Chapter 13 - Cacophony

Time Works Wonders
Please Subscribe to read the full chapter

 

Chapter 13 ~Cacophony~

 

 

Realitas baru saja menghinggapinya. Mungkin ia telah memutuskan dengan sembarangan dan bertindak bodoh. Ia baru saja memutuskan hubungannya dengan Yoochun. Bagaimana bisa? Terlalu banyak hal yang tidak bisa ia lepaskan begitu saja, dan ia pikir, hubungannya dengan Yoochun adalah salah satu dari mereka. Ada alasan-alasan mengapa ia dan Yoochun mampu bertahan bersama-sama selama bertahun-tahun, Changmin masih tidak mempercayai dirinya sendiri karena telah melakukan satu hal bodoh yang mungkin, mungkin akan sangat ia sesali di kemudian hari.

Pikirannya membuatnya terjaga malam ini sehingga ia harus mencari cara untuk mengalihkan pikirannya dari Yoochun dan menggantinya dengan sesuatu yang lain. Sesuatu yang akan membuatnya lebih tenang. Atau sesuatu yang membuatnya sedikit...gembira. Tanpa komando ia memikirkan Yunho. Saat nama itu terngiang di kepalanya, memori beberapa saat yang lalu terulang kembali, masih sangat segar di ujung daya ingatnya. Bagaiamana ia membatu di ambang pintu bahkan setelah Yunho lama pergi dari hadapannya. Rasa-rasanya ia tidak pernah mengalami paralisis sementara yang berlebihan karena mengantisipasi sesuatu yang bahkan ia sendiri tidak tahu apa sesuatu itu. Ketika ia mencoba mendengarkan sesuatu di dalam tubuhnya, rasa-rasanya ia tidak pernah merasakan aliran darahnya mengalir sangat cepat di dalam pembuluh darahnya, apalagi di kepalanya yang membuatnya sedikit limbung. Sensasi-sensasi semacam itu masih tertinggal saat ia mengingatnya kembali. Jauh lebih ia pahami sekarang daripada saat Yunho mengambil setiap udara yang seharusnya masuk ke paru-parunya dan membuatnya tidak memikirkan apapun saat orang itu hanya satu kepalan jaraknya. Changmin memegang keningnya saat menyadari bahwa memikirkan Yunho di saat ia ingin memejamkan mata adalah keputusan yang sangat salah. Benar-benar salah karena tiba-tiba saja ia ingin melihat Yunho sekali lagi. Entah atas dorongan apa, tapi ia harus melihatnya sekarang juga sebelum bagian dari dirinya yang normal kembali.

Sebuah keberuntungan atau bukan, pintu kamar Yunho masih sedikit terbuka dan cahaya remang-remang masih terlihat menyala, menandakan bahwa Yunho masih terjaga atau mungkin ia terlalu lelah untuk menutupnya sebelum tertidur lelap. Changmin mendekat untuk memastikan. Dari celah pintu yang sedikit terbuka, Changmin dapat melihat Yunho. Masih terjaga dan sibuk membaca sesuatu di atas ranjangnya. Kedua alis Yunho bertautan sembari membaca, mulutnya sedikit terbuka, dan ekspresinya amat serius.

Tidak butuh waktu lama bagi Yunho untuk merasakan kehadirannya dan mendongak. Mata mereka bertemu.

“Apa yang kau lakukan di sana?” Yunho bertanya.

Changmin yang merasa tertangkap basah memutuskan untuk membuka pintu lebih lebar.

“Tidak bisa tidur,” jawabnya sambil mengangkat bahu. Kemudian menyadari bahwa ia tidak benar-benar menjawab pertanyaan Yunho.

Namun Yunho tidak menunjukkan perubahan berarti di wajahnya. Sementara Changmin berusaha menguasai huru-hara di dalam dirinya, Yunho memandangnya lekat-lekat, seolah menganalisis jawabannya dengan serius selagi ia berada dalam mode serius. Changmin menurunkan pandangannya ke lantai, merasa malu atas dirinya sendiri. Berjalan ke kamar Yunho dan mengintipnya adalah hal yang seharusnya tidak akan pernah ia lakukan di tengah malam seperti ini...

“Kemarilah,” ucap Yunho. Awalnya Changmin bergeming tidak percaya dengan apa yang baru saja Yunho katakan, namun karena Yunho tidak mengatakan apa-apa lagi setelah itu, akhirnya ia memasuki area yang belum pernah ia masuki sama sekali sejak mereka pindah ke rumah tersebut karena itulah satu dari dua tempat yang Yunho masukkan ke dalam daftar “Dilarang Masuk” untuk Changmin.

“Duduk.” Yunho menyibakkan selimutnya.

Changmin tidak sanggup untuk menolaknya.

“Hanya sebentar,” ucap Changmin yang kemudian duduk di samping Yunho dengan gerakan cepat. Selimut Yunho posisikan seperti semula, menutupi bagian tubuh bawah mereka berdua.

Menurut instingnya, ia akan baik-baik saja. Dan jika Yunho tidak membuatnya merasa bukan dirinya sendiri saat itu, ia juga akan baik-baik saja. Lebih baik mencari-cari bahan obrolan yang menjadi alasan relevan keberadaannya di sana. Yunho mengangkat kertasnya dan membacanya kembali, seolah Changmin duduk di sampingnya, di atas ranjangnya, adalah hal biasa baginya.

Changmin berdehem pelan untuk mencegah ketegangan dalam suaranya. “Masih mempersiapkan presentasi besok?”

“Aku sedang mengeceknya,” jawab Yunho tanpa mengalihkan pandangannya.

Changmin mengangguk pelan. Kemudian tidak tahu apa yang harus dikatakan. Mungkin membiarkan Yunho berkonsentrasi sendirian tanpa mengajaknya berbicara adalah hal yang diinginkan Yunho, jadi ia menutup mulutnya dan bergeming, terkadang bermain-main dengan jari-jarinya sendiri. Changmin tahu bahwa Yunho sedang melakukan yang terbaik kali ini dan ia tidak ingin lagi menghalangi ataupun menunda pekerjaan Yunho untuk yang kesekian kalinya. Sudah cukup buruk baginya telah menjadi salah satu penyebab masalah pelik tersebut muncul. Pikiran yang sebelumnya sudah ia singkirkan jauh di pojok otaknya akhirnya muncul kembali. Ia sadar, bahwa dengan bungkam dan memendam kebenaran berarti ia mendukung rencana Donghae. Changmin mempertimbangkan kembali untuk mengatakannya kepada Yunho. Bukannya ia tidak pernah mempertimbangkannya. Berkali-kali ia memberanikan diri untuk mengatakannya, namun pada akhirnya selalu menjadi wacana.

Di sampingnya, Yunho masih dengan tenang membaca.

“Kapan kau akan berhenti membaca?”

Yunho menjawabnya beberapa detik lebih lama. “Sebentar lagi.”

Changmin mendesah.

“Ada sesuatu yang ingin kau sampaikan?”

Changmin memutar kepalanya ke samping dengan cepat.

“Ya,” jawabnya ragu.

Yunho meletakkan kertasnya dan menunggu Changmin. Kedua mata Yunho kini terfokus ke arahnya dan Changmin harus merangkai kata-katanya lagi. Namun saat ia membuka mulutnya lagi, rasanya sulit untuk mengalirkan setiap kata yang ingin ia sampaikan. Memikirkannya jauh lebih mudah daripada memberanikan diri untuk merealisasikannya.

“Apa yang ingin kau katakan?” tanya Yunho yang terlalu lama menunggu.

“Begini.” Changmin mulai tidak yakin dengan apa yang akan ia katakan. “Aku ingin meminta maaf.”

“Untuk apa?”

“Untuk...” Changmin menarik nafas. “Aku– ” Dan meskipun ia mempunyai tekad, tetap saja keraguan menerpanya dengan keras. “Maaf.”

Kalimatnya berhenti di sana. Seribu kata di belakang maafnya, namun Changmin hanya dapat mengutarakan satu yang bahkan hanya membuat Yunho bertanya-tanya dan menginterpretasikan sendiri apa maksudnya. Changmin menutup mulutnya dengan rapat dan membekukan lidahnya. Mendadak ia merasa sangat belum siap. Bagaimana jika Yunho akan membencinya? Bagaimana jika apa yang sudah mereka miliki sekarang hancur malam ini juga karena pengakuannya? Meskipun itu sesuatu yang hampir tidak bisa dihindari, dirinya masih belum dapat membayangkannya. Changmin masih belum mempersiapkan dirinya dengan baik jika ia harus kehilangan lagi.

“Tidak perlu meminta maaf.” Yunho berucap setelah jeda yang agak lama. “Ini bukan salahmu, kau tahu.”

Otak sinis Changmin berpendapat bahwa pernyataan Yunho sama sekali tidak benar. Changmin mencoba merangkai kata-katanya lagi, namun bahkan ia tidak tahu bagaimana harus memikirkannya. Ia memegang keningnya satu detik dan menurunkan tangannya dengan cepat, jelas-jelas terlihat bimbang. Yunho tidak melewatkan gestur singkatnya.

“Ada yang salah?” tanya Yunho.

“Tidak,” jawab Changmin cepat sambil menggelengkan kepalanya. Suaranya terdengar meragukan. “Tidak ada apa-apa. Maaf, aku sedikit....lelah.”

“Kau yakin?”

Changmin mengangguk. Dan memutuskan untuk tidak mempermasalahkan konflik batinnya lebih lanjut saat wajah Yunho berubah tenang kembali.

“Baiklah. Berbaringlah jika lelah.” Yunho menepuk bantal di sela-sela mereka.

“Terima kasih. Aku mempunyai ranjang sendiri di ruang sebelah.” Changmin mengingatkan.

“Kau bilang kau tidak bisa tidur?” Jika Changmin tidak mendengarkannya baik-baik, ia akan melewatkan nada menggoda Yunho.

“Ya, tapi – baiklah, lupakan saja. Aku akan kembali.” Changmin menyibakkan selimut dan hendak berdiri, namun Yunho memegang pergelangan tangannya.

“Tinggallah lebih lama lagi.”

Changmin berusaha untuk melepaskan tangan Yunho.

“Aku membutuhkan sesuatu untuk menghilangkan kegugupanku,” kata Yunho pada akhirnya.

Changmin berhenti bergerak dan memperhatikan Yunho. Tidak ada nada menggoda lagi maupun tanda-tanda ia mengatakannya untuk bercanda. Matanya hampir memohon. Changmin tertegun sejenak. Ia diingatkan lagi bahwa sekarang Yunho sedang menghadapi sebuah masalah besar. Jika saja Yunho tidak mengatakannya dengan jujur, mungkin ia akan menepiskannya dengan keras. Tetapi sesuatu di dalam ekspresinya membuat Changmin melunak. Terdapat sesuatu pula di dalam permintaan Yunho yang membuatnya tidak bisa meninggalkannya begitu saja.

“Kau ingin aku menghilangkannya?” tanya Changmin pelan.

“Sepertinya,” jawab Yunho.

Mereka menatap satu sama lain selama beberapa saat. Dan selama itu, suatu ide terbentuk di kepala Changmin. Dengan cepat, ia mengambil salah satu bantal di ranjang Yunho dan mulai memukul-mukulkannya kepada Yunho. Suara tawa pertama keluar dari mulutnya saat melihat Yunho terkejut dan berusaha melindungi kepalanya.

“Apa yang kau lakukan?” seru Yunho.

Changmin berhenti sejenak. “Pernah dengar tentang perang bantal?”

Yunho terlihat mencerna usulan Changmin dan memicingkan matanya. Kemudian ia berubah serius sehingga Changmin mulai khawatir jika ia ternyata telah mengusulkan sesuatu yang bodoh dan membuat Yunho kesal kepadanya. Ia menurunkan bantalnya dan bermaksud untuk meminta maaf.

“Ah, aku–”

Tiba-tiba sebuah bantal melayang tepat di depan wajahnya tanpa ia bisa menghindarinya. Yunho membalasnya dengan lebih kejam, memukul-mukul kepalanya, membuatnya tidak sempat berkata apapun dan mulai mengangkat lagi bantalnya. Changmin merangkak kembali ke atas ranjang Yunho. Selama beberapa saat, kamar itu dipenuhi dengan suara tawa dan suara pukulan-pukulan dari bantal mereka. Yunho mengeluarkan suara keras saat Changmin memukul perutnya dan Changmin tidak bisa berhenti tertawa karenanya. Selama lebih dari satu menit, mereka bermain dan tidak peduli dengan harga diri masing-masing, terlalu tenggelam dalam suasana. Saat akhirnya mereka berhenti, Changmin dan Yunho terengah.

“Jadi, bagaimana?” Changmin memutuskan keheningan.

“Tidak buruk,” balas Yunho.

“Ingin lagi?” Changmin melepaskan sandarannya pada headboard dan mengangkat bantalnya lagi. Namun, tanpa dugaannya, Yunho lebih cepat menyergapnya dan menindihnya.

“Tidak lagi,” kata Yunho terengah di atasnya. “Lain kali.”

Changmin memandang Yunho dari bawahnya. Aktivitas mereka baru saja telah membuat wajah Yunho sangat merah dan rambutnya menyembul ke segala arah. Tanpa bisa ditahan, Changmin tertawa. Yunho menatapnya lama sebelum kembali ke posisinya semula.

“Apa yang lucu?”

“Kau,” jawab Changmin. Rasanya sudah lama sekali ia tidak bermain permainan gila seperti ini dengan seseorang. Mengingatnya kembali membuatnya ingin tertawa, tertawa, dan tertawa sepanjang malam. Penampilan Yunho yang berantakan hanya membuatnya semakin terhibur. Yunho membiarkannya begitu saja, menunggu hingga Changmin berhenti.

“Itu tadi tidak sopan,” ucap Yunho. “Tapi karena caramu cukup berhasil, aku tidak menyimpan dendam.”

“Baguslah,” balas Changmin masih tersenyum. “Aku rasa aku akan tidur pulas setelah ini.”

Kelengangan hinggap di antara mereka. Sangat mudah membayangkan, pikir Changmin, untuk tertawa bersama Yunho dan melakukan apa saja seperti ini setiap hari. Menganggap eksistensi masing-masing sama berharganya, puas dengan suasana baru yang mereka ciptakan, seolah setelah ini mereka berdua dapat bercakap-cakap tentang apapun hingga esok hari.

“Ya,” respons Yunho. “Aku juga.”

Changmin berpikir untuk kembali ke kamarnya dan mencari tahu apakah ia benar-benar dapat memejamkan matanya, tetapi ternyata ia sendiri tidak benar-benar ingin beranjak dari sana. Changmin diam-diam melihat Yunho tanpa memutar kepalanya terlalu jelas, bimbang apa yang harus ia lakukan karena ia tidak yakin dengan apapun saat ini.

“Yunho,” panggil Changmin meyadarkan Yunho dari lamunannya. Yunho segera menoleh ke arahnya dan menunggu Changmin mengatakan sesuatu. “Bolehkah– ” Changmin mencoba menelusuri apa yang ia inginkan, namun ia tidak bisa mengungkapkannya meskipun ide itu sudah tergambar jelas di kepalanya. Atau lebih tepatnya, ia tidak ingin mengatakannya seperti anak kecil yang memohon untuk tidur di kamar orang tuanya.

“Tentu,” kata Yunho. Mendengar sesuatu yang ia inginkan, Changmin segera melihat Yunho untuk memastikan. Satu lengan Yunho terentang ke arahnya. “Kemari.”

Changmin mendekat. Bahunya terselip dengan pas di lengan Yunho.

“Tidurlah,” perintah Yunho pelan.

“Kau juga,” ucap Changmin.

Ini bukan karena kenyataan bahwa ia berada di atas ranjang yang sama dengan Yunho. Bukan juga karena ia berada di bawah selimut yang sama dengan Yunho. Keduanya membuatnya hampir tidak bisa berpikir dengan benar, tentu saja. Namun satu hal yang membuat kesadarannya penuh kembali, adalah cara Yunho memperlakukannya setelah itu. Yunho menyelipkan bantal di balik bahu Changmin dan mengatur posisi mereka untuk memastikan bahwa Changmin mendapatkan kenyamanan terbaik. Yunho memastikan selimut menutupi sebagian besar tubuh Changmin untuk memastikan Changmin tidak akan membeku di penghujung malam. Yunho tidak mematikan lampu mejanya untuk memastikan bahwa Changmin dapat memercayainya. Seolah semua itu Yunho lakukan karena ia peduli pada Changmin, apa adanya.

Apa adanya....

Namun ini bukanlah apa adanya. Yunho bukan memedulikannya dengan cara seperti itu. Semua hal yang telah Yunho lakukan padanya, termasuk hal-hal yang membuatnya mempertanyakan hatinya sendiri sekalipun, mungkin hanyalah karena Yunho merasa wajib untuk melakukannya, untuk membalas tenggang rasanya selama ini. Hanya sekedar aksi balas budinya.

Pemikiran itu sedikit membuatnya terguncang, tetapi ia tidak menyalahkan dirinya sendiri saat kepalanya secara tidak sengaja menyandar pada bahu Yunho. Teramat pelan hingga Changmin baru menyadarinya saat ia telah beberapa saat berada dalam posisi itu. Dengan bodohnya ia berterima kasih kepada entah-siapa karena Yunho tidak menyingkirkan kepalanya ataupun menghalanginya. Walaupun bayang-bayang Yoochun masih tertinggal di kepalanya, Changmin menyingkirkannya untuk saat ini.

Dengan satu lengan Yunho merengkuhnya sedemikian rupa, dan kepalanya yang tersandar sepenuhnya di bahu Yunho, Changmin mengarungi alam bawah sadarnya hingga matahari tak lagi mengizinkannya untuk bermimpi indah lagi.

 

 

 

+++

 

 

 

Shim Changmin. Yunho bertanya-tanya bagaimana nama itu akan terdengar jika keluar dari mulutnya, namun ia memilih untuk merapalkan nama itu di kepalanya berulang kali sambil menatap dengan sungguh-sungguh satu foto yang ia pegang. Gambar wajah yang selalu ia sembunyikan di laci mejanya sejak...entahlah, Yunho tidak mengingatnya. Yang pasti benda itu sudah berada di sana sebelum Changmin mengetahui eksistensi Yunho, sebelum mereka berdua bertemu secara resmi ketika makan malam di rumahnya awal musim gugur lalu.

“Aku melampirkan foto Shim Changmin. Aku harap kau menyukainya.” Yunho ingat ia telah membaca surel dari ibunya  waktu itu, namun ia tidak ingin repot-repot membuka lampiran foto yang Sooyeol kirimkan dan segera menutup surelnya, tidak ingin melihat seperti apa rupa orang yang cepa

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
kiborina
Hello, my beloved readers! Just want to let you know that I'm still alive and will continue my stories ^^
Don't worry, I won't discontinue my stories without prior notice.
Please have some faith in me. For those who keep waiting for my stories, THANK YOU SO MUCH!

Comments

You must be logged in to comment
retnoyuul #1
Chapter 16: Lucky me that I had a sudden urge to check my account. And see what I got? Another treasure from a deeper soil. Lucky me God I'm sO LUCKY!!
Jadi gini... Duh, Aku bingung mau bilang apa:(

Do we even share the same conscience?:( Cause your randomness of combining Siwon and Donghaes names altogether and tagging Siwon along into the story (wait. I don't quite remember. Dia baru muncul di epilog ini aja kan?) and making his encounter with Changmin and creating that ticklish romantic attraction--had me wrapped around your little fingers!
So basically I am a super nerd of that Yunho/Changmin/Siwon crack and this epilogue gave me a glimpse of hope of that relationship. But nah, I knew its supposed to be an epilogue (though I wouldn't mind AT ALL to have more of them hohoho) and that's okay. Thankyou for adding up their interactions :) I'm so blessed.

As for Haewon abbreviation: Does that mean Siwon and Donghae created the company together? Does Siwon have the similar hatred to Yunho? What has Siwon got to do with Yunho? Sorry I might have slipped in some chapters, but... There's just some tangled wires in my head.

Then again, thank you for giving us the epilogue we didn't expect. It's so sweet and romantic and just uwu :3 I hope to see more from you! Love
Bigeast88 #2
Chapter 16: Woah surprised for the epilogue!! Thank you for writing thisss XDD
vitachami
#3
Chapter 16: Seneng deh ada epilognya..
Manis banget sih changmin sekarang


Author, blh tambahi lagi yaaa...
Epilognya di lanjut..
azukireii #4
Chapter 16: Akkkkkkkkkkh ini epilog yang manis banget sampe ku baca berulang-ulang hahaaha
Memang orang yg dimabuk cinta ini kayak mereka ya hahaha terima kasih authornim, pembaca jadi memiliki persepsinya tersendiri terhadap sebuah kalimat yg bermakna ganda. Tetap semangat
QueenB_doll #5
Chapter 16: Huweee ada epilogue nya...aku harus baca dari awal lagi thornim..hiks..hiks..terharu bgt pokoknya authornim mau bikin chap penutup ini...TTT.TTT
upiek8288 #6
Chapter 16: Miss this story sooo much..
Epilogue yg butuh epilogue... ???
Thank you for the story.. ?
bebebe #7
Chapter 15: Love the ending !!!!!!
lusiwonkyu
#8
Chapter 15: Akhirnya ff yg di tunggu2 end... Thanks author udah nyelsaiin janjimu... Ending nya akuu sukaaaaa...
JiJoonie
#9
Hello my beloved author!!! Its been a while, udah lama sejak terakhir kali kakak up dan aku membaca karya kakak, jadi aku mau mengulang kembali membaca, mengulang kisah dan mengulang tawa serta air mata disini!! I love u and thank u soooo much kak!
retnoyuul #10
Chapter 15: So this is the end, a beautiful ending. I still can't believe that you're so determined and unshakeable hehe. Honestly, aku ngerti bgt gimana rasanya kehilangan fic yg udah ditulis sepenuh hati, like 'this computer apparently hates me so much' wkwk, karna aku juga (pernah) jadi author Homin di FFn.Net. Dan yang bikin aku keep up sama TWW pertama kali itU KARNA WRITING STYLE KAMU ITU SELERA AKU BANGETTT UNCHHH. And I think that I found myself my lost twin hoho (alay ya? Haha bodo ah yang penting aku cinta kamu dan TWW ^^). BTW, If you don't mind you can visit my story in (https://m.fanfiction.net/s/11235338/1/Rome-Philosophy) by ursolace. But still uncompleted, since I lost my chapter 2 and feeling no urge and lack of motivation to rewrite ehehe. Itulah kenapa aku bangga dan terkesan banget karna kamu masih mau bangkit dan terus ngelanjutin TWW walau nyaris lumutan ehehe.&lt;br /&gt;<br />
Anyway, as for the story: I LOVE THESE JOYFUL TIDINGS, tho. Penulisan yang bagus bgt ditambah konflik yang berbobot. Bahkan di tengah fic, aku sempet ship Yoo/Min karna YC lebih berprinsip dan showing his emotion daripada YH dan CM sendiri. Donghae is just another little scamp we all have the right to detest, right? Alongside the venomous BoA haha. Pokoknya aku suka banget ups/downs dan push/pull semua karakter kamu di sini. Dan setiap ada kissing scene Homin somehow aku meleleh banget wkwk. And you're too naughty to let ur readers have their wild ideas as the line goes "Kita tidak pernah membicarakan ini, tapi aku ingin kau tahu. Jangan berkata kau tidak tahu samasekali, Changmin." GOSH WHY DID U DO DIS TO ME SISTA. What do you mean with 'ini', Yunho? Why can't you make it obvious? Why don't we go with their more intimate scene??&lt;br /&gt;<br />
Dear author, pokoknya aku terus medukung karya2 Homin kamu berikutnya. Since it's getting hard to find fine and beautiful Homin fics out there nowadays. Don't let them go extinct! Love ^^