1 - Coincidental Meeting

Unfathomable Friends

COINCIDENTAL MEETING 

 

Hari ini dipastikan menjadi hari yang berantakan bagiku, setelah semalam suntuk mengerjakan tugas dari Choi-nim sekarang aku diambang keterlambatan masuk ke kelasnya. Bis sudah lewat di daerah sekitar apartemenku, sedangkan kelas Choi-nim akan dimulai pukul 08.30, 30 menit dari sekarang. Keberuntungan memang sedang berada jauh dariku—hari ini aku tidak bisa meminta Baekhyun pergi bersama ke Universitas karena jadwal kami berbeda, percayalah ia masih meringkuk diatas tempat tidur. Aku berlari menuju perempatan jalan berharap menemukan taksi.  

Ah, Terimakasih Tuhan. Sebuah taksi berhenti di depanku.

Segera setelah turun dari taksi yang sudah menyelamatkanku aku berlari menuju kelas, melewati kira-kira 3 gedung perkuliahan jurusan lain dan akhirnya sampai di gedung perkuliahan Jurusan Ilmu Komunikasi. Beberapa teman yang menyapaku di lorong bahkan aku abaikan, sedikit beruntung karena kelas Choi-nim ada di lantai 1, sehingga energiku tidak habis untuk menaikki tangga. Kulirik jam tangan di pergelangan tangan kiriku, 5 menit lagi.

Aku menaikkan kecepatan berlariku, sampai akhirnya..

BRUUUUUUUUUUUKKKKKKKKKK!

Seseorang menabrakku dari arah berlawanan. Beberapa kertas hasil kerja kerasku semalam berceceran di lantai.

Sial!

Aku sama sekali tidak peduli siapa orang yang telah menabrakku atau yang kutabrak itu—mungkin pandanganku tidak fokus akibat tidur terlalu larut. Kertas – kertas tugasku menjadi benda yang sangat berharga saat ini, dengan segera kuambil satu persatu kertas yang tercecer di lantai.

2 menit terakhir  saat aku melirik jam tanganku. Aku segera berdiri dan berlari menuju kelas tanpa memperdulikan orang yang bertabrakan denganku. Aku hanya melihatnya sekilas bahkan tidak sempat meminta maaf.Tuhan tolong maafkan aku.

Suasana ruang kelas terasa horror bagiku, Choi-nim duduk di meja depan dengan kacamata yang dikaitkan di bagian tengah hidungnya. Aku berjalan menuju mejanya menyerahkan tugasku, kemudian berbalik arah mengedarkan pandanganku kesetiap bagian ruangan—mulai  mencari tempat duduk yang kosong. Ya, hanya tinggal 1 disini tepat di depanku dan di depan Choi-nim lebih tepatnya, ini benar-benar hari yang menyeramkan.

2 jam 30 menit aku berusaha menahan rasa kantukku didalam kelas. Choi-nim akan memberi nilai terburuk bagi setiap mahasiswa yang tertidur di kelasnya—ancaman yang mampu membuatku bertahan. Setiap penjelasan yang dikemukakannya seperti angin lalu bagiku, kurasa tak ada satupun kata yang hinggap di otakku, kecuali saat Choi-nim tiba-tiba menghampiriku, menatapku dengan tatapan menyeramkannya dan bertanya, “Nona Park, mengerti dengan apa yang kujelaskan?”

Aku membeku, Choi-nim pasti menyadari ada dimana pikiranku sekarang meskipun mataku tetap memandangi bagan yang telah ia buat di papan tulis. Lost mind—begitulah yang kurasakan sekarang, aku menghembuskan nafasku mencoba menenangkan diri.

“Ya, seongsangnim.”

Beruntung jawaban dariku pada Choi-nim menjadi momen terakhir untuk kelas hari ini sehingga dia tidak akan menjeratku dengan pertanyaan – pertanyaan  yang lain.

***

"Mingi-ah kau baik-baik saja?" Hyemi baru saja mengambil sandwich dan segelas jus jeruk dari salah satu kedai di cafetaria dan duduk tepat dihadapanku.

"Buruk, aaaaaaah aku butuh tidur." jawabku frustasi.

Aku sama sekali tidak mengubah posisiku sejak pertama kali datang ke cafetaria, menenggelamkan kepala dalam tumpukan kedua lengan diatas meja. Kepalaku rasanya memiliki beban sepuluh kali lipat sekarang hingga mataku pun tidak dapat mentolerannya.

Mataku terpejam cukup lama, jika Hyemi tidak datang dihadapanku mungkin aku tidak akan bangun. Sayang sekali, kedatangan Hyemi sama sekali tidak membuatku mengurungkan niat untuk masuk ke alam mimpi, sebelum seseorang datang menghampiriku..

"Putri tidur bangunlah! Sebelum aku suruh petugas keamanan menciummu." Pria itu berbisik padaku sembari melingkarkan tangannya di pundakku dari belakang.

"Jangan membangunkanku, Ini bahkan belum tengah hari!" Aku berbicara pada pria berambut brunette dengan tinggi 174 cm itu setengah berteriak. Bisa – bisanya  pria ini membangunkan tidurku yang baru sebentar, padahal dia tahu betul aku hampir tak tidur semalam.

Aku terbangun dari tidur singkatku untuk kedua kalinya. Aku mengangkat kepalaku sambil mengucek kedua mataku—mencoba memfokuskan pengelihatanku. Kulihat cafetaria tidak seramai biasanya, beberapa bangku kosong di hadapanku dan tidak banyak mahasiswa berseliweran disini. Aku mengalihkan pandangan pada jam dinding besar di tengah-tengah cafetaria, aku hanya tertidur kurang lebih 20 menit sejak pertama aku datang ke tempat ini tepat kelas Choi-nim selesai.

"Ya Tuhan, Park Min Gi kau akan mempermalukan dirimu sendiri tidur disini, kau sangat menyedihkan seperti seorang gadis remaja patah hati yang tidak tidur semalaman karena menangisi kekasihnya, oh-"

"Oh, bahkan kau tidak berterimakasih padaku Byun Baekhyun? Semalam aku membuang waktu mengerjakan tugasku beberapa jam hanya untuk membantumu menerjemahkan bahasa mandarin, kau ini benar-benar tidak tahu berterimakasih!" Tanganku menggebrak meja cafetaria yang sedang kami tempati sambil menatap Baekhyun dengan penuh emosi.

"Min Gi-ah, sahabatku tersayang, bahkan kau tidak harus memintaku berterimakasih" Baekhyun mencondongkan kepalanya kearahku dan menatapku. "Aku punya sesuatu untukmu, Ta Daa!" Sebuah kotak kecil berwarna silver ia keluarkan dari tasnya, kemudian dia beranjak dari kursinya—berjalan ke tempat  kosong disebelah kursiku dan berlutut disampingku.

"With my pleasure i give this for my sleeping beauty." Baekhyun menatapku dengan puppy eyesnya dan tersenyum manis. Aku bersumpah jika para fangirl Baekhyun ada disini mereka akan menelanku detik ini juga.

Byun Baekhyun—Ketua  Klub Musik Universitas sekaligus penyandang titel Bestfriend Forever kedua bagiku setelah Hyemi. Kemampuan olah vokal diatas standar membuatnya sering mengisi berbagai acara besar universitas, suaranya mampu membuat setiap gadis yang mendengarnya meleleh. Selain itu, Baekhyun memiliki penampilan yang menarik—guyliner. Begitu orang – orang memanggilnya. Baekhyun tak pernah lupa menggunakan benda itu hanya untuk membuat matanya memiliki double-eye-lid. Beruntung benda itu tidak membuatnya menjadi seperti pria gothic atau emo style dan sial dia terlihat semakin tampan dan seksi dengan itu. Jadi kiranya itulah yang membuat Baekhyun memiliki banyak  fangirl.

"Wah, Baekhyun kau memberinya hadiah? Apa kau mempersiapkan sesuatu untukku juga?" Hyemi hampir tersedak karena mulutnya yang masih dipenuhi sandwich.

"Hyemi, aku sama sekali tidak ingin mencari masalah dengan seseorang seperti Oh Sehun, kau mengerti?" Baekhyun berdeham dan mengalihkan pandangannya ke arah Hyemi.

"Hentikan Baek, bangunlah! Kau membuatku malu." Aku menarik lengan Baekhyun untuk duduk di tempatku, sementara aku bergeser ketempat duduknya yang semula.

“Malu? Kenapa? Kau seharusnya merasa beruntung mendapat perlakuan seperti ini dariku.” Baekhyun memprotes kata – kataku  sambil beranjak bangun dari kursinya.

“Jika kau bukan sahabatku, aku akan menendangmu sekarang juga! Duduk! Diamlah, ini perintah!” Aku menarik lengan Baekhyun agar dia duduk di tempatnya kembali sambil menginjak sneakersnya dengan sepatuku.

Akhirnya Baekhyun menuruti permintaanku, sekarang dia duduk manis disebelahku tampak seperti anak sekolah dasar sehabis dimarahi gurunya. Tanpa banyak bertanya kuraih kotak silver yang masih ada dalam genggaman Baekhyun untuk segera dibuka. Hyemi tak pernah meninggalkan pandangannya dari hadiah yang Baekhyun berikan padaku, aku jamin Hyemi penasaran dengan isinya.

"Baekhyun, ini.. gelang?" Aku memegang benda pemberian Baekhyun dengan jempol dan jari telunjukku dan memerhatikannya dengan seksama.

"Tentu saja bodoh, jika itu kalung diameter lehermu akan sekecil itu daaaan kau mungkin terlihat seperti jerapah." Baekhyun tertawa, mungkin dia sedang membayangkan jika aku menjadi seekor jerapah sekarang.

"Baekhyun kau tidak adil, kau memberikannya gelang dan kau tidak memberiku apa-apa, ah Byun Baekhyun kau sangat menyebalkan." Hyemi mengerucutkan bibirnya dan menatap Baekhyun kesal.

“Kau sama sekali tidak lucu Hyemi! Kau dapat meminta 1000 gelang seperti itu pada Sehun." Timpal Baekhyun sembari menekankan jari telunjuknya di kening Hyemi.

"Baiklah, terimakasih Baek Bunny Sweety." Aku merangkul bahu Baekhyun dengan tangan kiriku dan tersenyum padanya.

Sebenarnya yang kulakukan hanya untuk membuat Hyemi semakin kesal. Hyemi seringkali masih menunjukkan sifat kekanak – kanakannya  di depan kami. Itulah yang membuatku  ingin membuatnya semakin kesal dan hal seperti ini hanya kami lakukan ketika kami tidak bersama Sehun.

Tentu saja, Sehun adalah tameng terkuat bagi Hyemi untuk berlindung.

"Ah! akhirnya kau yang pertama mengucapkan terimakasih padaku." Baekhyun mengejekku, "Ini adalah gelang keberuntungan. Kau harus tah!  Gelang ini tidak aku dapatkan dengan mudah. Aku meminta Ayahku membelikannya untukku saat dia berada di Paris, jadi jagalah dengan baik." Ucap Baekhyun sembari memasangkan gelang tersebut di pergelangan tanganku. Tidak dapat dipungkiri selain tampan dan pandai bernyanyi Baekhyun juga berasal dari keluarga kaya raya.

"Baekhyun, kau harus lebih sering berbuat seperti ini padaku dibanding mengejekku dengan leluconmu yang murahan."  Aku melirik kearah Baekhyun diiringi senyuman lebar.

Baekhyun menatapku dengan tatapan 'apa-arti-ucapan-terimakasihmu'.

Aku, Hyemi dan Baekhyun akhirnya melanjutkan kegiatan yang seharusnya kami lakukan di cafetaria—makan siang.

***

Aku, Hyemi dan Baekhyun berteman sejak kami masuk Universitas. Kami berada di kelompok yang sama ketika masa orientasi. Aku mengambil Jurusan Ilmu komunikasi, Hyemi—Manajemen  dan Baekhyun—Seni. Kami memiliki kepribadian dan ketertarikan akan suatu hal yang berbeda—tapi  itu bukanlah masalah.

Kami selalu membantu satu sama lain, seperti aku yang membantu Baekhyun menerjemahkan bahasa mandarin, Hyemi membantuku mencarikan buku – buku  yang aku perlukan di toko buku Ayahnya dan Baekhyun yang selalu menghibur kami dengan leluconnya yang kukatakan murahan itu—tetapi tetap menjadi bahan tertawaan kami. Anggota gang kami bertambah setelah Baekhyun memperkenalkan kami dengan temannya, Park Chanyeol dan Oh Sehun. Chanyeol ada dijurusan yang sama denganku sementara Sehun ada dijurusan yang sama dengan Baekhyun. Mereka berada 1 tingkat diatas kami. Tak ada panggilan formal, hanya kadang-kadang kami memanggilnya dengan panggilan sunbae atau oppa selebihnya kami sering memanggil nama satu sama lain dengan ejekan. Kecuali Hyemi yang selalu memanggil Sehun dengan panggilan oppa karena mereka sudah berkencan selama kira-kira 3 tahun ini, memang sedikit menggelikan, tapi apa yang bisa kau lakukan saat dua orang jatuh cinta?

***

Aku berjalan di lorong universitas—menuju parkiran bersama Baekhyun. Hyemi sudah meninggalkan kami beberapa menit lalu karena sang kekasih—Oh Sehun, meminta Hyemi menemaninya latihan menari.

"Tunggu." Baekhyun menghentikan langkahnya, mengambil ponselnya yang berdering di dalam saku mantelnya, kemudian menatapku heran.

"Hey, apa yang kau lakukan? Kau meneleponku disaat kita sedang bersamaan, oh kau sungguh-"

“Aku sama sekali tidak melakukan apa-apa disini.” Aku menjawab enteng, sebelum menyadari suatu hal.

"Ya Tuhan Baekhyun, ponselku ponselku!" Aku berjongkok, menjatuhkan tas ku diatas lantai,  merogoh setiap celah isi tasku yang berantakan, kemudian saku celana dan mantelku. Tidak ada, handphoneku tidak ada.

"Baekhyun cepat angkat teleponnya!" Perintahku, karena sebelumnya Baekhyun hanya memandangiku dengan wajah polosnya. Baekhyun memang kurang peka tehadap situasi semacam ini.

"Yeobseo? Nugu-ya?" Baekhyun mulai berbicara dengan seseorang yang memegang handphoneku sekarang. Aku menghentikan kegiatanku (memasukan barang-barang kedalam tasku).

"APA?" Baekhyun mengangkat sebelah alisnya kemudian melanjutkan berbicara.

"Byun Baekhyun, itu namaku". Baekhyun melepaskan ponsel dari telinganya kemudian menatapku dengan tatapan tajam. "Park Min Gi! Siapa yang memberimu izin menamai kontakku dengan nama Crazy Byunrapper ha?"

Sial, Aku tertangkap basah, aku memang menyimpan nomor Baekhyun di speeddial nomor 1 tak heran jika orang yang menemukan ponselku itu menguhubunginya. Nama itu—Crazy  Byunrapper,  aku berikan karena Baekhyun yang selalu mengikuti gaya rapper terkenal di Klub Musik Universitas—Kris Wu. Dia sangat membenci panggilan itu karena dia pikir dia tidak mengidolakan Kris, tapi disisi lain dia melakukan latihan rap seperti yang Kris lakukan, bahkan membeli jaket dan topi dengan brand yang sama dengan Kris. Selain itu, dia memang seperti orang gila menurutku, setiap tingkah lakunya yang sama sekali tidak dapat diprediksi dan membuatku pusing tujuh keliling.

"Baekhyun, tolong katakan pada seseorang yang sedang berbicara denganmu itu untuk mengembalikan ponselku, kumohon." Aku bergelayut di lengan Baekhyun dengan tatapan memohon.

"Tidak!" Baekhyun menggelengkan kepalanya.

"Byunnie, ayolah, kau sangat tampan sekali hari ini." Aku melepaskan tanganku dari lengannya dan memegang pundaknya dengan kedua tanganku.

"Tidak!" Baekhyun berteriak tepat di depan wajahku.

"Aku akan membelikanmu eskrim, bubble tea, sandwich, burger.." Kuturunkan tanganku dari pundaknya—mulai mencari cara mengambil ponsel dari tanganya. Perlahan tanganku mendekati ponsel yang sedang dipegangnya...

"Tidak, aku bilang tidak!" Baekhyun berteriak dan menjauhkan ponselnya dari tanganku.

"Baekhyun! Lihat dia mematikan panggilannya, Baekhyun bagaimana jika ia tidak mengembalikannya? Baekhyun kau keterlaluan!" Aku mulai gusar dan menatap Baekhyun kesal, aku ingin sekali memukulnya sekarang, tapi jika itu aku lakukan hanya akan memperburuk suasana.

"Minta maaf padaku, aku akan menelponnya balik." Baekhyun menatapku dengan tatapan mengejek.

Aku dan Baekhyun mudah sekali bertengkar akibat hal – hal kecil sekalipun. Baekhyun selalu menyebalkan. Aku yakin dia juga memberi nama yang  aneh  pada kontakku. Kali ini aku terpaksa harus menuruti keinginan pria cerewet ini. Aku melangkah mendekatinya, menatapnya dengan tatapan bersalah kemudian memeluknya dan berbisik, "Maafkan aku, aku menyayangimu." Aku menahan tawa, aku tidak percaya bahkan aku harus melakukan hal seperti ini untuk meminta maaf padanya.

"Apa yang kau lakukan? Aku tidak meminta kau memelukku." Baekhyun melepaskan pelukanku kasar.

Aku menatapnya sinis "Cepat telepon, Baek!"

***

"Aku akan menemuimu sekarang. Terimakasih." Perkataan terakhir yang kudengar ketika Baekhyun berbicara dengan seseorang yang menemukan ponselku, sementara aku melanjutkan memasukkan barang-barangku kedalam tas.

"Ayo, ponselmu ada di Gymnasium." Baekhyun menarik pergelangan tannganku.

Seorang pria duduk di bangku di depan ruang Gymnasium. Ia menggunakan mantel hitam, celana jeans berwarna gelap yang cocok dengan warna mantelnya dan tas slempang berwarna hitam berbahan dasar kulit yang mengkilap diatas pahanya. Rambutnya berwarna coklat tua seperti kepunyaan Chanyeol, dia terlihat tampan walaupun aku hanya melihatnya dari samping, kurasa dia lebih tampan jika aku melihatnya dari depan. Tidak ada tanda-tanda adanya orang lain di tempat itu, kupastikan dia-lah orang yang menemukan ponselku.

"Anyeonghaseyo." Sapaku sembari membungkuk di depannya. Mungkin sedikit mengagetkannya yang sedang melamun menatap lapangan di depan Gymnasium. Sementara Baekhyun hanya terdiam dibelakangku tanpa ekspresi yang bisa dijelaskan.

"Anyeong- Ah kau..." Pria tersebut berdiri dari posisinya semula.

"Min Gi? Park Min Gi?" Dia menatapku dengan senyum sumringah. “Aku benar, kau benar-benar Min Gi.” Dia melanjutkan kata – katanya penuh semangat. Ia berjalan mendekatiku kemudian berhenti saat jarak kami cukup dekat sehingga aku dapat memandang wajahnya dengan jelas.

Ia tepat di depanku, aku memandanginya dengan seksama sambil mencari beberapa memori tentang pria tersebut di otakku. Aku membeku ketika mulai menyadari siapa pria ini. Jantungku berdegup lebih cepat dari sebelumnya, aku menunduk beberapa saat untuk menghindari tatapannya sebagai bentuk antisipasi jika aku menunjukan reaksi berlebihan. Beberapa detik berlalu aku menatapnya kembali dan mulai membuka mulutku yang sebelumnya terkunci rapat

"Luhan."

"Min Gi-ah,  sungguh aku tidak percaya kita bertemu disini." Luhan tersenyum sambil mengangkat tangannya, mengarahkannya jari telunjukknya ke depan wajahku  sebagai bentuk ekspresi ketidakpercayaannya. Dia membuka lengannya lebar mengundangku kedalam pelukannya "­Kemarilah, aku sangat merindukanmu Digimin!"

Aku masih membeku seperti beberapa saat sebelumnya, mungkin lebih lama dari sebelumnya sehingga  membuat Luhan menjatuhkan kedua lengannya karena aku tak kunjung datang kedalam pelukannya, "Kau tidak merindukanku? Hampir 6 tahun kita tidak bertemu." Luhan menatapku kecewa.

Aku berdeham kemudian  memeluknya erat, "Kau sangat berbeda aku bahkan tidak mengenalimu saat pertama kali kita bertemu, Aku juga sangat merindukanmu."

“Aku sudah mengenalimu sejak pertama kali kita bertemu tadi pagi. Aku memanggilmu tapi kau sama sekali tak menghiraukankau, beruntung kau meninggalkan ponselmu sehingga kita dapat bertemu kembali.” Luhan berbicara di dekat daun telingaku, kemudian mulai mengangkat tangan kananya dan mengusap puncak kepalaku.

"Hello, aku pikir ini bukan shooting sebuah drama atau film romantis." Baekhyun datang menghampiri kami, membuat kami melepaskan pelukan satu sama lain.

"Oh, kau hmm Crazy Byunrapper?" Luhan bertanya pada Baekhyun, ia tampak menahan tawanya.

"Apa yang kau katakan? Sungguh diluar bayanganku, kau tidak sopan memanggil orang yang baru saja kau kenal dengan pangilan seperti itu!" Baekhyun menaikkan volume bicaranya.

"Baek, dia hanya bercanda." Aku memegang pundak Baekhyun dan menepuknya perlahan.

"Luhan, ini Baekhyun—dia  temanku dan Baekhyun ini Luhan dia teman masa kecilku." Aku memperkenalkan mereka berdua, merekapun saling berjabat tangan. Beruntung Baekhyun tidak melanjutkan amarahnya pada Luhan.

"Ini milikmu." Luhan menyodorkan posel milikku.

Aku mengambil ponselku dan mulai bertanya pada Luhan dengan pertanyaan yang sepertinya lebih mirip interograsi. “Maafkan aku, tadi pagi aku sedang terburu-buru, aku hampir terlambat masuk kelas dan terimakasih. Apa kau kuliah disini? Kurasa aku tidak pernah melihatmu disini. Apa yang kau lakukan disini? Kenapa kau tidak pernah menghubungiku? "

"Hey Digimin, kau seperti polisi yang sedang meniterograsi seorang pencuri."

"Min Gi, Luhan!" Aku berdeham.

"Arraseo, kau sudah dewasa sekarang? Tidak ingin memiliki Digimon lagi?" Luhan menggodaku dengan smirk yang biasa ia tunjukan dahulu.

"Hentikan Luhan!  Baekhyun akan menjadikan ini bahan ejekannya atau kau ingin aku memanggilmu dengan suatu nama yang sangat fantastis?" Aku memutar bola mataku dan menatapnya penuh ancaman.

"Aku tidak mendengar apa-apa Min Gi." Sahut Baekhyun yang sekarang sudah duduk di bangku yang di tempati Luhan tadi sembari memainkan ponselnya.

"Ah cukup, Min Gi." Luhan tiba – tiba memohon.

"Sekarang jawab pertanyaanku!" Pintaku pada Luhan—agak memaksa sebenarnya.

"Baiklah. Aku kuliah disini, maksudku di Seoul tapi tidak di Universitas ini. Aku disini karena mengerjakan proyek bersama dengan salah satu mahasiswa disini dan untuk pertanyaanmu yang lain kurasa butuh waktu yang lama untuk menjelaskannya. Lihat ini hampir malam lebih baik kau segera pulang."

"Hmm, aku tahu." Jawabku sedikit kecewa. "Berikan aku nomormu." Aku menyodorkan ponselku kembali kehadapan Luhan.

Luhan mengambilnya, mengetik beberapa nomor dan mengembalikannya padaku. “Cute Little Prince? Kau serius? Kau bahkan tampak seperti seorang  Ahjussi.” Aku tertawa mengejek Luhan. 

"Sebelum kau menamainya Crazy Luhan kurasa aku harus menamainya dengan nama yang cocok denganku." Luhan berkomentar.

"Kau tidak perlu membahasnya Luhan. Aku tidak punya waktu untuk berdebat tentang hal yang tidak penting, aku sudah cukup lelah hari ini dan aku tidak mau seseorang dibelakang sana marah dan membunuhku." Kataku lemas dan tertawa garing.

"Aku tahu, lihat kau sangat berantakan dan kau tidak pernah berubah, ceroboh! Kau bahkan tidak sadar ponselmu yang hilang selama beberapa jam." Luhan mengelus puncak kepalaku dan menyalipkan rambutku yang terlepas dari ikatan ke belakang telingaku.

"Maafkan aku Lu Haaaaaan." Aku membungkuk di hadapannya.

"Ow, cukup.” Luhan menarik lenganku agar tidak membungkuk dihadapannya, “Maafkan aku juga tidak segera mengembalikan ponselmu, banyak sekali yang harus kukerjakan hari ini. Kau pulang bersama dia?" Luhan menunjuk Baekhyun yang masih duduk ditempatnya.

"Ya, apartemen kami berdekatan." Jawabku singkat.

"Baiklah, aku akan pulang sekarang. Aku akan meneleponmu begitu aku sampai di apartemen." Luhan membawa tasnya yang diletakkan diatas bangku, lalu berjalan menjauh dariku. Aku pikir ia tidak akan memberi salam perpisahan, tapi setelah beberapa langkah pergi, ia berbalik dan melambaikan tangan disertai senyuman yang hangat.

"Sampai jumpa Luhan!" Aku membalas lambaian tangannya.Luhanpun yang berjalan menuju arah gerbang depan Universitas.

***

Waktu menunjukan pukul 7 malam. Suasana parkiran sudah sedikit lengang, udara Seoul mulai tidak bersahabat karena musim dingin hampir tiba. Aku mengancingkan semua kancing di mantelku, melilitkan scraf di leherku dan memakai helmet yang Baekhyun berikan padaku. Baekhyun melakukan hal yang sama denganku, menarik kerah mantelnya setinggi lehernya, sebelum melilitkan scraf disekitarnya. Segera setelah memakai helmet, Baekhyun menyalakan mesin sepeda motor moto gp-nya. Ia menepuk pundakku—memberi tanda agar aku segera naik.

Sepanjang perjalanan senyum Luhan masih tergambar jelas di pikiranku, bertemu teman lama memang menyenangkan.

Di sela perjalanan Baekhyun bertanya padaku. "Kau dan Luhan, berteman?"

“Tentu saja Baek.” Jawabku datar. Pertanyaan yang retoris, dia tentu saja mendapatkan jawabannya setelah melihat interaksiku dengan Luhan tadi sore.

“Maksudku, seperti berteman dekat?” Tanya Baekhyun lagi.

"Seperti kita." Jawabku.

"Kau sangat senang bertemu dengannya lagi, bukan begitu?"

"Baek," Aku mendekatkan kepalaku dan meletakkan daguku di pundaknya. Aku menarik napas dalam – dalam, tersenyum dan berbisik padanya, "Dia cinta pertamaku."

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
autumndoor
Editing is going on. Sorry :(

Comments

You must be logged in to comment
baekness58 #1
Chapter 15: waw.. mengharukan banget. cara ngelamarnya baekhyun dann ternyata anaknya pun ikut2an juga.
tentang percakapan minhyuk dan baekhyun, aku terharu dengernya
bener2 aku pengen nangis bahagia
apalagi yang minhyuk minta dikasih liat peri cahaya sama kata2 terakhir
itu bener2 kena banget di hati /? itu juga kalimat yang bener2 pas buat nutup cerita ini. keep writingg!!
gogigirl #2
Chapter 15: Ceritanya bagus.. Suka
baekness58 #3
Chapter 14: ini bener2 chapter yang aku suka banget.. baekhyun sweet bener dah. trus yang baekhyun nyium min gi itu seneng nya ga main beneran dah. seneng banget mereka uda balik. min gi juga uda bebas dri keterpurukannya itu. yaampun kalimat terakhir bener2 dah. sekarang yang pikirannya bermasalah baekhyun atau min gi ni hahhahahhahha
carikan pasangan buat chanyeol oke.
ggamjjongin
#4
Chapter 14: ini lucuuuu >< sweet bgt sih mereka berdua. heueueueueu
baekness58 #5
Chapter 13: Aduh aku penasaran banget
Cepet next chapter yaaa
jesikamareta10 #6
Chapter 13: aku menunggu kelanjutannya, penasaran deh min gi bisa ngomong gak ke baekhyun
jesikamareta10 #7
Chapter 12: baeki kok kabur gitu aja sih, kan jadi gtw perasaan min gi gimana
xhxrat_ #8
Chapter 13: Next chapt thor~~
kyungie12_ #9
Chapter 12: mudah mudahan min gi bisa sama baekhyun endingnya amin
cepat lanjutkan ya thor
hwaiting
ggamjjongin
#10
huft.... luhan.... huft...