetar berangsur lirih. Soojung masih menunduk takut dengan tangan mencengkram kuat selimutnya. Sehun miris melihatnya, perasaannya berkecamuk. Harus bagaimana? Apa ia harus mendekat dan memaksa Soojung menerimanya? Atau berbalik meninggalkan Soojung?
Pilihan yang pertama terlalu beresiko bagi Sehun. Lebih baik ia kembali lagi nanti setelah Soojung merasa baikan dan mau menerimanya. Hanya dengan melihat seperti ini Sehun cukup yakin jika Soojung mengetahui hal-hal buruk tentangnya. Pasti, Jongin telah bercerita banyak tentang hal ini.
Langkahnya gontai ketika meninggalkan kamar Soojung. Dadanya perih dan sesak seketika. Tak pernah ia merasa seperti ini selama hidupnya sebelum masalah itu muncul. Rasa bersalah kepada Jongin semakin mendalam dan menenggelamkan Sehun ke dalamnya.
∞∞∞
Penolakan Soojung membekas di hati Sehun. Sakit, sesakit inikah ketika orang yang mengambil sebagian perhatiannya menolak untuk sekedar bertemu? Sehun tak pernah tahu perasaan itu. Sudah cukup mati semenjak beberapa tahun lalu sebelum kejadian itu. Ah, kejadian yang menyiksa untuk Sehun. Kecerobohan dan kesalahannya sendiri. Sehun tak tahu bagaimana lagi ia harus berbuat. Tapi ada hal yang memaksa Sehun untuk tetap bertahan. Apalagi kalau bukan janjinya kepada Jongin. Sebuah janji yang diucapkan Jongin sebelum ia menutup matanya.
Sehun hanya bisa menghela nafas berat seraya memainkan bibir cangkir yang tengah ia pegang. Pandangannya kosong menatap air cokelat di dalam cangkir itu. Tak ada niat untuk menyesapnya barang sedikitpun. Sedari tadi hanya dipegang dan ditatap.
“Kenapa?” Seseorang bertanya dengan nada sedikit ketus seketika ia tiba dihadapan Sehun. Kemudian ia duduk di hadapan Sehun seraya melipat tangan di depan dada. Mata kelamnya menyiratkan kilatan benci meski tak tajam.
Sehun mendongak. Lengkungan pilu bibir tipisnya menyambut sosok itu. Tangannya meletakkan cangkir yang ia pegang. “Soojung menolak bertemu denganku..” ungkapnya.
Pemuda itu mengerutkan dahinya. Hal ini cukup mengherankan baginya. Yang ia tahu, gadis itu menyukai Sehun. Tapi kenapa menolak bertemu dengan Sehun? Perlu diketahui, apa yang dipikiran pemuda ini tak sejauh yang dipikirkan Sehun.
“Kau menemuinya??” Suaranya lebih lembut dari sebelumnya. Ia menyenderkan punggungnya pada kursi.
Sehun mengangguk. “Aku tidak bisa lepas tanggung jawab. Aku sudah berjanji kepada Jongin untuk menemaninya dan melindunginya.” Sahutnya.
“Kau benar-benar memikirkan itu??”
“Yaahh... Aku tidak ingin Jongin menangis disana Tao.”
Tao, pemuda itu tersenyum miring. Beberapa detik kemudian, ia memanggil pelayan untuk membawakannya minuman yang sama seperti Sehun.
“Lalu apa yang akan kau lakukan? Kekeh dengan mengejar Soojung? Itu bukan gayamu!!”
Sehun menatap datar Tao yang seolah mengejeknya. Ia juga merasa kalau Tao sedikit kesal dan kecewa kepadanya. Tapi, bagaimanapun Tao kesal dan kecewa kepadanya, Tao tak pernah meninggalkan Sehun sendiri. Tao juga ikut andil beberapa persen dari kejadian ini.
“Aku harus bisa mendapatkan maaf dari Soojung. Paling tidak dia mau melihatku dan tidak membenciku. Aku hanya ingin melakukan permintaan Jongin.”
“Kau tidak menyukainya ‘kan ??”
Sehun mendelik. Bola matanya berputar malas. “Aku tidak memiliki perasaan itu. Walaupun aku merasa perih ketika melihatnya, dapat aku pastikan aku tidak mencintainya. Ini demi Jongin..” tanggap Sehun tenang.
Tao menghela nafas dalam. Tangannya mengambil kopi kemudian menyesapnya pelan. “Soojung pernah mencintaimu. Ku rasa itu tidak akan sulit.” Tutur Tao, perkataan Tao terkesan plin-plan. Semula ia meremehkan Sehun namun pada akhirnya ia akan menyemangati Sehun. Tapi bagaimanapun itu, Tao tetaplah Tao, Tao adalah teman Sehun yang menyayanginya juga Jongin. Persahabatan mereka terlalu kental dan tak mudah rusak dengan hal seperti ini.
Pemuda berwajah dingin itu menajamkan pandangannya yang menusuk cangkir di tangan. Sedikit memicing dengan rahang yang menguat pelan lalu melemah. Perasaannya kembali kacau ketika otaknya mengingat sesuatu yang sepertinya menyulitkan ia agar bisa melakukan apa yang diinginkan Jongin.
Sebelum mengungkapkan apa yang mencengkram hatinya, Sehun menyesap minuman itu hingga tak bersisa. “Soojung sepertinya tahu siapa sebenarnya aku.” Ucapnya lirih nyaris hilang diantara dentuman musik jazz yang mengalun pelan.
Pendengaran Tao belum siap menerima pengungkapan kata yang terkesan sangat lirih itu. Keningnya berlipat mengakibatkan kedua alisnya bertemu. Tubuhnya dicondongkan ke depan agar mampu mendengar lebih jelas lagi.
“Kau bilang apa?”
“Soojung mengetahui kalau aku mengincar nyawanya.”
“Apa? Soojung? Tahu?? Darimana??” Ekspresi terkesiap itu tak lepas dari wajah tampan Tao. Segelontor tanya cukup menambah keterkejutan yang ada.
Sehun menghela nafas pelan. Gelengan kecil ia lakukan sebagai respon atas pertanyaan Tao.
“Kau tidak tahu atau ragu?”
“Ragu.. Aku bilang sepertinya..” Sehun menyenderkan kembali punggungnya yang entah se
Comments