Chapter 1 - Qualm

Time Works Wonders
Please Subscribe to read the full chapter

Chapter 1

~Qualm~

 

 

Malam itu, adalah malam di mana semuanya dimulai, ketika ayahnya membawakan sebuah berita buruk untuknya.

“Kita sedang tidak beruntung," kata ayahnya. "Pilihannya hanya ada dua. Perusahaan kita berhenti, atau...kau menikah dengan pewaris mereka satu-satunya,” 

Changmin tertegun lama sekali. Masih belum bisa bangkit dari keterkejutannya ketika beberapa saat lalu kata perjodohan dihidangkan di atas meja diskusi mereka. Dongshik harap-harap cemas, berharap putra satu-satunya yang ia miliki itu segera menyetujui, meskipun Changmin memiliki banyak sekali kemungkinan untuk memilih opsi pertama alih-alih menikah dengan orang yang benar-benar asing untuknya.

“Pasti ada cara lain”, Changmin berkata lirih. “Kenapa harus selalu berakhir dengan pernikahan? Kita bisa melakukan merger tanpa harus ada ikatan keluarga.”

“Pikirkan mengapa mereka memilih perusahaan kita meskipun ada berpuluh-puluh perusahaan di luar sana yang berharap untuk mendapatkan tawaran seperti yang kita dapatkan," ucap Dongshik. "Mereka menginginkanmu, Shim Changmin.”

Bahunya merosot seketika. “Tapi, kenapa?”

“Direktur mereka sakit parah. Beruntung istrinya dapat menggantikan tugas sementara. Cepat atau lambat, mereka harus mengangkat ahli waris untuk menggantikan posisinya. Syarat utamanya adalah, sebuah pernikahan.” Mata ayahnya menampakkan sebuah harapan. “ Dan kau, Changmin,” kata ayahnya. “...akan menikah dengan calon direktur utama perusahaan mereka. Kau tahu apa artinya?”

Changmin menelan ludahnya dengan susah payah.

“Kau akan menjadi salah satu orang terpenting di silsilah mereka, salah satu perusahaan tersukses di Seoul.” Suara ayahnya pelan dan tegas, seolah ia berambisi penuh untuk mengambil alih dunia dengan ide itu. Seolah menjadi bagian terpenting di keluarga mereka cukup bermakna untuknya. Sedangkan Changmin tahu, harapan terbesar ayahnya hanyalah menyelamatkan perusahaannya.

“Tidak seharusnya Ayah membiarkan mereka mengontrol Ayah sejak awal. Perusahaan ini tidak pernah menjadi milik kita. Mereka hanya memanfaatkan kita untuk tujuan ini.”

Perkataannya sedikit mematikan secercah harapan di mata ayahnya. Changmin menyesal, namun ia akan menyatakan fakta itu kepada ayahnya dengan berani hanya untuk memberikan secercah gambaran bahwa perusahaan mereka dibangun oleh orang-orang yang sama yang memanfaatkan mereka, seolah mereka ditanam, dipupuk, lalu diambil buahnya di saat yang tepat.

“Aku membangunnya dengan usahaku sendiri, Changmin.”

“Mereka membangun kita.” Changmin bersikeras. 

Ayahnya mengusap wajahnya sendiri dengan pelan sebelum beranjak dari kursi dan berdiri di depan Changmin seraya memegang kedua bahu Changmin.

“Dengar, Changmin”, katanya lembut. “Pikirkan hal-hal baik apa yang akan terjadi jika kau menikah dengan putra mereka, dan pikirkan hal-hal buruk apa yang akan terjadi jika kita membiarkan perusahaan kita bangkrut.” Changmin menghela napas sambil menatap mata ayahnya. “Lebih baik amankan posisimu sekarang, Changmin, dan buat hidupmu senyaman mungkin."

Pikiran Changmin berkelebat. Ia tahu apa yang diharapkan ayahnya. Tapi bukan berarti ia harus melakukan itu, bukan? Ia mungkin bisa melakukan hal selicik apapun, tapi untuk mengelabuhi hatinya, ia tidak bisa.

“Aku – tidak bisa, Ayah. Maafkan aku.”

Ayahnya mencengkeram kedua bahunya dengan erat. Bibirnya membentuk garis lurus yang menunjukkan bahwa ia sedikit geram.

“Kenapa?” tanya ayahnya setelah keheningan sesaat. “Karena laki-laki itu?”

Changmin mengangguk, sangat pelan ayahnya hampir tidak menyadarinya. 

“Kau masih dengannya?”

“Ya.”

Dongshik melepaskan cengkeramannya dan membalikkan badan membelakangi Changmin.

“Seberapa besar kau menyukainya?”

Changmin tersenyum pahit.

"Jangan menggunakan ukuran untuk melepaskannya dariku, Abeoji."

“Berhentilah menyukainya," ucap Dongshik mengabaikan larangan Changmin. "Aku tidak memiliki keyakinan untuknya."

Rahang Changmin mengeras mendengarnya. “Tidak akan.”

“Changmin.”

Changmin berubah geram.

“Ayah tidak pernah menentang hubungan kami sekalipun sejak awal! Kenapa sekarang Ayah dengan yakin menyuruhku untuk berhenti menyukainya?”

“Kau tahu alasannya, Changmin.” Ayahnya mulai frustasi. Kedua tangannya mengepal erat di samping tubuhnya.

Changmin menggeleng dengan cepat, berusaha untuk tidak mengerti apapun. Dongshik mendekat saat Changmin menundukkan kepalanya diam.

“Maafkan aku," ujar Dongshik setelah menenangkan diri. "Jika aku punya pilihan lain, aku akan membebaskanmu dari ini semua. Jika mereka memang membangun dan mengontrol perusahaan kita sejak awal hingga kita berada di titik ini seperti yang kaukatakan, bukankah ini saatnya kita membalas budi  mereka alih-alih membangkang? Pikirkan baik-baik, Changmin.”

Changmin mendongakkan kepalanya menatap mata ayahnya. Harapan dan keputusasaan bercampur aduk di dalamnya. Dongshik mungkin tidak sedang berpikir jernih saat ini menyaksikan perusahaan yang ia banggakan perlahan-lahan tenggelam, namun Changmin pun tidak berpikiran jernih saat ia menentang harapan satu-satunya milik Dongshik.

“Aku akan menemuimu lusa. Saat itu, berikanlah jawabanmu.”

 

+++

 

Changmin bergegas ke apartemen kekasihnya, sehari setelah ia berbicara dengan ayahnya. Meskipun malam sudah larut, Changmin tidak peduli. Ia sangat merindukannya.

Sesampainya di apartemen kekasihnya, ia dapat dengan mudah membuka pintu tanpa harus membunyikan bel. Mereka berdua tentu saja sudah berbagi kata sandi apartemen masing-masing. Sebenarnya sudah lebih dari dua tahun mereka menjadi sepasang kekasih, namun Changmin masih enggan untuk tinggal bersama. Karena bagaimanapun, ia masih ingin privasinya tidak diganggu. Bahkan oleh kekasih yang ia cintai pun.

Changmin melepas sepatunya dan melangkah ke lantai. “Yu – “

Belum sempat ia memanggil, tiba-tiba tubuhnya sudah di dekap dengan erat dari samping. Ruangan di situ gelap, Changmin tidak bisa melihat wajah orang yang menyergapnya, namun ia sudah yakin siapa orang itu.

“Yah, hentikan”, katanya sambil terkekeh geli.

“Kenapa? Kau tidak rindu denganku?”

“Tidak.” Changmin berbohong. Ia sangat merindukannya. Lebih dari kapanpun.

“Baiklah”, ucap kekasihnya yang kemudian melepaskan dekapannya dan menghidupkan lampu ruangan.

Changmin berjalan lurus ke depan memandang bahu orang itu. Rasanya ia ingin memeluknya dengan erat tanpa memikirkan apapun. Kedua lengannya lebih dulu melingkari pinggulnya sebelum wajahnya mendarat pelan di bahu Yoochun.

“Jadi, kau merindukanku?”

"Hm."

Yoochun membalikkan badannya dan merengkuh Changmin.

“Bagaimana kabarmu selama tiga hari kita tidak bertemu?”

Changmin menghela. Ia menenggelamkan kepalanya di dada Yoochun dan berusaha membayangkan sosoknya di dalam gelap matanya.

“Buruk”, ucap Changmin tidak ingin menjelaskan lebih lanjut.

“Ceritakan apa yang terjadi selama aku pergi?”

Changmin kembali teringat pembicaraannya dengan ayahnya kemarin malam, yang kemudian membuatnya mengerang pelan tidak nyaman.

“Aku sedang tidak ingin membahasnya.”

“Kenapa? Apa yang terjadi?” kekhawatiran terdengar dari suara Yoochun.

Changmin melepaskan pelukannya dan memegang kedua pipi Yoochun dengan telapak tangannya.

“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Untuk sekarang.

Meskipun Yoochun melihat keraguan di mata Changmin, ia memilih untuk mengabaikannya karena malam sudah larut.

“Baiklah. Kau harus beristirahat," perintah Yoochun sebelum menggenggam pergelangan tangan Changmin. “Malam ini kau tidur di sini.”

Paginya mereka berdua melakukan aktivitas pagi bersama yang melibatkan kencan pagi buta di taman kota hingga tidak tahu apa lagi yang harus dilakukan selain berjalan kaki dan saling menatap seperti dua orang kekasih yang saling tergila-gila. Meskipun demikian, perasaan bersalah selalu membayangi Changmin di sela-sela senyumnya. Changmin masih belum mempunyai keberanian yang cukup untuk mengatakannya kepada Yoochun. Hatinya belum siap. 

“Changmin, apakah besok kau bersedia menemaniku ke suatu tempat sebelum aku pergi?” tanya Yoochun. Kakinya berayun riang. Mereka berdua duduk di sebuah bangku di bawah pohon yang rindang di taman kota.

“Pergi lagi? Kau baru saja pulang!” seru Changmin.

“I know, baby”, ucap Yoochun. “Tapi bos memintaku untuk menemaninya. Aku hanya sengaja pulang untuk bertemu denganmu.”

Changmin berdecak.

“Jangan merajuk, Changmin.” Yoochun melingkarkan lengannya di bahu Changmin.

“Kau tidak membiarkanku ikut denganmu?

Yoochun tersenyum. “Aku takut saat aku bekerja yang ada di pikiranku hanyalah dirimu.”

Changmin memukul bahu Yoochun ringan saat Yoochun berusaha untuk memeluknya lebih lanjut.

“Kali ini berapa lama?” tanyanya.

“Satu minggu, kurang lebih.”

Changmin menghela napas panjang. Satu minggu lagi orang itu pergi, mungkin Changmin akan terbiasa tanpanya, dan hal yang paling tidak ia harapkan saat ini adalah melupakannya. Changmin tidak ingin ada orang lain menggantikan bayangan Yoochun di kepalanya, meski bayangan pengganti itu ada untuk ia benci.

Permintaan ayahnya terngiang lagi di kepalanya. Bayangan tentang terikat dengan sebuah pernikahan dengan orang asing membuatnya takut. Ide tentang menjalani hari-hari bersama orang yang tidak ia cintai membuatnya ingin menangis. Namun di atas semuanya, kenyataan yang akan segera terwujud jika ia membiarkan perusahaan ayahnya bangkrut membuatnya merasa menjadi anak paling brengsek di dunia. Menghancurkan harapan Dongshik satu-satunya adalah hal terakhir yang akan ia lakukan.

“Ke mana kita pergi?” tanya Changmin.

“Menara Namsam?”

“Sangat klise.”

“Sungai Han?”

“Itu lebih klise.”

Yoochun mendesah dramatis. “Jujur, berkencan denganmu juga terlalu klise, tapi aku melakukannya, ngomong-ngomong.”

Changmin memberikan tatapan mautnya tepat ke mata Yoochun. Yoochun yang sudah terbiasa dengan tatapannya itu tidak bergidik dan malah terkekeh.

“Baiklah!” kata Changmin. “Menara Namsan. Jam 6 sore.”

Yoochun memutar bola matanya menanggapi kekasihnya yang menyatakan janji secara sepihak. Namun seperti biasa, ia tidak melayangkan komplain dan membiarkan Changmin melakukan apa yang ia suka.

Yoochun mencubit kedua pipi Changmin sebelum mengecup bibirnya singkat.

“Yay!" ucap Yoochun kecil.

Changmin memandangnya dengan senyum. Orang yang ia sayangi, ia takut jika suatu saat ia akan mengubah senyuman Yoochun menjadi sebuah kebencian. Ia tidak ingin mengkhianati kekasihnya, ia tidak pernah ingin. Namun menyengsarakan ayahnya juga bukanlah sebuah pilihan untuk diambil. Pantaskah ia mengorbankan Yoochun?

 

+++

 

“Aku akan melakukannya.”

Sesaat setelah mengatakan itu, Changmin tahu dirinya sudah masuk perangkap. Hanya itu yang bisa ia lakukan. Pertimbangan selama satu malam telah membawanya kepada sesuatu yang tidak pernah terbersit sedikitpun di benaknya. Mengorbankan salah satu hal berharga dalam hidupnya. Ia memutuskan sendiri tanpa memberitahu Yoochun. Sebuah pengkhianatan.

“Oh, Changmin. Terima kasih.” Dongshik memeluknya dengan erat. Sayangnya Changmin tidak merasakan satu kelegaan pun di dadanya. Malahan, rasa bersalah terhadap Yoochun, orang yang sangat ia sayangi, semakin membuncah sehingga rasa sakit itu muncul.

“Ini semua untukmu.” Suara Changmin goyah dan Dongshik mengencangkan pelukannya.

“Maaf, Changmin. Seandainya aku tidak selemah ini.”

“Lemah?” sanggah Changmin. "Itu bukan kata sifat yang tepat untuk menggambarkanmu mengingat kau tahu benar bagaimana cara bertahan hidup dengan mengorbankanku."

Tubuh ayahnya menegang. Changmin tahu ia menyakiti ayahnya dengan berkata seperti itu, tapi ia tidak bisa berpikir jernih saat emosi dan rasa sakit karena telah mengkhianati Yoochun menguasai pikiran dan hatinya. Lagipula ia telah mengabulkan permintaan ayahnya. Hal itu membuat Changmin merasa berhak untuk mencela ayahnya satu kali saja.

Dongshik tidak membalasnya. Ia melepaskan pelukannya dan menepuk-nepuk bahu Changmin. Matanya meliha

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
kiborina
Hello, my beloved readers! Just want to let you know that I'm still alive and will continue my stories ^^
Don't worry, I won't discontinue my stories without prior notice.
Please have some faith in me. For those who keep waiting for my stories, THANK YOU SO MUCH!

Comments

You must be logged in to comment
retnoyuul #1
Chapter 16: Lucky me that I had a sudden urge to check my account. And see what I got? Another treasure from a deeper soil. Lucky me God I'm sO LUCKY!!
Jadi gini... Duh, Aku bingung mau bilang apa:(

Do we even share the same conscience?:( Cause your randomness of combining Siwon and Donghaes names altogether and tagging Siwon along into the story (wait. I don't quite remember. Dia baru muncul di epilog ini aja kan?) and making his encounter with Changmin and creating that ticklish romantic attraction--had me wrapped around your little fingers!
So basically I am a super nerd of that Yunho/Changmin/Siwon crack and this epilogue gave me a glimpse of hope of that relationship. But nah, I knew its supposed to be an epilogue (though I wouldn't mind AT ALL to have more of them hohoho) and that's okay. Thankyou for adding up their interactions :) I'm so blessed.

As for Haewon abbreviation: Does that mean Siwon and Donghae created the company together? Does Siwon have the similar hatred to Yunho? What has Siwon got to do with Yunho? Sorry I might have slipped in some chapters, but... There's just some tangled wires in my head.

Then again, thank you for giving us the epilogue we didn't expect. It's so sweet and romantic and just uwu :3 I hope to see more from you! Love
Bigeast88 #2
Chapter 16: Woah surprised for the epilogue!! Thank you for writing thisss XDD
vitachami
#3
Chapter 16: Seneng deh ada epilognya..
Manis banget sih changmin sekarang


Author, blh tambahi lagi yaaa...
Epilognya di lanjut..
azukireii #4
Chapter 16: Akkkkkkkkkkh ini epilog yang manis banget sampe ku baca berulang-ulang hahaaha
Memang orang yg dimabuk cinta ini kayak mereka ya hahaha terima kasih authornim, pembaca jadi memiliki persepsinya tersendiri terhadap sebuah kalimat yg bermakna ganda. Tetap semangat
QueenB_doll #5
Chapter 16: Huweee ada epilogue nya...aku harus baca dari awal lagi thornim..hiks..hiks..terharu bgt pokoknya authornim mau bikin chap penutup ini...TTT.TTT
upiek8288 #6
Chapter 16: Miss this story sooo much..
Epilogue yg butuh epilogue... ???
Thank you for the story.. ?
bebebe #7
Chapter 15: Love the ending !!!!!!
lusiwonkyu
#8
Chapter 15: Akhirnya ff yg di tunggu2 end... Thanks author udah nyelsaiin janjimu... Ending nya akuu sukaaaaa...
JiJoonie
#9
Hello my beloved author!!! Its been a while, udah lama sejak terakhir kali kakak up dan aku membaca karya kakak, jadi aku mau mengulang kembali membaca, mengulang kisah dan mengulang tawa serta air mata disini!! I love u and thank u soooo much kak!
retnoyuul #10
Chapter 15: So this is the end, a beautiful ending. I still can't believe that you're so determined and unshakeable hehe. Honestly, aku ngerti bgt gimana rasanya kehilangan fic yg udah ditulis sepenuh hati, like 'this computer apparently hates me so much' wkwk, karna aku juga (pernah) jadi author Homin di FFn.Net. Dan yang bikin aku keep up sama TWW pertama kali itU KARNA WRITING STYLE KAMU ITU SELERA AKU BANGETTT UNCHHH. And I think that I found myself my lost twin hoho (alay ya? Haha bodo ah yang penting aku cinta kamu dan TWW ^^). BTW, If you don't mind you can visit my story in (https://m.fanfiction.net/s/11235338/1/Rome-Philosophy) by ursolace. But still uncompleted, since I lost my chapter 2 and feeling no urge and lack of motivation to rewrite ehehe. Itulah kenapa aku bangga dan terkesan banget karna kamu masih mau bangkit dan terus ngelanjutin TWW walau nyaris lumutan ehehe.&lt;br /&gt;<br />
Anyway, as for the story: I LOVE THESE JOYFUL TIDINGS, tho. Penulisan yang bagus bgt ditambah konflik yang berbobot. Bahkan di tengah fic, aku sempet ship Yoo/Min karna YC lebih berprinsip dan showing his emotion daripada YH dan CM sendiri. Donghae is just another little scamp we all have the right to detest, right? Alongside the venomous BoA haha. Pokoknya aku suka banget ups/downs dan push/pull semua karakter kamu di sini. Dan setiap ada kissing scene Homin somehow aku meleleh banget wkwk. And you're too naughty to let ur readers have their wild ideas as the line goes "Kita tidak pernah membicarakan ini, tapi aku ingin kau tahu. Jangan berkata kau tidak tahu samasekali, Changmin." GOSH WHY DID U DO DIS TO ME SISTA. What do you mean with 'ini', Yunho? Why can't you make it obvious? Why don't we go with their more intimate scene??&lt;br /&gt;<br />
Dear author, pokoknya aku terus medukung karya2 Homin kamu berikutnya. Since it's getting hard to find fine and beautiful Homin fics out there nowadays. Don't let them go extinct! Love ^^