Chapter 11 - The Bane of the Truth

Time Works Wonders
Please Subscribe to read the full chapter

Chapter 11

The Bane of the Truth

 

 

“Kau pulang cepat hari ini.” Changmin menemukan Yunho yang berdiri di ambang pintu ruang kerjanya di rumah, seolah menunggunya lewat.

Yunho mengangguk pelan. “Aku menyelesaikan pekerjaanku lebih awal. Akan ada proyek baru setelah ini, jadi aku memilih untuk menggunakan waktu seefisien mungkin.”

 “Untuk apa?”

“Untuk pulang ke rumah tentu saja,” jawab Yunho.

“Baguslah kau masih ingat dengan rumahmu,” sindir Changmin.

Yunho melihatnya selama beberapa detik sebelum mengangkat kedua bahunya sebagai respon. Ia tidak mengatakan apapun setelah itu, membuat suasana kembali hening. Rasanya membingungkan saat mereka tidak mempunyai bahan pembicaraan untuk dibicarakan lagi namun tetap mempertahankan posisi masing-masing seolah mereka berdiri di sana memang untuk mengobrol panjang. Mungkin karena mereka sudah mengatasi masa-masa canggung mereka beberapa hari terakhir. Yunho tidak terlihat mempermasalahkan atau menanyakan mengapa Changmin masih juga bergeming di tempatnya.

Yunho berdehem. “Aku ingin pergi ke suatu tempat besok pagi,” katanya.

“Kantor?”

“Bukan,” kata Yunho, kemudian melihat Changmin dengan sebuah pertimbangan. “Ikutlah denganku.”

Changmin mengangkat satu alisnya. “Aku ikut denganmu? Mengapa?”

“Aku hanya – ikut saja denganku,” jawabnya.

“Ke mana?”

“Kau akan tahu besok,” jawab Yunho seraya menegakkan tubuhnya dan masuk ke dalam ruang kerjanya.

Pagi-pagi sekali mereka berangkat. Changmin berhenti bertanya-tanya mengapa ia mengikuti ajakan Yunho kali ini dan menganggapnya sebagai liburan. Saat menyadari Yunho memakai pakaian kerjanya lengkap, ia juga tidak ingin bertanya karena Yunho akan mengenakan setelan serupa kemanapun ia pergi. Rambutnya disisir rapi ke belakang dan wajahnya terlihat sedikit lebih cerah daripada biasanya. Sudah lama sekali, atau lebih tepatnya, hampir tidak pernah ia melihat Yunho dengan keadaan yang hampir sempurna seperti ini, membuatnya terlalu banyak memberikan tatapan untuk penampilannya.

Perjalanan mereka tidak lebih dari 30 menit dan dalam rentang waktu itu, seperti biasa, mereka tidak membicarakan banyak hal.

“Hongje?” Changmin bertanya pada Yunho saat mereka mulai memasuki kawasan Hongje-dong. “Apa yang akan kita lakukan di sini?”

“Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan di sini,” jawab Yunho beberapa saat kemudian.

“Pekerjaan?”

Yunho mengangguk.

 “Kau tidak pernah mengatakannya. Aku kira ini tidak ada hubungannya dengan pekerjaanmu.” Changmin mendesah.

Yunho tidak menjawabnya dan tetap menatap lurus ke depan seakan ia tidak ingin membicarakannya.

“Kau tunggu di sini,” ucap Yunho saat mereka akhirnya sampai di tempat tujuan. “Tidak akan terasa lama jika kau menyibukkan dirimu dengan sesuatu.”

Changmin memandang sekeliling mereka. “Memangnya apa yang bisa kulakukan di tengah lapangan kering seperti ini?” gumamnya yang tidak ditanggapi Yunho karena orang itu sudah lebih dulu meninggalkan Changmin di dalam mobil sendirian tanpa sepatah kata terakhir untuk membuatnya merasa lebih baik. Changmin merutuk dan dengan sengaja membentur-benturkan kepalanya ke sandaran.

Seharusnya ia telah memperkirakan bahwa hari ini akan berakhir seperti ini. Untuk apa lagi Yunho pergi jika bukan untuk bisnisnya? Jung Yunho bisa berlaku tidak bersalah sepanjang hari sembari berdiskusi dengan partner kerjanya di lapangan itu karena ia tidak akan pernah tahu bahwa Changmin membatalkan pertemuannya dengan Yoochun pagi ini. Kekesalannya bertambah lagi saat Yunho menghilang satu jam kemudian. Matanya yang memeriksa segala penjuru tidak menemukan keberadaan Yunho. Hanya ada beberapa orang yang masih melakukan survei lapangan seperti yang dilakukan oleh Yunho sebelumnya. Karena ia benar-benar bosan dan tak ada sesuatu yang dapat mengalihkan suasana hatinya, Changmin menutup mata hingga ketidaksadaran menghampirinya.

Matahari sudah condong di arah Barat saat Changmin membuka matanya. Meskipun kedua matanya masih sangat ingin tertutup, suara Yunho di sampingnya membuatnya terbangun.

“Sudah sadar?”

Changmin menggeram saat sinar matahari menerpa penglihatannya. Yunho menghalangi sinar dengan mengangkat satu telapak tangannya di depan mata Changmin, sebelum Changmin menepiskannya dengan tidak ramah.

“Kau marah?” tanya Yunho. Suaranya setengah menyindir. Changmin menahan dirinya untuk tidak menunjukkan rasa kesalnya.

“Baiklah jika kau tidak ingin bicara,” kata Yunho. “Kita pergi sekarang juga.”

Kata ‘pergi’ Changmin artikan sebagai pulang. Ia masih tidak ingin bersuara dan satu-satunya hal yang akan meredakan kekesalannya hanyalah menutup matanya kembali. Hanya beberapa menit ia berhasil mengabaikan Yunho sebelum akhirnya Yunho mengguncang bahunya pelan.

“Buka matamu dan keluarlah,” ucap Yunho.

“Aku tidak lapar.” Changmin menatap restaurant di depannya.

 “Aku memiliki janji makan siang dengan rekan bisnisku di sini,” ucap Yunho. “Kau harus mengisi perutmu sebelum melanjutkan agenda kita hari ini.”

“Apa?”

Yunho bergegas mendahuluinya. Meskipun ia ingin sekali tinggal di dalam mobil, namun ia akhirnya mengekor di belakang Yunho dan memasuki sebuah ruangan VIP di restaurant itu. Changmin menyapukan pandangannya kepada beberapa orang di ruangan itu dan segera membungkuk setelah Yunho memberikan salam hormatnya.

Sepanjang satu jam setelah mereka menyelesaikan makan siang mereka, Yunho dan rekan bisnisnya membahas tentang hal-hal yang tidak dimengerti Changmin. Yunho hanya mempedulikan mereka dan hampir tidak pernah mengajaknya berbicara, hanya pada saat satu di antara mereka bertanya kepadanya, Yunho melihat ke arahnya dan mengeluarkan satu dua patah kata untuk membantu menjawabnya, meskipun sebenarnya bantuan itu sama sekali tidak dibutuhkan.

Masih belum cukup menyiksanya, Yunho membawanya ke tempat lain lagi. Acara peresmian hotel, kata Yunho. Dan di tempat itu tidak hanya beberapa, namun banyak sekali tamu undangan yang mengenal Yunho dan mau tidak mau Changmin harus memasang senyum palsunya sepanjang acara. Berkali-kali Changmin ingin menghilang dalam kerumunan dan berpura-pura bahwa ia bukanlah siapa-siapa sehingga tidak ada seorang pun yang memperhatikan keberadaannya, namun Yunho selalu mencegahnya. Jika bukan dengan cara memberinya tatapan memperingatkan, orang itu akan melingkarkan lengannya di pinggang Changmin untuk menjaganya tetap dekat, yang menurut Changmin sendiri, sangat mengganggunya karena ia tidak ingin diperhatikan orang lain.

Tak banyak momentum dimana Yunho melepaskan pengawasannya terhadap Changmin, namun saat momen itu tiba, Changmin segera melangkah ke kerumunan orang di mana Yunho sulit menemukannya. Setidaknya Changmin mempunyai beberapa waktu untuk bernafas lega tanpa berpasang-pasang mata memperhatikannya dikarenakan ia bersama dengan seorang direktur yang bernama Jung Yunho. Meskipun ia sendiri tidak bisa menjamin anonimitasnya, Changmin tak peduli.

“Hai,” sapa seseorang. Orang itu pasti mengendus kebosanan Changmin karena laki-laki itu tidak segan-segan menawarkan diri. “Butuh teman minum? Atau teman mengobrol? Kita bisa menunggu di pojok sana sembari menanti acara selesai.” Laki-laki itu menunjuk tempat sepi di pojok aula.

Changmin mengamati laki-laki tersebut dan menangkap suatu maksud dari cara orang itu tersenyum kepadanya. “Tidak. Terima kasih.”

“Ayolah,” kata orang itu sedikit memaksa dan mencengkeram lengan Changmin.

Changmin menepisnya sebelum menatapnya tajam. “Aku tidak sendirian,” katanya.

Laki-laki itu tertawa kecil. “Dimana pasanganmu?”

Changmin tidak menjawabnya. Namun laki-laki itu kemudian menatap Yunho dari tempatnya. Changmin mengerutkan keningnya.

“Dia tidak akan sadar kau menghilang,” ucap lelaki itu. “Lebih baik menghabiskan sisa waktu bersamaku. Bagaimana? Ada banyak yang bisa kita bicarakan. Berdua saja.”

Changmin mendengus dan bermaksud meninggalkan laki-laki itu, namun orang itu menahan lengannya dengan kuat. Changmin mencoba melepaskannya dan laki-laki itu malah mendekatkan kepalanya ke telinga Changmin. Hampir saja ia menendangnya sebelum laki-laki itu memperingatkan.

“Donghae mengirimku kemari,” bisiknya pelan. Changmin menegang. “Kau belum melakukannya, bukan? Dokumen itu, kau belum mengambilnya dari Yunho hingga sekarang.”

Perlahan-lahan cengkeraman di lengannya mengendur dan meninggalkan sisa panas yang seolah terasa hingga ke tulangnya.

“Bos menginginkannya secepatnya. Jika tidak kau lakukan segera, percayalah, tidak ada yang indah dari konsekuensi yang akan Donghae berikan kepada kalian semua.”

Sesaat hanya suara laki-laki itu yang terdengar nyaring di telinganya, membuat kepalanya sedikit berputar karena diingatkan lagi dengan Donghae. Kemudian suara bising di aula itu kembali menerjang indera pendengarannya saat Changmin memijakkan kaki dengan lebih kuat dan menyadari bahwa orang itu sudah menghilang dari hadapannya. Cepat-cepat ia menerobos di antara orang-orang dan mencari-cari orang tadi namun ia tak menemukannya.

Tanpa melihat ke belakang, Changmin berjalan keluar dan hanya mendapati sebuah mobil yang berjalan menjauh dari sana. Ia berdiam diri di tempatnya selama beberapa detik sebelum ia berjalan di sepanjang jalan raya untuk menenangkan pikirannya. Hanya terangnya matahari di ufuk Barat yang masih membuatnya tak gentar pergi menjauh. Ia belum sepenuhnya memikirkan apa yang akan ia katakan kepada Donghae setelah ia memutuskan untuk tidak melakukan keinginannya. Berbagai hal telah mengalihkan perhatiannya dan saat satu orang lagi muncul untuk mengingatkannya, Changmin kembali merasa resah. Ia tidak pernah lupa dengan siapa ia terlibat. Yunho telah bercerita panjang lebar tentang Donghae dan Yoochun bahkan telah memperingatkannya bahwa Donghae bukanlah seseorang yang bisa ia anggap remeh.

Changmin menyadari bahwa ia sudah menyusuri jalan raya terlalu jauh. Namun ia tidak peduli sebelum kegelisahan yang berdesir di dalam dadanya menghilang. Biarkan Yunho melanjutkan pekerjaannya dengan tenang di tempat itu tanpa menyadari ketidakhadiran Changmin di sampingnya. Jika pun Yunho menyadarinya, Changmin yakin Yunho tidak akan repot-repot mencarinya hingga sejauh ini dan meninggalkan orang-orang pentingnya begitu saja tanpa menghasilkan sesuatu yang akan menguntungkan bagi perusahaannya.

Dering ponselnya memecah kesunyian di sekitar tempatnya berdiri. Changmin berpikir sejenak saat melihat nama yang terpampang di layar ponselnya sebelum menjawabnya.

“Yoochun,” ucap Changmin mendahului.

“Changmin, apa kau sudah pulang? Bisakah kita bertemu sekarang?”

Changmin diam saja dan menghirup nafas sedalam-dalamnya. Pertanyaan Yoochun terdengar mendesak, namun Changmin tidak ingin menanyakannya.

“Changmin?”

“Aku belum pulang,” jawabnya.

Yoochun tidak mengatakan apapun selama beberapa saat. “Apa yang terjadi?” tanya Yoochun pada akhirnya setelah mendengar jawaban Changmin yang lemah.

 “Aku....tidak tahu,” jawab Changmin.

“Dimana kau sekarang?” Yoochun menanggapinya dengan serius. “Aku akan menjemputmu jika perlu.”

Changmin berpikir sejenak dan merasa lega karena setidaknya masih ada satu orang yang peduli terhadapnya di saat ia merasa tidak ada seorangpun yang berada di sisinya untuk mengurangi kegelisahannya.

“Yoochun,” ucapnya. “Menurutmu, apa yang akan Donghae lakukan jika aku tidak melakukan apa yang ia minta?” Changmin tidak tahu apa yang harus ia katakan pada Yoochun. “Ini bukan sesuatu yang akan kulakukan dengan mudah begitu saja, kau tahu itu kan? Aku tidak bisa melakukannya, tapi aku khawatir akan apa yang akan Donghae lakukan.”

“Apa Donghae mengancammu lagi?”

“Apa yang harus kulakukan?”

“Dimana kau sekarang?”

Changmin hampir saja membuka mulutnya, namun ia dikejutkan dengan suara langkah kaki yang berlari di balik punggungnya.

“Berhenti!”

Segera Changmin memutar tubuhnya dan terkejut melihat Yunho. Nafasnya terengah-engah setelah berlari beratus-ratus meter.

“Mengapa kau pergi tanpa pamit?” Suara Yunho meninggi. “Aku mencarimu kemana-mana tapi kau tidak ada!”

Changmin masih bergeming di tempatnya. Mengetahui Yunho benar-benar mencarinya dan menyusulnya hingga ke titik ini dalam waktu singkat membuatnya tercenung.

“Apa yang kau lakukan di sini?”

“Apa?” Yunho menatapnya tidak percaya. “Apa hanya itu yang bisa kau katakan?”

“Memang seharusnya apa yang harus kukatakan?”

Yunho mendesah keras dengan kedua tangan di pinggang.

“Aku tidak menyuruhmu untuk mengikutiku, jadi sebaiknya kau kembali ke sana sebelum orang-orang mencarimu.” Meskipun kekesalannya hampir hilang, Changmin tidak ingin melunak kepada Yunho.

“Aku mencarimu, bukan mengikutimu,” kata Yunho. “Sekarang, jika kau tidak keberatan untuk tidak membuat masalah lagi, kembalilah bersamaku.”

“Tidak. Terima kasih,” jawab Changmin sebelum memutar tubuhnya kembali dan melangkahkan kakinya.

“Kita sudah melalui ini semua, kau tahu,” seru Yunho dari balik punggungnya. “Apa kau akan bersikap seperti ini terus?”

Changmin tidak menggubrisnya.

“Baiklah. Kau boleh terus berjalan. Berjalanlah hingga kau tidak tahu dimana kau berdiri dan saat itu terjadi jangan mengharapkan bantuanku karena aku tidak akan mengikutimu.”

“Bagus. Jangan mengikutiku,” bisik Changmin kesal. Ia berusaha mengabaikan sakit hati yang dirasakannya saat ini.

Entah mengapa ia merasa sangat emosional hari ini. Kekesalannya kepada Yunho ditambah dengan rasa gelisah yang semakin menjadi, dan kini saat ia melihat Yunho, semuanya bercampur aduk karena sosok Yunho bagaikan wujud nyata dari gabungan semua suasana hatinya. Changmin tidak tahu apa yang harus ia perbuat dengan dirinya sendiri.

“Hei, aku hanya bercanda.” Tiba-tiba Yunho sudah berdiri di depannya, membuat Changmin terkejut dan berhenti mendadak.

“Apa yang kau inginkan?”

“Kita harus kembali ke hotel.”

“Dan membuatku mati bosan di sana? Dengar Yunho, aku sedang kacau dan tidak ingin kembali ke tempat itu lagi. Kau mengerti? Meyingkirlah.”

Changmin berjalan menerjang Yunho. Namun Yunho kembali menghalangi jalannya.

“Bagaimana jika kau tersesat dan tak tahu cara menemukanku dan seseorang bisa saja menculikmu dengan mudah dan aku tidak bisa menemukanmu kembali?”

“Itu pemikiran yang konyol.”

“Tidak. Aku serius,” kata Yunho. Ekspresinya membuat Changmin sedikit tercenung. “Dengarkan aku kali ini. Jika kau terus bersikap keras kepala, aku tidak tahu bagaimana harus menanggapinya, jadi tolong, jangan mempersulit keadaan yang sudah membaik lagi. Ya?” Yunho menghela nafasnya.

“Baiklah. Kita tidak akan kembali ke hotel jika kau tidak ingin,” lanjutnya. “Tapi kita tidak akan pulang sebelum aku menunjukkan sesuatu kepadamu.”

 

 

 

+++

 

 

 

Desa itu diberi julukan Gaemi Maeul yang sebenarnya berarti Desa Semut. Letaknya masih di dalam Hongje-dong. Changmin pernah mendengarnya, namun belum pernah mengunjunginya satu kali pun selama hidupnya meskipun jarak dari tempat tinggalnya tidak memerlukan hitungan jam. Sekarang saat Yunho menggiringnya kemari, Changmin menyesal telah mengacuhkan tempat ini. Ia tak henti-hentinya memandangi dinding-dinding rumah yang dihiasi dengan mural yang membuatnya terpana. Beberapa anak yang melewati mereka berlarian menuruni jalan dan tersenyum kepadanya. Mereka berdua berjalan menanjak ke atas hingga jalan menyempit dan hanya menyisakan berpuluh-puluh anak tangga yang akan mereka lewati menuju ke atas. Pemandangan gedung-gedung Hongje di bawah terlihat menawan dan matahari telah menggantung rendah di langit.

“Masih bersamaku?” Yunho memutar kepalanya untuk memastikan Changmin masih mengikuti di belakangnya. “Tidak jauh di atas sana aku akan menunjukkannya.”

Tepat saat kedua kakinya menapaki anak tangga terakhir, ia dapat melihatnya, tepat di depannya dan Yunho.

“Sudah lama aku ingin melihatnya,” kata Yunho.

Changmin menyapukan matanya dari satu ujung ke ujung yang lain. Di depannya, mural yang berbentuk padang bunga matahari berlatar langit biru membentang dari ujung kiri hingga ujung kanan di atas sebuah dinding rumah kosong.

“Untung saja matahari belum tenggelam,” kata Yunho. “Hampir saja kita melewatkannya.”

Changmin mendekat ke arah dinding dan menyentuh serta menyusuri lukisan masif itu dengan jari-jarinya. Dari jarak sedekat ini Changmin dapat melihat garis-garis yang dihasilkan tidak begitu rata dan beberapa kesalahan gradasi warna yang hampir tidak terlihat, namun secara keseluruhan, lukisan itu sangat indah, menurut Changmin.

 “Cantik,” komentar Yunho. Changmin tahu Yunho memuji lukisan di depannya, namun pandangan Yunho yang tak lepas darinya membuatnya wajahnya terasa hangat. Changmin mengalihkan perhatiannya.

“Aku sekarang benar-benar percaya akan obsesimu terhadap bunga matahari,” ucap Changmin. “Ada kebun bunga matahari yang asli di Seoul. Mengapa kau justru ingin ke tempat ini?”

Yunho mulai tersenyum dan mengangkat kedua alisnya. “Aku yang melukisnya,” kata Yunho bangga.

“Apa?” Changmin tertawa meremehkan. “Jangan bercanda.”

“Aku tidak bercanda,” sanggah Yunho. “Tentu saja dengan bantuan beberapa orang, tapi aku yang merancang dan memberikan warna pada mural ini. Sebagian besar.”

Changmin mencondong

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
kiborina
Hello, my beloved readers! Just want to let you know that I'm still alive and will continue my stories ^^
Don't worry, I won't discontinue my stories without prior notice.
Please have some faith in me. For those who keep waiting for my stories, THANK YOU SO MUCH!

Comments

You must be logged in to comment
retnoyuul #1
Chapter 16: Lucky me that I had a sudden urge to check my account. And see what I got? Another treasure from a deeper soil. Lucky me God I'm sO LUCKY!!
Jadi gini... Duh, Aku bingung mau bilang apa:(

Do we even share the same conscience?:( Cause your randomness of combining Siwon and Donghaes names altogether and tagging Siwon along into the story (wait. I don't quite remember. Dia baru muncul di epilog ini aja kan?) and making his encounter with Changmin and creating that ticklish romantic attraction--had me wrapped around your little fingers!
So basically I am a super nerd of that Yunho/Changmin/Siwon crack and this epilogue gave me a glimpse of hope of that relationship. But nah, I knew its supposed to be an epilogue (though I wouldn't mind AT ALL to have more of them hohoho) and that's okay. Thankyou for adding up their interactions :) I'm so blessed.

As for Haewon abbreviation: Does that mean Siwon and Donghae created the company together? Does Siwon have the similar hatred to Yunho? What has Siwon got to do with Yunho? Sorry I might have slipped in some chapters, but... There's just some tangled wires in my head.

Then again, thank you for giving us the epilogue we didn't expect. It's so sweet and romantic and just uwu :3 I hope to see more from you! Love
Bigeast88 #2
Chapter 16: Woah surprised for the epilogue!! Thank you for writing thisss XDD
vitachami
#3
Chapter 16: Seneng deh ada epilognya..
Manis banget sih changmin sekarang


Author, blh tambahi lagi yaaa...
Epilognya di lanjut..
azukireii #4
Chapter 16: Akkkkkkkkkkh ini epilog yang manis banget sampe ku baca berulang-ulang hahaaha
Memang orang yg dimabuk cinta ini kayak mereka ya hahaha terima kasih authornim, pembaca jadi memiliki persepsinya tersendiri terhadap sebuah kalimat yg bermakna ganda. Tetap semangat
QueenB_doll #5
Chapter 16: Huweee ada epilogue nya...aku harus baca dari awal lagi thornim..hiks..hiks..terharu bgt pokoknya authornim mau bikin chap penutup ini...TTT.TTT
upiek8288 #6
Chapter 16: Miss this story sooo much..
Epilogue yg butuh epilogue... ???
Thank you for the story.. ?
bebebe #7
Chapter 15: Love the ending !!!!!!
lusiwonkyu
#8
Chapter 15: Akhirnya ff yg di tunggu2 end... Thanks author udah nyelsaiin janjimu... Ending nya akuu sukaaaaa...
JiJoonie
#9
Hello my beloved author!!! Its been a while, udah lama sejak terakhir kali kakak up dan aku membaca karya kakak, jadi aku mau mengulang kembali membaca, mengulang kisah dan mengulang tawa serta air mata disini!! I love u and thank u soooo much kak!
retnoyuul #10
Chapter 15: So this is the end, a beautiful ending. I still can't believe that you're so determined and unshakeable hehe. Honestly, aku ngerti bgt gimana rasanya kehilangan fic yg udah ditulis sepenuh hati, like 'this computer apparently hates me so much' wkwk, karna aku juga (pernah) jadi author Homin di FFn.Net. Dan yang bikin aku keep up sama TWW pertama kali itU KARNA WRITING STYLE KAMU ITU SELERA AKU BANGETTT UNCHHH. And I think that I found myself my lost twin hoho (alay ya? Haha bodo ah yang penting aku cinta kamu dan TWW ^^). BTW, If you don't mind you can visit my story in (https://m.fanfiction.net/s/11235338/1/Rome-Philosophy) by ursolace. But still uncompleted, since I lost my chapter 2 and feeling no urge and lack of motivation to rewrite ehehe. Itulah kenapa aku bangga dan terkesan banget karna kamu masih mau bangkit dan terus ngelanjutin TWW walau nyaris lumutan ehehe.&lt;br /&gt;<br />
Anyway, as for the story: I LOVE THESE JOYFUL TIDINGS, tho. Penulisan yang bagus bgt ditambah konflik yang berbobot. Bahkan di tengah fic, aku sempet ship Yoo/Min karna YC lebih berprinsip dan showing his emotion daripada YH dan CM sendiri. Donghae is just another little scamp we all have the right to detest, right? Alongside the venomous BoA haha. Pokoknya aku suka banget ups/downs dan push/pull semua karakter kamu di sini. Dan setiap ada kissing scene Homin somehow aku meleleh banget wkwk. And you're too naughty to let ur readers have their wild ideas as the line goes "Kita tidak pernah membicarakan ini, tapi aku ingin kau tahu. Jangan berkata kau tidak tahu samasekali, Changmin." GOSH WHY DID U DO DIS TO ME SISTA. What do you mean with 'ini', Yunho? Why can't you make it obvious? Why don't we go with their more intimate scene??&lt;br /&gt;<br />
Dear author, pokoknya aku terus medukung karya2 Homin kamu berikutnya. Since it's getting hard to find fine and beautiful Homin fics out there nowadays. Don't let them go extinct! Love ^^