2 - Small Talk

Unfathomable Friends

SMALL TALK

 

"Baek, jangan ganggu aku malam ini! Aku butuh tidur yang cukup."

Baekhyun seringkali mengirimkan pesan atau menelponku tengah malam hanya untuk mengobrol karena kebiasaan insomnianya. Sekarang kami sudah sampai di depan gedung apartemenku. Aku membuka helmet yang kugunakan kemudian meregangkan kedua tanganku sembari menguap sesekali.

"Baiklah." Baekhyun mendesah.

Baekhyun segera melesat dengan sepeda motornya. Jarak apartemen Baekyun hanya berselang 2 blok dari apartemenku, itulah yang membuat kami sering pergi bersama ke universitas.

Kubuka pintu apartemenku, aku mulai melepaskan mantel dan scrafku menaruhnya sembarangan di atas sofa. Beruntung apartemen ini masih memiliki penghangat ruangan walaupun dengan harga sewa yang sedikit miring. Kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi, aku berhenti didepan cermin melihat pemandangan wajahku di depan cermin 'Luhan benar,  aku berantakan sekali hari ini' aku berkata pada bayanganku di cermin. Aku membasuh wajahku dengan dinginnya air yang keluar dari keran.

Setelah kembali dari kamar mandi aku segera berganti pakaian dengan piyama Hello Kitty favoritku. Aku merebahkan tubuhku diatas tempat tidur, tanganku bergerak meraba-raba saklar lampu disebelah tempat tidurku untuk mematikan lampu.

Aku menutup kedua mataku, memasuki alam mimpiku.

 

***

 

Aku terbangun dengan suara nyaring alarm,  aku  merangkak ke nakas di samping tempat tidur meraih ponsel untuk mematikan alarmnya. Aku mencoba memfokuskan pengelihatanku, melihat digit jam pada layar ponsel  'de-la-pppa  ti-ga-pu-luh' aku mengernyit mulai memikirkan sesuatu yang harus dilakukan hari ini, kulirik sticky note diatas meja belajarku 'Tambahan kuliah Kang-nim pukul 9. Tidak ada kata terlambat'. Tulisan tebal ber-highlight kuning terang itu itu membuat mataku terbuka lebar dari sebelumnya.

Terlambat lagi. Ceroboh. Awal pagiku selalu seperti ini.

Aku segera bangkit dari tempat tidurku berlari menuju kamar mandi, tidak lebih dari 10 menit waktu yang kubutuhkan untuk mandi. Aku masih mengenakan bathrobe, tangan kiriku sibuk menggerak-gerakan hairdryer untuk mengeringkan rambutku. 'Dimana ayolah dimana!' aku berkata gusar, mengobrak abrik isi lemari mencari salah satu celana jeans sebelum akhirnya aku menyadari semua celana jeansku masih ada di laundry, sial.

Akhirnya kuputuskan mengambil dress berwarna merah muda dengan panjang selutut dan belt di pagian pinggangnya. Setelah kukenakan baju pilihanku, kuambil stocking dan mantel berwarna hitam dan memakainya. Demi Tuhan ini musim dingin dan aku akan mati kedinginan jika hanya memakai dress seperti itu. Aku melangkah menuju ambang pintu meraih tas diatas sofa dan boots hitam di rak sepatu. Aku segera keluar dari apartemenku, mengunci apartemen dengan tergesa-gesa dan mengambil langkah seribu menuju Universitas.

Baekhyun baru saja sampai di depan gedung apartemenku. Beruntung hari ini jadwal kuliahku dan Baekhyun sama sehingga kita dapat berangkat bersama.

 

Aku baru sempat mengecek ponsel begitu kelas Kang-nim selesai. 15 panggilan tak terjawab dan 15 pesan dari Luhan. Aku membaca setiap pesan yang dikirimkan Luhan. Aku berjalan menuju perpustakaan tanpa memerhatikan pandangan di depanku karena terlalu sibuk membalas pesan Luhan.

"Apa kita harus selalu bertemu seperti ini?" Seseorang menahan bahuku hingga langkahku terhenti, kuarahkan pandanganku pada seseorang yang berdiri didepanku.

"Luhan, wow kita bertemu lagi! Aku sedang mengirim pesan untukmu." Aku menyapa nya dengan penuh semangat,  Aku juga menunjukan pesan yang sedang kukirim pada Luhan. 

Dia selalu tampak tampan setiap harinya, hari ini bahkan dia lebih tampan dari kemarin, dengan gaya rambut spike yang sedikit berantakan dia terlihat semakin cool.

"Asal kau tahu, aku tidak berharap bertemu kau dengan cara yang sama seperti kemarin. Kau hampir menabrakku lagi! " Luhan tertawa.

"Ah, mianhae aku tidak berhati-hati."

Aku menunduk menyadari begitu cerobohnya diriku, sudah 2 kali menabrak seseorang karena tidak memperhatikan jalan, tertidur di cafetaria, dan hampir seminggu terlambat masuk kelas karena melupakan jadwal kuliah. Aku berdecak kesal menyadari betapa berantakannya hari-hariku, bahkan ini tahun terakhirku di universitas seharusnya aku dapat melakukan yang terbaik.

 

Aku mengembalikan pandanganku pada Luhan "Luhan, kau mau kemana?"

 

"Perpustakaan." Luhan menjawab enteng.

 

Kami berdua berjalan berdampingan menyusuri beberapa lorong, mengingat tempat tujuan kami sama yaitu perpustakaan. Jarak dari kelas Kang-nim ke perpustakaan cukup jauh, waktu yang cukup bagi kami untuk membicarakan beberapa hal.

Aku memulai pembicaran dengan Luhan, dengan pertanyaan yang sempat tertunda kemarin “Luhan bisakah kau menjelaskan bagaimana kau ada disini? Mian, semalam aku tertidur sehingga aku tidak menjawab tel-”

"Aku tahu kau pasti tertidur.” Luhan memotong perkataanku.

“Ah, ne. Jadi kau bisa menjelaskan sekarang..” Aku menatap Luhan penuh harap.

“Aku kuliah di Universitas Seoul, mengambil jurusan arsitektur, aku ditugaskan oleh dosenku membantu proyeknya disini. Aku dan keluargaku pergi ke Korea begitu kami meninggalkan China 6 tahun yang lalu. Selama sekolah menengah aku tinggal di Ilsan, kemudian pindah ke Seoul untuk melanjutkan kuliah. Orang tuaku masih tinggal di Ilsan hingga sekarang.” Luhan mengambil nafas dan melanjutkan perkataannya “Hmmmmm alasan aku dan keluargaku pergi dari China kau sendiri pasti sudah mengetahuinya, ne?" Luhan mengalihkan pandangannya kearahku.

Melihat raut muka Luhan yang berubah dari cerah menjadi muram ketika Ia mulai menceritakan kepergiannya dari China aku tidak sampai hati menceritakan apa yang orang-orang dahulu katakan mengenai kepergian Luhan dan keluarganya.

 

 

Flashback

“Eomma, Apa Luhan benar-benar pindah dari sini?” Aku berjalan bergandengan dengan ibuku melewati rumah Luhan.

“Ne, Eomma rasa mereka sudah pergi sayang.” Ibuku mengelus puncak kepalaku.

“Nyonya Park, kurasa mereka pergi karena terlilit hutang!” Seorang Ahjumma menginterupsi pembicaraan kami, dengan nada bicara yang menyebalkan.

“Apapun alasan mereka pindah kita tidak tahu, lebih baik kita tidak berburuk sangka.” Ibuku memberi penjelasan lain terhadap Ahjumma tersebut.

“Ah, Nyonya Park aku tahu kau juga mengetahuinya, rumah kalian bahkan bersebelahan. Orang sombong seperti mereka memang lebih baik pindah dari sini!” Ahjuma tersebut menyolot pada ibuku.

“Cukup! kita seharusnya tidak membicarakan orang lain.” Ibuku menaikkan volume suaranya.

“Mereka selalu bertindak semau mereka karena merasa yang paling kaya disini huh, sekarang mereka pasti sedang terpuruk akibat bisnisnya yang hancur.” Ahjumma tersebut tetap mencerocos tak mengindahkan peringatan dari ibuku sebelum akhirnya ibuku menatapnya dengan tajam seolah memberi isyarat ‘tutup mulutmu’, Ahjumma tersebut akhirnya melengos meninggalkan kami berdua.

Butuh waktu lama bagiku menyadari apa yang dibicarakan Ibuku dan Ahjumma tersebut.

Akhirnya kami kembali kerumah, Aku duduk di meja menopang dagu memerhatikan punggung Ibuku yang sedang sibuk memotong beberapa sayuran. “Eomma, apa yang dikatakan Ahjumma itu benar?”

“Ne?” Ibuku menjawab tanpa berbalik kepadaku.

“Hmmmm, tentang Luhan. Apa orang tuanya pergi karena-”

Ibuku meninggalkan pekerjaannya beberapa saat, berbalik dan berjalan menghampiriku mengambil duduk di sebelahku. “Sayang, setiap orang mempunyai cara masing-masing untuk menyelesaikan masalahnya. Jika nanti kau sudah dewasa, kau akan tahu jika hidup tidak selalu berjalan mulus seperti yang kita harapkan.”

Aku sudah mendapatkan jawabanku.

 

“Min Gi-ah,” Luhan membuyarkan lamunanku.

 

“A-a-ku sedang tidak ingin membicarakannya disini." Jawabku sedikit tegagap.

 

Luhan menarik nafas panjang dan membuang ke udara "Arraseo, sekarang ceritakan padaku bagaimana seorang Digimin terdampar di Seoul?" Luhan kembali menatapku dan tertawa kecil.

 

"Akuuuu hmmmmmm, aku menerima beasiswa disini. Appa juga sangat menginginkan aku kuliah disini dan menjadi seorang reporter sepertinya, meskipun aku sedikit tidak menyukai ini, tapi aku tidak memiliki pilihan lain." Aku hanya memandang jalanan di depan kami sambil memainkan kuku-ku di jemariku.

 

Jeongmal? Sejak kapan kau menurut pada Appa?” Luhan terkejut.

 

“Sejak aku kuliah disini.” Jawabku enteng.

 

“Kupikir kau akan mengambil jurusan seperti seni musik atau sesuatu yang berhubungan dengan seni, kau bernyanyi dengan baik. Apa sekarang pita suaramu sudah rusak sehingga kau tidak bisa bernyanyi lagi?” Tanya luhan.

 

“Pabo! Jika aku tidak memiliki pita suara aku sudah menjadi orang bisu!” Aku menyentak Luhan

 

“Jadi, kau melakukan semua ini untuk Appamu?”

 

“Aku tidak punya alasan untuk menolaknya, Eomma juga mendukungku.”

 

"Aku mengerti, dimana orang tuamu sekarang?"  Luhan berjalan mendahuluiku dan berdiri di depanku dengan antusiasmenya mendapat  jawaban atas pertanyaan yang ia lontarkan.

 

"Mereka tinggal di China, aku tinggal sendiri disini." Jawabku singkat.

 

Luhan memang sangat dekat dengan orang tuaku, terlebih karena Appa yang selalu mengatakan ingin memiliki seorang anak laki-laki. Karena rumah kami yang bersebelahan, Luhan hampir setiap hari datang kerumahku untuk bermain denganku atau menemani Appa bermain catur. Orang tua Luhan sangat sibuk dengan urusan bisnisnya, bahkan Luhan sering tertidur di rumahku, barulah pada malam harinya orang tua Luhan datang menjemputnya ketika ia sudah tertidur lelap.

Pertanyaan Luhan mengenai orang tuaku memanggil sebagian kecil memori yang pernah terjadi antara aku dan Luhan. Pada saat itu Luhan berkata padaku...

"Digimin, aku ingin sarapan dan makan malam bersama dengan orang tuaku sepertimu, dapat melihat wajah mereka setiap saat. Digimin, bahkan seminggu ini aku merasa tidak bertemu orang tuaku ketika mereka datang aku sudah tertidur dan ketika mereka pergi aku belum bangun dari tidurku. Aku begitu menyedihkannya, aku tidak lebih berharga dari pada uang yang mereka cari".

Saat itu kami masih berusia sekitar 8 tahun, saat Luhan berkata seperti itu padaku dengan entengnya aku menjawab..

“Luhan, kau hanya perlu tidak tidur, jadi kau bisa bertemu dengan orangtuamu.” seketika setelah aku berbicara padanya, ia hanya menatapku dengan tatapan kosong dan mulut menganga.

Aku terkekeh sendiri saat mengingat kejadian masa lalu bersama Luhan.

“Min Gi-ya apa yang kau tertawakan?” Luhan menatapku heran.

Ani,” Aku menggelengkan kepalaku.

 

Dua orang telah menyambut kami di depan Perpustakaan, salah satunya aku tentu tahu siapa itu, Park Chanyeol. Chanyeol memang sedang mengisi waktu luang menunggu upacara kelulusannya, ia sering berada di perpustakaan untuk membantu beberapa dosen, Chanyeol bukan seseorang yang jenius atau kutubuku, ia adalah salah satu gitaris band universitas. Dengan tinggi badan yang proporsional, mata bulatnya, hidung mancung dan tentu saja suara beratnya yang sering dikatakan para perempuan sebagai suara yang y itu sudah menjadi modal yang lebih dari cukup menjadikannya seorang yang populer di universitas.

Chanyeol belajar menjadi seorang reporter dengan alasan sama sepertiku, kakak perempuan Chanyeol telah sukses menjadi seorang reporter dan pembaca berita di salah satu stasiun televise. Orang tua Chanyeol berpikir hal yang sama akan terjadi pada Chanyeol. Mereka sama sekali tidak mengetahui apa yang dilakukan pria tampan dengan telinga hampir mirip Yoda ini, sesekali ia membayar seseorang untuk mengerjakan tugasnya, tertidur di kelas, bahkan dipanggil dosen karena menggunakan joki saat ujian. Beruntung Chanyeol bisa lulus tepat waktu dari sini, mungkin ini salah satu keajaiban untuknya.

Seorang namja disamping Chanyeol dengan tinggi kurang lebih 10 cm lebih pendek darinya berambut hitam, mata yang besar dan bibir merah seperti buah ceri, aku tidak pernah melihatnya disini.

“Kyungsoo, kau datang lebih awal hari ini.” Luhan menepuk pundak namja tersebut.  

“Min Gi-ah, kau mengenal Luhan rupanya, karena kalian berdua berasal dari China ne?” Chanyeol bertanya padaku.

“Ne, kami teman lama. Sunbae apa yang kau lakukan disini?” Aku berbalik bertanya pada Chanyeol.

“Aku membantu mereka berdua, mendokumentasikan hasil kerja mereka” Chanyeol tersenyum padaku.

Bisa-bisanya seorang Park Chanyeol membantu pekerjaan seorang dosen, entah angin apa yang membawa dosen tersebut mempercayai Chanyeol untuk membantunya.

“Min Gi, ini temanku Do Kyungsoo,” Luhan memperkenalkan Kyungsoo padaku.

“Ah, Park Min Gi imnida.” Aku menyodorkan tanganku untuk bersalaman dengannya.

“Do Kyungsoo imnida.” Kyungsoo menjabat tanganku dan tersenyum.

Luhan dan Kyungsoo terlebih dahulu memasuki perpustakaan, untuk menemui Song-nim yang sedang bercakap-cakap dengan dosen mereka.

Aku menarik lengan Chanyeol dan berbisik padanya “Chanyeol, kau bilang kau akan membantu pekerjaan mereka dan Song-nim?” Aku menaikkan alisku menatap heran Chanyeol.

“Tentu, aku bekerja sukarela untuk ini dan untuk Song-nim aku anggap ini sebagai balas budi karena dia banyak membantu penyusunan skripsiku.” Jawab Chanyeol.

“Kurasa Song-nim menyukaimu dan dia berusaha mendekatimu” Aku terkekeh disamping telinga Chanyeol.

Song-nim adalah satu-satunya dosen yang masih memiliki status single di prodi jurusanku. Song-nim memiliki ukuran tubuh dua kali lipat dari ukuran tubuh perempuan biasanya, beberapa mahasiswa yang lancang sering menjulukinya Madame Ursula (Pemeran Gurita Jahat dalam film Disney The Little Mermaid). Selain itu Song-nim juga terkenal akan kekejamannya pada para mahasiswa pemalas. Well, kurasa tidak ada alasan lain selain ketampanan Chanyeol yang membuat Song-nim membantunya.

“Aish! Kau benar-benar Park Min Giiiiiiii!” Chanyeol memukul kepalaku.

“Hentikan!” Aku menggengam tangan Chanyeol menghentikan pukulannya padaku. “Aku sudah memaggilmu Sunbae hari ini. Berlaku baiklah padaku sunbaeeeeeee~”

“Aku merasa reputasiku turun karena kau bilang Madame Ursula mendekatiku,” Chanyeol menggeleng. “Dan kau memang seharusnya memanggilku Sunbae!”

“Aku tidak akan mengganggumu, aku masih memiliki banyak pekerjaan, Fighting Yoda!!” Aku melengos meninggalkan Chanyeol sebelum Chanyeol memberikan pukulan selanjutnya padaku.

 

***

 

Aku mengambil posisi duduk yang berjauhan dengan Chanyeol, Luhan dan Kyungsoo. Aku berjalan menyusuri rak-rak buku mencari buku Communicating Science untuk menyelesaikan essaiku. Oke, ternyata aku berhenti di barisan rak buku cerita fiksi dan sudah 30 menit kuhabiskan waktuku disini, perlu diakui aku adalah salah satu penggemar Sir Arthur Conan Doyle, puluhan cerita pendek tentang Sherlock Holmes sudah rampung kubaca, dengan terpaksa aku harus mengakhiri hobiku sekarang mengingat buku yang seharusnya aku cari belum kudapatkan.

Aku duduk di salah satu meja di pojok perpustakaan. Membolak balik halaman buku yang membuatku menguap ratusan kali, sial konsentrasiku terganggu oleh sepasang kekasih yang sedang belajar bersama di sampingku, pria tersebut menerangkan sebuah rumus fisika atau matematika entahlah aku tidak tahu itu sementara sang kekasih mengeluh dengan suara manja dan cemprengnya yang hampir mirip suara Dipsy Telletubies yang sedari tadi menusuk-nusuk indera pendengaranku. Huh, bisa-bisanya memilih perpustakaan untuk adegan romantisme semacam itu, aku memasangkan earphone di telingaku dan mulai memutar lagu yang belakangan ini menjadi favoritku dengan volume full. Beberapa menit berlalu aku dapat mendapatkan konsentrasiku kembali setelah suara si Dipsy lenyap dari pendengaranku. Akhirnya aku dapat memperoleh suasana yang tenang, sampai akhirnya...

KRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINGGGGGG!!

Aku berteriak segera melepaskan earphone, mendadak ada sebuah telepon masuk ke ponselku yang sedang dalam keadaan menyolok earphone dengan volume full. Demi tuhan semoga gendang telingaku tidak pecah. Segera kuambil ponselku yang masih bergetar,

Kim Hyemi, I will kill you!

“Min Gi-ah, kau dimana?”

“Perpustakaan, wae?”

“Datanglah kesini, ke Studio Dance temani aku dan Baekhyun.”

“Aish kau tidak sendiri Hyemi, Baekhyun ada disitu kan?”

“Ttt-tta-pi Baekhyun memintaku memanggilmu,”

“Tidak, aku sedang belajar. Jangan ganggu aku!”

Aku menutup teleponku tanpa menunggu jawaban dari Hyemi. Aku mengembalikan perhatian pada buku di depanku, tetapi lagi-lagi ponselku berdering. Kali ini layar ponselku menunjukan..

Calling from Crazy Rapbyun

“Baek, berhenti mengganguku! Aku sedang berkonsentrasi untuk belajar jadi hen-”

“Min Gi, kutunggu kau 5 menit dari sekarang kalau tidak aku akan mengeluarkanmu dari tim drama musikal.” Baekhyun berbicara dengan nada penuh ancaman, sial kali ini aku tidak mempunyai pilihan lain selain menemui dua alien di Studio Dance.

Aku, Baekhyun dan Chanyeol merupakan anggota dari klub musik universitas, sementara Sehun dan Hyemi tergabung dalam klub dance. Setiap menjelang natal kami bekerja sama untuk menampilkan sebuah drama musikal. Ini adalah ketiga kalinya aku mengikuti drama musikal. Sebelumnya pada drama musikal pertamaku, aku hanya berperan sebagai kupu-kupu yang bergerak kesana kemari, tahun kedua ada kemajuan aku berperan sebagai ibu peri dan menyanyikan lebih banyak lagu, untuk sekarang aku berharap mendapatkan peran yang lebih baik.

Aku tiba di Studio Dance, ternyata ada 3 alien disana, Sehun yang sedang mencoba menyamakan gerakan dengan hentakan musik, Hyemi yang menjadi penonton setia Sehun, dan Baekhyun yang sedang berbaring di lantai sambil memainkan ponselnya.

I’m coming!!!!” Seruku pada ketiga orang tersebut. Hyemi menempatkan jari telunjuk di bibirnya, mengisyaratkan aku agar tidak berisik karena akan mengganggu konsentrasi Sehun, aku mengangguk mengerti berjalan mengendap-ngendap dan duduk disebelah Baekhyun. Baekhyun bangun dan memandangku sekilas.

“Kau datang, takut dengan ancamanku?”

“Baek, ayolah aku hanya mencoba profesional disini, selama kau masih menjadi ketua klub musik” Aku berbisik di dekat telingan Baekhyun.

Arraseo.” Baekhyun menjawab singkat kemudian mengambil kertas-kertas disampingnya. “You’re the next Cinderella” Baekhyun memberikan kertas-kertas itu padaku.

Mwo?” Aku melongo menatap Baekhyun.

“Ambilah! Ini scriptmu!” Baekhyun menyentakku.

“Baek, aku tidak yakin dapat melakukan semua ini.” Aku mendesah sembari mebolak-balik script yang diberikan Baekhyun.

“Tentu saja bukan aku yang memilihmu, Sutradara Kim sendiri yang menginginkannya.” Baekhyun memukul kepalaku dengan kertas-kertas lain yang dipegangnya.

“Baiklah, sekarang katakan padaku Baek siapa yang menjadi pangerannya?”

Baekhyun tidak memandangku, ia memandang Sehun yang serius berlatih, tapi kupastikan ia mendengar apa yang aku tanyakan.

“Park Chanyeol” Ucapnya.

Jinjja? Jinjjaro??” Aku terkesiap dengan jawaban Baekhyun.

 

 

Anyeooooooong Reader :) Ini adalah sequel kedua dari Unfathomable Friends.

Thank youuuuu for reading, Well it’s my first fanfiction. Next Chapter I’ll update soon.

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
autumndoor
Editing is going on. Sorry :(

Comments

You must be logged in to comment
baekness58 #1
Chapter 15: waw.. mengharukan banget. cara ngelamarnya baekhyun dann ternyata anaknya pun ikut2an juga.
tentang percakapan minhyuk dan baekhyun, aku terharu dengernya
bener2 aku pengen nangis bahagia
apalagi yang minhyuk minta dikasih liat peri cahaya sama kata2 terakhir
itu bener2 kena banget di hati /? itu juga kalimat yang bener2 pas buat nutup cerita ini. keep writingg!!
gogigirl #2
Chapter 15: Ceritanya bagus.. Suka
baekness58 #3
Chapter 14: ini bener2 chapter yang aku suka banget.. baekhyun sweet bener dah. trus yang baekhyun nyium min gi itu seneng nya ga main beneran dah. seneng banget mereka uda balik. min gi juga uda bebas dri keterpurukannya itu. yaampun kalimat terakhir bener2 dah. sekarang yang pikirannya bermasalah baekhyun atau min gi ni hahhahahhahha
carikan pasangan buat chanyeol oke.
ggamjjongin
#4
Chapter 14: ini lucuuuu >< sweet bgt sih mereka berdua. heueueueueu
baekness58 #5
Chapter 13: Aduh aku penasaran banget
Cepet next chapter yaaa
jesikamareta10 #6
Chapter 13: aku menunggu kelanjutannya, penasaran deh min gi bisa ngomong gak ke baekhyun
jesikamareta10 #7
Chapter 12: baeki kok kabur gitu aja sih, kan jadi gtw perasaan min gi gimana
xhxrat_ #8
Chapter 13: Next chapt thor~~
kyungie12_ #9
Chapter 12: mudah mudahan min gi bisa sama baekhyun endingnya amin
cepat lanjutkan ya thor
hwaiting
ggamjjongin
#10
huft.... luhan.... huft...