Shadow Warrior Ch 17
Shadow Warrior“Aku sudah meminta agar Henry sshi ditahan di ruang meditasi,” kata kepala pendeta di kuil Jujak. Ia dan Direktur Kim berjalan menuju ruangan kecil yang biasa digunakan untuk meminta para biarawan merenung jika mereka berbuat kesalahan. Sejak menerima telepon dari Direktur Kim tentang apa yang terjadi pada Kyuhyun, ia langsung berbicara dengan Henry, namun anak itu tidak mengatakan apapun selain mengakui bahwa ia melakukan sesuatu terhadap Kyuhyun. “Aku tidak menyangka…. Dia selama ini anak yang baik.”
“Apakah ada yang menjaganya?”
Kepala pendeta mengangguk.
“Dua orang biarawan berjaga agar Henry sshi tidak kabur sebelum kita tahu apa yang sebenarnya ia lakukan. Aku berharap Anda bisa membujuknya berbicara, Direktur Kim.” Kepala pendeta memberi petunjuk dengan tangannya agar mereka berbelok ke arah kanan. “Bagaimana keadaan Jeonha?”
“Terakhir aku menghubungi Shindong sshi, dia.…” Kata-kata Direktur Kim terputus. Ketika kepala pendeta memandangnya, sepasang mata itu terbelalak lebar dengan wajah pucat pasi. “I…itu…”
Kepala pendeta mengikuti arah pandangan Direktur Kim. Dua biarawan yang berjaga di depan pintu ruang meditasi, duduk dengan posisi tak wajar di setiap sisi pintu. Keduanya sudah tidak bernyawa ketika kepala pendeta berlari mendekat dan memeriksa.
“Henry sshi!” seru Direktur Kim setelah tersadar dari rasa terkejutnya. “Kepala pendeta, cepat buka pintunya!”
Kepala pendeta langsung meraih kunci dan membukakan pintu.
“Henry sshi!” Kepala pendeta mendekati sosok Henry yang duduk bersila di lantai sambil memejamkan mata. Ketika ia menepuk pundak pemuda itu, tubuh Henry terjatuh.
“Dia juga tewas,” kata Direktur Kim setelah meraba leher anak muda itu.
“Bagaimana bisa? Tak seorang asing pun masuk ke dalam kuil ini!”
“Kita tidak berurusan dengan manusia biasa. Pintu masih terkunci saat kita datang.” Direktur Kim mengingatkan.
Kepala pendeta mengamati seisi ruangan. Tidak ada yang ganjil. “Jika kita tidak tahu apa yang terjadi pada Jeonha, bagaimana kita bisa mengobatinya?”
Direktur Kim menjawab pertanyaan kepala pendeta dengan gelengan kepala. Wajahnya tampak muram.
.
.
Sungmin menunggu hingga para pelayan selesai membersihkan sarapan pagi di mejanya sebelum meminta pengawal yang ia tugaskan untuk mengawasi Kyuhyun datang ke aula utama.
“Apa ada yang terjadi di sana?”
Sang pengawal memandang Sungmin dengan wajah bingung.
“Tidak ada, Jeonha. Jika terjadi hal yang penting, saya akan melaporkan langsung kepada Jeonha seperti selama ini.”
“Kau benar.” Sungmin menghela napas panjang. “Baiklah, kau boleh pergi. Laporkan jika ada hal penting yang menyangkut Kyuhyun sshi kepadaku.
“Baik, Jeonha.”
Sang pengawal memberi hormat sebelum meninggalkan aula utama. Mencoba mati-matian menyembunyikan rasa bersalahnya karena sudah berbohong.
Sungmin seakan mengiringi kepergian pengawal itu dengan pandangan matanya, namun pikirannya melayang tak menentu. Yesung harus memanggilnya beberapa kali sebelum Sungmin menyadarinya.
“Jeonha, minumlah teh ini. Aku lihat Jeonha tampak gelisah semenjak tadi.”
“Terima kasih, Yesungie.” Sungmin meraih cangkir teh yang masih hangat dan meneguk isinya perlahan. Cairan yang hangat itu membuat pikirannya menjadi lebih tenang. “Semenjak tadi malam, aku benar-benar khawatir. Sepertinya itu hanya perasaanku saja.”
“Bagaimana kalau Jeonha berjalan-jalan ke kota untuk mencari udara segar?”
Sungmin menggeleng. “Lebih baik aku tidur.”
“Tapi ini masih pagi…”
Sungmin tersenyum. “Tadi malam aku tidak bisa tidur. Aku rasa, setelah menanyakan kepada pengawal itu, aku bisa tidur dengan nyenyak.”
“Kalau begitu, selamat beristirahat, Jeonha.” Yesung merasa lega.
Sungmin merebahkan diri di pembaringan, mencoba membuang perasaan gelisahnya. Tak lama ia pun tertidur.
.
.
Suasana di Istana Gerbang Selatan tampak tenang dan sunyi, namun para pengawal berjaga dengan waspada di pos mereka masing-masing. Kepala pengawal berkeliling untuk memeriksa kondisi keamanan.
Anak-anak yang bermain maupun para wanita yang sesekali muncul menghidupkan suasana, kini tidak ada. Mereka semua sudah mengungsi di tempat penampungan yang telah disiapkan oleh Direktur Kim.
Namun di salah satu bagian bangunan utama, tepatnya di kamar Kyuhyun, suasana tampak tegang dan mencekam. Shindong, Siwon, dan Zhoumi duduk di sekitar pembaringan dengan wajah cemas. Tak seorangpun berbicara termasuk Donghae yang terus menatap wajah Kyuhyun sambil mengepalkan kedua tangannya erat-erat.
Semua menegakkan duduknya ketika terdengar rintihan dari mulut Kyuhyun. Rasanya sudah begitu lama mereka menunggu hingga sepasang mata itu terbuka. Shindong langsung mendekat sementara Kyuhyun mengerjapkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan diri.
.
.
Kyuhyun merasa kepalanya pusing, lemas, dan untuk beberapa detik pandangannya begitu kabur. Ada begitu banyak bagian tubuhnya yang sakit, tidak seperti biasa di mana hanya bagian tertentu yang terasa sakit. Ia seperti ditusuk ribuan jarum berulang-ulang. Tanda Jujak di dada kirinya pasti memerah karena ia nyaris berteriak oleh rasa panas yang muncul.
Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Meski hal itu tidak mampu menghilangkan rasa sakitnya, Kyuhyun merasa rasa sakit itu sedikit berkurang.
“Ugh…” Kyuhyun menggigit bibirnya ketika rasa sakit itu kembali menyerang seluruh tubuhnya dengan kuat. Kali ini, apapun yang ia lakukan, bagaimanapun ia mencoba menyamankan posisinya, rasa sakit itu tetap ada.
Kyuhyun tetap mencoba mengatur napasnya, membuat tubuhnya berbaring tenang, tetapi akhirnya hanya rintihan yang keluar dari mulutnya.
Wajah yang pertama Kyuhyun lihat ketika membuka matanya adalah milik Shindong. Pengasuhnya itu tertegun untuk beberapa saat sebelum berteriak dengan keras memanggil dokter. Belum sempat Kyuhyun mengingat apa yang sudah terjadi, wajah-wajah lain bermunculan di pandangannya. Donghae, Siwon, dan Zhoumi. Semua tampak cemas.
Semua. Pikiran Kyuhyun mulai berputar di antara rasa sakitnya. Ini tidak baik. Sama sekali tidak baik.
“Kalian menyingkirlah. Biarkan euisa-nim memeriksa Jeonha.” Suara Shindong membuat wajah ketiga pengawalnya itu menghilang, berganti wajah sang dokter.
Melihat Kyuhyun seperti itu, sang dokter menyuntikkan obat penahan sakit terlebih dahulu sebelum memeriksanya. Kyuhyun mengikuti setiap instruksi tanpa berkata apa-apa. Semua yang ada di ruangan juga mengamati dengan diam.
“Bagaimana kondisinya, euisa-nim?” Shindong bertanya begitu pemeriksaan selesai.
Dokter memandang ke arah Kyuhyun, mencari tahu apa yang diinginkan Kyuhyun untuk ia katakan. Ia sudah bertahun-tahun bekerja di sana, dan mulai bisa menebak apa yang diinginkan tuannya meski tidak secara langsung.
Kyuhyun ingin ia menyimpannya sendiri.
“Sepertinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Setidaknya untuk saat ini.” Sang dokter tersenyum.
“Syukurlah!” Siwon berseru gembira.
“Jeonha, aku sangat khawatir ketika ajussi berteriak memanggil kami dan melihat kau pingsan.” Zhoumi merasa sedikit lega.
“Jeonha…” Shindong terdiam ketika Kyuhyun hanya tersenyum menanggapi panggilannya.
Kyuhyun memandang ke arah Donghae yang diam memandangnya. “Ada hal yang kau pikirkan, Donghae-ya?” tanya Kyuhyun dengan nada senormal mungkin. Ia bersyukur obat yang disuntikan dokter sudah bekerja sehingga suaranya tidak terdengar menyedihkan. Ia merasa tidak nyaman jika orang-orang memandangnya dengan perasaan kasihan ataupun khawatir. Hal itu benar-benar bisa membuatnya kesal.
Semua mata tertuju kepada Donghae. Namun namja itu justru membungkukkan tubuhnya sebelum bangkit berdiri dan berlalu.
“Dia aneh sekali.” Siwon menautkan kening.
“Ada yang ingin aku bicarakan dengan euisa-nim. Kalian keluarlah dahulu.”
“Tapi, Jeonha…”
“Ajussi, sepertinya sudah waktunya makan siang. Sebaiknya Siwon dan Zhoumi tidak terlambat makan. Kita tidak tahu kapan musuh akan datang.” Meski terdengar pelan, Kyuhyun mengatakannya dengan tegas; Membuat Shindong tahu bahwa junjungannya itu tidak ingin dibantah. Mereka bertiga harus keluar dari sana.
.
.
Kyuhyun menunggu sampai tinggal dokter dan dirinya di kamar itu. Ia meminta sang dokter menutup pintu kamar bagian luar dan pintu bagian dalam. Ia tidak ingin seorangpun mendengar pembicaraan mereka.
“Bagaimana kondisiku, Euisa-nim?” tanya Kyuhyun begitu dokter kembali duduk di sisi pembaringannya.
“Mianhamnida, Jeonha. Kondisi Anda tidak baik.”
Kyuhyun mencoba mengingat kejadian saat itu. Tidak ada yang terjadi saat ia melakukan pemanasan dengan memainkan pedangnya. Namun saat ia merapal jurus Jujak untuk berlatih, tiba-tiba jurus itu menyerang dirinya sendiri.
“Sepertinya tubuhku tidak apa-apa.” Kyuhyun mengamati kedua lengannya yang tidak memperlihatkan luka bakar, begitu pula bagian tubuh yang lain.
“
Comments