Chapter 1
Never Let Me Go [Indonesian]Aku telah mencapai lapangan sepak bola diluar sekolah tepat waktu. Rupanya, penyelenggara menganggap acara ini sebagai salah satu acara yang informal karena mereka memutuskan untuk menyelenggarakannya di luar sekolah dan bukan di Performing Arts Center. Apapun yang terjadi, saat ini adalah salah satu acara yang paling dinantikan di sekolah kami setiap tahun. Siswa dari jurusan seni pertunjukan akan memamerkan bakat mereka dan membuat semua orang terkesan, tidak hanya para penggemar, para pencari bakat juga menyelinap menghadiri acara tersebut.
Aku hampir bergabung dengan antrian siswa yang mencoba masuk ke tempat pertunjukan ketika aku teringat bahwa aku di sini untuk suatu urusan dan bukan untuk bergembira. Aku menjadi bagian dari tim majalah sekolah dan diberi tugas untuk meliput acara ini karena penulis kegiatan sosial kami sedang sakit. Aku berjalan menuju pria tinggi dan para penggemar, yang aku kira sebagai "penjaga pintu" dari acara tersebut karena dia berdiri di dekat pintu masuk dan dia yang mengumpulkan tiket.
"Maaf, nona." Kata pria tinggi lain dalam suara yang sangat dalam, segera setelah aku mencapai si penjaga pintu. "Kau harus bergabung dengan antrian—" ia menuding antrian panjang di sisi kiri. Beberapa siswa menatap tajam kearahku, mengira aku sedang mencoba untuk menyelinap atau masuk ke dalam tanpa harus menderita dengan mereka. "—sebelum masuk kedalam."
Aku menghela napas. "Sebenarnya ...." Aku mengambil kartu ID pers sekolah dan tiket yang ketua editor berikan padaku sehingga aku tak perlu bargabung dengan mereka di antrian. Aku menunjukkannya pada kedua orang itu dan untuk sesaat, aku khawatir mereka masih tidak akan membiarkanku lewat.
Kedua orang itu bertukar pandang, salah satu dari mereka-si penjaga pintu- mengangkat bahu dan kemudian pria tinggi lainnya mengambil tiket dari tanganku dan memberi jalan.
"Terima kasih!" Aku tersenyum pada mereka dan kemudian aku masuk kedalam. Aku tak berani melihat kembali antrian di belakang, tapi aku mendengar mereka mengeluh dengan jelas tentang free pass yang kudapat dan kedua orang itu menjelaskan kepada mereka alasannya.
Aku terkagum saat melihat tempat pertunjukan—tampak luar biasa. Ada panggung besar di tengah dengan kemilau lampu sorot tergantung dari atas. Tidak ada kursi, kemungkinan besar, karena mereka menganggap bahwa penonton tidak akan benar-benar mampu menjaga diri dari melompat karena kegembiraan dan kesenangan setelah acara dimulai. Tempat pertunjukan terlihat mulai ramai dan aku melihat beberapa pengunjung bahkan bukan dari sekolah kami, pakaian trendi mereka terlihat seperti mereka siap untuk berpesta setelah pertunjukan nanti. Aku menatap pakaianku sendiri—kemeja dengan sepatu. Sebaliknya, pakaianku seolah berteriak "Sangat menyedihkan!".
"Hana!" Suara yang terdengar familiar memanggilku.
Aku memutar kepalaku dan melihat si pemilik suara, sahabat terbaikku, Kim Min Jee. Dia mengintip di balik tenda, berseri-seri dan memberiku petunjuk untuk datang kearahnya. "Di sini!" Bisiknya.
Mengenyahkan keraguan mengapa sahabatku berada di dalam tenda, aku menunduk dan berjalan cepat ke tempat Min Jee berada. "Min Jee, apa yang kau lakukan ..." Suaraku menghilang saat aku mendapati didalam tenda berisi para pemain yang mengisi pertunjukan malam itu sedang berkumpul.
"Aku sangat senang kau di sini!" Kata Min Jee bersemangat, melompat-lompat kecil, melupakan orang-orang yang sedang menatap kami dengan jelas.
"Mengapa kau di sini?" Aku mendesis padanya. "Bukankah kita seharusnya berada di luar?"
"Aku baru saja bicara dengan Baekhyun sebelum kau datang." Kata Min Jee, melirik belakangnya. "Selain itu, kau dari pers jadi itu tidak masalah."
Aku memutar bola mataku. "Masih." Protesku. "Ayo kita pergi keluar—"
"Apa yang kalian lakukan di sini?" Tanya suara dengan tegas.
Min Jee dan aku berbalik. Seorang pria gemuk memandang kami dengan tatapan meneliti. Aku mengenalinya sebagai salah satu penyelenggara kegiatan sekolah tapi aku tak begitu ingat namanya. Aku pernah bertemu dengan ia sebelumnya, sepertinya ia juga tidak mengingatku.
"Kau tidak terlihat seperti para pemain untukku." Kata pria gemuk itu dengan serius tapi kerumunan di belakangnya kemudian tertawa terbahak-bahak.
Aku tersipu malu, sementara Min Jee, tersinggung dan mulai mencemooh orang itu.
"Maaf?" Min Jee mencibir padanya. "Apa—"
"Tak apa-apa, Pak!" Kata sebuah suara.
Aku berbalik ke samping, teman baik kami Byun Baekhyun sedang berjalan ke arah kami. Dia tampak berbeda malam ini dan itu bukan karena dia memakai celana kulit dan jaket kulit dengan ritsleting asimetris. Aku menatapnya dan menyadari itu adalah eyeliner. Dia terlihat sangat berbeda dari pesona kekanak-kanakan yang selalu ia memiliki ketika sedang bersama kami. Berbeda tetapi dalam cara yang baik. Rupanya, Min Jee sedang memikirkan hal yang sama karena dia menatapnya juga.
"Mereka teman-temanku." Kata Baekhyun kepada si gemuk. "Dan dia dari pers sekolah." Tambahnya, menunjuk ke arahku.
"Itu benar." Aku berseru, mengangkat ID free passku.
"Tepat sekali!" Min Jee menyetujui. "Kami dari pers."
Baekhyun dan aku hanya saling pandang. Orang gemuk itu tampaknya menerima pengakuan kami karena ia kemudian berjalan pergi setelah memberi tatapan bosan padaku dan Min Jee.
"Ayo kita pergi ke sana." Kata Baekhyun, menunjuk ke sisi ruang kosong didalam tenda.
Aku dan Min Jee mengikutinya dan disambut oleh kerumunan pemain lain ketika kami mencapai tenda. Beberapa dari mereka tampak cemas sementara yang lain tampak bersiap-siap, kembali menyentuh make up, tatanan rambut mereka dan menarik nafas dalam-dalam.
"Kalian akan mendapat tempat menonton yang jelas kear
Comments