Epilogue - Sunshine on Our Shoulders
Time Works WondersEPILOGUE
Sunshine on Our Shoulders
Kesepuluh jari Yunho masih bergerak cekatan, kepalanya masih berusaha untuk tidak memberikan perintah luput yang akan menyebabkan suara sumbang sementara ia berpikir, apa yang telah ia lakukan sehingga berhak mendapatkan pemandangan yang membuat perasaannya terlontar setinggi ini? Dadanya berdesir ketika menyaksikan Changmin yang memejamkan matanya, dengan kedua tangan menyangga dagunya di atas meja, khidmat mendengarkannya memainkan Inochi no Namae yang hampir berakhir dengan pianonya. Rasanya Yunho ingin melanjutkan dengan Bergamo hanya demi memperpanjang kesempatannya untuk menyaksikan dan memiliki Changmin seperti itu untuknya sendiri.
“Bangun, Ge-eu-reun Sae,” ucap Yunho setelah ia memutuskan untuk berhenti.
Changmin masih mempertahankan posisinya tanpa membuka kedua matanya. Yunho beranjak dari bangku dan berjalan menuju ke tempat Changmin duduk. Lantaran tidak bergeming sama sekali, Yunho memegang kedua bahu Changmin dan mengusapnya perlahan. Ketika ia belum berhasil mendapatkan reaksi berarti, Yunho menggenggam kedua pergelangan tangan Changmin dan menariknya ke atas agar ia segera bangkit berdiri dan kedua lengan Yunho telah siap menangkapnya dengan sempurna. Ia terhuyung ke belakang saat Changmin menumpukan semua berat tubuhnya kepadanya.
“Tidak ingin pergi,” ucap Changmin dengan mulut menempel di bahu Yunho.
Yunho mengusap punggung Changmin dengan gerakan yang menenangkan.
“Ada apa?” tanyanya. “Bukankah acara amal adalah favoritmu?”
Changmin hanya menggumam dan melingkarkan kedua lengannya di pinggang Yunho. Sebagai balasan, Yunho menariknya lebih dekat lagi ke dalam pelukannya dan menggoyangkan tubuh mereka berdua secara acak ke segala arah. Seperti detak jantung mereka yang terbiasa menari bersama, irama musik tak terdengar yang mereka mainkan di kepala masing-masing menggerakkan tubuh mereka dengan selaras. Yunho terlalu jatuh cinta dengan keharmonisan mereka hingga ia tidak sadar bahunya terantuk dinding. Changmin mengangkat wajahnya terkesiap. Bulu mata yang merekah di sekitar matanya yang bulat selalu berhasil membuat Yunho luruh seketika.
“Berdansalah denganku hingga besok pagi saja,” celetuk Changmin tiba-tiba.
Itu adalah ajakan yang menggiurkan, dan Yunho tidak dapat menahan tawanya setelah itu. Ia membalik posisi mereka dengan sengaja sehingga Changmin terhimpit olehnya dan dinding.
“Kita sering berdansa akhir-akhir ini,” balas Yunho.
Changmin menatap Yunho sesaat sebelum menyipitkan matanya curiga. Jari-jarinya menyisir rambut Yunho yang jatuh di wajahnya ke belakang agar ia dapat melihat kedua matanya dengan jelas.
“Aku tidak yakin kita membicarakan hal yang sama,” ucap Changmin menggeleng.
Yunho mengangkat kedua bahunya tanpa komentar sebelum Changmin mendekat untuk menyatukan bibir mereka. Lengan mereka bertautan satu sama lain secara refleks. Mempertimbangkan sisa waktu Changmin yang tidak banyak sebelum menghadiri gala charity, Yunho berusaha untuk menjadi pihak yang bertanggung jawab dengan cara mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak terbuai dengan kegembiraan mereka bersama. Changmin membuka mulutnya ketika milik Yunho mendesaknya dengan terburu-buru, dan mengeluh pelan ketika akhirnya Yunho melepaskannya beberapa saat kemudian.
“Kau harus mempersiapkan dirimu.”
“Baiklah,” ucap Changmin setengah tidak rela. “Apa kau yakin kau tidak ingin pergi bersamaku?”
Yunho tersenyum meminta maaf.
“Aku tidak bisa membatalkan panggilan konferensinya,” ucap Yunho. “Tapi sebagai gantinya, aku akan menjemputmu. Apa itu adil?”
“Tidak,” tolak Changmin mentah-mentah. “Waktu istirahatmu sudah banyak terbuang untuk pekerjaan. Kau boleh menguasai tempat tidur hingga aku kembali.”
Terharu mendengarnya, Yunho mengungkapkan rasa terima kasihnya dengan mengecup Changmin kembali. Masalah baru yang ia hadapi akhir-akhir ini adalah, seberapa besar pun keinginan Yunho untuk memejamkan mata selama seminggu penuh setelah menyelesaikan semua kekacauan yang terjadi selama beberapa bulan terakhir, itu tidak akan berhasil jika tidak ada Changmin di sana untuk menemaninya. Mengingat kembali bahwa kini mereka hampir tidak pernah melewatkan waktu bersama untuk mengganti waktu yang terbuang sia-sia di masa lalu membuatnya lega sekaligus khawatir.
Yunho membuang jauh-jauh keresahannya dan mengakhiri sesi rileks mereka dengan mencubit kedua pipi Changmin yang dibalas dengan perlakuan yang sama oleh Changmin, menyebabkan mereka berdua tergelak selama satu menit penuh di dalam dekapan masing-masing.
+++
Changmin tiba di ballroom ketika ketua aliansi ChildFund Korea memasuki menit kesepuluh dalam pidato pembukanya. Jika saja ia mendengarkan Yunho dan mereka berhenti bermain-main seperti pasangan muda yang tergila-gila setelah Yunho memilihkan setelan yang cocok untuknya malam ini, mungkin Changmin tidak akan melewatkan cocktail session sebelum acara dimulai dan terhindar dari perhatian berlebih dari beberapa orang yang duduk satu meja dengannya, meskipun pada akhirnya mereka tersenyum ramah setelah menatapnya.
Namanya sudah tidak lagi asing di kalangan para aktivis dan sosialita karena ketekunannya menjadi donatur dalam berbagai acara amal, terutama jika itu menyangkut tentang anak-anak dan alam. Hanya para pelaku bisnis saja yang mengenalnya karena Yunho. Tidak mengherankan karena selama ini, mereka berdua hampir tidak pernah terlihat bersama dalam acara-acara yang melibatkan banyak orang. Changmin menyayangkannya, meskipun ia lega kehidupan pribadi mereka tidak dimanfaatkan dan menjadi konsumsi publik. Terlebih lagi, mereka berdua setuju bahwa bersikap mesra di depan umum sangatlah menggelikan.
Setelah semua rangkaian pidato dan sesi berbasa-basi dengan tamu satu meja berakhir, Changmin mulai memisahkan diri dan berkeliling seorang diri untuk melihat ekshibisi yang menampilkan objek pelelangan. Beberapa orang mungkin rela datang ke mari mengeluarkan uang lebih demi koleksi seragam bola bertanda tangan milik Koo Jacheol dan Park Jisung, atau kotak musik milik aktris Jun Jihyun, dan benda-benda lain yang berharga, namun Changmin tidak. Tidak ada yang benar-benar menarik perhatiannya ketika ia mendekati benda terakhir, dan ia berpikir untuk menyumbangkan uangnya saja langsung secara diam-diam seperti biasa tanpa harus membawa pulang benda yang pada akhirnya akan ia lupakan dalam hitungan menit. Walaupun mungkin ia mempertimbangkan kotak musik Jun Jihyun untuk Yunho.
Ia berjalan menuju ke bagian belakang ruangan setelah berbincang-bincang dengan siapa saja yang menyapanya ketika ia melihat sekumpulan orang menatap sesuatu yang tergantung di dinding. Beberapa bahkan tidak sungkan untuk menertawainya sebelum melewatinya begitu saja. Ketika mereka semua pergi, Changmin akhirnya mendapatkan waktunya sendiri untuk memeriksa.
Sebuah lukisan.
Pembawa acara mengumumkan dari ballroom bahwa waktu yang tersisa untuk menawar lukisan di hadapannya akan segera berakhir. Changmin bergeming di sana tanpa teralihkan. Reaksi pertama yang ia lakukan adalah mengangkat alisnya, kemudian memiringkan kepalanya untuk melihat dengan sudut yang berbeda, dan akhirnya tertawa pelan.
“Ada yang lucu?”
Tawa Changmin berhenti seketika, sebelum ia meluruskan raut wajahnya. Suara itu mengusik satu-satunya hiburan yang ia miliki di tempat ini, tetapi itu tidak menghentikannya untuk memutar kepalanya ke samping dan memberikan senyum ala kadarnya untuk laki-laki yang kini berdiri di sampingnya.
“Aku lihat reaksimu sama dengan mereka semua,” sambung orang itu. “yang memberikan impresi kepadaku bahwa kau membutuhkan sedikit pencerahan untuk memahami apa yang baru saja kaulihat?”
Changmin menatapnya dengan terang-terangan. Dengan rambut hitam disisir rapi ke belakang dan gerak-gerik bak pengusaha minyak dari Timur Tengah, ia tidak yakin ia berhak tersinggung dan melawan impresi gegabahnya. Changmin mengangkat kedua bahunya, acuh.
“Jika menurutmu aku tertawa karena alasan yang sama dengan mereka, maaf, kau salah besar,” balasnya sesopan mungkin, diakhiri dengan senyum yang ramah.
Laki-laki itu menumpukan tubuhnya pada satu kaki dan menyilangkan kedua lengan di dada. Alisnya terangkat tinggi seolah menantangnya untuk menjelaskan mengapa ia salah.
“Le Petit Prince?” celetuk Changmin.
Tebakannya mengembangkan sebuah senyuman di wajah laki-laki itu, yang lama kelamaan meningkat menjadi sebuah tawa manis sekaligus diplomatis hingga mengundang tatapan para wanita di belakang mereka. Changmin mulai merasa canggung ketika mereka semakin memandang orang di sampingnya sembari berbisik-bisik penasaran.
“Aku bisa tenang sekarang setelah mengetahui ada satu orang di sini yang memahami itu bukan lukisan topi fedora,” ucap laki-laki itu mengalihkannya.
“Ya, itu bukan topi.” Changmin menyetujui, meskipun ia tidak terlalu menyukai objek itu karena mengingatkannya kepada seseorang.
“Seseorang tidak benar-benar peduli kepada anak-anak sampai dia mengetahui apa yang mereka baca,” ucapnya. “Aku penggemar buku itu, ngomong-ngomong.”
Changmin mengangguk. “Mengesankan. Ini adalah satu-satunya tema yang relevan di gala ini.”
“Aku bertaruh pelukisnya adalah orang yang cerdas,” sahut laki-laki itu.
Tidak alasan untuk mengelaknya, jadi Changmin hanya menggangguk lagi meskipun orang itu terlihat mengharapkan komentar lebih darinya.
“Jadi, kau akan menawarnya?”
Changmin berpikir sejenak. Laki-laki itu memeriksa jam tangannya tepat ketika pembawa acara mengumumkan menit terakhir untuk pelelangan khusus lukisan itu.
“Mengapa tidak?” ucap Changmin sesaat sebelum mengambil pena dan menuliskan data diri serta nominal yang ia tawarkan di atas bid sheet yang tersedia.
Tidak ada lagi yang datang dan menawar lebih tinggi darinya ketika waktu berakhir dan Changmin menghembuskan napas lega diam-diam. Mengeluarkan sejumlah uang untuk acara amal sama sekali tidak masalah untuknya. Namun jika ia bisa mendapatkan sesuatu yang ia minati setelah melakukan apa yang ia cintai, Changmin tidak ingin melewatkan kesempatan itu.
“Selamat,” kata laki-laki itu sembari mengulurkan tangannya. “Kau adalah pemilik resmi lukisan itu sekarang. Aku tidak sabar menunggu pengumumannya.”
Changmin membalas uluran tangan itu dan menjabatnya.
“Terima kasih,” balasnya, dan bertanya-tanya mengapa orang itu terlihat bahagia dengan fakta bahwa ia akan memenangkan lelang lukisan itu.
“Oh, kau belum memberitahu namamu.” Laki-laki itu setengah meminta. Changmin memanfaatkan kesempatan itu untuk memberikan kartu namanya.
“Shim Changmin,” ucap orang itu mengeja namanya, lalu bergantian memberikan kartu namanya kepada Changmin. “Senang bertemu denganmu.”
Changmin membaca kartu nama yang baru saja ia dapatkan dan mendongak dengan tiba-tiba, mulutnya terbuka karena terkejut.
“Choi…Siwon?”
Ia tidak ingin melakukannya, namun rasa penasarannya mengalahkan segalanya dan pada akhirnya, Changmin membaca lagi nama pelukis di bawah lukisan ular boa pembelit yang menelan seekor gajah. Di sana tertulis Choi Siwon, tepat seperti apa yang tertulis di kartu nama orang itu.
“Jaga lukisan itu baik-baik, Changmin,” pinta Siwon. “Sampai jumpa nanti.” Ia tersenyum lebar
Comments