Keraguan

My Complicated Love

Sudah satu minggu Jihoon mengurung Yoojung di kamarnya. Dan selama itu pula Jimin tidak mengganggu mereka, entah apa yang sedang direncanakannya. 

Yoojung sudah mulai tenang, tapi masih mencoba kabur saat Jihoon membawakannya makanan. Membuat Jihoon kewalahan. 

Tapi hari ini beda, Yoojung begitu tenang, dan juga tidak mau makan. Berbaring di kasur dengan tatapan kosong di matanya, bahkan tidak mau melihat ke arah Jihoon. Sampai-sampai Jihoon kehabisan ide untuk membujuknya. 

"Ayolah Jung makanlah, nanti kau bisa sakit! "

" . . . " 

" Jung? "bujuknya frustrasi. Tiba-tiba Yoojung menatap tajam ke arahnya dan berdiri dengan marah. 

" KALAU BEGITU BIARKAN AKU KELUAR DARI SINI! " teriaknya. Membuat Jihoon kebingungan karena sikapnya yang tidak seperti biasanya. Tetapi dengan cepat segera mengendalikan situasi. 

" Tidak akan, kalau kau benar-benar ingin pergi, langkahi dulu mayatku! " ucapnya tegas. Ikut berdiri di depannya. 

" Kau brengsek Hoon, kau brengsek, kau sama saja dengan kakakmu!" umpat Yoojung sambil terus memukul dada Jihoon. Sekuat tenaga Jihoon menahan serangan bertubi-tubi dari Yoojung. Mencoba memeluknya walaupun Yoojung terus mendorongnya. Sampai tiba-tiba Yoojung pingsan dipelukannya. 

*

"Selamat Tuan Park, anda akan segera menjadi seorang ayah! " ucap dokter Hwang sambil tersenyum.

Hwang Minhyun, dokter pribadi keluarga Park. Jihoon segera memanggilnya karena panik saat melihat Yoojung yang tiba-tiba pingsan. 

" A-a-apa? Ayah? Maksud dokter Yoojung hamil?", tanyanya gagap. 

"Benar Tuan, sudah sekitar satu minggu. Apa Tuan tidak senang? "tanyanya penasaran. Karena bukannya terlihat bahagia, Jihoon malah menunjukkan ekspresi bingung di wajahnya.

" Ah, tidak, bukan begitu, aku hanya terkejut saja! "jawabnya gugup. Mencoba memasang senyum walau sedikit terpaksa.

" Baguslah kalau begitu. Oh ya, satu lagi  Kandungannya lemah, jadi saya akan memberinya suplemen penguat kandungan. Dan tolong jangan buat Nyonya banyak pikiran, itu akan berpengaruh buruk untuk kehamilannya! "lanjutnya . 

" A-aahh iya, aku mengerti! “

"Kalau begitu saya permisi dulu! " pamitnya kemudian. 

Jihoon hanya mengangguk sebagai balasan. Melihat kepergian dokter Hwang dengan pandangan kosong. Berdiri diam di tempat, sebelum akhirnya berjalan mendekati Yoojung yang masih belum sadar dan terbaring lemah di ranjang. Memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan. 

*

Yoojung membuka matanya perlahan dan mulai mengamati sekitar. Sedikit terkejut saat melihat Jihoon duduk di sampingnya dan menatapnya datar. Berusaha untuk duduk dan menyadarkan punggungnya di kepala ranjang. Entah kenapa merasakan mual di perutnya saat mencium aroma bubur yang diletakkan di nakas samping tempat tidurnya. Tapi dia memilih untuk mengabaikannya. 

Jihoon masih diam, membuatnya tidak nyaman. Kemarahannya yang sebelumnya sudah lenyap entah kemana. Dia tidak mengerti kenapa dirinya tiba-tiba menjadi sangat sensitif pada banyak hal . Membuatnya mudah marah pada tekanan sekecil apapun. Menimbulkan rasa bersalah yang tak beralasan di dalam dirinya.

Setelah keheningan yang cukup lama, akhirnya Yoojung tidak tahan lagi. Kecanggungan ini membunuhnya. Jadi dia memutuskan untuk bertanya. 

"Apa yang terjadi? "

" Kau pingsan! "

" Benarkah? "

" Hhmm"

"Kenapa?"

". . . ", Jihoon tidak menjawab. Kembali menatapnya dalam diam. Sebuah tatapan yang tidak bisa dia pahami. 

"Hahhh", Yoojung mendesah pelan, menundukkan kepalanya dan menepuk jidatnya. Berbicara dengan Jihoon hanya membuatnya semakin kesal. 

"Dokter bilang kau hamil! "

Pernyataan dari Jihoon membuatnya mengangkat kepalanya. Matanya melotot kaget. Tidak menyangka bahwa dirinya hamil. Pantas saja dia jadi lebih sensitif dan perutnya terasa mual. Dia menunduk untuk melihat perutnya dan kemudian menyentuhnya. 

" Jadi, di sini ada bayi?" batinnya dalam hati. Hampir saja menangis jika saja Jihoon tidak bersuara. 

" Dia... anak siapa?", Yoojung menolehkan kepalanya, menatap Jihoon. 

"Apa?"tanyanya bingung. 

"Anak itu, siapa ayahnya?" Ulang Jihoon. 

Ah. Yoojung baru sadar. Kejadian antara dia dan Jihoon dengan dia dan Jimin hari itu hampir bersamaan. Walau dia masih tidak yakin apakah benar terjadi sesuatu antara dia dan Jimin, tapi juga tidak ada yang bisa membuktikan sebaliknya. Dia tidak ingat apapun. Karena itu dia juga tidak bisa memastikan apa yang terjadi. Jadi dia menyimpulkan bahwa memang mereka berdua melakukan sesuatu malam itu,  yang artinya dia tidak tahu anak siapa yang tengah dikandungnya saat ini. Membuatnya bingung harus menjawab apa. 

"Aku tidak tahu", putusnya kemudian, mengalihkan pandangannya ke arah lain, mencoba menghindari mata Jihoon. 

"Kau bilang kau tidak tahu? Aku tanya sekali lagi. Anak. . Siapa. . Yang kau kandung. . Sekarang? ", tanyanya penuh penekanan. Tanpa sadar kedua tangannya sudah mencengkeram erat bahu Yoojung. 

Yoojung memejamkan matanya, emosinya hampir meledak, nafasnya mulai memburu, bahkan rasa sakit akibat genggaman kuat Jihoon di bahunya dilupakannya begitu saja, hingga akhirnya, " AKU BILANG AKU TIDAK TAHU! “teriaknya frustrasi. Amarahnya sudah tak terbendung lagi. Jihoon menekannya sampai di ambang batas kesabarannya. Apalagi mual di perutnya yang semakin parah membuatnya lepas kendali. Ekspresi wajahnya sangat menakutkan, membuat Jihoon terkejut. Baru kali ini dia melihat Yoojung semarah ini. Dia menyesal. Segera melepaskan cengkeraman tangannya. Sepertinya sikapnya sudah keterlaluan kali ini. 

"Hhhahh", Jihoon menghela nafas, mencoba menetralkan ekspresi wajahnya. 

"Baiklah, aku mengerti. Kita cari tahu saat bayinya lahir. Untuk sekarang istirahatlah, aku akan menghangatkan bubur untukmu! ", ucapnya sambil mengusap kepala Yoojung, yang membuat Yoojung tertegun sesaat. Terkejut dengan perubahan sikapnya yang mendadak menjadi hangat. 

Jihoon pun segera beranjak pergi sambil membawa kembali mangkuk bubur yang telah dingin tersebut bersamanya. 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment