Chapter 12 - Frayed

Time Works Wonders
Please Subscribe to read the full chapter
Chapter 12 ~ Frayed ~  

 

Lehernya merintih saat ia bergerak untuk pertama kali setelah melewati hibernasi singkatnya. Matanya berkedip-kedip memfokuskan pandangannya meskipun ruangan itu masih remang-remang. Kedua kakinya bersila di atas sofa mungil miliknya. Sebuah selimut menghangatkan badannya dari ujung kaki hingga dadanya, yang berarti seseorang meletakkan selimut itu di atas tubuhnya.

Cepat-cepat Changmin menoleh ke ranjang di sampingnya. Tidak ada Yunho di tempat seharusnya orang itu berada. Jika otaknya tidak sedang bermain-main dengannya saat ini, ia mengingat Yunho datang kepadanya semalam, menemuinya dalam keadaan paling buruknya. Namun ia berharap bahwa semalam hanya ilusi jika memang benar orang itu tidak ada di apartemennya saat ini.

Sudah berminggu-minggu ia meninggalkan apartemen lamanya untuk menempati rumah barunya dengan Yunho. Jujur saja jika ia masih menjadi Shim Changmin yang biasanya, ia akan merebahkan dirinya di ruang utama, menyalakan televisi seperti rutinitas paginya untuk menonton berita pagi, membersihkan semua ruangan hingga tak tersisa suatu noda pun, dan memandang jalan raya di bawah sana untuk merencanakan rute perjalanan sebelum keluar. Tetapi waktu berjalan tanpa ragu, dan ia menyadari bahwa banyak dari dirinya yang ikut berubah. Alih-alih memikirkan bagaimana ia akan mengawali hari ini, ia memikirkan satu orang yang seharusnya tak ia pikirkan bahkan jika orang itu benar-benar telah pergi dari apartemennya.

Dengan kesadarannya yang sudah hampir penuh, Changmin mencoba untuk keluar kamarnya dengan perasaan wajar, tanpa membebani pikirannya dengan sesuatu yang remeh. Dia tahu betul bagaimana Yunho menjalani hidupnya. Tentu saja orang itu akan pergi segera setelah terbangun dan pergi ke kantor tanpa mengatakan apa-apa.

Changmin memutar kepalanya ke samping saat ia mendengar suara gaduh saat ia melewati pintu kamarnya.

“Oh.” Yunho sedikit terkejut saat melihat Changmin berdiri tidak jauh darinya. Kemudian ia memegang lehernya sambil melihat bagian bawah tubunya yang hanya terbalut handuk. “Maaf,” kata Yunho. “Aku kira kau masih tidur, jadi aku meninggalkan pakaianku di sana.” Yunho menunjuk pakaian kerjanya semalam yang ditaruh sembarangan di sofa ruang depan.

Changmin mencari ke arah mana Yunho menunjuk dan segera mengambil pakaian Yunho tanpa kata dan melemparkannya tepat ke arah Yunho sebagai tanda bagi Yunho untuk segera mengenakannya.

Changmin bergegas menuju ke dapur dan membuat sesuatu sambil meredakan detak jantungnya yang tiba-tiba saja meningkat beberapa menit belakangan. Tangannya menyapu dahinya yang sedikit berkeringat, entah karena panas dari bubur yang sedang ia buat atau karena ia terlalu banyak berpikir. Ditambah lagi, suasana di ruang depan terlalu sunyi untuknya. Mungkin Yunho memutuskan untuk keluar dari apartemennya begitu saja setelah selesai mengenakan pakaian kerjanya dan melaju ke kantornya.

Dengan mangkuk dan gelas di kedua tangannya, Changmin berjalan terlalu cepat ke depan. Hampir saja ia menumpahkan air yang bawa, namun akhirnya ia berhenti sebelum ia benar-benar akan terjerembap jika ia tidak mengontrol cara jalannya yang ceroboh. Yunho, dengan mata tertuju pada layar ponselnya, duduk di sofa ruang depan. Ia mendesah lega. Segera setelah ia meletakkan apa yang ia bawa di meja, ia menarik ponsel dari genggaman Yunho karena bahkan Yunho tidak menyadari kehadirannya. Mata begitu terpaku pada layar ponselnya.

“Kembalikan,” perintah Yunho tanpa amarah.

Changmin tidak menggubrisnya dan membaca apa yang ditunjukkan ponsel Yunho. Ia mengerutkan keningnya.

“Beritanya menyebar terlalu cepat.” Yunho berkata lagi. Sesaat ia terlihat begitu putus asa. “Aku harus segera kembali ke kantor. Tolong mengertilah...”

“Tidak sebelum aku memastikan demammu sudah hilang dan perutmu terisi penuh,” ucap Changmin. “Makanlah.”

Yunho melihat Changmin dan sarapan yang ada di meja secara bergantian, seolah mempertimbangkan bahwa meluangkan waktu sejenak tidak akan membuat keadaan bertambah buruk lagi mengingat perusahaannya sedang dalam masa krisis saat ini dan memerlukan penanganan secepatnya. Tak boleh ada satu detik pun yang terlewatkan hanya untuk bersantai.

Namun dengan tatapan Changmin yang menuntutnya, akhirnya ia membiarkan dirinya sedikit lebih lama berada di apartemen Changmin dan menuruti apapun kata Changmin, untuk menebus kesalahannya semalam. Dalam diam, ia menikmati apa yang telah Changmin siapkan khusus untuknya. Changmin duduk di ujung yang lain, kembali membaca ponsel Yunho. Pandangannya bergerak di atas huruf-huruf yang terbaca sembari jarinya menyapukan sentuhannya di permukaan layar. Mulutnya beberapa kali terbuka menyerap informasi yang ia baca. Beberapa saat kemudian, ia mendongak.

“Jadi ini yang kalian perebutkan selama ini.” Changmin berujar, masih belum bisa mempercayai apa yang terjadi. “Tapi, apakah ini benar?”

Yunho berhenti sejenak untuk mempertimbangkan pertanyaan Changmin.

“Bagaimana menurutmu?”

Changmin memikirkan jawabannya baik-baik. “Aku tidak mengetahui bagaimana hal-hal seperti ini bekerja. Yang aku tahu, kau baru saja menjadi direktur dan kau tidak dalam posisi yang memungkinkan untuk melakukan penipuan,” jawab Changmin. “Kecuali jika kau melakukan ini secara individual dan melakukannya di balik punggung ayahmu.”

Rahang Yunho mengeras. “Tepat,” ucapnya. Changmin menegang, membayangkan Yunho diam-diam melakukan hal yang tidak sepantasnya. “Aku perlu strategi yang matang untuk tidak tertangkap jika ingin melakukannya, namun aku tidak pernah tertarik untuk menjerumuskan aset keluargaku ke zona terlarang. Tidak pernah.” Changmin kembali mengendurkan bahunya. “Berkas itu sudah ada sebelum aku bahkan bekerja di perusahaan, dan yang aku tahu, ayahku tidak melakukan kejahatan seperti itu. Aku mempunyai semua catatan masa lalu tentang apa saja yang ayahku lakukan selama memimpin perusahaan.”

Changmin mendengarkan dengan wajah serius, sinyal bagi Yunho untuk melanjutkan penjelasannya.

“Meskipun bukti yang dipegang oleh Donghae tidak begitu jelas, dan tidak mencantumkan detail, bagaimanapun, media akan membuatnya menjadi skandal. Dia tahu itu, maka fakta bisa saja ia putar balikkan dengan sangat mudah. Secara implisit menjadikanku sebagai orang di balik ini semuanya.”

Jeda di antara mereka. Changmin tidak bisa menahan untuk tidak memikirkan betapa buruknya perasaannya saat ini mengingat lagi kesalahan bodohnya. Meskipun ia tidak melakukannya pada akhirnya, namun pernah terbersit di kepalanya untuk membantu Donghae. Hanya karena ia mengancam akan meminta kepada ayahnya jika ia menolak. Dan karena, orang itu akan membantunya terbebas dari Yunho. Terbebas dari Yunho, yang berarti ia akan meninggalkan Yunho dengan segala beban yang menderanya satu demi satu, menghancurkannya layaknya sebuah bangunan tua yang pantas untuk dirobohkan setelah ia tidak memerlukannya. Pemikiran kejam seperti itu kini hanya akan membuat Changmin membenci keberaniannya, harga dirinya, dan kebebasannya. Apa arti sebuah kebebasan jika ia harus membiarkan Yunho jatuh terseok-seok dan bertahan hidup sendirian sebagai gantinya? Changmin bukanlah orang yang setega itu meskipun pada awalnya ia pikir Yunho adalah satu-satunya orang yang merampas kebebasannya, masa depannya. Dan satu lagi fakta bahwa Yoochun adalah orang yang mengakibatkan masalah ini datang lebih cepat daripada yang diperkirakan, membuatnya lebih menyesal daripada apapun.

“Bukan kau yang melakukannya, aku percaya,” ucap Changmin. Bukan sekedar untuk menenangkan Yunho, melainkan karena selama waktu yang mereka habiskan bersama-sama, meski tak banyak kesempatan baginya untuk mengenal Yunho lebih dalam, ia tahu ia telah memercayai Yunho tanpa ia menyadarinya. Sekarang, lebih dari siapapun. Dan sungguh, Changmin tidak tahu darimana kepercayaan baru itu berasal.

“Tapi aku menyembunyikan bukti itu saat seharusnya aku menyerahkannya ke kantor jaksa.”

Changmin menggelengkan kepalanya. “Katakan saja itu benar, tapi kau tidak tahu siapa pelakunya, ataupun kebenaran dari bukti itu dan hal itu membuatmu tidak bersalah dalam hal ini.”

Yunho terlihat murung, namun akhirnya ia mendesah. Barangkali sedikit lega karena setidaknya ada satu orang yang tidak menyalahkannya. Ia menatap Changmin sejenak sebelum kembali kepada makanannya.

“Aku sudah selesai,” ucap Yunho beberapa saat kemudian sembari meletakkan mangkuknya di meja lalu meneguk satu gelas air.

“Tunggu di sana dan jangan bergerak,” perintah Changmin, kembali menahan Yunho. Ia berjalan masuk ke kamarnya dan keluar membawa sebuah termometer dan beberapa bungkusan kertas.

“Buka mulutmu.”

“Apa?”

“Buka saja. Aku hanya akan memastikan suhu tubuhmu.”

Yunho terlihat ragu.

“Ayolah, Yunho. Apakah harga dirimu terlalu tinggi untuk sekedar membuka mulut? Atau kau pikir benda ini tidak steril?”

Akhirnya ia membuka mulutnya tidak terlalu lebar. Changmin memasukkan termometer mulut itu dengan perlahan sebelum Yunho menutup mulutnya kembali.

Yunho memperhatikan Changmin yang kembali menghilang di balik dinding dapur dan kembali membawa satu gelas air. Changmin kemudian membuka bungkusan obat yang sebelumnya ia bawa dan mengeluarkan dua pil yang berbeda. Setelah beberapa menit berlalu, Changmin menarik termometer dari mulut Yunho dan membacanya dengan seksama.

“Sudah cukup normal,” kata Changmin. Ia mengangkat telapak tangannya dan meletakkannya di kening Yunho. “Tapi kau tetap harus meminum obat-obat ini.” Ia menyodorkannya di depan mulut Yunho dan tanpa mempertimbangkannya, Yunho membuka mulutnya secara otomatis dan menelan obat itu setelah Changmin memberikannya satu gelas air.

Setelah itu, Changmin masih bertahan di tempatnya, duduk begitu dekat dengan Yunho. Beberapa hari sebelumnya, mereka telah melewati masa-masa canggung mereka dengan perubahan sikap Yunho yang menjadi lebih menyenangkan dan tidak seperti Yunho yang dingin dan tidak acuh seperti sebelumnya. Namun kali ini, Changmin merasakan kembali sebuah rasa canggung. Bukan kecanggungan yang biasanya, melainkan sesuatu yang tercipta karena ia baru saja menyadari pandangannya terhadap Yunho telah berubah. Jika dulu ia benar-benar tidak ingin berada sedekat ini dengan Yunho, sekarang ia tidak mempermasalahkan jarak sedekat ini.

“Semalam, aku tidak sedang dalam kondisi yang normal.” Yunho memecahkan keheningan. “Aku tahu aku sudah berkata sembarangan. Untuk itu, aku minta maaf.”

Changmin menyerahkan kembali ponsel Yunho yang ternyata sudah ia matikan.

Kata-kata Yunho semalam terngiang lagi di kepalanya, namun rasa sakit itu telah lenyap. Sejak Yunho muncul di depan pintu apartemennya. “Sekali lagi kau menuduhku sembarangan, tidak ada maaf untukmu.”

Yunho mendesah lega. Perasaannya terlihat sangat jelas di wajahnya, seolah ia ingin menyampaikan penyesalannya kepada Changmin dengan sejelas-jelasnya, hingga Changmin tidak bisa mengabaikannya dan rasa lega itu menular kepadanya.

“Sekarang, bolehkah aku pergi?”

Ada selang beberapa detik sebelum Changmin menjawab. “Pergilah.”

Yunho berdiri dari sofa dan Changmin mengikutinya dari belakang hingga Yunho berhenti di depan rak sepatu. Changmin beringsut ke sampingnya saat Yunho memutar tubuhnya ke samping.

“Aku suka apartemenmu,” ucap Yunho.

“Mengapa?”

“Aku belum tahu,” jawab Yunho.

Changmin mengangkat satu alisnya.

“Lain kali,” ucap Yunho. “Bolehkah aku datang lagi kemari?”

“Sendiri?”

“Tidak,” jawabnya. “Denganmu.”

Satu sudut bibir Changmin terangkat, tidak lebih dari satu milimeter sehingga Yunho bisa saja melewatkannya. Dan Changmin benar-benar tidak ingin menunjukkannya kepada Yunho, perubahannya ekspresinya.

“Terima kasih. Untuk semuanya,” lanjut Yunho.

Changmin hanya mengangkat kedua bahunya sebagai respons. Seperti kebiasaan mereka saat dua pasang mata itu saling beradu, tidak ada kata-kata yang tertukar. Kali ini dua buah senyuman mengembang indah di kedua mulut mereka tanpa beban. Jika ada rasa khawatir yang masih terasa karena masalah genting yang sedang mereka hadapi, mereka menyingkirkannya untuk sejenak pada momen ini untuk saling menunjukkan sesuatu yang bebas dari pretensi. Momen di mana Changmin mulai menganggap Yunho sebagai seseorang yang sebanding dengannya. Bukan lagi Yunho yang tidak mempunyai hati dengan jiwa sekeras baja seperti bayangan Changmin saat Yunho pertama kali menyampaikan maksudnya untuk menikah dengannya.

Yunho mencondongkan kepalanya ke depan untuk mengecup pipi Changmin singkat. Setelah itu, ia tidak berlari untuk kabur seperti terakhi

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
kiborina
Hello, my beloved readers! Just want to let you know that I'm still alive and will continue my stories ^^
Don't worry, I won't discontinue my stories without prior notice.
Please have some faith in me. For those who keep waiting for my stories, THANK YOU SO MUCH!

Comments

You must be logged in to comment
retnoyuul #1
Chapter 16: Lucky me that I had a sudden urge to check my account. And see what I got? Another treasure from a deeper soil. Lucky me God I'm sO LUCKY!!
Jadi gini... Duh, Aku bingung mau bilang apa:(

Do we even share the same conscience?:( Cause your randomness of combining Siwon and Donghaes names altogether and tagging Siwon along into the story (wait. I don't quite remember. Dia baru muncul di epilog ini aja kan?) and making his encounter with Changmin and creating that ticklish romantic attraction--had me wrapped around your little fingers!
So basically I am a super nerd of that Yunho/Changmin/Siwon crack and this epilogue gave me a glimpse of hope of that relationship. But nah, I knew its supposed to be an epilogue (though I wouldn't mind AT ALL to have more of them hohoho) and that's okay. Thankyou for adding up their interactions :) I'm so blessed.

As for Haewon abbreviation: Does that mean Siwon and Donghae created the company together? Does Siwon have the similar hatred to Yunho? What has Siwon got to do with Yunho? Sorry I might have slipped in some chapters, but... There's just some tangled wires in my head.

Then again, thank you for giving us the epilogue we didn't expect. It's so sweet and romantic and just uwu :3 I hope to see more from you! Love
Bigeast88 #2
Chapter 16: Woah surprised for the epilogue!! Thank you for writing thisss XDD
vitachami
#3
Chapter 16: Seneng deh ada epilognya..
Manis banget sih changmin sekarang


Author, blh tambahi lagi yaaa...
Epilognya di lanjut..
azukireii #4
Chapter 16: Akkkkkkkkkkh ini epilog yang manis banget sampe ku baca berulang-ulang hahaaha
Memang orang yg dimabuk cinta ini kayak mereka ya hahaha terima kasih authornim, pembaca jadi memiliki persepsinya tersendiri terhadap sebuah kalimat yg bermakna ganda. Tetap semangat
QueenB_doll #5
Chapter 16: Huweee ada epilogue nya...aku harus baca dari awal lagi thornim..hiks..hiks..terharu bgt pokoknya authornim mau bikin chap penutup ini...TTT.TTT
upiek8288 #6
Chapter 16: Miss this story sooo much..
Epilogue yg butuh epilogue... ???
Thank you for the story.. ?
bebebe #7
Chapter 15: Love the ending !!!!!!
lusiwonkyu
#8
Chapter 15: Akhirnya ff yg di tunggu2 end... Thanks author udah nyelsaiin janjimu... Ending nya akuu sukaaaaa...
JiJoonie
#9
Hello my beloved author!!! Its been a while, udah lama sejak terakhir kali kakak up dan aku membaca karya kakak, jadi aku mau mengulang kembali membaca, mengulang kisah dan mengulang tawa serta air mata disini!! I love u and thank u soooo much kak!
retnoyuul #10
Chapter 15: So this is the end, a beautiful ending. I still can't believe that you're so determined and unshakeable hehe. Honestly, aku ngerti bgt gimana rasanya kehilangan fic yg udah ditulis sepenuh hati, like 'this computer apparently hates me so much' wkwk, karna aku juga (pernah) jadi author Homin di FFn.Net. Dan yang bikin aku keep up sama TWW pertama kali itU KARNA WRITING STYLE KAMU ITU SELERA AKU BANGETTT UNCHHH. And I think that I found myself my lost twin hoho (alay ya? Haha bodo ah yang penting aku cinta kamu dan TWW ^^). BTW, If you don't mind you can visit my story in (https://m.fanfiction.net/s/11235338/1/Rome-Philosophy) by ursolace. But still uncompleted, since I lost my chapter 2 and feeling no urge and lack of motivation to rewrite ehehe. Itulah kenapa aku bangga dan terkesan banget karna kamu masih mau bangkit dan terus ngelanjutin TWW walau nyaris lumutan ehehe.&lt;br /&gt;<br />
Anyway, as for the story: I LOVE THESE JOYFUL TIDINGS, tho. Penulisan yang bagus bgt ditambah konflik yang berbobot. Bahkan di tengah fic, aku sempet ship Yoo/Min karna YC lebih berprinsip dan showing his emotion daripada YH dan CM sendiri. Donghae is just another little scamp we all have the right to detest, right? Alongside the venomous BoA haha. Pokoknya aku suka banget ups/downs dan push/pull semua karakter kamu di sini. Dan setiap ada kissing scene Homin somehow aku meleleh banget wkwk. And you're too naughty to let ur readers have their wild ideas as the line goes "Kita tidak pernah membicarakan ini, tapi aku ingin kau tahu. Jangan berkata kau tidak tahu samasekali, Changmin." GOSH WHY DID U DO DIS TO ME SISTA. What do you mean with 'ini', Yunho? Why can't you make it obvious? Why don't we go with their more intimate scene??&lt;br /&gt;<br />
Dear author, pokoknya aku terus medukung karya2 Homin kamu berikutnya. Since it's getting hard to find fine and beautiful Homin fics out there nowadays. Don't let them go extinct! Love ^^