THE LAST TEAR

49 Days FF

Hari ke 36. Sisa waktu 13 hari lagi. Pukul 06.00 KST.

 

               Shi hoo membuka pesan di handphone-nya dengan setengah sadar. Dia masih mengantuk. “Ah... siapa yang sms pagi-pagi seperti ini?”. Shi hoo bangun dan menguap lebar. Dari Park Dong Joo :

Sepupu jelek, bangunlah! Aku pergi ke luar kota  selama beberapa hari ini. Jangan merepotkan Yi kyung dan jadilah berandal yang baik J

 

“Ah... kenapa dia seperti memperingatkanku untuk tidak mengganggu pacarnya?”. Shi hoo mendengus kesal dan melemparkan handphone-nya begitu saja ke atas meja. Ia kembali tidur.

               Yi kyung keluar dari kamarnya dengan sedikit mengendap-endap. Masih canggung dan tidak tahu akan bersikap bagaimana di hadapan Shi hoo setelah kejadian kemarin. Dia membuka lemari es dan menuangkan segelas air dengan hati-hati takut membangunkan Shi hoo.

“Tumben sekali sudah bangun?”. Celetuk Shi hoo yang ternyata sudah bangun. Yi kyung sampai menumpahkan sedikit airnya karena kaget. Shi hoo tersenyum dan berjalan mendekat ke arahnya.

“Aku bertanya padamu, kenapa pagi-pagi sudah bangun?”. Shi hoo tersenyum genit. Yi kyung cuma melirik sok cuek. Ia meneguk airnya tanpa menghiraukan Shi hoo. Diperlakukan seperti itu tentu saja Shi hoo manyun. Dia menarik tangan Yi kyung begitu saja setelah selesai minum.

“Hei... kau mau menarikku kemana?”. Teriak Yi kyung tidak mengerti. Shi hoo hanya tersenyum sok misterius.

               Mereka berjalan berdua menyusuri taman belakang Hotel yang cukup luas. Hotel Keluarga Shin ini memiliki pemandangan yang indah. Letaknya juga sangat potensial. Menghadap ke tepian laut. Yi kyung dan Shi hoo berjalan bersama menyusuri jalan setapak kecil bagi para pejalan kaki.

“Kulihat kau jarang sekali olahraga”, Ujar Shi hoo. Dia tersenyum, begitu manis dan hangat. Yi kyung tersenyum mendengarnya.

“Kau tahu darimana?”, Tanyanya.

 Shi hoo tersenyum lagi, “Aku ini tahu mana tubuh wanita yang rajin olahraga dan yang malas olahraga”. Jawab Shi hoo enteng. Yi kyung langsung melotot gemas. “Ah, mata keranjang!”. Ledeknya. “Tidak!”. Shi hoo membela diri.

 “Tuan saus kacang almond yang mata keranjang!”. Ledek Yi kyung seraya berlari kecil meninggalkan Shi hoo yang melirik sewot dan gemas.

“Hei... jangan lari! Enak saja, aku ini bukan mata keranjang. Haha... dan tuan apa? hei.. enak saja!”. Shi hoo tertawa dan mengejar Yi kyung.

               Yi soo tersenyum dari kejauhan. IU menatap seniornya itu dengan simpati. “Senior pasti terluka sekali ya? Kalau memang sedih jangan memaksa untuk tersenyum senior!”. Hibur IU seraya menepuk-nepuk pelan pundak Yi soo. “Siapa bilang aku sedih?”. Yi soo melirik sewot. IU langsung menurunkan tangannya dengan cepat dan memasang ekpresi polos.

Yi soo awalnya terlihat kesal dan tersinggung tapi sedetik kemudian dia tersenyum dan mencubit pipi juniornya itu dengan gemas.

“Hehe... wajahmu lucu juga kalau sedang takut seperti itu. hehe...”. ujarnya. IU cuma bisa meringis kesakitan dan melotot. “Senior, sakit!!!!”. Teriaknya.

               “Kenapa berhenti?”. Shi hoo menegur Yi kyung yang tidak lagi berlari dan terdiam di sisi sebuah dermaga. Mereka menghadap ke laut yang begitu tenang pagi ini.

“Tidak apa-apa. Aku hanya ingin menceritakan sesuatu padamu”.

“Cerita?”. Shi hoo menatap penasaran.

“Aku pernah mengalami ini sebelumnya. Menjaga arwah sepertimu”.

“Arwah sepertiku?”. Shi hoo terlonjak kaget. Yi kyung menoleh sejenak dari pandangannya ke laut dan tersenyum menghadap shi hoo.

“Pernah ada arwah yang meminjam tubuhku selama 49 hari. Seorang gadis yang sangat manis. Dia meminjamnya untuk mencari 3 airmata tulus agar bisa kembali hidup. Aku yang saat itu memang tidak berniat hidup, meminjamkan tubuhku dengan sukarela. Ya...49 hari... Dia berhasil mengubahku menjadi seseorang yang punya keinginan untuk hidup kembali”. Yi kyung mendesah penuh kesedihan merindukan Ji hyun.

               “Lalu, dimana dia sekarang? apa dia berhasil?”. Tanya Shi hoo begitu penasaran.

Yi kyung tersenyum kecil dan menggeleng.

“Dia berhasil tapi takdir telah menuliskannya untuk pergi. Dan belakangan ini aku baru tahu jika dia ternyata adikku, adik kandung yang tidak pernah aku tahu keberadaannya selama ini. Aku pernah hilang saat masih kecil dan 49 hari Ji hyun telah berhasil mengubah hidupku menjadi lebih baik”.

“Ji hyun? Itu nama adikmu? Kenapa kau tidak ingin hidup saat itu? Apa karena terpisah keluargamu saat masih kecil?”. Shi hoo menatap penuh simpati. Dan antusias. Yi kyung menghela nafasnya sebentar, sebelum melanjutkan ceritanya.

“Ada seseorang yang pergi dari hidupku. Dia adalah teman, kakak, saudara dan kekasih terbaik. Kau mungkin akan merasa aneh melihatku beberapa tahun yang lalu. Aku tidak seperti ini. Bahkan hidupku lebih buruk dari seorang gelandangan. Kepergiannya membuatku seperti orang gila. Setiap hari hanya makan mie, setiap hari tidak melakukan apapun, hanya termenung dan saat benar-benar kesepian aku pasti berpikir untuk bunuh diri”. Yi kyung bercerita dengan sedih. Rasanya berat sekali mengenang semuanya kembali.

               Yi soo dan IU berdiri di belakang mereka, begitu terharu mendengarkan cerita Yi kyung. Tak terasa setetes airmata jatuh di pipi Yi soo. “Song yi kyungku....”. begitu desahnya. Shi hoo terenyak. Hampir tidak mempercayai cerita Yi kyung.

“Siapa dia?”. tanyanya.

“Song Yi soo. Seseorang yang memberikan nama Song yi kyung padaku. Dia menjagaku sejak pertama kali aku masuk ke panti asuhan. Kami tumbuh bersama. Dia satu-satunya keluarga yang aku miliki saat itu tapi dia akhirnya pergi... pergi untuk selamanya....”. Yi kyung tersenyum memikirkan Yi soo. Dia tidak mau menjadi sedih ataupun menangis, sudah cukup baginya untuk membebani langkah Yi soo.

“Senior...”. IU berbisik lirih pada Yi soo yang tersenyum sedih sambil mengusap airmatanya.

“Song Yi soo?”. gumam Shi hoo seolah mengingat sesuatu.

“Kau seperti mengenalnya?”. Yi kyung menatap penasaran.

“Aku...”. Shi hoo ingin sekali melanjutkan kata-katanya tapi sebuah tangan lebih dulu menyentuh pundaknya seolah mengatakan “Jangan”. Yi soo berdiri di belakang mereka. Ia menggeleng dengan sebuah senyuman tipis dan mata berkaca-kaca.

               Shi hoo cukup terkejut melihat ‘kencannya’ pagi ini ternyata diikuti. Shi hoo mengerti sekarang, dia tersenyum dan menggeleng ke arah Yi kyung. “Tidak, hanya saja namanya terdengar familiar”,Jawabnya. Pantas saja dulu senior IU ini pernah mengatakan jika dia mempercayakan Yi kyung padanya. Ternyata dia masih memiliki hubungan dengan Yi kyung. Mempercayakan itu pasti maksudnya menyuruhnya untuk menjaga Yi kyung?

“Aku menceritakannya padamu karena aku mempercayaimu”. Ujar Yi kyung. Shi hoo tersenyum kecil. Dia bisa melihat kesedihan itu. Pasti sangat sakit, andai mereka bertemu sejak dulu. Shi hoo akan memastikan Yi kyung melanjutkan hidupnya dengan baik.

“Kau tidak akan kehilangan siapapun lagi”. Shi hoo mendekat dan memeluk Yi kyung penuh ketenangan. Membuatnya senyaman mungkin. Yi soo membalikkan punggungnya dan berjalan menjauh diikuti IU.

“Kau harus bahagia, Song yi kyung-ku”. Gumamnya.

 

***

 

               Han kang menatap spion mobilnya, berharap Bibi Jung/Hyo Joo cepat keluar dari rumahnya . Hari ini mereka akan pergi mencari seorang teman Hyo Joo bernama Shin Ri Bin. Sekarang pukul 07.00 KST. Di dalam rumah, Hyo Joo tengah berbicara dengan Ji hyun.

“Dia sudah menunggu kakak di luar!”. Seru Ji hyun. Hyo joo cepat-cepat masuk ke tubuh Bibi Jung yang sedang termenung di sisi jendela. 5 menit kemudian, Hyo joo keluar dengan wujud Bibi Jung bersama schedulernya Ji hyun. Han kang tersenyum dan buru-buru keluar membukakan pintu.

               “Pagi...”. sapa Han kang. Bibi Jung/Hyo Joo membalas dengan senyuman lalu bergegas masuk ke dalam mobil. Ji hyun tersenyum kecil dan tidak ikut masuk. Bibi Jung/Hyo Joo cukup terkejut melihat Ji hyun yang tidak ikut. Tapi schedulernya itu hanya menggeleng dan tersenyum.

“Aku akan menemui kakak nanti. Jaga diri baik-baik!”. Ji hyun melambaikan tangannya begitu mobil Han kang berlalu. Bibi Jung merasa sedikit heran, tapi dia mencoba memaklumi. Mungkin Ji hyun merasa sedih jika terus menerus melihat Han kang sementara Han kang tidak mengetahuinya sama sekali.

“Kenapa bi?”. Tanya Han kang yang heran karena Bibi Jung/ Hyo Joo terus menoleh ke belakang.

“Apa ada yang tertinggal?”. Tanyanya lagi.

 “Hmm.. tidak”. Jawab Bibi Jung/Hyo Joo.

 

***

              

JINAN, Korea Selatan

 

               Sebuah taksi meluncur turun dengan cepat melewati tikungan kemudian berhenti tepat di depan sebuah rumah sakit yang cukup megah. Seorang pria berjas putih dokter keluar dari dalamnya. Ia tersenyum melihat suasana rumah lobi sakit  yang masih sepi. Kemudian dengan cepat dia berjalan menyusuri lorong. Beberapa suster dan pasien tersenyum ramah padanya.

“Dr. Noh”. Sapa mereka. Pria yang dipanggil Dr. Noh itu nampak sumringah. Langkahnya terhenti di depan sebuah ruangan.

“Jadi ini yang disebut teman, huh? Datang tapi tidak memberitahu”. Dr. Noh melipat tangannya dan berjalan masuk menghampiri seorang dokter muda bernama Park Dong Joo. Mereka saling tersenyum. Begitu akrab.

               “Aku baru tiba kemarin malam, lagipula bukankah ini kejutan yang manis?”. Gurau Dong Joo.

“Kau ini, mentang-mentang lulus 2 bulan lebih cepat dariku jadi sombong sekali sekarang? tidak pernah menghubungi sama sekali. Aku berkali-kali mengirim pesan ke akun twitter-mu dan tidak pernah kau balas. Ah... sombongnya.. ckckck”.

Dong Joo tertawa dan balik meledek, “Kau juga menghilang begitu saja! lagipula aku sudah tidak pernah bermain twitter lagi. Kau saja yang salah alamat. Haha...”.

“Apa yang kau lakukan di sini? Kudengar kau melanjutkan sekolah kedokteran ke luar negeri? Kenapa tidak bekerja di sana sekalian? Kau ini... merebut lahanku saja”. canda Dr. Noh.

“Hahaha.. merebut apa?! Aku ini cinta negaraku. Lagipula wanita-wanita di sini lebih cantik. Hahaha...”.

“Dasar kau... ahaha...”.

               Seorang suster tiba-tiba berlari masuk dengan tergopoh-gopoh menghampiri mereka.

 “Dr. Noh... anda di sini? Kondisi pasien kita di kamar 18 tiba-tiba saja memburuk”. Lapor suster itu begitu cemas. Dr. Noh langsung berdiri dan memberi kode pada Dong Joo jika dia akan kembali nanti. Dong Joo mengangguk dan tersenyum kecil, semoga teman kuliahnya itu berhasil.

               “Apa dia memakan sesuatu tadi pagi?”. Tanya Dr. Noh sambil terus berlari menuju ruangan itu.

 “Kami hanya memberikan vitamin seperti sebelumnya dok”.

               Mereka sampai di depan kamar 18. Dr. Noh langsung berlari masuk dan memeriksa tekanan darah si pasien. Keringat mulai mengucuri dahinya. Ada 2 orang suster lainnya yang ikut membantu memeriksa.

“Suster Kim, tolong periksa tekanan darahnya dan kau suster Ran, tolong bawa kemari daftar riwayat sakit pasien ini!”. Perintah Dr. Noh begitu cekatan. Suster Kim Sung Young dan Ran Mbyul-mbyul langsung melaksanakan perintah yang mereka terima.

Dr. Noh memberikan sebuah suntikan pada selang infus pasien itu. Dia sedikit lega melihat reaksi yang diterima pasiennya setelah beberapa menit. Kondisi wanita di hadapannya itu perlahan stabil dan normal. “Tekanan darah dan denyut nadinya sudah kembali stabil, dok”. Lapor Suster Kim. Dr. Noh tersenyum dan mengusap keringat di dahinya.

Suster Ran datang dengan tergesa-gesa dan langsung menyerahkan daftar yang tadi diminta Dr. Noh.

 “Untuk sementara, hentikan dulu segala obat barunya, ganti dengan obat sebelumnya dan pantau terus tekanan darahnya setiap 2x24 jam”.

               Dr. Noh berjalan keluar dari kamar 18 dengan sedikit lelah. Rasanya masih dag-dig-dug melihat kondisi pasiennya barusan. Walau begitu dia senang bisa menyelamatkannya. Ini perasaan yang hanya diketahui oleh seorang dokter. Perasaan menyelamatkan hidup orang lain. Dia berjalan menuju Dong joo yang ternyata sudah menunggu-nya di taman rumah sakit.

“Melelahkan?”. Tanya Dong Joo sambil menyodorkan segelas kopi yang sengaja dia beli untuk sahabatnya itu. Dr. Noh tersenyum dan menerimanya. Mereka berdua duduk di kursi panjang yang nyaman. Terlihat beberapa pasien tengah mondar-mandir menikmati suasana pagi yang sejuk.

               “Cukup melelahkan tapi menyenangkan juga. Perasaan setelah menyelamatkan hidup orang lain itu tidak dapat aku tukar dengan apapun”. Jawab Dr. Noh seraya meneguk kopi pemberian Dong Joo. Dia mengamati daftar yang tadi diberikan oleh suster Ran. Dong Joo mengangguk, mengerti perasaan itu.

“Menurutmu, apa amenodin itu berbahaya jika diberikan pada pasien penderita radang hati?”. Tanya Dokter Noh.

“Kurasa tidak. Apa pasienmu memburuk setelah diberikan obat itu?”.

“Aku belum tahu pasti tapi mungkin saja tubuhnya tidak cocok dengan obat ini”. Dr. Noh nampak berpikir begitu serius.

 “Coba kulihat!”. Pinta Dong Joo.

“Ini!”. Dr. Noh menyerahkan daftar di tangannya.

 “Jadi menurutmu Dr. Park? Apa perlu dilakukan tes darah sekali lagi?”. Percakapan ringan mereka kini berubah menjadi begitu serius.

               Park Dong Joo menelaah daftar di tangannya dengan begitu teliti. “Sepertinya memang perlu. Dari data di sini, penyakitnya sudah berlangsung sejak bertahun-tahun. Seharusnya sudah dilakukan operasi. Kenapa dari data ini aku tidak melihat pernah ada operasi?”.

“Pasiennya menolak lagipula resikonya juga sangat tinggi. Kudengar baru ada seorang dokter di Jepang yang berhasil melakukannya”. Jelas dokter Noh. Park Dong Joo mengangguk-angguk.

“Siapa nama pasien ini?”.

“Balik saja! Ada data pasiennya di halaman belakang”. jawab Dr. Noh sambil menikmati kopinya.

               “Jang Na na?”. Park Dong joo rasanya tersentak melihat foto dan nama yang terpasang di data itu.

“Kau mengenalnya?”. Dr. Noh menatap penasaran.

 

***

 

               Bibi Jung/Hyo Joo melangkah dengan gontai ke dalam mobil Han kang. “Apa sudah bertemu dengannya?”. Tanya Han kang. Bibi Jung/ Hyo joo menggeleng dan nampak putus asa menatap selembar alamat Shin Ri Bin di tangannya.

“Dia pindah satu bulan lalu. Ke daerah Jinan tapi aku tidak tahu pasti. Hanya alamat ini yang dapat diberikan oleh pemilik rumahnya yang baru”. Bibi Jung menyodorkan secarik kertas itu ke Han Kang. Jinan bukan tempat asing baginya. Dia langsung dapat menebak dimana lokasi Shin Ri bin.

“Aku tahu alamat ini bibi. Bagaimana kalau kita pergi sore ini juga? Mengingat batas waktu yang semakin sempit”. Tawar Han kang. Bibi Jung/ Hyo Joo termangu, merasa begitu bersyukur memiliki Han kang di sisinya sekarang.

               “Bagaimana?”. Han kang melirik cemas. Bibi Jung/Hyo Joo tersenyum dan mengangguk. “Baiklah”. Jawabnya.

 

***

 

               Shi hoo termenung sendirian di dalam ruangan perawatannya. Hari ini dia sengaja pergi ke rumah sakit, Yi kyung harus menghandle beberapa tamu penting sementara dia tidak mungkin terus mengandalkannya. Bagaimanapun juga Yi kyung punya kehidupan yang harus dia jalani.

Sudah hampir sebulan tubuhnya terbaring koma di atas ranjang penuh selang itu. Keluarganya hanya sesekali datang. Kamar ini lebih sering kosong daripada dijaga oleh ayah ataupun salah satu dari saudara tirinya. Rasanya benar-benar sedih. Seseorang sepertinya rupanya tidak cukup berharga untuk diperhatikan. Mungkin keluarganya berpikir jika dia tidak akan bangun lagi atau mereka terlalu sibuk dengan urusan mereka masing-masing yang jauh lebih menyenangkan daripada sekedar duduk di sisi orang koma.

               “Kau kapan kau akan bangun? Dunia menantimu. Apa kau akan terus seperti ini?”. Shi hoo berbicara sendiri pada tubuhnya. Dia berusaha menyentuhnya tapi tidak bisa. Seperti ada medan magnet yang saling tolak menolak antara jiwa dan raganya. Sekilas dia teringat tentang hidupnya dulu. Saat dia masih kecil dan hidup di daerah pedesaan bersama Ibunya. Mungkin usianya saat itu sekitar 5 tahun. Dia lebih senang di sana. Hidupnya berubah saat dia berumur 6 tahun dan harus tinggal dengan ayahnya. Ibunya pernah berjanji akan terus datang tapi, dia tidak pernah kembali.

               Lalu secara mengejutkan dia tiba-tiba saja muncul dan menjenguk Shi hoo beberapa minggu yang lalu. Sayangnya itu tidak berguna lagi. Sebuah panggilan masuk ke dalam handphone-nya. Bukan dari Yi kyung maupun Schedulernya tapi dari sepupunya Park Dong Joo.

“Halo?”. Sapa Shi hoo.

“Shi hoo... Aku menemukan Ibumu! Dia sekarat!”. Dong Joo terdengar begitu serius dan cemas. Ya, Jang Na Na. Itu nama Ibu Shi hoo.

 

***

 

 

               Han kang membantu Bibi Jung/ Hyo joo membawa keluar barang-barangnya melewati pintu kedatangan bandara. Mereka baru saja sampai di Seoul dan akan meluncur ke Jinan.

Sekilas nampak seperti keponakan dan Bibinya. Sekarang pukul 17.00 KST. Sisa waktu 12 hari 7 jam.

 

***

 

               Yi kyung terus menatap layar handphone-nya. Berharap sebuah nama muncul di layar. Tapi Si “Arwah sombong” itu tidak menelepon atau sekedar mengirimkan pesan apapun. Sudah malam, harusnya dia sudah kembali dari rumah sakit. Berkali-kali Yi kyung membuka pintu kamarnya. Berharap menemukan sosok Shi hoo tengah berjalan atau berdiri di ujung lorong tapi jangankan sosoknya. Bayangannya saja tidak ada.

“Sudah pukul 11 malam sekarang. Dia kemana?”. Yi kyung bergumam cemas. Dia tidak bisa mengingkari ini lagi. Hatinya perduli dan menyayangi Shi hoo. “Baiklah!”. Yi kyung akhirnya memutuskan untuk menelepon si arwah sombong itu.

“Halo? Kau dimana?”. Tanya Yi kyung begitu khawatir.

 

 

               Yi kyung berlari ke dermaga tempat tadi dia berdiri dengan Shi hoo di pagi hari. Nampak arwah itu sedang termangu sendirian. Tatapannya sayu dan pandangannya begitu tidak bersemangat.

“Kenapa di sini?”. Tanya Yi kyung. Dia datang dengan terengah-engah.

“Kau mencemau?”. Shi hoo tersenyum kecil, nampak begitu terharu melihat Yi kyung.

 “Aku senang melihat ada yang mencemau”. ujarnya lagi. Yi kyung menatap tajam penuh pertanyaan. Memberikan tatapan yang sama tiap kali dia merasa ada yang tidak beres.

“Apa yang terjadi?”. tanyanya was-was.

Shi hoo menghela nafasnya dengan berat, nampak serius.

“Aku sudah menemukan pemilik airmata terakhir. Airmata itu milik Ibuku, Ibu kandung yang mencampakkanku. Dia sedang sekarat. Apa yang harus aku lakukan?”. Shi hoo menatap Yi kyung begitu sedih. Matanya berkilauan menahan airmata yang ingin jatuh.

“Milik ibumu?”. Yi kyung nampak bingung. Shi hoo tidak dapat menahan airmatanya lagi.

“Dia ada di Jinan dan jika aku pergi kesana besok. Maka lusa mungkin kita tidak akan saling mengenal lagi”.

Yi kyung tersentak mendengar kata-kata Shi hoo. Secepat ini? secepat ini kita akan menjadi orang asing? Dia terdiam, tidak sanggup mengatakan apapun.

 

 

 

***

 

PLEASE KEEP SUPPORT ME WITH YOUR COMMENTS!

Next chapter will be released after some comments.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
tasmirafkendra #1
Chapter 18: Anyway, I just finished with the last chapter, please update authornim. Why you stopped when you almost finished this story :(
tasmirafkendra #2
Chapter 10: I rewatched 49 days and tried my luck to search the fanfic, I found it, moreover it's in indonesian. I'm sooo excitedd. Authornim, I like the way you continue the story plot, I think you can be a movie script writer haha. Keep the good work on your other project ;D
FoundingTropas
#3
love to read more