Second Chance For The Last Survivor

49 Days FF

 

 

               Yi kyung membuka matanya yang masih berkunang-kunang. Ia melihat wajah Yi soo. Yi soo tersenyum pada Yi kyung yang berada dalam gendongannya, begitu hangat dan nyaman. Yi kyung tersenyum dan menutup matanya lagi, kembali tidak sadarkan diri.

 

***

 

“Kau sudah sadar, nak?”. Tanya seorang nenek begitu melihat Yi kyung membuka matanya. Yi kyung mengerjap-ngerjap lemah dan memandang ke sekeliling,

“Yi soo?”. panggilnya tanpa tenaga. Shi hoo nampak cemas di sisinya. Yi kyung bangun dibantu nenek itu dan meminum segelas teh hangat.

 “Istirahatlah, tadi ada yang menolong dan membawamu kemari”. Ujar nenek itu. Yi kyung melihat lengan kanannya. Rasanya sakit sekali, pisau itu tadi berhasil menggores lengan kanannya.

“Lukanya tidak terlalu dalam tapi cukup panjang. Jangan terlalu banyak bergerak. Hari sudah malam jadi kami tidak bisa membawamu ke rumah sakit. Malam ini menginap saja di sini lalu besok pergi berobat ke rumah sakit”. Yi kyung mengangguk dan berterima kasih. Dia masih tidak paham dengan apa yang terjadi.

“Gelangnya?” Tiba- tiba Yi kyung ingat gelangnya tapi Nenek itu sudah pergi.

               Yi kyung menoleh ke segala arah. “Tenang saja, gelangnya ada di kantong jaketmu. Istirahatlah! aku akan menceritakannya besok”. Ujar Shi hoo. Yi kyung sampai panik. Shi hoo menatap simpati, merasa bersalah tapi juga kagum. Yi kyung bernafas lega, dia memejamkan matanya menahan rasa sakit. Shi hoo ikut berbaring di sisinya begitu Yi kyung terlelap. Dipandanginya wajah polos Yi kyung saat tidur. “Terima kasih”. Bisiknya sambil menyibak sehelai rambut yang jatuh di wajah tenang Yi kyung.

 

***

              

 

Yi soo berdiri di depan pintu kamar Yi kyung bersama IU. Malam ini dia ikut campur satu masalah manusia. Yi soo menampakkan dirinya sebagai manusia dan berlari meminta bantuan penduduk desa kemudian dia juga yang menggendong Yi kyung ke rumah nenek ini.

“Senior, maafkan aku. Karena kesalahanku senior jadi terlibat dan dihukum”. IU merasa bersalah. Yi soo hanya tersenyum santai dan menatap ke pintu kamar Yi kyung.

“Aku tidak menyesal walau harus dihukum”. Ujarnya seolah-olah berkata pada sosok Yi kyung di balik kamar itu.

“Lakukan tugasmu dengan baik, jangan sampai nenek sunbaenim ikut campur atau kau akan dihukum berat”. nasehat Yi soo. Dia tersenyum dan mengusap-usap kepala IU dengan sayang. IU sampai bengong. Apa ini benar-benar senior Yi soo-nya? IU mengangguk menuruti kata-kata Yi soo.

“Aku pergi dulu. hukuman sudah menanti”. Yi soo memakai kacamatanya dengan cool lalu menghilang dari hadapan IU.

 

***

 

               Yi kyung sedikit kewalahan menggunakan sendoknya. Lengannya terasa sakit saat diangkat. “Minum saja sup ini. lenganmu pasti masih sakit”. Nenek baik hati itu memberikan semangkuk sup ke hadapan Yi kyung. Paman yang kemarin mengantarkan Yi kyung ternyata anak nenek ini. Mereka bertiga makan bersama. Paman itu meminta maaf karena tidak bisa melindungi Yi kyung, tapi sebagai gantinya dia akan menemui pemilik toko kue tradisional itu dan membantu Yi kyung untuk menjalin kerjasama dengannya. Shi hoo bersandar di dinding di samping Yi kyung dan merasa senang melihat Yi kyung makan dengan lahap.

 

***

 

               “Kau baik-baik saja? apa masih sakit?”. tanya Shi hoo. Dia sudah menanyakannya hampir 10 kali pagi ini. Yi kyung hanya mengangguk, dia tidak suka terlalu dikhawatirkan. Selain itu bayangan Yi soo terus muncul di benaknya. Apa dia bermimpi? Atau itu benar-benar terjadi? Yi kyung tidak tahu. Shi hoo memegangi tangan Yi kyung dan membantunya menaiki tangga kapal. “Aku baik-baik saja”. bisik Yi kyung tapi Shi hoo tidak mau tahu. Dia harus memastikan luka di lengan Yi kyung tidak terusik. Yi kyung tersenyum diam-diam mengamati perhatian shi hoo. Ditatapnya gelang di tangannya. “Kau belum memberitahuku tentang kejadian malam itu”. ujar Yi kyung saat mereka berada di sudut dek kapal yang sepi.

               Shi hoo baru ingat Ia belum bercerita. “Oh, iya aku lupa memberitahumu detailnya. Yang jelas ada penduduk desa yang datang dan menyelamatkan kita”. Jelas Shi hoo. “Lalu gelangnya? Bagaimana bisa ada di kantong jaketku? Bukankah kau tidak bisa menyentuh apapun?”. tanya Yi kyung sedikit aneh.

 “Ada yang mengambilkannya, mungkin paman itu?”. jawab Shi hoo. Ia berbohong. Sebenarnya Yi soo yang mengambilnya dan menaruh di kantong jaket Yi kyung tapi ini rahasia langit. Tidak ada yang boleh tahu tentang scheduler.

“Lalu siapa yang menggendongku ke rumah nenek itu?”. tanya Yi kyung lagi. Shi hoo mulai kelabakan sekarang.

 “Penduduk desa. Aku tidak tahu siapa yang jelas kau kan sudah selamat”. Jawab Shi hoo. Yi kyung mengangguk. Dia sebenarnya sudah menanyakan hal ini tadi pada nenek dan paman itu saat shi hoo tidak mengikutinya.

               Paman dan nenek itu sama-sama bilang jika Yi kyung digendong oleh seorang pemuda tapi sepertinya bukan penduduk desa. Pemuda itu tampan dan tinggi. Dia juga yang membantu membalut luka Yi kyung serta mengembalikan gelang miliknya. Yi kyung yakin jika itu pasti Yi soo, tapi dia tidak mau mengharap lebih. Dia tidak mau membebani langkah Yi soo lagi dengan terus memikirkannya. Shi hoo memandangi Yi kyung yang nampak  sedih. Di belakang mereka ada IU yang juga termenung, memikirkan kakaknya. Dia masih berusaha mengingat bagaimana dia bisa meninggal.

 

***

               “Nona Song Yi kyung?” panggil seorang suster.  Yi kyung langsung bangkit dan melangkah masuk ruang pemeriksaan. Ia datang ke rumah sakit untuk mengobati luka di lengannya. Kemarin hanya dibalut dan diberi obat anti infeksi. Yi kyung harus memastikan jika lukanya tidak akan berbekas dan sembuh dengan cepat. Jangan sampai Ayah dan Ibunya tahu atau mereka akan begitu cemas. Pernah kehilangan dia saat kecil membuat ayah dan Ibunya cukup protektif. Shi hoo berdiri di sisinya begitu cemas, menanti dokter muncul untuk memeriksa.

“Nona Song Yi kyung?”. Sapa dokter yang baru muncul dari balik sebuah tirai. Sepertinya ia baru saja melakukan pemeriksaan. Seorang pasien keluar setelah diberikan resep. Shi hoo terdiam menatap dokter tampan itu. Dia PARK DONG  JOO. Sepupu jauh sekaligus sahabatnya semasa SMA dulu. Shi hoo menggelengkan kepalanya merasa tidak percaya. Dia memandangi Dong Joo dengan sinis.

 

***

 

               IU berdiri di tepi jalan, memandangi kakaknya yang tengah berdiri di tepi halte bus. Kakaknya sendirian dan masih dalam wujud Bibi Jung. IU melihat ke kiri dan ke kanan. Dia harus memastikan agar tidak ketahuan kemudian Ia merubah wajahnya menjadi wajah orang lain dan duduk di sisi kakaknya itu. “Maaf, sekarang jam berapa?”. Tanya IU basa-basi. Hyo joo dalam tubuh Jung tersenyum dan menunjukkan jika sekarang baru jam 12 siang.

 “Kau sudah pulang kerja?”. Tanya IU lagi dengan ramah, walau hatinya sakit. Bibi Jung/ Hyo joo tersenyum dan mengangguk. IU nampak bingung akan berbicara apa lagi. Ini sangat kejam, sepasang kakak beradik harus memakai wajah orang lain dan saling tidak mengenali satu sama lain. Bus akhirnya tiba, Hyo joo bangkit dan mengatakan jika dia akan duluan. IU tersenyum dan mepersilahkannya. Hyo joo sempat melihat sejenak ke arah IU lewat jendela bus. Dia merasa heran.

Air mata IU jatuh seiring bus itu berlalu meninggalkannya. Ada kenangan yang ikut muncul. Dia berdiri memandangi bus yang membawa kakaknya pergi, ada gadis yang sama di dalam ingatan IU. Gadis itu dia. Gadis itu juga berdiri mematung memandangi kepergian kakaknya.

“Kakak....”. panggil IU perlahan, sama seperti gadis dalam memori-nya. Dia ingat, dia pernah melakukan ini tapi...

IU mendesah perlahan, dia tidak ingat apapun lagi.

 

***

 

               “Usahakan agar tetap kering dan tidak terkena air, kembalilah 3 hari lagi. Jangan lupa minum obatnya”. Dong joo tersenyum ramah dan memberikan secarik resep untuk Yi kyung.

“Terima kasih”. Ujar Yi kyung seraya bangkit meninggalkan ruangan. Shi hoo masih memandang tidak suka.

“Kau kenapa?”. Tanya Yi kyung begitu mereka di luar rumah sakit.

 “Tidak apa-apa. memang kenapa?”. Tanya Shi hoo jutek. Yi kyung menggelengkan kepalanya ilfeel. Bagaimana bisa pria yang tadi begitu perhatian jadi begitu dingin seperti ini sekarang?

 “Ah, lupakan saja!”. Yi kyung mendengus kesal dan meninggalkan Shi hoo.

 

Di dalam rumah sakit, Dong Joo tengah termenung. Apa dia salah lihat atau apa yang dilihatnya tadi adalah sesuatu yang nyata.

“Park shi hoo?”. Gumam Dong joo, matanya menatap tajam seolah memikirkan sesuatu yang begitu penting.

 

***

 

               “Bibi, kau bisa membantuku?”. Tanya Han kang pada bibi Jung, salah satu asisten perencanaan di dalam team work-nya. Bibi Jung yang tak lain adalah Hyo Joo terang saja mendekat dengan senang. Ji hyun duduk di atas meja dengan kaki berayun-ayun dan mengamati mereka berdua.

 “Iya, boss?”. Tanya Hyo joo/jung. Han kang tersenyum,

“Panggil saja kang, umur bibi kan lebih tua dariku. Rasanya aneh mendengar bibi memanggil Boss”. Pinta Han kang. Hyo joo dalam tubuh bibi Jung tersenyum. Ia duduk di sisi Han kang dan mengotak-atik beberapa program desain yang sudah team mereka buat sejak kemarin. Kang melirik ke arah bibi Jung yang begitu giat. Bibi Jung menoleh ke arah kang dan mata mereka saling bertatapan. Kang langsung membuang pandangannya dengan canggung. Apa yang kupikirkan? Bagaimana bisa aku tertarik pada bibi-bibi? Ujar Han kang dalam hati. Ji hyun masih memandanginya dengan penasaran sementara kliennya itu senyam-senyum kesenangan.

 

***

 

               “Kau lihat caranya memandangiku tadi? wah... aku ingin melayang!”. Ujar Hyo joo dalam tubuh Bibi Jung. Bibi Jung sebenarnya adalah seorang pasien yang menderita gangguan jiwa. Pikirannya sering kali kosong, dia mengalami gangguan jiwa hampir selama setahun. Karena kasus apa, Hyo joo tidak tahu pasti yang jelas Ji hyun menyuruhnya menggunakan tubuh itu dan sebagai arwah yang ingin kembali ke tubuhnya, Hyo joo tidak bisa menolak. Jadi di pagi hari sampai siang dia akan menggunakan tubuh bibi Jung untuk bekerja lalu sore harinya dia akan mencari 3 airmata orang yang tulus menyayanginya. Ia sudah mendapatkan 2 airmata dan tinggal satu airmata lagi, maka misinya selesai. Awalnya Hyo joo menganggap misi ini mustahil, karena dia dan adiknya adalah anak yatim piatu yang sengaja dititipkan di panti asuhan sejak kecil. Tapi Ji hyun terus mengingatkannya jika dia orang baik dan pasti memiliki banyak teman baik.

               Hyo joo akhirnya bersemangat, apalagi dia harus mencari dimana adiknya. Sampai saat ini dia tidak tahu jika adiknya itu sudah meninggal. Terakhir kali mereka berbicara adalah saat Hyo joo marah pada IU yang nekat mengikuti sebuah audisi menyanyi di luar kota. Hyo joo ingin adiknya itu kuliah. Dia ingin adiknya juga berhasil sepertinya. Hidup sebagai orang yang memiliki status di masyarakat. Bukan membuang-buang waktu dengan mengikuti audisi tidak jelas semacam itu.

“Kakak kenapa diam?”. tanya Ji hyun yang menyadari perubahan ekpresi Hyo joo.

“Hanya teringat dengan adik kecilku. Dia seusiamu. Kau mati muda. Jika kau punya kakak, pasti rasanya sangat sedih”. Hyo joo tersenyum kecil dan mengusap kepala Ji hyun. Seperti melihat adiknya sendiri. Ji hyun  terdiam. Jika dia punya kakak, pasti kakaknya akan sedih. Kalimat itu terngiang di benaknya.

               Tampak Han kang keluar dari dalam kantor. Dia juga akan mencari makan siang. Dia melihat Bibi Jung tapi pura-pura tidak melihat. Kejadian tadi cukup mempengaruhinya.

 “Kakak, akan kemana?”. Tanya Ji hyun pada Hyo joo.

“Aku akan pergi ke beberapa temanku dan berpura-pura sebagai bibi-nya Han hyo joo. Aku harus cepat sadar dan mencari adikku lagi”. Hyo joo dalam tubuh bibi Jung tersenyum dan berjalan pergi. Ji hyun termenung sendirian.

“Bagaimana jika dia bangun dan mengetahui jika adiknya sudah meninggal....”. Ji hyun merasa sedih. Han kang melintas di hadapannya. Dia nampak celingukan memastikan jika bibi Jung sudah pergi.

“Ah.. aku pasti sedang halusinasi. Bagaimana bisa aku berdebar-debar bahkan suka dengan bibi-bibi seperti itu?!”. Han kang mengomeli dirinya sendiri. Ji hyun menatap polos di sisinya.

               Tanpa sadar kakinya melangkah mengikuti masuk mengikuti Han kang ke dalam mobil. Ia duduk di sisi Han kang, masih dengan penasaran. Han kang memutar lagu favorite Ji Hyun [Lightless Window – Nam Gyu Ri].

 

Ora son triste

Non chiedermi il perchè

Ancora sono triste

Dopo che mi sono avvicinata alla tua casa

 

Stanotte ho visto

La finestra della tua casa buia

Le ombre vaghe di due persone

Stanotte ho visto

 

Sarà felice lui che non so chi

Lui che è con te

Ho un’invidia enorme......

 

               Dia tersenyum sambil menikmati lagu itu. Ji hyun makin tidak mengerti dengan apa yang terjadi padanya, airmatanya jatuh perlahan. Tangannya ingin sekali menyentuh wajah Pria di sisinya ini.

Han kang membelokkan setirnya ke kanan. Dia menuju hotel Shin. Rasanya ingin makan di sana hari ini. Ia sampai di tikungan, tiba-tiba dari sisi kiri jalan ada mobil yang menerobos masuk tanpa aba-aba. Dan... brakkk... Han kang tidak sempat menghindar. Mobilnya tertabrak oleh mobil itu dan terpental sejauh 2 meter. Ji hyun tidak dapat berbuat apapun.

               Han kang tergolek lemah dengan kepala berdarah di atas setir. Sekilas dia melihat bayangan Ji hyun tengah panik dan menangis di sebelahnya, “Kang... kang-a... kang-a...”. panggil Ji hyun tanpa sadar. Tapi setelah itu gelap... bising dan... tidak terlihat apapun lagi.

 

***

              

Yi kyung berlari secepat yang dia bisa menuju ruangan tempat Han kang dirawat. Shi hoo mengikuti dengan terengah-engah di belakangnya.

 “Pelanlah sedikit! Aku benar-benar lelah”. Teriak Shi hoo tapi Yi kyung tidak menggubrisnya. Ia sampai di depan ruangan Han kang. Di dalamnya, Han kang tengah duduk dengan kepala dibalut. Dia tersenyum melihat Yi kyung datang. Shi hoo mengatur tenaganya sambil memengangi lutut karena lelah. Yi kyung masuk begitu saja meninggalkan Shi hoo.

“Anda baik-baik saja. Hanya mengalami sedikit shock. Hasil pemeriksaan menunjukkan jika luka di kepala anda tidak parah dan hanya luka luar. Besok sudah bisa pulang”. Ujar dokter pada Han kang. Yi kyung sampai di dalam ruangan dan cukup terkejut melihat Dokter Dong Joo adalah dokter Han kang juga.

“Nona song?”. Sapa Dong Joo. Han kang yang terkejut sekarang.

“Kalian saling mengenal?”. tanya Han kang. Dong joo tersenyum,

“Dia pasienku juga”. Jawab Dong joo seraya berpamitan pergi. Dong Joo berjalan melewati pintu dimana ada Shi hoo di sana. Ia berhenti dan menoleh penuh selidik. Mereka saling berhadapan.

               Shi hoo jadi was-was. “Apa dia melihatku?”, gumam Shi hoo.

“Park shi hoo? Apa yang terjadi padamu?”. Dong joo  menatap heran.

Shi hoo tergagap, “Kau...kau bisa melihatku?”.

 

 

 

***

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
tasmirafkendra #1
Chapter 18: Anyway, I just finished with the last chapter, please update authornim. Why you stopped when you almost finished this story :(
tasmirafkendra #2
Chapter 10: I rewatched 49 days and tried my luck to search the fanfic, I found it, moreover it's in indonesian. I'm sooo excitedd. Authornim, I like the way you continue the story plot, I think you can be a movie script writer haha. Keep the good work on your other project ;D
FoundingTropas
#3
love to read more