Chapter 14
Love, Love, Love (Bahasa Version)Last chapter was boring, yeah? haha. Updates! Comments please! I love you all! Ohya, next chapter is the final chapter. ^^
Tidak ada kata yang bisa mendeskripsikan perasaan Yifan ketika menyaksikan apa yang terjadi di kamarnya. Keadaan kamarnya begitu berantakan. Semua laci-lacinya berjatuhan keluar dari tempatnya, semua lemarinya terbuka. Pemuda berjaket jeans yang sedang berlutut di hadapan lemari Yifan, membelakangi pintu masuk ke kamar itu, tampak tidak sadar dengan kehadiran sang pemilik kamar. Dia terlalu sibuk menangis, dan baru menyadari dirinya tidak sendirian ketika dengan suara yang nyaris berbisik Yifan bertanya,
"Apa yang sedang kau lakukan, Luhan?"
Luhan tampak sama terkejutnya dengan Yifan ketika dia menoleh dan melihat siapa yang berdiri di depan pintu kamar dengan mata terbelalak.
"Y—Yifan?"
"Apa yang sedang kau lakukan? Kau apakan barang-barangku?" suara berat Yifan tiba-tiba menggelegar. Dia berjalan mendekati Luhan dan mencengkeram tangan pemuda yang lebih kecil darinya itu, dengan sedikit kasar menariknya sampai berdiri. "Siapa yang memberimu izin untuk masuk ke kamarku dan membongkar barang-barangku??"
"Yifan.. sakit..!" Luhan merengek, berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman erat Yifan. Namun Yifan memegangnya terlalu erat, dia tampak tidak menyadari dia menyakiti Luhan. Pemuda yang lebih besar itu baru melepaskan pegangannya ketika dia tersadar surat-surat dari Xiao Lu-nya berserakan di lantai. Segera Yifan berlutut, dengan hati-hati mengambil kertas-kertas yang tersebar itu dan merapikannya.
"Kau membaca semua ini? Apa kau membaca semua ini?" Yifan memasukkan kertas-kertas itu ke dalam box-nya lagi dengan hati-hati seakan-akan kertas itu sangat rawan sobek. Dia memperlakukannya dengan sangat hati-hati dan membuat jantung Luhan yang melihatnya serasa diremas.
"Maafkan aku, Yifan," Luhan berkata diantara tangisnya. "Kenapa kau tidak pernah memberitahuku? Kenapa kau tidak pernah memberitahuku kalau kau sebenarnya adalah Laxy? Kalau kau adalah sahabat penaku?"
Yifan menggeleng-gelengkan kepalanya, menaruh kembali kotak berisi benda-benda kenangannya itu dengan sangat lembut, seperti kotak itu terbuat dari kaca tipis yang mudah pecah. "Kau seharusnya tidak tahu. Ini tidak seharusnya terjadi."
"Kenapa kau tidak memberitahuku? Sejak kapan kau tah—astaga, malam itu. Malam ketika keluarga kita bertemu untuk mengenalkanku dengan Fei Jie, malam itu aku bercerita padamu tentang Laxy. Apakah saat itu? Itukah kenapa kau lari meninggalkanku?"
"Luhan, sebaiknya kita—"
"Itu kan alasannya? Itu kan kenapa kau lari, Wu Yifan??? Itukah kenapa kau menolak untuk bertemu denganku? Bertemu dengan Deer, Laxy??" Luhan mendesak Yifan yang semakin menundukkan kepalanya seraya menggeleng-gelengkannya kencang. Luhan baru akan berbicara lagi ketika sebuah suara halus menginterupsinya.
"Luhan? Yifan? Ada apa ini sebenarnya?"
Yifan yang masih menggeleng-gelengkan kepalanya langsung membeku. Yi Fei. Apa dia di situ sejak awal? Apa dia mendengar sesuatu? Dengan ngeri Yifan mengangkat kepalanya, mencari keberadaan kakaknya. Ketika dia melihat Fei—yang tampak sangat cantik dengan gaun pengantinnya—berdiri di depan kamarnya dengan wajah khawatir, jantung Yifan mencelos. Kakaknya tampak sangat cantik dengan gaun itu. Hari ini adalah hari bahagianya. Bagaimana mungkin Yifan menghancurkan hatinya?
"Tidak, Jie. Tidak ada apa-apa," katanya sambil menggelengkan kepalanya. Dia berusaha menyembunyikan kegetiran di suaranya saat mengatakan ini. "Aku dan Luhan.. kami hanya—"
"Kalau tidak apa-apa, kenapa Luhan menangis?"
Sial, Yifan mengumpat dalam hati. Luhan. Ya, dia lupa mereka semua berada di dalam ruangan yang sama. Kembali menundukkan kepalanya, Yifan terkekeh. Ironis bukan? Bukankah ini cara yang sangat bagus bagi Luhan untuk mengetahui kalau dirinya adalah Laxy?
"Kenapa kau tidak memberitahuku, Yifan?" Luhan mulai lagi. "Apa kau tahu betapa sedihnya diriku ketika kau tiba-tiba lari meninggalkanku? Aku pikir kau jijik padaku, aku pikir kau salah satu dari orang-orang yang menganggapku aneh karena mencintai seseorang yang belum pernah aku temui sebelumnya. Aku pikir aku mengatakan sesuatu yang menyinggungmu," isakan Luhan semakin kencang. Dia tidak peduli ekspresi Fei yang semakin bingung mendengar ini. Gadis itu hanya bisa melihat Luhan dan adiknya bergantian, berusaha mengerti apa yang sedang terjadi. "Dan janji ketemu kita itu.. kau.. kau melihatku menangis di tengah jalan kan? Kau melihatku putus asa memintamu muncul untuk menemuiku? Kau melihat bagaimana aku menangis dan meraung-raung di tengah jalan? Apa itu menyenangkan, huh, Yifan? Apa kau puas melihatnya, kau manusia egois?"
Yifan tidak berani mengangkat kepalanya. Apabila dia melihat Luhan, sudah pasti Yifan akan menyerah. Air mata yang sudah dari tadi berusaha mendobrak keluar pasti akan menang. Mendengar nada suara Luhan sangat menyakitkan, apalagi mengetahui kalau itu semua akibat perbuatannya. Ini seharusnya menjadi hari bahagia untuk Luhan dan kakaknya, dan dia mengacaukannya. Seandainya dia tidak kembali. Seandainya dia tetap di Amerika dan tidak kembali ke—
"Yifan? Apa yang terjadi? Kenapa dia memanggilmu Laxy? Bukankah itu nama yang kau gunakan untuk bertukar surat dengan sahabat penamu? Ada yang bisa menjelaskan padaku apa yang terjadi?"
Yifan tahu Fei khawatir padanya. Dia menyesal Fei harus menyaksikan ini, menyaksikan penguakan aliasnya sebagai Laxy. Dia menyesal Fei harus ada di situ, melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana adiknya akan segera mengakui kalau dia mencintai pemuda yang akan kakaknya nikahi dalam waktu kurang dari tiga jam.
"Jie," setelah menghela nafas panjang, Yifan memutuskan untuk
Comments