Chapter 10 - Hell-bent

Time Works Wonders
Please Subscribe to read the full chapter
Hell-bent

 

 

Di hadapannya, makanan tak tersentuh. Mungkin saja telah dingin terasuki udara yang kini telah mendaki klimaksnya. Sudah semenjak dua jam yang lalu ia mengantisipasi kedatangan seseorang.. Niatnya untuk setidaknya berterima kasih kepada Yunho atas ‘kebaikan hati’nya agaknya sebuah ide yang sia-sia. Sia-sia juga ia meminta Yunho untuk pulang lebih awal. Untuk apa orang itu rela meninggalkan kantornya tercinta hanya untuk sebuah makan malam sederhana.

Changmin melihat meja makan sekali lagi. Ia sudah menyerah menunggu hingga selarut ini. Yunho mungkin tidak akan pulang lagi kali ini. Ia berdiri dan mematikan lampu di ruangan itu dan menuju ke kamarnya dan meninggalkan semua makan malam yang telah ia buat di atas meja, tak tersentuh. Nafsu makannya telah hilang sejak lama.

 

 

 

+++

 

 

Changmin bangkit dari ranjangnya, duduk. Walaupun ia berharap kantuk akan menguasainya segera, namun otaknya terus menjaga matanya untuk tetap terbuka. Apalagi suara-suara kecil di bawah baru saja sangat mengganggunya. Dengan jantungnya yang sedikit berdesir-desir membayangkan imajinasi-imajinasi konyolnya, ia membuka pintu dan menuruni tangga tanpa menimbulkan suara.

Lampu dapur dan ruang makan menyala. Menyadari sesuatu, Changmin berlari kecil nan cepat untuk memastikan. Sialnya, saat di ambang pintu, ia dengan tidak sengaja menabrak seseorang.

“Aish!”

Bagian atas piyamanya basah. Changmin membuka mulutnya lebar dan menatap Yunho di depannya dengan wajah terkejut. Kemudian ia mengernyit. Yunho bergerak-gerak dengan gelas setengah penuh di tangannya. Dirinya tergagap sejenak sebelum tangannya bergabung dengan tangan Changmin untuk mengusap-usap bagian piyamanya yang basah. Changmin memukul tangan Yunho pelan.

“Tidak apa-apa,” ucapnya kesal. “Kau membuatku terkejut,” gerutu Changmin sambil menepuk-nepuk piyamanya. “Hentikan kebiasaanmu itu.”

“Tapi kau yang berlari,” balas Yunho.

Changmin mendengus. Yunho menghabiskan sisa air di gelasnya dan memperhatikan Changmin yang merajuk, berpikir bagaimana harus bersikap. Kemudian ia melirik sekilas meja makan di belakangnya. Changmin berpura-pura sibuk dengan piyamanya dan tidak berkomentar apa-apa.

“Kau menyiapkan itu semua?” tanya Yunho.

Changmin akhirnya mendongak dan menatap masakannya miris.

“Di kantor aku harus merevisi banyak dokumen –”

“Yeah. Aku tahu kau sibuk,” sela Changmin, enggan menatap Yunho. “Tidak masalah. Aku akan membuangnya besok.”

Changmin memutar tubuhnya.

“Jangan,” kata Yunho dari balik bahunya. “Aku ingin makan sekarang.”

Tanpa persetujuan, Yunho menarik lengannya dan menggiringnya duduk di seberangnya.

“Sudah dingin,” ucap Changmin saat Yunho mulai mempersiapkan alat makannya. Changmin menghalangi tangan Yunho yang hendak mengambil sup dari dalam mangkuk. “Aku akan menghangatkannya sebentar.” Namun Yunho bersikeras menolaknya dengan alasan bahwa ia sudah kelaparan.

“Kau tidak makan?” tanya Yunho menyadari Changmin tidak bergabung makan bersamanya.

“Aku tidak makan nasi setelah pukul 9.”

Yunho mengangguk.

“Aku perlu mengganti piyamaku,” kata Changmin.

Yunho mendongak dan memperhatikan piyama Changmin sejenak. Ia lalu berdiri dan melepas jas hitamnya untuk ia sampirkan di bahu Changmin. “Cukup untuk membuatmu hangat,” ucap Yunho sambil menunjuk jasnya.

Changmin menatap Yunho yang berjalan kembali ke kursinya.

“Aku mengantuk.” Changmin masih berusaha untuk kabur dari sana. Ia masih sedikit kesal dengan Yunho karena banyak hal.

“Aku tidak ingin sendirian,” balas Yunho jujur. Dan Changmin harus mengalah kali ini.

Melihat Yunho makan adalah satu-satunya hal yang dapat ia lakukan. Changmin meletakkan dagunya pada kedua telapak tangan yang ia tumpukan di atas meja. Tanpa malu menatap orang di depannya makan. Untung saja Yunho tidak balik menatapnya. Atau mungkin ia sengaja tidak menatap Changmin karena ia tahu sedang diawasi.

 “Kau pasti kelaparan setengah mati,” sindir Changmin di tengah aktivitas makan Yunho yang sedikit tergesa-gesa. “Berapa hari kau tidak makan?”

Yunho mendongak. Tanpa menjawab secara verbal sindiran Changmin, Yunho mengangkat kedua bahunya.

“Jangan bilang kau tidak pernah makan saat kau di kantor.”

“Hmm...Hanya makan siang jika aku sedang sangat sibuk,” jawab Yunho enteng.

Untuk seorang Jung Yunho yang bekerja siang malam tanpa henti, sangat keterlaluan menurut Changmin jika Yunho hanya mempedulikan asupan gizinya satu kali sehari. Tak ada bedanya dengan tidak makan sama sekali jika pekerjaan yang ia kerjakan menghabiskan seluruh kandungan energi dalam satu piring makan siang Yunho dalam beberapa saat saja. Changmin menggeleng tak habis pikir dan terheran-heran bagaimana Yunho dapat bertahan dalam situasi seperti itu.

“Untuk apa ini semua?” tanya Yunho saat ia selesai makan.

 “Memangnya salah jika aku memasak untukmu?” tanyanya, tidak ingin memberitahukan bahwa semua itu adalah untuk berkas yang sudah Yunho tandatangani pagi tadi karena Changmin tidak ingin alasannya terdengar dangkal.

“Tidak,” jawab Yunho. “Hanya ingin tahu.”

“Berterimakasihlah karena aku telah menyelamatkanmu dari kelaparan.”

Yunho mengangkat sudut bibirnya hampir membentuk sebuah senyuman, sebelum ia berdiri sambil membawa peralatan makannya dengan satu tangan. Dan tangan yang lain, menjangkau kepala Changmin untuk diusap singkat. Sangat singkat Changmin belum sempat berkedip. Saat ia mengedipkan matanya, Yunho sudah berada di depan tempat mencuci piring.

“Kau bisa kembali ke kamarmu sekarang,” kata Yunho. “Thanks for the meal.”

 

 

+++

 

 

“Aku tidak bisa menemukannya,” ucap Changmin melalui sambungan telepon.

“Apa kau yakin sudah mencarinya secara menyeluruh? Di setiap sudut ruangannya? Di setiap rak dan meja yang ada di sana?”

Changmin menghela nafasnya. “Tidak ada sama sekali.”

Kenyataannya, Changmin hanya memeriksa ruang kerja Yunho satu kali itu, sebelum Yoochun datang menemuinya di rumah. Mungkin ia tidak benar-benar mencari, mungkin ia gugup hingga berkeringat, namun ia yakin ia tidak akan menemukan dokumen bukti itu di sana. Tidak dengan cara seperti itu. Hanya Tuhan yang tahu betapa berat hatinya untuk melakukan tindakan ilegal semacam itu.

“Ingat, Shim Changmin.” Donghae memotong keheningan memuakkan yang tercipta di antara mereka. “I am a big fish in a small pond. And you...are the other way around.”

Changmin menegang dan berusaha tidak mengeluarkan suara-suara yang tidak diperlukan untuk menunjukkan kegentarannya atas ancaman implisit Donghae yang tiba-tiba. Sekuat tenaga ia kumpulkan sisa keberaniannya.

“Jangan mengancamku.” Changmin membalas. “Tanpa aku, rencanamu akan sulit untuk dijalankan.”

“Oh,” kata Donghae tanpa jeda setelah Changmin. “Maaf, Sayang, tapi aku mempunyai banyak sekali rencana cadangan yang pasti akan berhasil. Memang, kau rencana utamaku yang menjanjikan, tapi bukan berarti rencana lain tidak akan berhasil.”

Ponsel Changmin bergetar karena tangannya. Rencana cadangan yang Donghae bicarakan, salah satunya adalah membujuk ayahnya untuk ikut dalam permainan ini. Sebelumnya Changmin khawatir ayahnya terpaksa terlibat karena terancam Donghae dan Changmin akan merasa sangat buruk jika hal itu terjadi. Namun saat ini, Changmin khawatir dengan alasan yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Ia khawatir ia akan kecewa saat mengetahui ayahnya menerima tawaran Donghae untuk kepentingannya sendiri.

“Beri aku waktu,” kata Changmin mengalah.

 

 

 

+++

 

 

 

Saat makan siang tiba, Changmin tiba di kantor Yunho. Kali ini dengan kedua tangan penuh bekal makan siang yang akan ia berikan untuk Yunho. Menurutnya, belas kasihannya terhadap Yunho terlalu berlebihan. Di zaman modern seperti sekarang ini, adakah yang mengantarkan bekal makan siang ke kantor? Changmin mengernyit sendiri memikirkan kekonyolannya. Ia bahkan tidak yakin apakah Yunho akan menyukai idenya itu. Hampir saja Changmin berbalik dan pulang saja, namun karena ia sudah berada di kantor Yunho, tidak ada salahnya mencoba.

Sayangnya saat ia sampai di ruangan Yunho, tak ada seorangpun di sana. Berkas-berkas di mejanya pun sudah tertumpuk rapi di sisi meja, tidak seperti terakhir kali ia datang ke tempat itu. Changmin meletakkan bekal makan siang Yunho di atas meja.

Dan pikiran itu muncul tiba-tiba di kepalanya. Respon refleks karena ruangan itu sepi dan keinginan untuk melihat-lihat ruang kerja Yunho begitu besar. Tentu saja, melihat-lihat berubah menjadi menggali hingga ke dalam setiap folder yang ia temukan. Tangannya lihai mencari setiap sudut di meja Yunho. Saat ia tidak menemukan apa-apa di sana, ia mulai mencari ke dalam laci meja. Setelah beberapa saat tak menemukan sesuatu yang mencurigakan, Changmin merogoh ke bagian dalam laci meja dan berhasil memegang sesuatu yang padat. Dengan segera ia tarik benda itu. Namun dengan cepat pula ia masukkan benda yang ternyata adalah sebuah frame dengan gambar seseorang  itu ke dalam laci karena ternyata tiga detik setelahnya, BoA masuk ke ruangan Yunho, membuat Changmin panik setengah mati.

“Mencari Daepyonim?” tanya BoA dengan santai. Tak ada tanda-tanda keterkejutan di wajahnya.

Changmin membuka tutup kedua telapak tangannya yang berkeringat. “Ya. Di mana Yunho?”

“Aku rasa Yunho sedang tidak bisa diganggu.” BoA mulai menggunakan nama Yunho secara informal di depan Changmin.

“Mengapa tidak bisa diganggu? Ini jam makan siang.”

BoA melirik ke arah bekal makan siang yang diletakkan di atas meja dan mendekat. “Sekarang ini ia sedang bertemu seseorang untuk membicarakan sesuatu. Dan untuk informasi saja, Yunho dan aku baru saja menyelesaikan makan siang.”

“Benarkah?” Changmin menatap BoA sejenak dan memperhatikannya. Karena tidak ada yang kurang dari wanita itu, Changmin tersenyum. “Apakah kalian selalu makan siang berdua?”

BoA balik tersenyum. “Saat ia belum menjadi direktur seperti sekarang ini, kami sering melakukannya.”

“Ahh,” respon Changmin. Gumpalan abstrak di dalam lehernya membuatnya terlalu berat untuk merespon lebihh dari itu.

Changmin bergerak untuk mengambil bekal makan siang yang ia bawa dengan berat hati. Seharusnya ia benar-benar berbalik dan pulang saja jika akhirnya begini. Atau setidaknya ia seharusnya datang lebih awal.

“Baiklah kalau begitu. Aku pergi.”

“Kau tidak bertanya mengapa kami begitu dekat?”

Kedua kaki Changmin berhenti melangkah sebelum ia melewati BoA. Wanita itu mengarahkan pandangannya kepada Changmin. Satu sudut mulutnya terangkat.

“Apakah penting sehingga aku harus bertanya?”

BoA tertawa kecil. “Dari ekspresimu, sepertinya kau ingin tahu.”

“Benarkah? Mungkin kau salah menilai ekspresiku.” Changmin menahan sikapnya agar ia tidak terpancing dengan BoA, namun wanita itu melihatnya dengan sikap yang tidak disukainya. “Ini urusan kalian, bukan milikku.”

“Tapi Jung Yunho adalah suamimu.”

Changmin memicingkan matanya sambil menahan dirinya untuk tidak membalas. Ia menyalurkan ketidaksukaannya lewat mata. Dengan percaya diri, BoA membalas tatapannya.

“Apa yang terjadi di sini?”

Jung Yunho berjalan masuk dan memperhatikan mereka berdua yang berdiri di tengah-tengah ruangan dengan mata yang saling menusuk.

“Tidak ada apa-apa,” jawab Changmin. Ia mengalihkan matanya pada Yunho. “Aku dengar kau sudah makan siang.”

Yunho terlihat tidak menyadari ketegangan di ruang kerjanya. “Ya. Kenapa?”

“Sayang sekali, aku membawakan makan siang untukmu,” kata Changmin dengan nada sinis. “Sebaiknya aku pergi saja.”

“Tunggu.” Yunho menahan Changmin. Selama beberapa detik ia bergantian menatap Changmin dan BoA. BoA memberikan senyumannya kepada Yunho seolah tidak ada sesuatu yang terjadi antara dirinya dan Changmin baru saja. Kemudian kedua mata Yunho berhenti pada Changmin yang tidak menatapnya sama sekali. Kedua bibirnya terkatup rapat.

“BoA,” ucap Yunho. “Kosongkan jadwalku untuk sisa hari ini.”

 

 

 

+++

 

 

 

Mereka kembali lagi ke tempat di mana Yunho pernah membawanya sebelum mereka berdua menikah. Di bukit yang mungkin saja hanya dikunjungi oleh mereka berdua di jam-jam setelah makan siang seperti ini.

“Tempat favoritmu?”

Changmin berdiri mematung dan memandang sekali lagi gedung-gedung tinggi di bawahnya yang terlihat jauh dan kecil.

“Ini kedua kalinya kau mengajakku ke tempat ini.”

Di depannya, Yunho berdiri dengan kedua tangan ia masukkan ke dalam saku celana.

“Sunyi dan tenang. Tempat yang spesial bagiku,” jawab Yunho.

Changmin berjalan untuk mendekat ke samping Yunho.

“Spesial?”

“Seseorang mengajakku ke tempat ini pertama kali.” Yunho berucap. “Aku sangat menyukai tempat ini. Datang kemari saat aku merasa harus keluar dari kota.”

“Aku tidak menyangka ada seseorang yang kauanggap spesial.” Changmin mencondongkan kepalanya ke samping sembari melihat profil samping Yunho.

Yunho tidak menjawab dalam waktu yang lama, membuat Changmin merasa tidak diacuhkan.

“Kau tahu,” mulai Changmin. “Jika aku boleh melanggar peraturan dan menggunakan kartu emasku untuk mengenalmu dan mencampuri urusanmu, inilah saatnya.” Changmin menghela nafas. Setelah ini, hukum ‘tidak perlu mencampuri kehidupan masing-masing’ yang mereka tetapkan sejak awal akan kadaluarsa. “Aku ingin tahu beberapa hal darimu.”

Yunho mencermatinya. “Pernahkah kita menyepakati tentang kartu emas yang kaubicarakan ini?”

“Tidak, tapi ada sesuatu yang menggangguku.”

“Apa?” tanya Yunho. “Katakan.”

“Mengapa kau tidak pernah memberitahuku kalau kau bukan anak tunggal?”

Changmin dapat merasakan bahwa Yunho menegang mendengar pertanyaannya.

“Siapa yang memberitahumu?”

“Abeonim,” jawab Changmin. “Aku melihat seorang anak kecil selain dirimu di album foto keluarga kalian. Apa yang sebenarnya terjadi?”

Please Subscribe to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
kiborina
Hello, my beloved readers! Just want to let you know that I'm still alive and will continue my stories ^^
Don't worry, I won't discontinue my stories without prior notice.
Please have some faith in me. For those who keep waiting for my stories, THANK YOU SO MUCH!

Comments

You must be logged in to comment
retnoyuul #1
Chapter 16: Lucky me that I had a sudden urge to check my account. And see what I got? Another treasure from a deeper soil. Lucky me God I'm sO LUCKY!!
Jadi gini... Duh, Aku bingung mau bilang apa:(

Do we even share the same conscience?:( Cause your randomness of combining Siwon and Donghaes names altogether and tagging Siwon along into the story (wait. I don't quite remember. Dia baru muncul di epilog ini aja kan?) and making his encounter with Changmin and creating that ticklish romantic attraction--had me wrapped around your little fingers!
So basically I am a super nerd of that Yunho/Changmin/Siwon crack and this epilogue gave me a glimpse of hope of that relationship. But nah, I knew its supposed to be an epilogue (though I wouldn't mind AT ALL to have more of them hohoho) and that's okay. Thankyou for adding up their interactions :) I'm so blessed.

As for Haewon abbreviation: Does that mean Siwon and Donghae created the company together? Does Siwon have the similar hatred to Yunho? What has Siwon got to do with Yunho? Sorry I might have slipped in some chapters, but... There's just some tangled wires in my head.

Then again, thank you for giving us the epilogue we didn't expect. It's so sweet and romantic and just uwu :3 I hope to see more from you! Love
Bigeast88 #2
Chapter 16: Woah surprised for the epilogue!! Thank you for writing thisss XDD
vitachami
#3
Chapter 16: Seneng deh ada epilognya..
Manis banget sih changmin sekarang


Author, blh tambahi lagi yaaa...
Epilognya di lanjut..
azukireii #4
Chapter 16: Akkkkkkkkkkh ini epilog yang manis banget sampe ku baca berulang-ulang hahaaha
Memang orang yg dimabuk cinta ini kayak mereka ya hahaha terima kasih authornim, pembaca jadi memiliki persepsinya tersendiri terhadap sebuah kalimat yg bermakna ganda. Tetap semangat
QueenB_doll #5
Chapter 16: Huweee ada epilogue nya...aku harus baca dari awal lagi thornim..hiks..hiks..terharu bgt pokoknya authornim mau bikin chap penutup ini...TTT.TTT
upiek8288 #6
Chapter 16: Miss this story sooo much..
Epilogue yg butuh epilogue... ???
Thank you for the story.. ?
bebebe #7
Chapter 15: Love the ending !!!!!!
lusiwonkyu
#8
Chapter 15: Akhirnya ff yg di tunggu2 end... Thanks author udah nyelsaiin janjimu... Ending nya akuu sukaaaaa...
JiJoonie
#9
Hello my beloved author!!! Its been a while, udah lama sejak terakhir kali kakak up dan aku membaca karya kakak, jadi aku mau mengulang kembali membaca, mengulang kisah dan mengulang tawa serta air mata disini!! I love u and thank u soooo much kak!
retnoyuul #10
Chapter 15: So this is the end, a beautiful ending. I still can't believe that you're so determined and unshakeable hehe. Honestly, aku ngerti bgt gimana rasanya kehilangan fic yg udah ditulis sepenuh hati, like 'this computer apparently hates me so much' wkwk, karna aku juga (pernah) jadi author Homin di FFn.Net. Dan yang bikin aku keep up sama TWW pertama kali itU KARNA WRITING STYLE KAMU ITU SELERA AKU BANGETTT UNCHHH. And I think that I found myself my lost twin hoho (alay ya? Haha bodo ah yang penting aku cinta kamu dan TWW ^^). BTW, If you don't mind you can visit my story in (https://m.fanfiction.net/s/11235338/1/Rome-Philosophy) by ursolace. But still uncompleted, since I lost my chapter 2 and feeling no urge and lack of motivation to rewrite ehehe. Itulah kenapa aku bangga dan terkesan banget karna kamu masih mau bangkit dan terus ngelanjutin TWW walau nyaris lumutan ehehe.&lt;br /&gt;<br />
Anyway, as for the story: I LOVE THESE JOYFUL TIDINGS, tho. Penulisan yang bagus bgt ditambah konflik yang berbobot. Bahkan di tengah fic, aku sempet ship Yoo/Min karna YC lebih berprinsip dan showing his emotion daripada YH dan CM sendiri. Donghae is just another little scamp we all have the right to detest, right? Alongside the venomous BoA haha. Pokoknya aku suka banget ups/downs dan push/pull semua karakter kamu di sini. Dan setiap ada kissing scene Homin somehow aku meleleh banget wkwk. And you're too naughty to let ur readers have their wild ideas as the line goes "Kita tidak pernah membicarakan ini, tapi aku ingin kau tahu. Jangan berkata kau tidak tahu samasekali, Changmin." GOSH WHY DID U DO DIS TO ME SISTA. What do you mean with 'ini', Yunho? Why can't you make it obvious? Why don't we go with their more intimate scene??&lt;br /&gt;<br />
Dear author, pokoknya aku terus medukung karya2 Homin kamu berikutnya. Since it's getting hard to find fine and beautiful Homin fics out there nowadays. Don't let them go extinct! Love ^^