Chapter 9
Never Let Me Go [Indonesian]Aku masih tersenyum ketika aku kembali ke Spines untuk menjemput Young Soo. Kami berdua mengucapkan salam perpisahan pada Bibi Sora yang bersikeras bahwa kami mungkin harus tinggal di tempatnya untuk semalam. Tapi aku tahu kami tidak bisa. Aku juga mengatakan pada bibi bahwa Young Soo ingin menghabiskan malam dengan ibu kami. Young Soo sangat bersemangat untuk pulang dan menonton DVD yang ia bicarakan meskipun kami telah menontonnya bersama-sama di bioskop beberapa bulan yang lalu. Saat kami menyeberang jalan, jantungku melompat ke tenggorokan melihat pemandangan di depan.
Ibu keluar rumah dan ia berbicara keras dengan beberapa orang seusianya. Aku mengenali beberapa orang-orang itu, mereka adalah ‘teman baru’nya, mereka tertawa dan mengobrol dengan suara keras, beberapa orang berhenti dan menatap mereka dengan tajam. Dengan halus, aku menutupi pandangan Young Soo, jadi ia tidak akan melihat ibu kami yang seharusnya berada di tempat kerja. Dia seharusnya berbicara dengan bosnya, dengan begitu mereka akan memperkerjakannya kembali tapi ia tidak melakukannya. Entah bagaimana, aku bahkan tahu ia tidak repot-repot mampir di tempat kerja sama sekali.
Ketika Young Soo dan aku tiba di rumah, lagi-lagi aku meluncurkan kebohongan lain, pada adik kecilku yang penuh harap. Aku mengatakan padanya bahwa ibu terlalu sakit dan tidak bisa bangun dari tempat tidur jadi kami satu-satunya yang akan menonton film bersama. Hal baiknya adalah ibu tidak pulang sampai film berakhir, sehingga ku bisa membaringkan Young Soo di tempat tidur. Aku ragu-ragu apakah aku harus menunggu ibuku datang. Aku mengatur beberapa bantal di sofa dan menutupi diri dengan selimut ketika aku menunggu ibu pulang.
Seperti biasa, ibu pulang di pagi hari. Mabuk tentu saja.
Keesokan harinya, aku tidak dalam suasana hati yang baik untuk menghadapi ibuku mengapa dia berbohong padaku dan berpura-pura sedang sakit. Ibu mencoba untuk bicara denganku sesekali tapi aku hanya memberinya tanggapan dingin. Terkadang aku akan berbicara dengannya ketika Young Soo membuat tingkah lucu disekitar kami. Aku tidak ingin berargumen dengan ibu terutama saat Young Soo berada disekitar kami.
Setelah makan malam, aku melihat ibuku menangis lagi di kamarnya sambil memegang foto ayah. Aku tidak pernah mengerti mengapa ia masih benar-benar cinta dengan ayahku dan mengapa ia masih berharap ia akan kembali lagi. Aku benci ayahku yang meninggalkan kami dan kalau aku adalah orang yang bertanggung jawab, aku tidak akan menerima uang untuk mempertahankan pendidikanku di sekolah saat ini. Ini alasan mengapa aku sangat tertarik untuk mendapatkan beasiswa di HBCA, jadi aku tidak akan mendapatkan apapun darinya.
------
Di sekolah keesokan harinya, aku masih menghindari Min Jee. Kami memiliki dua kelas bersama-sama tapi aku tidak berbicara dengannya atau membuat kontak mata dengannya. Tapi di sudut mataku, aku tahu Min Jee ingin berbicara denganku dan beberapa bagian dari diriku juga ingin melakukan hal yang sama dengan sahabat baikku itu. Kenyataannya adalah, aku butuh seseorang untuk melampiaskan frustrasi dari ibuku dan biasanya aku melakukannya bersama Min Jee.
"Hei, Hana."
Aku mengerjapkan mata dan melihat Baekhyun berdiri di depanku, melambaikan tangannya di depan wajahku. Aku baru saja keluar dari kantor tim majalah sekolah untuk mengirimkan Mi Young artikel yang kutulis tentang Pertunjukan Bakat dan pikiranku tiba-tiba kembali berjalan. "Baekhyun." Kataku. "Hai."
"Apa kau baik-baik saja?" Tanyanya saat kami berjalan bersama dilorong.
"Ya, hanya sedang berpikir." Kataku, menganggukkan kepala ringan.
"Tentang Sabtu lalu, aku minta maaf" katanya, menatapku sedih, "Aku seharusnya memberitahumu bahwa Kkamjong adalah—"
"Si-siapa?" Aku bertanya, tiba-tiba bingung.
Baekhyun menatapku seolah seharusnya aku sudah tahu siapa yang ia bicarakan. "Oh, maksudku Jongin." jelasnya. "Kami menggoda Jongin dengan panggilan Kkamjong." katanya, tertawa kecil. "Jangan katakan padanya aku yang memberitahumu."
Aku mengangguk perlahan. "Oke."
"Jadi, ya," Baekhyun berkata, "Maaf tentang itu. Aku bertemu dengannya jadi kupikir mungkin dia orang yang tepat untung pergi."
"Tidak apa-apa." Melambaikan tanganku acuh.
"Dan, eh, bagaimana kabarmu?"
"Aku baik-baik saja." Kataku sambil melirik ke samping dan memberinya senyuman. "Kenapa kau bertanya?"
Baekhyun mengangkat bahu. "Aku berbicara dengan Min Jee beberapa waktu lalu." Katanya, "Kau masih marah dengannya?"
Aku mengalihkan pandanganku dan mendesah. "Ngomong-ngomong, terima kasih." Kataku, mengubah topik pembicaraan.
"Untuk apa?"
Aku menatapnya kembali. "Untuk menjadi teman yang baik." Kataku tulus. "Dan juga untuk mengantar Min Jee pulang dengan selamat sampai di rumah." Aku menambahkan saat kami berbelok di tikungan.
"Bukan masalah." Kata Baekhyun dan kemudian ponselnya mulai berdengung.
Aku mengalihkan perhatian untuk memberinya ruang dan memeriksa pesannya. Aku menangkap musik pop samar-samar diputar dari salah satu ruangan dan aku tahu saat itu kami berada di jurusan Seni Pertunjukan. Aku melihat Sehun dan Yixing di salah satu studio tari. Seperti teman sekelas mereka, mereka mengenakan T-shirt polos dan celana harem, mereka terlihat seolah-olah gerakan yang mereka be
Comments