014.
HeartlessPart 14
“Sebenarnya apa yang telah kau lakukan Jung Soojung?” Soojung melirik datar pada sosok yang tengah berdiri dekat kurisnya. Lirikan itu penuh tanya dan keheranan. Kenapa dengan gadis ini? Kenapa ia tampak emosi dan kesal. Ah, Soojung lupa. Gadis ini tidak pernah sekalipun tidak kesal kepadanya.
Lantas ia memutar bola matanya malas lalu mendesis lirih. “Apa yang aku lakukan?” Tanya Soojung balik.
“Tidak usah sok tidak tahu seperti itu!!” Ia membentak Soojung. “Kau tampak bodoh di mataku Soojung.”
Soojung menggeram pelan. Apa yang salah dengannya? Ini masih pagi dan ia baru saja sampai ke sekolah. Kenapa tiba-tiba dibentak seperti itu? Soojung mendesah. Jika saja kelasnya tak mulai ramai mungkin ia akan menampar sosok ini. Sosok tengik yang sering membuatnya sakit hati.
“Aku tidak mengerti apa yang kau ucapkan Sulli.” Hati Soojung masih bisa bersabar. Suara yang ia keluarkan masih dalam kategori tenang.
Sulli berdecak hina. Ia tersenyum sinis sebelum menyilangkan kedua tangan di depan dada. “Kau tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti? Oh Sehun!! Aku berbicara tentang Oh Sehun.”
Sepertiga dugaan yang bermain-main di dalam benak Soojung benar. Harusnya ia sadar, kalau sudah menyangkut dengan gadis ini pasti adalah Sehun. Siapa lagi? Pemuda dingin yang mencuri perhatian Sulli. Bukan rahasia umum lagi bahwa gadis ini begitu keukeuh mengejar Sehun. Kenapa ia bisa lupa? Mungkin sudah beberapa lama ini Sulli tak mengganggunya. Sejak ia dilindungi oleh Jongin.
Jongin...
Mengingat nama itu membuat dadanya berdenyut nyeri dan sesak. Bagaikan diremas kuat dan ditumbuk tajamnya batu karang. Jongin....
Kenapa kau meninggalkanku lebih dulu?
“Yaa!! Aku berbicara kepadamu!! Jangan hanya diam!!”
Soojung memejam sejenak. Ia menarik nafas dalam. Berusaha tidak terpancing emosinya oleh Sulli. Benar selama ini ia selalu mengalah jika berhadapan dengan Sulli. Kali ini tidak ingin lemah. Tidak ada yang melindunginya. Jongin telah tiada.
“Kenapa dengan Sehun? Aku tidak dekat dengannya, aku tidak ada hubungan apa-apa dengannya.” Jawabnya.
“Kau membuat Sehun masih mengejarmu!! Kenapa sekarang jadi Sehun yang mengejarmu?”
“Mengejarku? Aku tidak memintanya mengejarku!! Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Sehun. Jadi ku mohon jangan menggangguku.”
Soojung tak peduli lagi dengan Sulli yang masih menggeram kesal. Ia lebih memilih fokus pada buku yang ada di tangannya. Soojung berulang kali memeras kedua matanya. Berharap tak ada yang keluar dari balik kelopak itu. Karena ada hal yang telah merasuk dalam otaknya. Ingatan tentang sosok yang telah pergi melalui tangan saudaranya sendiri. Jongin, kenapa Soojung mulai merasa seperti ini? Atau karena kerinduan pada Jongin? Ah, Soojung harus menemuinya. Tapi.. Dimana Jongin dimakamkan? Dimana abu Jongin disimpan?
Jawabannya ada di Sehun. Sehun? Kala otak Soojung memutar nama itu dadanya menyesak seketika. Mana mungkin ia bertanya kepada pembunuhnya? Mana mungkin? Dan masih ada yang membelenggu dalam diri Soojung tentang kematian Jongin. Ia yakin bahwa pembunuhnya adalah Sehun. Tapi kenapa?
Desah gelisah memburu di bibir Soojung. Dadanya nyeri layaknya teremas kuat. Ia memejamkan mata. Mencoba menampik segala hal buruk yang ingin menyambanginya. Tak kuasa, Soojung mengusap wajah dan menelungkupkan dalam di atas tas miliknya. Ia tak lagi mendapati sosok Sulli beberapa saat yang lalu sehingga tak ada lagi pengganggu dirinya.
Namun rupanya Tuhan tak mengijinkan Soojung menenangkan diri. Suara berat yang terdengar lirih saat memanggil namanya membuat Soojung meremas kelopak mata itu dengan kuat.
“Soojung-ah.”
Soojung menarik nafas dalam. Gejolak amarah dan segala macam emosi perlahan mulai merangkak naik. Tangannya beralih pada bawah meja dan ia cengkeram kuat. Soojung benar-benar ingin menghindar dari sosok ini.
“Soojung-ah!!”
Soojung hanya melirik sekilas pada sosok tinggi yang tak tahu memiliki keberanian dari mana duduk di depannya.
“Aku minta maaf..” Suara itu melemah. Tak ada kesan keras apalagi dingin. Soojung menggeram pelan mendengar penuturan itu. Seolah ada yang menghantam dinding hatinya. Kata maaf itu terlalu sensitif bagi Soojung.
Sosok yang sedari tadi tak meperdulikannya hanya terdiam tak bergeming. Gemeretak gigi beradu dengan degup jantung akibat emosi yang tertahan. Ia menarik nafas dalam seraya memeras kuat kelopak matanya.
“Aku ingin meminta maaf padamu Jung Soojung..”
Dan Soojung menghembuskan nafas frustasi. Tak tahu alasannya apa mendengar sosok ini meminta maaf membangkitkan gumpalan emosi yang ada. Telinganya memang tak hanya sekali mendengar sosok ini meminta maaf. Namun entah mengapa ia tak bisa membuka hati lagi untuknya.
Bukankah dulu ia begitu menggilainya?
∞∞∞
Di taman belakang ini, Soojung terdiam sendiri. Melepaskan pandangan mata pada ilalang yang berdoyang di hamparan tanah itu. Matanya berselimut kabut tipis. Bibirnya tergigit kecil. Tangkupan tangannya mengerat seiring dengan isakan dada yang menyesak. Ingatannya kembali memutar bagaimana Sehun memohon maaf padanya. Hal itu jelas membuatnya sesak dan perih.
Dulu, Soojung masih ingat betapa ia menggilainya. Ia mengakui bahwa Sehun adalah sosok yang mengambil alih perhatiannya. Dulu, Sojung masih ingat bagaimana ia mencuri pandang pada Sehun dari kejauhan. Sedikit berharap sosok itu akan melihatnya dan menaruh hati. Dulu, Soojung masih ingat Sehun mendekatinya. Memberikan sebuah senyum yang jarang orang lain temukan.
Namun sayang, apa yang ditawarkan Sehun bukan sesuatu yang tulus. Ada maksud di balik itu semua. Soojung tak pernah berpikir jika lelaki itu akan menyakitinya sejauh ini; menumbuhkan kebencian yang tak tahu sampai kapan berakhir. Ia kecewa, sangat kecewa. Apa nyawa yang ada di tubuhnya adalah mainan?
Soojung meremas tangannya dengan kuat. Kepalanya menunduk; memberikan kemudahan bagi air mata untuk turun. Tubuhnya bergetar seiring dengan isakan yang timbul. Sungguh, kali ini Soojung tak kuasa menahannya. Ia butuh sandaran, ia butuh bahu seseorang untuk membantunya menopang segala kepedihan yang ia rasa.
Jika Tuhan masih mengijinkan, ia ingin Jongin!! Ia ingin Jongin ada di sisinya saat ini. Tetapi semuanya telah berakhir. Tuhan jauh menyayangi Jongin hingga memanggilnya lebih dulu. Jongin tak akan bisa berada di sampingnya untuk menenangkan badai yang bergemuruh di hati. Soojung benar-benar butuh Jongin saat ini. Kenapa Soojung begitu terlambat menyadarinya?
“Aku merindukanmu Jongin-ah!!” Getir suara Soojung terdengar menyayat ketika dibarengi dengan tetes air yang turun. Soojung tak mampu lagi menahan apapun yang ada di dalam hati. Gejolak rasa rindu itu begitu kuat membumbung tinggi.
Ia mendongak; menatap langit yang tampak cerah kala itu. Senyumnya dipaksa melebar meski masih terbalut kepedihan yang dalam.
“Aku sungguh merindukanmu Jongin!! Bagaimana kabarmu? Apa kau baik-baik saja disana? Kau bahagia disana? Aku ingin sekali bertemu denganmu...”
Soojung menghembuskan nafasnya lirih sebelum mengungkapkan apa yang ada di hati.
“Apa kau juga merindukanku? Aku benar-benar merindukanmu..”
Satu kali lagi tarikan ia lakukan lalu disusul hembusan pelan lebih tenang.
“Kau ada dimana? Aku ingin mengunjungimu..” Celetuk Soojung tiba-tiba. Lantas ada yang terbesit dalam pikiran Soojung. Mengunjungi Jongin? Kenapa tidak ia lakukan?
Tak menunggu waktu lama, segera Soojung merogoh ponsel di sakunya dan menekan nomor yang sudah ia hafal di luar kepala.
Choi Minho..
Soojung berharap pada lelaki itu. Ia berharap Minho dapat membantunya dengan menemukan makam Jongin. Atau... Memintanya menemui Sehun untuk bertanya padanya? Bisa juga.
“Oppaa...”
Comments