PART 14
HOW MUCH I LOVE YOU(Februari 2014)
Lay menyuapkan bubur ayam buatannya kemulut Juhyun. Perlahan Juhyun makan ditemani Lay. Mengunyahnya malas.
“Kau harus makan banyak. Bagimana mungkin penyakitmu bisa kambuh seperti itu coba. Kau ceroboh. Untung aku dan Kris berinisiatif menyusulmu karena kau keluar pagi-pagi buta.” Juhyun terkikik pelan mendengarkan kakak tirinya begitu cepat mengomel, sejak dulu.
“Kris oppa mana?” tangan Lay berhenti diudara. Menggantung. Juhyun mendapati kejanggalan itu. “Ada apa oppa? Apa yang terjadi?”
Lay diam, kemudian memutuskan meletakkan mangkuk ditangannya. “Kau ingat kenapa kau pingsan, huh?” sekarang ganti Juhyun yang diam.
“Kau ingat kenapa jantungmu bisa bereaksi seperti itu? Kau ingat apa yang kau lakukan?” Tanya Lay. Dan Juhyun tetap mematung. Tentu saja dia ingat, mengingat tiap detail luka yang perlahan dilumuri perasan jeruk nipis itu. Luhan kembali ke kehidupannya, mengatakan mencari dirinya. Itu tandanya Luhan mencintainya. Tapi kenapa fakta itu menyakitkan? Apa karena Luhan lebih memilih Jessica?
“Dia ada diluar. Aku akan mempersilahkannya masuk. Sudah dua hari dia disini. Menungguimu. Menunggumu untuk sadar. Kau sudah cukup kuat atau?”
“Aku kuat. Aku ingin bertemu dengannya.”
Lay menghela nafasnya, dia hanya berharap semoga keputusannya ini tepat.
***
Luhan menyerahkan buket bunga krisan putih pada Juhyun. Juhyun hanya menerimanya dengan kaku. “Terima kasih Luhan.”. Luhan menyekat senyumnya. Lalu perlahan dikeluarkan dari saku jaket kulitnya, sebuah kotak beludru warna coklat. Membukanya tepat didepan mata Juhyun. “Harusnya aku menyerahkan ini saat usiamu 20. Tapi entahlah, aku tidak pernah berani. Maaf.” Ujar Luhan sembari mengeluarkan kalung buatan Chanel dengan inisial huruf H.
Mata Juhyun sendu membulat, kemudian Luhan bergerak kearah belakang Juhyun, memasangkan kalung itu. Ternyata sangat sempurna menggantung dileher jenjang Juhyun. Juhyun sumringah, “Gomawo, Luhan.”
Luhan tersenyum, “Bagaimana kabarmu?”
“Baik.”
“Aku minta maaf.” Juhyun menganggguk.
“Aku minta maaf untuk semuanya Juhyun. Maafkan aku tidak menyadarinya. Maafkan aku justru menyerah untuk mencintaimu. Maafkan aku…”
“Cukup Luhan. Aku bukan menemuimu untuk mendengar itu.” Suara Juhyun lirih namun terasa seperti bentakan ditelinga Luhan. Dadanya sesak seketika. Luhan diam menatap gadis itu.
“Aku hanya ingin mengatakan padamu, Luhan. Sekali saja, dengarkan aku. Semalam aku bermimpi. Seorang anak laki-laki berambut pink keunguan berusia 12 tahun tersenyum padaku. Dikedua tangannya tergenggam tumpukan majalah-majalah yang kukenali sebagai milikku. Anak laki-laki itu tersenyum sedikit nakal. Dan entahlah, aku bisa jatuh cinta pada anak laki-laki itu. Dia tersenyum padaku, dan aku menyimpan dengan hati-hati senyumannya.
Lalu tiba-tiba semua menjadi gelap. Rasanya tiba-tiba aku sudah berada disebuah tempat. Itu Hanok Village. Aku yang menggunakan jas almamater kampusku saat mengunjungi perkampungan tradisional itu, lalu aku tengah mendapati laki-laki yang sama dengan anak laki-laki berambut pink keunguan. Tapi kini laki-laki itu terlihat seperti berusia 25 tahun. Dia terlihat dewasa dan menyenangkan. Rambutnya berwarna merah.
Aku ingin berlari menghampirinya, karena aku pikir itu kesempatanku menyapanya tanpa dikelilingi kakak-kakakku. Tapi langkahku berhenti. Laki-laki itu sedang minum bubble tea favoritku, rasa taro. Dan tangannya menggenggam tangan seorang gadis dengan rambut coklat kehitaman. Gadis yang sangat familiar dengan ingatanku. Pacar salah satu kakakku. Lalu aku patah hati.
Saat aku mengadukan pada kakakku, kakakku hanya tersenyum dan mengatakan ‘Kalau kau mencintainya seharusnya kau bahagia melihat mereka bahagia’. Kau tahu apa yang dimaksud kakakku? Dia membiarkan gadis yang pacarnya memiliki pria lain. Aku patah hati dua kali Luhan. Patah hati karena melihat laki-laki itu, dan patah hati karena kakakku juga patah hati. Tapi kami memilih diam dan melupakannya. Saling mengobati satu sama lain. Sebelum kami benar-benar disingkirkan kami masih berusaha mencintai orang yang kami cintai itu.
Lalu Luhan, yang terburuk adalah, laki-laki itu akhirnya mengumumkan telah lama mencintai pacar kakakku dan bahkan dengan terbuka mengatakan telah menjalin hubungan hampir 4 tahun dibelakang kami. Wajah laki-laki itu terlihat bahagia dan begitu dengan gadis itu. Aku hanya diam dan mengikuti kakakku melangkah pergi.
Lalu kemudian, saat aku mencoba memperbaiki hatiku dari awal, mencoba melupakannya, menyusun balok demi balok kehidupan yang baru, ternyata laki-laki itu kembali. Mencoba mengusik ingatanku tentangnya bertahun-tahun yang lalu. Demi Tuhan, aku mencintai laki-laki itu. Tapi kenapa rasanya justru lebih sakit dibanding saat mengetahui dia ingin menikahi gadis lain. Kau tahu kenapa Luhan?” kalimat Juhyun berhenti. Mata Juhyun menatap Luhan.
Luhan menggeleng. Matanya sudah sempurna sembab. Dan diluar kamar, Lay mendengarkan dengan patah hati. Begitupun dengan Kris yang kini disampingnya. Hanya berdiri mematung dan mendengarkan.
Juhyun terbatuk sebentar, Luhan membantunya minum. “Karena aku tahu, aku tidak punya waktu lagi. Aku tidak mungkin bersamanya. Itulah kenapa lebih baik aku mendapat luka dan mengobatinya, dari pada dia datang mencariku. Karena, aku tidak mungkin membahagiakannya.”
Luhan diam dalam tangisnya, Juhyun tersenyum lalu bergerak mendekati Luhan, melingkarkan pelukan pada leher Luhan dan meninggalkan kecupan hangat dipipi Luhan yang basah. “I love you Xiao Luhan.” Sempurna sudah Luhan mati karena perasaannya sendiri.
Comments