Chapter 41

Never Let Me Go [Indonesian]
Please Subscribe to read the full chapter

Setelah menimbang-nimbang, aku berdiri dari sofa. Sudah beberapa menit sejak Jongin turun. Aku meluruskan gaunku yang sedikit kusut dan merapikan rambut dengan tangan. Kuraih tas tanganku dari meja, menuju keluar ruangan dan langsung menuju ke lift. Tepat ketika aku hendak menekan tombol, lift terbuka dengan Jongin di dalamnya.

"Kau mau ke mana?" Tanyanya. Ekspresinya tampak acuh tak acuh tapi suaranya penuh kemantapan.

Kualihkan pandanganku darinya dan menggigit bibir bawah dengan rasa bersalah. Ia terdengar mendesah.

"Tolong bawa itu ke kamar kami." Kudengar ia berkata kepada seseorang. Dengan naluri, aku mendongak dan melihat seorang pelayan dengan keranjang penuh masakan lezat berdiri tepat di belakang Jongin.

Pelayan itu memberi Jongin anggukan cepat. Saat Jongin melangkah ke samping, si pelayan pergi ke kamar sementara Jongin melangkah keluar dari lift dan berjalan ke arahku. Di balik bahunya yang bidang, kulihat pintu lift tertutup.

"Kau berpikir aku marah padamu?" Ia bertanya dengan tegas tapi sorot matanya, ketika ia mengintip ke dalam mataku, penuh kebijaksanaan.

Aku berpaling lagi darinya dan membencinya karena mampu membaca pikiranku begitu saja. Aku tidak setransparan itu, kan?

"Semua sudah diatur, Tuan." Kata pelayan, keluar dari ruangan dan berjalan menuju Jongin. Keranjang itu tidak lagi bersamanya. "Apakah Anda memerlukan sesuatu yang lain, Tuan?"

"Tidak, sudah cukup. Aku akan memanggilmu kalau aku butuh sesuatu. Terima kasih." Kata Jongin kemudian si pelayan menuju ke lift, yang langsung terbuka dengan sendirinya, kemudian ia menghilang. "Ayo." Jongin menoleh padaku. Ia dengan cepat menyelipkan tangannya pada tanganku, membawaku kembali ke dalam ruangan.

Hal pertama yang kuperhatikan ketika kami kembali ke dalam adalah keranjang itu ditempatkan di tengah ruangan, berdekatan dengan meja. Keranjangnya dihias dengan baik dan menggugah selera tapi makanannya tampak jauh lebih menggiurkan.

"Apa kau berpikir aku marah padamu?" Tanya Jongin lagi, setelah menutup pintu.

"Siapa yang tidak akan berpikir begitu?" Gumamku, masih tidak memandangnya. Aku masih bisa merasakan matanya padaku. Sebelum ia bisa mengatakan apa-apa lagi, Aku mencoba pergi ke pintu untuk melarikan diri. Tapi Jongin cukup cepat, dengan langkahnya yang panjang, ia menggenggam tanganku di udara, bahkan sebelum aku bisa menyentuh pegangan pintu. "Jongin ... please." Aku berkata, akhirnya menatapnya. "Biarkan aku pergi ..."

"Tidak, aku tidak akan  membiarkanmu pergi." Katanya dengan keras kepala. Ia menarikku menjauh dari pintu. "Kau tidak memberitahuku sesuatu. Aku bisa merasakannya. "

"A-apa yang membuatmu berkata begitu?" Aku bertanya, menatapnya ragu-ragu.

Tatapan Jongin melembut saat ia mengintip ke mataku. "Kau tampak begitu pucat dan ketakutan beberapa waktu lalu." Katanya, tanpa kusadari ia menggosok sikuku dengan lembut, menenangkan sarafku yang menegang. "Katakan padaku apa yang terjadi ..." Ia memohon.

Aku menghela napas dengan gemetar. "Daehyun ..." gumamku, setelah merenungkan apakah aku harus memberitahunya atau tidak.

"Kenapa dengannya?" Tanyanya, alisnya berkerut.

Aku menggigit bibir bawahku, menimbang-nimbang. Aku berbalik dan pergi ke sofa mewah dan duduk—kusadari lututku sedikit gemetar. "Bisakah kau memberiku minum terlebih dulu?" Aku bertanya padanya saat aku melirik ke arah keranjang. Aku hanya benar-benar membutuhkan sesuatu untuk minum.

Jongin mengambil segelas jus jeruk, ia menyerahkannya padaku dan duduk tepat di sebelahku. Ia menatapku selagi aku meneguknya. Meletakkan gelas setengah penuh. Aku berbalik ke arahnya, matanya masih tertuju padaku, menungguku untuk mengatakan sesuatu.

"Aku pernah mengatakan sebelumnya kenapa hubunganku dengan Daehyun tidak berjalan dengan baik, kan?" tanyaku.

Ia tersentak ringan, seolah-olah ia tidak percaya kami sedang membicarakan tentang hubunganku dulu. "Ya." Katanya. "Karena dia tukang kontrol dan paranoid."

Aku mengangguk. "Benar. Tapi ada alasan lain kenapa ... " tambahku enggan. Kualihkan pandanganku darinya dan bersandar pada sandaran. Aku menatap pangkuanku saat aku ingat apa yang terjadi. "Ketika kami masih pacaran, dia ... dia—" napasku terhalang. "Dia mencoba ..."

Jongin bergeser di tempat duduknya. "Apakah dia ..." ia mulai dan aku menatapnya balik, ragu-ragu. Ia menatapku dengan hati-hati dengan alis berkerutnya. "Apa dia memperkosamu?" Tanyanya, nadanya antara bingung dan terkejut.

"Tidak!" Jawabku cepat. Jongin menghela napas seketika, seolah-olah ia telah menahannya ketika menanyakan pertanyaan itu. "Dia tidak melakukannya. Aku bersumpah. "

"Nah, kalau begitu ..." ia melanjutkan, bingung.

"Dia memaksaku untuk tidur dengannya." Kataku buru-buru.

Hening mengikuti setelah itu. Jongin tidak bergerak untuk beberapa waktu tapi matanya masih terpaku padaku. Ia mengeraskan rahangnya, berpaling dariku dan menekan jarinya di pelipis dengan berat hati.

"Saat aku memberitahunya aku belum siap, dia marah." Lanjutku. "Dia menghinaku kemudian dia memintaku untuk meninggalkan rumah mereka." Aku menarik napas cepat. "Lalu, pada hari berikutnya, dia memutuu."

Jongin terdiam sejenak, menatap tumpukan majalah yang diletakkan di atas meja tengah. Kemudian, ia membenamkan wajahnya di tangannya dengan frustrasi. Bagian belakang lehernya berubah merah, jadi kupikir ia pasti marah. Ia berkutat dengan dirinya sendiri, karena ia mulai mengepalkan dan mengendurkan tinjunya. "Sejak awal aku bahkan tidak mengerti kenapa kau berkencan dengannya." Gumamnya.

"Apa?" Tanyaku padanya, terkejut.

"Yah, dia kan brengsek. Semua orang tahu itu." Jongin berkata dengan pahit saat ia berbalik untuk menatapku. "Aku selalu bertanya-tanya mengapa kau berkencan dengannya, dia tipe cowok megah. Bertindak seperti semua orang mengaguminya."

Aku menatapnya tak percaya. "Aku tidak pe

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
suthchie #1
Chapter 55: Akhirnya selesai juga...

Wahhh ngak nyangka lho kalo ceritanya bakal publish selama itu...
Bersyukur aku dapat rekomendasi ff ini udah selesai... Bahakan aku cuma butuh waktu beberapa hari buat bacanya...
Soalnya aku tuh tipe orang yang ngak berhenti untuk penasaran sama cerita kalo belum selesai...
Pokoknya terima kasih banyak buat temenku yang udah merekomendasikan ff ini...

Secara keseluruhan aku suka cara menyampaikan ceritanya, ngak terburu buru tapi juga ngak ngebosenin...
Apalagi cast nya si jongin...

Pokoknya terimakasih buat authornya
yang udah bikin cerita yang hebat
suthchie #2
Chapter 54: Akhirnya balikan juga...
Jongin orang baik. Hana sangat beruntung memilikinya
suthchie #3
Chapter 53: Kuanggap itu sebagai tanda balikan...
Semoga
suthchie #4
Chapter 52: Cobaan hana terlalu berat...
suthchie #5
Chapter 51: Semoga ibu hana benar2 menjadi baik
suthchie #6
Chapter 49: Minjee trtaplah berada di sisi hana...
suthchie #7
Chapter 50: Untunglah hana punya sahabat baik seperti minjee...
suthchie #8
Chapter 48: Kenapa kau mengambil keputusan iyu hana...
Aku yakin, jongin sangat hancur...
suthchie #9
Chapter 47: Yang aku kawatirkan akhirnya trrjadi...
Pasti daehyun memberi tau hal buruk pada jongin
suthchie #10
Chapter 46: Itu hal baik hana... Semoga