End for Us?

Give Me Your Love
Please Subscribe to read the full chapter

Apakah akan berakhir seperti ini?

 

 

Semua yang terjadi seolah mimpi. Ingin rasanya Soojung memiliki kemampuan untuk mengontrol mimpi sesuai kehendaknya. Minimal, dia dapat mengatur kapan dirinya harus terbangun atau tetap tinggal. Tetapi sayang, yang Soojung anggap sebagai mimpi buruk ini adalah kenyataan. Yang tidak dapat dia kendalikan semaunya.

Saat ini Soojung kembali mengalami mimpi buruknya. Kembali kehilangan salah satu orang terkasihnya. Xi Luhan, sahabat yang amat disayanginya. Orang yang selalu berada di balik layar atas kebahagiaan yang dicapainya. Seseorang yang mencintainya.

 

Soojung mengepalkan telapak tangan sembari menggigit bibir.

 

Kembali perasaan sesak menyiksa diri. Molekul karbondioksida seakan memenuhi ruang alveolusnya. Tidak berniat mengijinkan oksigen untuk masuk dan menggantikan tempatnya. Perasaan nyeri juga dominan menyiksanya. Serasa ada ribuan jarum yang menyergap bagian dadanya. Soojung amat tidak menyukainya. Soojung tidak menyukai perasaan semacam itu.

Yang paling melukai diri Soojung adalah alasan di balik kehilangan itu sendiri. Semua karena dirinya. Siapapun yang menghilang dari kehidupannya berasal dari satu faktor, ingin melindungi Soojung. Dulu sang ibunda tercinta, meinggal karena menyelamatkannya. Tidak jauh beda, Luhan pun demikian. Dia kehilangan nyawa karena menyelamatkan Soojung.

 

Jadi, wajar jika Soojung menyalahkan diri hingga saat ini, bukan?

 

“Soojung?”

 

Soojung tidak bergerak sekadar untuk menengok. Gadis itu diam dan tetap memandang ke depan. Ke arah gundukan yang baru saja menimbun tubuh kaku Luhan. Duka mendalam terasa di sekitarnya. Ada kedua orang tua Sehun selaku paman dan bibi dari Luhan. Ada pula sang kakek yang sebelumnya tidak peduli kini sedikit berubah. Soojung mampu melihat rona kesedihan terpancar dari lelaki tua itu. Mungkin menyesal karena tidak pernah memperlakukan Luhan dengan layak. Dan menyesal karena cucunya itu harus kehilangan nyawa karena ulah cucunya yang lain.

 

“Soojung?” suara itu kembali terdengar. “Ayo pulang.”

 

Soojung merasakan ada yang menggenggam telapak tangannya. Hangat. Rasanya menenangkan hati. Tetapi, Soojung juga merasakan hal yang lain. Sakit. Aneh, bukan? Mengapa harus perasaan itu datang bersamaan?

 

“Jongin, kau pulang duluan saja,” Soojung akhirnya bersuara. Gadis itu menarik napas dalam sebelum kembali berkata, “Aku ingin di sini lebih lama lagi.”

 

Jongin menghela napas pasrah. Dia mengerti sekali perasaan Soojung saat ini. Kehilangan Luhan secara tiba-tiba pasti menyiksa batinnya. Apalagi Soojung pernah mengalami kasus yang serupa sebelum ini. Saat ibunya meninggal. Keduanya sama-sama meninggal karena menyelamatkan Soojung. Tetapi menurut Jongin, tidak baik juga jika harus menyalahkan diri terus menerus.

 

“Kalau begitu aku akan tetap di sini, menemanimu,” Jongin tersenyum ke arah Soojung. Senyuman lembut yang biasanya menjadi energi tersendiri bagi diri Soojung. Tetapi, kali ini tidak berfungsi. Senyum itu tidak membuat Soojung semakin lebih baik. Justru rasa bersalahnya semakin parah.

 

Tidak mungkin dia berbahagia di atas penderitaan orang lain.

 

Luhan. Sehun.

 

Sehun. Soojung nyaris melupakan lelaki itu. Lelaki yang pernah mengisi ruang hatinya itu juga telah berubah banyak. Soojung sedikit merasa kehilangan sosok Sehun yang dia kagumi sejak dulu. Sehun yang baik hati sudah tidak lagi ada. Berubah menjadi Sehun yang penuh ambisi. Dan menghalalkan segala cara untuk meraih apa yang diinginkannya.

 

Dan Soojung merasa itu juga karena dirinya.

 

Karena dia tidak menerima Sehun kembali. Karena Soojung mudah sekali berpaling. Karena…. Ah, Soojung menyesali semuanya. Andai dia melepaskan Sehun sejak awal semua tidak akan terjadi.

 

Dia tidak perlu berdandan ala nerd. Dia tidak akan menarik perhatian untuk dijadikan taruhan oleh Jongin dan Sehun. Dia tidak akan menjalani hubungan dengan Jongin. Dan semua ini tentu tidak akan terjadi.

 

“Jongin,” Soojung memanggil nama kekasihnya denga suara tertahan di tenggorokan. “Kurasa semua ini tidak benar.”

 

Kening Jongin mengerut. Ditatapnya paras ayu Soojung lekat-lekat. “Apa yang tidak benar?”

 

Soojung menarik napas, “Semuanya. Terutama hubungan kita. Kurasa sejak awal hubungan ini memang tidak direstui.”

 

Jongin menggertakkan gigi tanpa sadar. Kedua lensa kecokelatannya berkilat marah. “Apa maksudmu mengatakan hal seperti itu, Soojung?”

 

Soojung menggeleng pelan. Bukti dia sendiri tidak mengerti dengan apa yang dia katakan. “Aku juga tidak mengerti. Tetapi, sejak awal hubungan ini salah, Jongin. Hubungan yang bermula dari sebuah permainan. Hubungan yang sejak awal penuh dengan kebohongan. Dan lihat yang terjadi sekarang. Satu nyawa orang melayang. Dan satu orang jatuh ke lubang penderitaan terdalam.”

 

Jongin masih mengatupkan bibir tebalnya rapat. Rahangnya mengeras. Dia tentu memahami apa yang Soojung maksud. Semua kejadian yang menimpa mereka, terutama soal Luhan dan Sehun. Jongin juga mengakui jika hubungan keduanya berkontribusi atas insiden itu. Tetapi, Jongin tidak mau mengakui itu. Jika dia mengakui hal itu, maka dia siap dengan segala kemungkinan terburuk. Seperti….

 

“Ayo kita putus.”

 

Jongin menahan napas saat satu keinginan itu meluncur dari bibir manis Soojung.

 

“Ayo kita akhiri saja, Jongin,” ulang gadis itu dengan suara parau.

 

Jongin melihat kabut benig melapisi kedua lensa kecokelatan kekasihnya. Gadis itu terlihat pula menarik-embuskan napas tidak teratur. Sedikit memburu. Seolah menahan diri untuk tidak menumpahkan cairan bening dari pelupuk mata.

 

“Tidak bisa,” jawab Jongin tegas. “Setelah yang kita lalui bersama, lantas kau mau kita putus, huh?”

 

Soojung menundukkan kepala. Dia tahu itu. Perjuangan mereka hingga direstui cukup berat. Akan menjadi sia-sia jika diakhiri begitu saja.

 

“Tapi, aku tidak sanggup, Jongin.” Soojung menarik napasnya dalam. Suara isakan mulai terdengar. Membuat dada Jongin terasa ngilu. “Aku tidak sanggup menjalani hubungan ini. Aku akan terus mengingat perngorbanan Luhan. Dan akan terus mengingat jika kita berdua telah menyakiti Sehun hingga berbuat nekat seperti ini.”

 

“Aku tidak sanggup, Jongin.”

 

Jongin mengeram. Emosinya tidak mampu dibendung lagi. “Luhan mennggal bukan karena kita, Soojung. Itu takdir. Kebetulan jika dengan cara menyelamatkanmu. Dan Sehun, dia yang memilih untuk disakiti. Dia yang menyakiti dirimu lebih dulu!”

 

“Tapi, Jongin….”

 

“Terserah!” Jongin melepaskan genggaman tangannya. Kedua matanya memandang Soojung tajam. “Terserah degan semua yang sudah terjadi. Aku tidak akan menyerah dengan hubungan ini.”

 

“Dan kau, Soojung. Sebaiknya tidak lagi memutuskan sesuatu tanpa pikir panjang seperti ini lagi,” ancam lelaki itu. “Aku akan pergi lebih dulu. Sebaiknya kau pikirkan semuanya dengan lebih tenang.”

 

Soojung menjatuhkan diri saat Jongin melangkah meninggalkannya. Lelaki itu sendiri tampak tidak peduli dan terus berjalan menjauhinya. Bagi Jongin, percuma berdebat dengan Soojung sekarang ini. Emosi gadis itu masih meletup. Membiarkannya memikirkan semua dengan lebih tenang adalah pilihan terbaik.

 

Soojung terisak pelan. Bersimpuh sembari meemas tanah pemakaman tempatnya berada. Soojung juga tidak tahu dia harus bagaimana. Dia masih mencintai Jongin, sungguh. Tetapi, dia masih tidak sanggup menjalani semuanya dengan segala yang sudah terjadi.

 

Dan sekarang bukan hanya Luhan, atau Sehun. Jongin pun terluka karena permintaannya untuk putus. Oh, sekali lagi Soojung melakukan kesalahan dan berdampak buruk.

 

O0O

 

Sudah tiga hari ini Soojung berdiam diri di kamar. Gadis itu tidak pernah meninggalkan kamarnya bahkan hanya untuk makan bersama keluarganya. Gadis itu juga absen dari sekolahnya selama tiga hari ini. Rasanya Soojung hanya belum siap bertemu dengan banyak orang. Terutama Jongin.

Soojung kembali menghela napas panjang. Kepalanya direbahkan di atas meja belajar. Sejak pemakaman Luhan –tiga hari yang lalu, dirinya tidak bertemu Jongin lagi. Lelaki itu pun tidak menghubunginya. Mungkin masih kecewa dengan permintaannya terakhir kali.

Ada penyesalan hinggap di benak Soojung. Soojung tahu, perpisahan bukan jalan terbaik. Tetapi, baginya perpisahan dengan Jongin mampu membuatnya merasa lebih baik. Setidaknya Soojung mempunyai ruang yang luas serta waktu yang lama untuk menerima segalanya. Hingga nantinya Soojung tidak menyalahkan diri kembali. Hanya saja yang jadi masalah adalah Soojung itu sendiri. Apakah Soojung mampu berpisah dari Jongin –di samping Jongin yang terus bersikeras untuk mempertahankan hubungan mereka?

 

Sepertinya dia juga tidak sanggup.

 

“Soojung?”

 

Soojung menegakkan badan. Berbalik dan melihat ada yang ayah tengah berdiri di ambang pintu. Jung Taewoo –ayah Soojung menatap putrinya ragu, “Bolehkah appa masuk, Soojung?”

 

Soojung tidak bersuara, namun mengangguk. Mengijinkan sang ayah untuk memasuki kamarnya. Perlahan gadis itu beranjak. Beralih duduk di tepian ranjang bersama sang ayah. Jung Taewoo tersenyum memandangi putrinya. Penuh sayang, lelaki paruh baya itu mengusap lembut kepala sang putri. Tak luput dari pengamatannya kondisi Soojung saat ini. Putrinya memang tampak seperti biasanya. Hanya rona pucat masih menghiasi paras ayunya.

 

“Kau semakin kurus,” komentar tuan Jung. “Tapi, tetap cantik.”

 

Soojung tersenyum mendengar penuturan ayahnya. Membuat tuan Jung merasa sedikit lega. Setidaknya Soojung-nya tidak lupa cara untuk tersenyum. Syukurlah, dia cukup cemas jika Soojung masih bersedih karena kehilangan Luhan. Jung Taewoo tahu benar jika Soojung amat dekat dengan Luhan. Sempat dulu dia berpikir untuk meminta Luhan saja yang menjadi menantunya, bukan Sehun. Karena entah salah atau tidak, tuan Jung tidak melihat kebahagiaan saat Soojung bersama Sehun. Tuan Jung jadi semakin merasa bersalah. Jika dia sudah menduga bahwa Soojung sejak awal tidak bahagia dengan Sehun, mengapa dipaksa? Ah, sudahlah. Toh, semua sudah berlalu.

 

“Appa sangat merindukanmu,” ujar tuan Jung. “Kau tidak keluar kamar sejak kemarin,” ungkapnya.

 

“Jongin juga begitu. Tiga hari ini dia terus berkunjung. Tetapi, saat kutawari untuk menemuimu, dia menolak. Katanya dia hanya ingin mengetahui kabarmu secara langsung saja.”

 

Ada getaran tersendiri saat mendengar informasi dari sang ayah. Jongin, pemuda itu masih peduli kepdanya. Lepas dari kekecewaan pemuda itu akibat permintaannya untuk memutus jalinan asmara keduanya.

 

“Apa kalian bertengkar?”

 

Soojung menggeleng pelan. Membuat tuan Jung mengerutkan keningnya tanpa sadar. Penasaran dengan yang terjadi pada Soojung dan Jongin. “Lalu kenapa?”

 

“Bukan masalah besar, appa. Aku hanya terlalu menyalahkan diri sendiri atas apa yang sudah menimpa pada diri Luhan dan Sehun. Dan Jongin sangat marah karena itu,” terang Soojung dengan kepala tertunduk.

 

Jung Taewoo menghela napas. Kembali mengusap kepala sang putri dan mencoba membenarkan sudut pandangnya. “Wajar Jongin marah. Dia tentu tidak mau jika kau terus menyalahkan diri atas sesuatu yang bukan kesalahanmu.”

 

“Yang terjadi kepada Luhan adalah takdir. Dan yang terjadi pada Sehun pun demikian. Hanya yang membedakan pada kasus Sehun dia sendiri yang memilih untuk mengedepankan emosi tanpa menggunakan logika. Itu bukan karena dirimu, Soojung.”

 

Soojung mencerna baik-baik apa yang baru saja ayahnya katakan. Sekali lagi, tidak ada yang salah dari apa yang beliau katakan. Tetapi, yang namanya rasa bersalah tidak dapat dicegah. Perasaan it uterus menghantuinya. Tidak mau lepas. Tidak mau lenyap. Butuh waktu yang lama bagi Soojung untuk memaklumi semuanya, termasuk soal memaafkan diri sendiri.

 

Soojung tentu butuh ruang untuk itu. Butuh kesempatan untuk istirahat sejenak. lepas dari segala hal yang terkait dengan masalahnya saat ini. Segalanya, termasuk Jongin, mungkin?

 

“Appa,” gadis itu tampak ragu untuk mengungkapkan pemikirannya. “Boleh aku meminta sesuatu?”

 

Jung Taewoo mengerutkan kening kembali. Dari raut wajah Soojung, terlihat bahwa ini permintaan yang cukup serius. Entah mengapa timbul satu kekhawatiran dalam diri Jung Taewoo. Semoga saja sang putri tidak meminta sesuatu yang aneh. Semoga.

 

 

O0O

 

“Sudah kukatakan, aku tidak gila!”

 

Kedua mata Sehun berkilat marah. Pemuda berkulit putih itu menggenggam trails kamar tempatnya berada erat. Sesekali dirinya coba menggerakkan trails itu. Berharap lepas dari tempatnya hingga dia mampu melepaskan diri. Tetapi, tidak bisa dilakukan olehnya.

 

“Yak!” suara Sehun kembali terdengar keras. “Lepaskan a…!

 

Sehun berjengit mundur. Tiba-tiba saja seseorang mendekati jendela kamarnya. Seseorang dengan seragam putih yang hampir sama dengan dirinya. Seseorang itu tersenyum kepada Sehun. Membuat pemuda itu sedikit merasa takut. Senyuman itu tampak ganjil. Tidak normal.

 

“Tuan, anda harus kembali ke kamar.”

 

Seorang perawat tampak meraih lengan orang yang mendekati jendela kamar Sehun tadi. Setelahnya, Sehun mampu mendengar lelaki asing tadi tertawa tanpa sebab. Membuat Sehun bergidik ngeri. Dia bisa gila jika terus berada di sini. Lebih baik dipenjara seumur hidup daripada harus mendekam bersama orang-orang yang tidak normal di sini.

 

“Aku harus keluar. Apapun yang terjadi.”

.

.

.

 

“Tuan Sehun?”

 

Sehun menoleh. Didapatinya seorang perawat berdiri di ambang pintu. Terburu-buru Sehun mendekatinya. Memasang tampang memelas sebaik mungkin. Ini kesempatannya. Dia harus berupaya bebas sekeras mungkin.

 

“Suster, keluarkan aku dari sini. Kau bisa mengatakannya pada dokter, bukan? Aku tidak gila. Aku….”

.

.

.

“Sehun?”

 

Sehun menggantungkan perkataannya. Kedua kelopak matanya mengerjap cepat. Seolah menyangsikan penglihatannya. “Soojung?”

 

Soojung, dia benar-benar Jung Soojung. Gadis itu tersenyum lembut ke arah Sehun. Sempat dia meminta pada perawat untuk meninggalkan dirinya berdua saja dengan Sehun. Sang perawat sekilas ragu. Tetapi, setelah Soojung meyakinkannya dengan baik, perawat itu setuju.

 

“Hanya 30 menit, tidak lebih.”

Soojung mengangguk setuju. Sepeninggal sang perawat, gadis itu menghela napas sebentar. Dirinya lantas beralih lagi menatap Sehun. Tidak lupa senyum manis tersungging untuk pemuda itu. “Apa kabar, Sehun?”

 

Sehun serta merta mendengus kesal. “Apakah ada orang yang baik-baik saja jika terpenjara di sini dengan orang-orang kurang waras?”

 

Soojung mengangguk saja. Mengiyakan apa yang Sehun katakan. Memang sejak kemarin, Sehun dipindahkan dari ruang tahanan kepolisian ke rumah sakit jiwa. Alasannya satu, menurut ahli-nya Sehun memerlukan perawatan intensif. Lelaki itu mengalami depresi yang cukup berat hingga mempengaruhi kejiwaannya. Alhasil dia nekat melakukan sesuatu yang membahayakan seperti kejadian yang telah lalu. Untuk memastikan agar kejadian yang sama tidak terulang, maka diputuskan untuk menahan Sehun di rumah sakit j

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
rizkyginting #1
Chapter 30: akhirnya kaistalnya balekan lagi
amiisiltya #2
Chapter 38: Demi apa luhan sedih bangeeeett. Kasian luhan :"""
affexions
#3
Chapter 38: wow!! that was so sad:( goodjob authornim... aku suka side-storynya walaupun agak sedih juga
ysmnfrh #4
Chapter 35: Plot twist bgt ga nyangka bakal kaya gini. Bagus ceritanya thorrr
viannafe #5
Chapter 37: Thor izin minta psswrdnya dong. Maaf jika gangguin
viannafe #6
Chapter 33: Hyeyeon kok bilang gitu deh. Kan kasian soojong dijelekin
viannafe #7
Chapter 30: Smga sehun rela ngelepaskn soojong. Kaknya jongin digelarnya nenek sihir. Keke
viannafe #8
Chapter 35: Aduh. Kasian bangat Luhan. Sehunie kok jd begini
kyuhyun12 #9
Chapter 36: Aku harap kaistal berakhir bahagia jangan sad ending please
kyuhyun12 #10
Chapter 35: Kerennn kaka ff nya