You And I?

49 Days FF

               Shi hoo berlari menyusuri lorong rumah sakit. Dia harus segera menemukan Dong joo. Sepupunya itu keluar dari sebuah ruangan bersama beberapa teman sesama dokternya. Shi hoo menghentikan langkahnya, sementara Dong joo melirik heran setelah semua rekan kerjanya pergi.

Shi hoo maju selangkah, tetap dengan pandangan yang tidak biasa ke arah Dong joo. Matanya berkaca-kaca. Rasanya terlalu aneh jika datang dan memeluknya tiba-tiba seperti ini. Shi hoo nampak ragu dengan apa yang harus dia lakukan. Dong joo mendekat dan menatap curiga.

“Kau kenapa?”. Tanyanya. Shi hoo langsung memalingkan wajahnya menutupi matanya yang berkaca-kaca.

 “Aku tidak apa-apa!”. jawabnya ketus dan salah tingkah. Dong joo menggeleng dan tersenyum kecil.

“Jangan bermain-main di sini! Aku sedang bekerja”. Ia berjalan pergi melewati Shi hoo yang masih terdiam tidak tahu harus melakukan apa.

               “E...Terima kasih!”. Ujar Shi hoo tiba-tiba. Punggungnya masih membelakangi Dong joo. Sepupunya itu menoleh, merasa sedikit heran.

“Terima kasih?”. Tanyanya.

“Iya, terima kasih”. Teriaknya malu. Dong joo tersenyum dan mengangguk. “Aku baru tahu ada orang berterima kasih tanpa menatap wajah seperti itu dan berteriak seperti itu”. sindirnya santai.

Shi hoo berbalik dengan malu-malu, tatapannya canggung.

 “Terima kasih karena sudah menolongku. Aku minta maaf...”. serunya dengan kepala tertunduk. Dong joo maju perlahan dan mengamati wajah shi hoo.

“Ternyata butuh bertahun-tahun untukmu kembali ke sisiku, sepupu berandal?”. Dong joo tersenyum. Shi hoo mengangkat wajahnya dan ikut tersenyum, masih malu-malu.

               Dong joo mendekat dan ingin menepuk pundak Shi hoo tapi tidak bisa.

Mereka berdua tertawa. “Ah, sisi positifnya. Aku tidak akan bisa menjitakmu lagi. hehe...”. canda Dong Joo disambut senyuman Shi hoo. Tanpa mereka sadari Yi kyung berdiri tak jauh dari mereka. Dia datang bersama Shi hoo tadi tapi arwah sok keren itu malah meninggalkannya begitu saja. Yi kyung tersenyum melihat duo Park itu akur kembali. Gelang di tangannya bergetar dan bersinar. Sebuah airmata menghilang. Ini sudah dia duga. Park Shi Hoo, dia adalah orang yang hanya memikirkan segala hal dari sudut pandangnya. Dan orang sepertinya memang harus diberitahu dulu baru mengerti niat baik orang lain. Tinggal satu airmata lagi. Siapa pemilik satu airmata itu?

               Dan entah kenapa Yi kyung malah merasa sedih. Semakin cepat Shi hoo mendapatkan airmata itu. Semakin cepat mereka menjadi orang asing. “Apa kau kan mengenaliku nanti?”.

 

***

 

               Shi hoo tersenyum lebar saat Yi kyung membuka pintu kamarnya. “Melihat ekpresimu aku jadi takut”. Seru Yi kyung sambil melirik curiga. Shi hoo melangkah masuk dengan gaya sok keren. Persis sekali dengan saat pertama dia datang ke hotel Shin dan bertemu Yi kyung.

 “Tenang saja! Seleraku tidak berubah. Tetap kelas tinggi. Hehe...”. Yi kyung melirik sewot. Belum-belum Shi hoo sudah membuatnya kesal, tapi Dong joo memang sangat sibuk. Hanya Yi kyung yang bisa membantu Shi hoo. Waktu terus berlalu dan ini adalah hari ke 26. Tinggal 23 hari lagi. Shi hoo dan Yi kyung memutuskan untuk sering berkunjung ke rumah sakit tapi dari semua keluarganya sepertinya airmata kali ini bukan milik mereka. Awalnya Yi kyung curiga dengan saudara-saudara tiri Shi hoo. Mungkin saja mereka punya masalah dengannya. Tapi Shi hoo bilang dia tidak menyimpan dendam pada semua saudaranya itu. Karena mereka memang jarang bertemu.

               Lalu dengan Ayahnya. Shi hoo memang merasa kesal dan sering menyalahkan ayahnya itu tapi tetap saja dia tidak membencinya. Dia menyayangi ayahnya dengan tulus. Kini Yi kyung membidik Ibu tiri Shi hoo. Dia sengaja datang ke salon langganan Ibu Tiri Shi hoo itu dan mengajak ngobrol. Ibu tirinya bilang dia tidak membenci Shi hoo karena ini bukan salahnya. Hanya dia tidak bisa banyak berbicara dengan Shi hoo karena setiap kali melihat Shi hoo. Dia ingat pengkhianatan suaminya. Yi kyung melirik Shi hoo yang nampak memaklumi itu. Airmata ini juga bukan milik Ibu tirinya. Mereka tidak dekat dan tidak saling menyayangi sebelumnya jadi ini jelas bukan miliknya.

              

 

“Ah, aku mulai bingung dengan peraturan tentang airmata-airmata itu”. Yi kyung mendengus kesal di bangku taman. Shi hoo ikut merebahkan diri di sampingnya. Dia menatap handphone pemberian schedulernya. Tinggal 14 hari lagi sekarang, waktu berlalu begitu cepat. Mereka sudah berputar-putar kemanapun, menelusuri tentang musuh-musuh Shi hoo di sekolah dulu tapi tidak ada petunjuk apapun.

“Aku juga tidak mengerti. Dari  kasus Min Ah dan Dong Joo aku malah merasa bingung”. Mereka saling berpandangan. Pandangan lelah dan tidak mengerti.

“3 hubungan dengan kualitas seperti apa yang perlu kuperbaiki?”. Gumam Shi hoo. Yi kyung terdiam dan berpikir.

“Pasti hubungan yang sangat penting dan ... sebentar! IBU KANDUNGMU! Bukankah kita belum mencoba bertemu dengan Ibu kandungmu?”. Yi kyung berteriak seolah menemukan harta karun.

               Shi hoo terdiam, jadi tidak bersemangat. Dia bukannya lupa, hanya berusaha mengingkarinya saja.

 “Aku bahkan tidak tahu dimana dia tinggal. Sejak masuk ke rumah Ayahku. Dia tidak pernah menepati janjinya untuk menemuiku lagi”. Shi hoo meremas tangannya dengan pandangan penuh kekecewaan.

“Tapi dia datang ke rumah sakit dan menjengukmu saat itu!”.

“Ya, dan hanya sekali. Setelah itu menghilang”. Shi hoo tersenyum getir.

“Apa kau yakin dia memang sengaja seperti itu atau Ayahmu yang melarangnya?”.

“Melarang bagaimana? Ayah juga merasa dikhianati! Ayah bilang, ibuku pergi setelah memberikan aku padanya. Mungkin dia hanya orang yang disewa untuk memberikan anak laki-laki. Kolot sekali nenekku itu. Memang ada apa dengan anak perempuan? Aku memang lahir tapi, aku lebih suka jika aku tidak pernah lahir. Kau tahu bagaimana perasaan orang yang dilahirkan untuk kepentingan orang lain, dibesarkan untuk kepentingan orang lain dan segala hal yang berhubungan dengannya selalu berkaitan dengan kepentingan orang lain?”.  Yi kyung hanya diam. Sedih sekali melihat Shi hoo seperti ini.

               “Aku mungkin terlihat seperti putra mahkota yang akan mewarisi apapun di dalam Group Chosun tapi lebih dari itu. Aku merasa sebagai sebuah alat bagi ayah. Aku sibuk mencari perhatian sepanjang hidupku. Aku suka membuat masalah, aku suka sekali menghamburkan uang, aku bahkan suka melanggar setiap peraturan. Aku hanya ingin mereka, orang-orang di keluargaku itu memberikan sedikit saja perhatian mereka padaku. Jika aku tidak bisa dicintai, setidaknya aku bisa dibenci. Tempatnya tetap sama. Di dalam hati. Haha... aku terlihat konyol sekarang. ah... aku benar-benar mempermalukan diriku sendiri di hadapanmu... asshhh....”. Shi hoo meremas tangannya menahan tangis. Tubuhnya bergetar sambil terus berusaha tertawa agar tidak terlihat payah.

               Yi kyung menatap Shi hoo penuh perasaan. Perlahan jemarinya menggapai tangan Shi hoo yang mengepal gemetaran. Diselimutinya jemari shi hoo dengan telapak tangannya, begitu hangat dan menenangkan. Mereka bertatapan dalam hening. Angin berhembus lirih dan senja datang perlahan-lahan. Yi kyung mengusap sebutir airmata di pipi Shi hoo dengan sebuah kecupan. Seolah mencium untuk memberi kekuatan. Shi hoo terenyak, jantungnya berdebub kencang. Hatinya leleh begitu saja. Mata mereka masih bertatapan dengan begitu lekat. Disentuhnya pipi kiri Yi kyung dengan tangan kanannya. Ia mendekat dalam hitungan detik. Perlahan tapi pasti, bibir merah dan tipisnya beradu dengan bibir lembut Yi kyung. Mereka menikmatinya seperti sebuah candu dari kesedihan. Yi kyung menutup matanya, pasrah. Begitu juga Shi hoo. Ia menarik Yi kyung makin erat ke dalam dekapannya sementara Yi kyung mengalungkan tangannya melingkari leher Shi hoo. Mereka saling mengecup dalam tenang dan bising yang beradu menjadi satu di sore yang sejuk ini.

              

***

 

               “Bibi benar-benar berniat mengundurkan diri?”. Han kang nampak tidak rela melihat surat di atas mejanya. Bibi Jung/Hyo Joo menunduk sedih dan mengangguk pelan. “Kenapa?”. Tanya Han kang lembut.

“Bibi harus pergi mencari sesuatu. Ini sangat mendesak”. Jawab Bibi Jung. Han kang mengangguk dan mengambil surat resign itu. Hyo joo/bibi Jung melangkah mundur setelah membungkukkan badannya memberi salam perpisahan. Dia harus berhenti, tidak lebih dari 2 minggu lagi sisa waktu yang dia miliki untuk mendapatkan satu airmata terakhir.

“Kuharap kita bisa bertemu dan saling mengenal saat aku kembali sadar”. Hyo joo/bibi Jung mendesah perlahan.

               Han kang menatap punggung pegawai kesayangannya itu dengan murung dan penasaran. Dia tahu ini benar-benar tidak normal. Bagaimana bisa dia menyukai bibi-bibi seperti itu. Tapi, dia tidak bisa juga hanya diam dan terus mencari alasan-alasan tanpa memastikannya sendiri. Han kang meraih jas-nya dan pergi mengikuti Bibi Jung.

 

              

               Bibi Jung turun dari taxi dan berjalan masuk ke sebuah panti asuhan. Semoga masih ada beberapa suster yang mengingat tentang Hyo joo dan menyayanginya dengan tulus. Ia hanya membutuhkan satu airmata lagi. Schedulernya bilang jika Ia dapat sadar kembali, dia akan bisa menemui adiknya. Han kang turun dari dalam mobilnya dan melirik ke dalam panti asuhan tempat Bibi Jung masuk sendirian. Dia benar-benar curiga.

“Rupanya IU dan Hyo joo masih punya bibi. Aku baru mengetahuinya”. ujar seorang suster tua yang Bibi Jung/hyo joo temui. Hang kang masih berjalan di lorong dan mengamati tiap detail tempat ini. Banyak anak kecil berlarian dengan riang di sekitarnya.

“Apa yang bibi cari di sini? Apa dia punya seorang anak yang hilang?”. Han kang menggaruk-garuk kepalanya bingung. Langkahnya terhenti di dekat taman. Nampak bibi Jung tengah mengobrol dengan seorang suster. Han kang hanya diam dan bersembunyi di balik tiang, dia dapat mendengar pembicaraan mereka samar-samar.

               “Iya, aku bibi Mereka. Mereka tidak tahu itu dan aku juga baru mengetahuinya setelah Hyo Joo terbaring sakit seperti ini”. Jawab Bibi Jung/hyo joo. Suster yang bernama Cecilia itu tersenyum sedih.

“Semoga Tuhan merahmatinya dan dia cepat sadar”. Doa-nya. Bibi Jung mengangguk, ada yang harus dia katakan lagi.

“Jadi apa aku bisa mendapatkan kontak teman-temannya dulu? alamat mereka? Aku ingin memberitahu mereka semua dan meminta mereka mendoakannya agar cepat sadar”.

“Akan aku cari. Tunggulah di sini sebentar nyonya”. Ujar suster itu seraya berlalu dari samping Bibi Jung yang terdiam penuh keresahan sambil mengeluarkan dan memandangi kalungnya. Han kang tersentak, kalung itu? kalung yang sama dengan milik Ji hyun dulu. Apa dia juga seorang musafir 49 hari?

               Suster itu kembali dengan beberapa lembar kertas di tangannya.

“Ini adalah salinan dari alamat kontak mereka yang dimiliki yayasan. Semoga kau dapat menemukannya”. Bibi Jung/Hyo joo menerima kertas-kertas itu dengan senang hati. Dia membungkuk mengucapkan terima kasih. Suster itu berlalu pergi.

“Airmata pertama adalah milik mantan pacarku. Airmata kedua adalah milik teman sekantor. Semoga airmata terakhir adalah milik salah satu dari nama-nama ini”. Gumam Bibi Jung/Hyo joo penuh harapan. Dia berdiri dan pergi dari tempat itu. Han kang tergagap di tempatnya. Dia tahu semuanya sekarang. Ternyata kisah 49 hari itu masih ada yang mengalaminya.           

               Dia berlari keluar dari persembunyiannya dan mengejar Bibi Jung yang sudah 5 menit yang lalu melangkah pergi. Dengan tergesa-gesa Han kang masuk ke mobilnya. Dia harus menemukan bibi Jung. Dia harus tahu arwah siapa itu yang membuatnya berdebar-debar tidak karuan akhir-akhir ini. Bibi Jung berhenti di tepi sebuah jembatan. Melihat jembatan, ingatannya kembali lagi ke saat Ia dan IU masih kecil. Mereka bernyanyi bersama di tepi sebuah jembatan. Indah sekali. Hyo joo jadi ingat sesuatu karena kenangan masa kecilnya itu. Buru-buru dibukanya lembar demi lembar salinan alamat kontak teman-temannya dulu. Ya, dia menemukannya! SHIN RI BIN! Sahabat dekatnya dan sudah seperti kakak kedua bagi IU. Semoga dia tinggal di tempat yang tidak terlalu jauh dan yang paling penting dia bisa memberikan airmata ketulusannya. Bibi Jung/Hyo joo tersenyum di tepi jembatan. Tinggal 13 hari lagi setelah matahari benar-benar tenggelam.

               Han kang menghentikan mobilnya tak jauh dari tempat bibi Jung berdiri. Dia keluar dengan serius dan melangkah mendekat penuh selidik. Hatinya berdebar-debar tidak karuan. Bibi Jung berbalik ingin melanjutkan perjalanannya lagi tapi apa ini? Han kang sudah berdiri di belakangnya dengan tatapan penuh pertanyaan.

“Katakan padaku! Siapa kau? Kenapa kau memakai tubuh Bibi Jung?”. Tanyanya tajam. Bibi Jung terdiam tak berkutik. Dia menatap kalungnya dan memeganginya dengan cepat. Seolah cemas jika kalung itu tiba-tiba pecah.

“Apa maksudmu?”. Bibi Jung langsung melangkah pergi, dia harus menghindar sebisa mungkin. Tapi dengan cepat Han kang menarik tangannya dan memeluknya erat.

“Kumohon percayalah padaku!”. Bisik han kang sepenuh hati. Sekilas pemandangan berubah dalam imajinasi Hyo joo. Han kang tengah memeluk dirinya bukan Bibi Jung. Apa han kang menyukainya juga? Hyo joo terdiam dalam pelukan pria tinggi dan kharismatik itu. Dia benar-benar tak berkutik. Perlahan Han kang melepas pelukannya dan menatapnya lekat-lekat.

“Aku sudah tahu semuanya. Hanya perlu beritahu aku, siapa nama keponakanmu yang terbaring koma itu”. Pinta Han kang penuh pengertian.

 

***

 

               Yi kyung terdiam di dalam kamarnya. Tersenyum sendirian memikirkan kejadian tadi. Sudah lama sekali, ya sudah lama sekali dia tidak merasakan ini. Pipinya memerah dan bibirnya tak henti tersenyum. Sekarang apa yang akan terjadi di antara mereka?

Suara Yi soo terngiang kembali di telinga-nya.

 “Berikan tempat untukku di hatimu pada orang lain”. Masih ada sedikit kesedihan.

Di ruang tamu, Shi hoo juga tengah termenung dan tersenyum sendirian. Dia mulai gila. Rasanya ingin sekali berteriak-teriak dan melompat-lompat tidak jelas. Darahnya berdesir sampai ke kepala. Ia jatuh cinta lagi. Shi hoo tertawa lirih sendirian. “Ah...Aku terjebak oleh kata-kataku sendiri”. gumamnya.

 

 

***

 

 

               Han kang berjalan masuk ke dalam ruang perawatan Han Hyo Joo. Di hadapannya ada sesosok gadis yang tengah tergolek lemah dengan banyak selang dan alat pernafasan bantuan. Hatinya terenyuh melihat itu. Sekilas kenangan saat Ji hyun sakit terpapar di ingatannya. “Ini adalah Han Hyo Joo”. Hyo joo dalam tubuh bibi Jung memperkenalkan dirinya sendiri. Han kang berjalan mendekat. Dia sangat cantik. Semua alat medis ini tidak dapat menutupi kecantikannya. Han kang tersenyum kecil kemudian menoleh ke arah Bibi jung. “Berapa hari lagi yang tersisa untuknya dapat bertahan?”. Tanya Han kang.

“tinggal 13 hari lagi setelah malam ini berakhir”. Bibi Jung/Hyo joo mendesah resah.

“Aku akan membantumu kalian”. Han kang tersenyum menenangkan.

 

 

***

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
tasmirafkendra #1
Chapter 18: Anyway, I just finished with the last chapter, please update authornim. Why you stopped when you almost finished this story :(
tasmirafkendra #2
Chapter 10: I rewatched 49 days and tried my luck to search the fanfic, I found it, moreover it's in indonesian. I'm sooo excitedd. Authornim, I like the way you continue the story plot, I think you can be a movie script writer haha. Keep the good work on your other project ;D
FoundingTropas
#3
love to read more