Chapter 2 - Trepidation

Time Works Wonders
Please Subscribe to read the full chapter

Chapter 2

~Trepidation~

 

 

"Apa ini?"

"Ponsel untukmu," jawab Yunho tanpa menjelaskan lebih lanjut. 

Changmin mengamati sebuah kotak yang disodorkan ke tangannya oleh Yunho. Mereka baru saja selesai makan siang bersama di sebuah restoran, dan sekarang mereka berada di dalam mobil Yunho.

"Kau tidak perlu memberiku ini," respon Changmin sedikit tersinggung. "Aku masih memiliki cukup uang untuk membelinya sendiri." Ia menyodorkan kembali kotak yang dipegangnya ke paha Yunho di kursi pengemudi.

Yunho memberikannya kembali. "Terima saja."

"Tidak perlu. Terima kasih." Changmin mengoperkannya kembali.

Yunho terlihat geram dan berhenti sejenak. 

"Aku tidak suka jika harus menghubungi ayahmu terlebih dahulu hanya untuk memintamu bertemu denganku," ucap Yunho menjelaskan. "Gunakan ini untuk berkomunikasi."

"Aku mempunyai solusi." Changmin berkata. "Jika kau tidak ingin menghubungi ayahku, tidak perlu mengajakku bertemu."

"Apa - " Yunho bertambah kesal. Kemudian menarik nafas dan menghembuskannya untuk menenangkan diri. "Ini adalah kedua kalinya kita bertemu, tapi kita bahkan sudah berdebat lebih dari itu. Aku tidak ingin marah, tapi kau selalu tidak ingin bekerjasama denganku." Yunho berhenti sebentar. "Jadi, terima ponsel ini dengan baik." Kotak itu ia berikan kembali ke Changmin. 

Dengan berat hati, Changmin tidak menolaknya kali ini, dan membiarkan Yunho menjalankan mobilnya dengan tenang.

"Sekarang, kemana lagi kau akan membawaku?" tanya Changmin di tengah-tengah perjalanan.

"Ke tempat seseorang."

"Siapa?"

"Duduklah dengan tenang dan jangan bertanya. Kau akan tahu nanti."

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di salah satu rumah sakit besar kota Seoul. Changmin bertanya-tanya di sepanjang koridor rumah sakit apa yang akan mereka lakukan di sana. Ia mempunyai beberapa spekulasi untuk apa mereka ke sana, namun ia enggan bertanya kepada Yunho untuk memastikan, dan memilih untuk mengikuti kemana pun Yunho menggiring mereka. Setelah berjalan cukup jauh, mereka tiba di area khusus kamar VVIP. 

Yunho terlihat menarik napas sebelum membuka pintu dan melempar kode kepada Changmin untuk mengikutinya masuk.

Hal pertama yang Changmin lihat adalah seorang laki-laki pucat yang terbaring di ranjang ruangan itu. Mata terpejam.

"Abeoji."

Changmin menahan napasnya sejenak saat mendengar Yunho memanggilnya ayah. Perlahan-lahan, ayah Yunho membuka matanya. 

"Ayah, aku datang."

"Yunho", ucap Tuan Jung parau dan lemah, namun sebuah senyum terulas dari bibirnya. "Aku sudah terlalu bosan di sini."

"Hm." Yunho mengusap telapak tangan ayahnya dengan lembut. "Merasa lebih baik hari ini?"

"Mungkin," jawab Tuan Jung tidak pasti. Pembawaannya begitu tenang, membuatnya seolah berada di rumah sakit dengan alat media terpasang di tubuhnya bukanlah suatu hal yang harus membuatnya berlaku seperti orang sakit. "Obat-obatan itu sudah tidak mampu membuatku lebih baik."

Yunho mendesah kecil. "Jangan mencari alasan agar Ayah bisa berhenti minum obat." 

Ia kemudian mengambil tiga buah pil dari piring kecil yang terletak di atas meja dan menyodorkannya ke mulut ayahnya. Tuan Jung dengan terpaksa membuka mulutnya dan menelan pil-pil tersebut satu per satu. Yunho membantu ayahnya menenggak air putih dalam gelas.

"Aku tidak akan bisa pulang jika seperti ini terus," ucap Tuan Jung.

Yunho meletakkan gelas kembali ke atas meja. "Ayah bisa pulang jika meminum obat secara teratur."

Giliran Tuan Jung yang mendesah.

"Ceritakan apa yang terjadi di kantor."

Yunho terlihat menimbang-nimbang sebelum menjawab. "Ada beberapa hal yang tidak terkendali." Ia berhenti sejenak, seolah itu bukanlah hal yang tepat untuk ia utarakan. Tuan Jung menautkan kedua alisnya. "Jangan khawatir. Bukan sesuatu yang besar."

Meskipun tubuhnya kembali melemas, pandangan Tuan Jung menerka-nerka apa yang Yunho coba sampaikan. "Baiklah. Aku harap semuanya akan baik-baik saja. Maafkan aku karena - " 

"Ini bukan salahmu. Jangan memikirkannya. Kita akan mengambil alih dengan baik. Pikirkan saja kesehatan Ayah sendiri." Yunho memotong kalimat ayahnya.

Tuan Jung hanya bisa tersenyum pasrah dan mengangguk. 

Dari belakang, Changmin menyaksikan ayah dan anak itu dalam diam. Mengamati betapa pedulinya Yunho kepada ayahnya. Segala macam hal-hal buruk dan menyebalkan yang biasa Changmin rasakan ketika berada di dekat Yunho luruh saat itu juga. Apa yang ia lihat membuatnya berpikir lagi bagaimanakah watak Yunho sebenarnya. 

"Ayah, aku datang kemari membawakanmu seseorang," kata Yunho. Ia kemudian memalingkan badannya dan menemukan Changmin berdiri di belakang.

Meskipun Yunho tidak memintanya, Changmin bergerak maju untuk melihat Tuan Jung dengan lebih jelas. Yunho memberikan ruang untuknya. Tuan Jung memberikan senyuman hangatnya yang lemah saat ia melihat Changmin untuk pertama kalinya. Changmin membalas dengan sama hangatnya.

"Apakah ini orangnya?," tanya Tuan Jung. Matanya bergeming  menatap Changmin dengan harapan yang begitu jelasnya.

"Ya." Yunho menjawab. "Selama beberapa hari, ia akan menemani Ayah di sini."

Changmin mulai mencerna kata-kata Yunho, dan ia tidak menyukainya ide tersebut setelah mengerti. Ia berusaha menahan agar wajah tidak setujunya tidak begitu terlihat oleh Tuan Jung.

Yunho, di sisi lain, malah menatapnya, tidak menyadari, atau mungkin tidak mempedulikan sebuah pertanyaan yang dilemparkan kepadanya melalui matanya. Yunho menganggukkan kepalanya sekali, sebuah kode agar Changmin memperkenalkan diri.

"Namaku Shim Changmin. Senang bertemu dengan Anda." Changmin bergidik mendengar suaranya yang terdengar terlalu kaku. Walaupun demikian, Tuan Jung tersenyum.

"Changmin..." Tuan Jung seolah mencoba mencoba bagaimana nama itu terdengar dari mulutnya yang pucat. "Nama yang bagus."

"Terima kasih, Tuan...uh, Abeonim." 

"Jadi, apa kau menyukai Yunho, Changmin?"

"Eh?"

"Apakah kau menyukainya?" ulangnya.

Changmin mengatupkan mulutnya, membiarkan pertanyaan Tuan Jung tak terjawab selama beberapa detik yang terlampau lama untuk sebuah pertanyaan sepele. Sebelum kebungkamannya terhitung sebagai sebuah ketidaksopanan, Changmin mencoba menjawabnya dengan sedikit kebohongan.

"Aku akan menyukainya. Di saat yang tepat." Changmin tersenyum dengan canggung, mencoba menjawab senetral mungkin. Saat ia melirik Yunho, orang itu tidak menampakkan emosi apapun. 

"Aku harap kau akan menyukainya dengan cepat," komentar Tuan Jung. "Ia mungkin terlihat tidak berperasaan, tapi kau akan mengetahuinya sendiri nanti."

Yunho memutar bola matanya diam-diam.

"Kau akan menjadi bagian dari keluarga Jung sebentar lagi, Changmin. Kau akan mendampingi Yunho dan Yunho akan mendampingimu. Meskipun ini terkesan terburu-buru dan buruk di matamu, aku harap kau bisa mengerti."

Kepalanya tiba-tiba terasa ringan. Terima kasih kepada Tuan Jung yang telah mengingatkannya akan kenyataan pahit itu.  

"Aku harap kau bisa menjadi pengaruh baik bagi Yunho," lanjut Tuan Jung.

Changmin hanya menganggukkan kepalanya, tidak ingin menanggapinya dengan janji palsu dan kata-kata manis hanya untuk menyenangkan Tuan Jung. Bagaimana pun, apapun yang keluar dari mulutnya saat ini akan menjadi kebohongan besar yang membuatnya muak dan sakit.

Tangan Changmin mulai bergetar lemah, dan kakinya serasa ingin menghempaskannya jatuh ke lantai. Mungkin dirinya yang selalu merasa kecil dihadapan orang lain, atau mungkin kepalanya yang mulai berpikir tentang beberapa hal sekaligus, termasuk dua hal yang membuatnya begitu tersiksa, pernikahan dan pengkhianatan. 

Di tengah-tengah kalutnya pikiran, sebuah tangan menariknya pelan mendekat, dan Changmin menyadari bahwa Yunho membuatnya berdiri tegak lagi. 

Saat ia mengalihkan pandangannya dari milik Yunho yang membuatnya tertahan, ada Tuan Jung di depannya, yang tetap saja memakluminya dalam sebuah tatapan hangat yang tidak pernah lepas ketika ia menatapnya.

Changmin merasa mual ketika ia sadar ia akan mengkhianati satu orang lagi yang tidak bersalah.

 

 

 

+++

 

 


Changmin sering mengamati Yunho saat orang itu tidak menyadarinya. Belakangan ini wajahnya terlihat tidak segar, dan kantung di bawah matanya membuat orang itu tampak tertekan. Pekerjaan telah mengambil alih sebagian besar waktu dan tenaganya. 

Setiap pagi ia harus melihat Yunho karena sudah tiga hari belakangan ini mereka memiliki kebiasaan baru. Yunho menjemputnya di pagi hari, mengantarnya ke rumah sakit untuk menemani Tuan Jung setiap hari sebelum ia mulai berkutat lagi dengan pekerjaannya. Yunho memanfaatkannya tanpa merasa bersalah sama sekali.

Bertemu calon mertuanya setiap hari sebenarnya bukan masalah untuk Changmin. Tuan Jung memperlakukannya dengan sangat baik. Ia hanya khawatir ia akan menumbuhkan suatu perasaan tertentu tanpa sadar. Tidak ada yang tahu seberapa lama lagi waktu yang harus ia habiskan hingga ia memiliki rasa bersalah lain untuk orang lain yang ironisnya adalah ayah Yunho sendiri. 

Satu-satunya jangkar yang bisa membuatnya berpijak hanyalah Yoochun yang selalu ia hubungi setiap malam. Meskipun demikian, itu tidak membuatnya lebih baik karena ia harus menghadapi rasa bersalah yang lebih besar untuk Yoochun. 

"Hey, ini aku," ucap Changmin melalui telepon. "Aku sudah mendapatkan ponsel baru." Tangannya menggenggam erat ponselnya, dan menyingirkan bayangan wajah Yunho yang murka jika ia mengetahui ponsel pemberiannya digunakan untuk ini.

"Bagus," balas Yoochun. "Sekarang, aku bisa menghubungimu setiap waktu?"

Changmin terkekeh. "Tidak setiap waktu. Aku mempunyai banyak masalah yang harus kuurus dengan- "

"Masalah? Masalah apa?"

Changmin menutup mulutnya dan merutuk dalam hati. Hampir saja ia mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak ia beberkan. Bukan sekarang.

"Bukan apa-apa." Changmin menelan ludahnya.

"Kau yakin?"

"Ya. Bukan apa-apa, sungguh."

Tidak ada yang berbicara. Changmin hampir bisa membayangkan Yoochun mengerutkan dahinya di seberang, memikirkan apa yang salah. 

"Aku bisa mencium kegugupanmu dari sini. Kau yakin tidak ada yang salah?"

"Ya. Semuanya baik-baik saja," ucap Changmin semakin terdengar tidak yakin. "Cepatlah pulang."

"Beberapa hari lagi, sweetheart. Bertahanlah."

Biasanya keheningan di antara mereka bukanlah keheningan yang meresahkan. Akan tetapi kali ini, Changmin merasa ada radar yang tidak mengenakkan dalam keheningan yang terjadi. Sekali lagi Changmin menyalahkan kepalanya karena selalu memikirkan tentang rasa bersalahnya yang sudah terlalu berlebihan.

Yoochun mendesah sedemikian rupa, jelas mengetahui ada yang tidak beres. Dan seperti Changmin yang tidak pernah menekannya untuk mengatakan sesuatu yang tidak ingin ia ungkapkan, Yoochun pun tidak menyelidiki lebih lanjut. Changmin baru saja menyadari, bahwa hubungan mereka tidak seterbuka  itu walaupun mereka memercayai satu sama lain.

"Baiklah kalau begitu, aku akan menghubungimu lagi besok."

"Yoochun," panggil Changmin menahannya.

"Hm?"

"Aku ingin meminta pendapatmu."

"Katakan saja."

Changmin menarik napas. Perlahan tapi pasti, Changmin akan mengungkapkannya sedikit demi sedikit.

"Mana yang kau pilih, orang tua atau dirimu sendiri?"

"Apa?" Yoochun tertawa. "Kau tahu aku tidak mempunyai hubungan baik dengan orang tuaku. Tentu saja aku memilih diriku sendiri."

"Ya, aku tahu itu, tapi anggap saja kau memiliki hubungan yang baik dengan mereka. Siapa yang akan kaupilih?"

"Kau mempertanyakan kepentingan orang tua dan kepentingan diriku sendiri?"

"Bisa dibilang begitu," kata Changmin. "Bagaimana jika kau harus mengorbankan kebahagiaanmu sendiri untuk memenuhi kepentingan orang tuamu?"

"Hmm.." Yoochun mempertimbangkan jawabannya. "Tidak ada kebahagiaan siapapun yang pantas dikorbankan. Tapi bukankah kau akan bahagia jika kepentingan orang tuamu terpenuhi?"

"Begitukah?" gumam Changmin. "Menurutmu kau harus mengorbankan kebahagiaanmu sendiri?"

"Cobalah untuk menemukan kebahagiaan di tengah-tengah ketidakbahagiaanmu," sara

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
kiborina
Hello, my beloved readers! Just want to let you know that I'm still alive and will continue my stories ^^
Don't worry, I won't discontinue my stories without prior notice.
Please have some faith in me. For those who keep waiting for my stories, THANK YOU SO MUCH!

Comments

You must be logged in to comment
retnoyuul #1
Chapter 16: Lucky me that I had a sudden urge to check my account. And see what I got? Another treasure from a deeper soil. Lucky me God I'm sO LUCKY!!
Jadi gini... Duh, Aku bingung mau bilang apa:(

Do we even share the same conscience?:( Cause your randomness of combining Siwon and Donghaes names altogether and tagging Siwon along into the story (wait. I don't quite remember. Dia baru muncul di epilog ini aja kan?) and making his encounter with Changmin and creating that ticklish romantic attraction--had me wrapped around your little fingers!
So basically I am a super nerd of that Yunho/Changmin/Siwon crack and this epilogue gave me a glimpse of hope of that relationship. But nah, I knew its supposed to be an epilogue (though I wouldn't mind AT ALL to have more of them hohoho) and that's okay. Thankyou for adding up their interactions :) I'm so blessed.

As for Haewon abbreviation: Does that mean Siwon and Donghae created the company together? Does Siwon have the similar hatred to Yunho? What has Siwon got to do with Yunho? Sorry I might have slipped in some chapters, but... There's just some tangled wires in my head.

Then again, thank you for giving us the epilogue we didn't expect. It's so sweet and romantic and just uwu :3 I hope to see more from you! Love
Bigeast88 #2
Chapter 16: Woah surprised for the epilogue!! Thank you for writing thisss XDD
vitachami
#3
Chapter 16: Seneng deh ada epilognya..
Manis banget sih changmin sekarang


Author, blh tambahi lagi yaaa...
Epilognya di lanjut..
azukireii #4
Chapter 16: Akkkkkkkkkkh ini epilog yang manis banget sampe ku baca berulang-ulang hahaaha
Memang orang yg dimabuk cinta ini kayak mereka ya hahaha terima kasih authornim, pembaca jadi memiliki persepsinya tersendiri terhadap sebuah kalimat yg bermakna ganda. Tetap semangat
QueenB_doll #5
Chapter 16: Huweee ada epilogue nya...aku harus baca dari awal lagi thornim..hiks..hiks..terharu bgt pokoknya authornim mau bikin chap penutup ini...TTT.TTT
upiek8288 #6
Chapter 16: Miss this story sooo much..
Epilogue yg butuh epilogue... ???
Thank you for the story.. ?
bebebe #7
Chapter 15: Love the ending !!!!!!
lusiwonkyu
#8
Chapter 15: Akhirnya ff yg di tunggu2 end... Thanks author udah nyelsaiin janjimu... Ending nya akuu sukaaaaa...
JiJoonie
#9
Hello my beloved author!!! Its been a while, udah lama sejak terakhir kali kakak up dan aku membaca karya kakak, jadi aku mau mengulang kembali membaca, mengulang kisah dan mengulang tawa serta air mata disini!! I love u and thank u soooo much kak!
retnoyuul #10
Chapter 15: So this is the end, a beautiful ending. I still can't believe that you're so determined and unshakeable hehe. Honestly, aku ngerti bgt gimana rasanya kehilangan fic yg udah ditulis sepenuh hati, like 'this computer apparently hates me so much' wkwk, karna aku juga (pernah) jadi author Homin di FFn.Net. Dan yang bikin aku keep up sama TWW pertama kali itU KARNA WRITING STYLE KAMU ITU SELERA AKU BANGETTT UNCHHH. And I think that I found myself my lost twin hoho (alay ya? Haha bodo ah yang penting aku cinta kamu dan TWW ^^). BTW, If you don't mind you can visit my story in (https://m.fanfiction.net/s/11235338/1/Rome-Philosophy) by ursolace. But still uncompleted, since I lost my chapter 2 and feeling no urge and lack of motivation to rewrite ehehe. Itulah kenapa aku bangga dan terkesan banget karna kamu masih mau bangkit dan terus ngelanjutin TWW walau nyaris lumutan ehehe.&lt;br /&gt;<br />
Anyway, as for the story: I LOVE THESE JOYFUL TIDINGS, tho. Penulisan yang bagus bgt ditambah konflik yang berbobot. Bahkan di tengah fic, aku sempet ship Yoo/Min karna YC lebih berprinsip dan showing his emotion daripada YH dan CM sendiri. Donghae is just another little scamp we all have the right to detest, right? Alongside the venomous BoA haha. Pokoknya aku suka banget ups/downs dan push/pull semua karakter kamu di sini. Dan setiap ada kissing scene Homin somehow aku meleleh banget wkwk. And you're too naughty to let ur readers have their wild ideas as the line goes "Kita tidak pernah membicarakan ini, tapi aku ingin kau tahu. Jangan berkata kau tidak tahu samasekali, Changmin." GOSH WHY DID U DO DIS TO ME SISTA. What do you mean with 'ini', Yunho? Why can't you make it obvious? Why don't we go with their more intimate scene??&lt;br /&gt;<br />
Dear author, pokoknya aku terus medukung karya2 Homin kamu berikutnya. Since it's getting hard to find fine and beautiful Homin fics out there nowadays. Don't let them go extinct! Love ^^