Chapter 50

Never Let Me Go [Indonesian]
Please Subscribe to read the full chapter

Setiap kali Jongin tidak di sekolah, aku merasa lega. Kemudian, aku tidak merasa lega. Aku berada di antara keduanya. Tidak peduli seberapa keras aku mencoba untuk menyangkalnya pada diri sendiri, itulah bagaimana diriku sejak menyadari betapa ia membenciku: tergantung.

Aku merasa seperti hantu. Meskipun, aku tidak yakin apa seperti ini rasanya menjadi hantu. Tapi itu hanya ... Aku merasa seperti aku mengambang setiap waktu. Seolah semua orang terlihat memburam dan aku berjalan setengah nyawa. Aku benci perasaan ini.

Mendapatkan pekerjaan lain mungkin adalah pilihan yang cukup banyak bermanfaat. Sekarang aku sedang bekerja di toko album ini selama hampir dua minggu. Aku tidak punya banyak pilihan selain mencari pekerjaan lagi. Aku menerima pemberitahuan akhir dari administrasi tentang sekolahku dan kalau aku tidak membayarnya mereka akan mendepakku keluar dari sekolah tanpa ampun. Gajiku di Spines tidak cukup untuk semua tagihan yang perlu kami bayar.

Selain itu, aku mengantar ibu ke rumah sakit lagi setelah mengeluh sakit punggung berkepanjangan. Ibu tinggal di rumah sakit selama satu malam dan dokternya bicara padaku hari berikutnya; dia bilang dia tidak mengerti mengapa ibuku merasa seperti itu karena tulang belakangnya baik-baik saja dan mereka melakukan tes lain dan hasilnya semua normal. Dokter memberitahuku bahwa dia akan menjalankan tes lebih lanjut pada ibuku tapi dia dipersilakan untuk pulang.

Dan karena ini, aku menggunakan sebagian biaya sekolahku untuk tagihan rumah sakit. Aku membagi waktuku untuk bekerja di Spines dan di toko album untuk memenuhinya. Aku biasanya bekerja di toko album setiap akhir pekan. Aku juga mengalihkan perhatian bibi Sora dan mengatakan padanya berita tentang aku melewati wawancara awal. Aku juga mulai mempersiapkan diri untuk wawancara akhir yang akan dilaksanakan bulan depan. Hanya butuh pengalih perhatian lainnya.

Di sekolah, aku hampir tidak melihat Jongin sekarang. Aku berhenti makan siang dengan mereka dan kami hanya memiliki kelas pagi kalau begitu, aku tidak melihatnya lagi. Aku selalu makan siang di tepi ruangan dengan Min Jee dan kadang-kadang dengan Joon Myun dan Kang Hee yang sebenarnya cukup baik. Tidak seperti gadis-gadis lain yang sangat tergila-gila dengan Jongin, Kang Hee (menurutnya) sebenarnya pacar Jongin itu seperti diriku.

"Aku benar-benar terkejut saat tahu itu." Kata Kang Hee, mulutnya setengah penuh. "Aku menolak untuk percaya sampai aku melihatnya dan gadis itu—"

"Eun Hee?" Min Jee menebak getir.

Kang Hee menatapnya, seakan merenungkan apa ia harus membuka mulutnya atau tidak karena Min Jee melotot seolah-olah itu salahnya Jongin dan aku putus. "Bu-bukan. Beberapa gadis lain."

"Siapa?" Min Jee bertanya sementara Joon Myun, yang sedang duduk di sampingku, dengan serius mengunyah makanannya.

"Dia tidak sekolah di sini. Dia rekan trainee di agensinya." Kang Hee berucap ragu-ragu. "Aku mendengar rumor itu dari salah satu teman sekelasku dan kemudian ketika kami nongkrong di kafe akhir pekan lalu, aku melihat mereka bersama."

"Hanya mereka berdua?" Tanya Min Jee.

"Tidak, mereka dengan segerombol orang." Kang Hee menjawab.

"Mereka mungkin hanya berteman." Kata Min Jee seolah-olah meyakinkanku. "Makan lebih banyak." Katanya setelah itu, mendorong piring kecil berisi steak padaku. "Kau kehilangan berat badan, kau tahu."

Aku tidak mengeluh dan makan piring berisi steak dalam keheningan bersama dengan Joon Myun.

-------

Aku akhirnya bisa membayar tagihan sekolah setelah beberapa minggu. Tapi aku masih perlu melakukan dua pekerjaan untuk membiayai Young Soo dan ibu dan semua tagihan di rumah. Namun, aku sadar bahwa memiliki dua pekerjaan adalah tugas yang rumit. Kupikir aku bisa mengatasinya karena dua minggu pertama berjalan cukup baik. Tapi kemudian, aku menemukan diriku berjuang keras di sekolah. Aku hampir terlambat ke kelas dan mataku terasa berat akhir-akhir ini. Aku tertidur di kelas sekali. Atau mungkin dua kali. Aku tahu betul aku harus mengerahkan seluruh tenagaku kalau ingin semua ini berjalan lancar.

Terlebih lagi, mengatasi Jongin tampaknya semakin sulit baru-baru ini juga. Alasan mengapa aku sering mendorong diriku sendiri untuk bekerja dengan rutin adalah karena aku mengalami waktu yang sulit saat tidur dengan Jongin di dalam kepalaku. Ia terus menghantui tidurku. Itulah mengapa aku ingin bekerja dan bekerja dan bekerja sampai tubuhku meronta sehingga saat aku berada di ujung, otakku tak akan bisa memproses apapun dan aku akan tumbang karena kelelahan. Aku benci untuk mengakui perasaan ini akan menghilang, aku hanya ingin mencegahnya masuk.

Tapi alam semesta tampaknya mempermainkanku, karena aku diingatkan tentang Jongin setiap hari.

Setiap hari.

Tidak peduli apa itu dari tempat kerja, sekolah, di jalan atau di rumah. Selalu ada sesuatu yang mengingatkanku tentang dia. Misalnya, ketika aku naik bus pergi ke sekolah, radio berbunyi keras dengan lagu "Video Killed The Radio Star" atau "Kiss Me" yang menyakitkan mengingatkanku 100 hari kami jadian. Kemudian, di toko album, jujur ​​kupikir aku melihat dia berkeliaran di rak tapi aku hanya berhalusinasi. Aku harus mengecek dua kali hanya untuk memastikan itu bukan dia. Di Spines, ada anak yang Ha Joon tegur karena sangat keras kepala makan camilan sambil berjalan di sekitar toko—itu adalah camilan favorit Jongin.

Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Tapi kemudian, satu kejadian membuatku menyadari sesuatu. Sesuatu yang sudah berusaha kutahan-tahan selama ini.

Aku telat bekerja di toko album ketika sekelompok pelanggan datang ke dalam. Aku menumpuk dan mengatur album baru di rak ketika mereka datang. Saat itu hari Jumat jadi itu cukup dimengerti kalau anak-anak ini masih main. Sementara aku sedang sibuk melakukan pekerjaanku, seseorang menepuk bahuku ringan. "Permisi." Kata seorang perempuan dengan suara lembut.

Aku berbalik, seorang gadis lebih tinggi dariku dengan wajah berbentuk oval dan mata cokelat besar menatapku dengan senyum ramah. "Ya?" Kataku.

"Maaf mengganggumu." Gadis itu berkata, "Aku hanya ingin tahu apa kau memiliki kopian lain dari ini?" Ia mengangkat album di tangan luwesnya.

"Aku tidak begitu yakin." Jawabku jujur​​. "Tapi kau bis

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
suthchie #1
Chapter 55: Akhirnya selesai juga...

Wahhh ngak nyangka lho kalo ceritanya bakal publish selama itu...
Bersyukur aku dapat rekomendasi ff ini udah selesai... Bahakan aku cuma butuh waktu beberapa hari buat bacanya...
Soalnya aku tuh tipe orang yang ngak berhenti untuk penasaran sama cerita kalo belum selesai...
Pokoknya terima kasih banyak buat temenku yang udah merekomendasikan ff ini...

Secara keseluruhan aku suka cara menyampaikan ceritanya, ngak terburu buru tapi juga ngak ngebosenin...
Apalagi cast nya si jongin...

Pokoknya terimakasih buat authornya
yang udah bikin cerita yang hebat
suthchie #2
Chapter 54: Akhirnya balikan juga...
Jongin orang baik. Hana sangat beruntung memilikinya
suthchie #3
Chapter 53: Kuanggap itu sebagai tanda balikan...
Semoga
suthchie #4
Chapter 52: Cobaan hana terlalu berat...
suthchie #5
Chapter 51: Semoga ibu hana benar2 menjadi baik
suthchie #6
Chapter 49: Minjee trtaplah berada di sisi hana...
suthchie #7
Chapter 50: Untunglah hana punya sahabat baik seperti minjee...
suthchie #8
Chapter 48: Kenapa kau mengambil keputusan iyu hana...
Aku yakin, jongin sangat hancur...
suthchie #9
Chapter 47: Yang aku kawatirkan akhirnya trrjadi...
Pasti daehyun memberi tau hal buruk pada jongin
suthchie #10
Chapter 46: Itu hal baik hana... Semoga