Chapter 10
Never Let Me Go [Indonesian]Aku memiringkan kepalaku ke samping dan tersenyum padanya dengan sengaja. "Kaulah yang dibicarakan oleh Baekhyun dan Kyungsoo."
"Ya." Jongin mengakui, memutar kepalanya ke samping untuk menyembunyikan ekspresi malunya.
"Aku tak percaya." Aku mendengar diriku berkata.
"Apanya?" Tanya Jongin, kembali memandangku.
"Kau." Kataku, menatapnya kembali. "Kau pandai Sastra. Aku ingat esai yang kau tulis saat kita masih SMP."
Jongin menyeringai. "Kau ingat esaiku?" Katanya.
"Hanya karena kau menungguli nilai esaiku." Balasku dan tidak bisa menahan senyum. "Apa yang terjadi?" Tanyaku serius.
Jongin menatapku sejenak. "Aku mendapat masalah, kurasa." Katanya, menyisirkan tangannya melalui rambutnya. "Aku pikir aku bisa menyeimbangkan akademikku, tapi ternyata aku kehilangan mereka."
"Apa itu yang terjadi pada seseorang ketiga segera memulai debutnya?" Aku bertanya, tidak benar-benar yakin bagaimana untuk membuat pertanyaanku terdengar sungguhan: serius atau main-main.
Dia tidak langsung menjawab dan menatap sepatunya selama beberapa detik. "Mungkin." katanya sambil mengangkat bahu. "Miss Han mengatakan padaku untuk meminta bantuanmu untuk mempersiapkan tes pengganti minggu depan. Tapi jika kau sibuk, tentu saja ini sangat hebat. "
Aku berpikir sejenak. Aku dan Jongin sebagai teman belajar untuk Sastra. Seketika aku memeriksa jadwalku di sekolah, di rumah dan di tempat kerja. Aku melirik Jongin yang sedang menatap lapangan sepak bola yang sekarang kosong. Aku tau ia sedang menunggu jawabanku. "Aku akan melakukannya." Kataku.
Jongin memutar kepalanya ke arahku dengan ekspresi terkejut diwajahnya. "Sungguh?" Tanyanya.
"Tentu." Kataku, menganggukkan kepala sekali lagi.
"Kau tak perlu melakukannya, Hana." Kata Jongin setelah menarik napas. "Aku tahu kau punya urusanmu sendiri—"
"Dengar," aku menyela, "Aku tidak mengetahuimu dengan baik tapi aku tau Miss Han. Dia bukan tipe orang yang menerapkan 'efek ramah' pada murid-muridnya jadi aku tahu dia orang yang punya alasan dibaliknya. Dia memberimu kesempatan lain di tes pengganti ini karena dia melihat harapan dalam dirimu. Kau tak boleh membiarkan hal ini hanya berlalu. Dan karena dia mengatakan aku bisa membantumu ... Aku tidak berpikir aku ingin mengecewakannya ... "
"Terima kasih." Kata Jongin setelah sejenak dan kemudian ia tertawa canggung. "Jadi kapan kita akan memulainya?"
Aku memiringkan kepalaku ke samping. "Hmm, jika kau tidak sibuk setelah sekolah, kita bisa memulainya nanti."
Jongin mengangkat alisnya. "Benarkah?"
Aku mengangguk.
"Baiklah kalau begitu." Katanya dan kemudian bel untuk kelas sore berdering disepanjang lorong.
Kami bertukar nomor dan kemudian kami berpisah dan setuju untuk bertemu di lobi setelah sekolah usai. Setelah pelajaran terakhir, aku melihat Min Jee berdiri di luar kelasku, kemungkinan besar menungguku. Teman sekelasku mulai keluar dari ruang kelas kami dan aku berpikir untuk pergi bersama mereka sehingga aku bisa berjalan melewati Min Jee. Tapi dia masih bisa menangkapku dan berhasil menyudutkanku di lorong.
"Hana." Kata Min Jee, mencengkeram tali tas punggungnya. "Bisakah kita bicara? Please… "
Aku menatap sahabatku, matanya tampak bengkak sedikit dan dia tidak mengenakan apapun bahkan lip gloss dan ini sangat kelihatan bukan dirinya. Min Jee tidak pernah meninggalkan rumah tanpa hal itu. Aku melirik jam tanganku. Mungkin Jongin bisa menunggu selama satu atau dua menit, pikirku. Aku mengangguk sekali dan Min Jee membawaku ke lorong yang sepi.
"Hana," Min Jee segera memulai setelah kami menetap di bangku kayu di sepanjang lorong. Dia menatapku tentatif. "Aku benar-b
Comments