6 - One Day With Luhan

Unfathomable Friends

 

ONE DAY WITH LUHAN

 

Aku kembali dengan penampilan yang 180 derajat berbeda dengan sebelumnya,  setelah tawaran Luhan untuk melakukan sesuatu yang menarik aku segera menuju kamar mandi. Aku mengenakan jeans berwarna biru tua dengan kaos tangan panjang bermotif garis – garis horizontal berwarna merah.

Aku keluar dari kamarku menuju Luhan yang sedang menonton TV. Luhan mengalihkan pandangannya ke arahku dan tersenyum, “Cantik”.

Aku tidak membayangkan wajahku sekarang, mungkin sudah seperti tomat rebus. Aku membuka mulutku tapi tidak ada kata – kata yang keluar dari mulutku. Luhan bangkit dari duduknya menarikku berjalan menuju dapur, aku berjalan seperti robot mengikutinya, aku masih dalam fase salah tingkah akibat kata – kata Luhan beberapa detik lalu. Luhan menghentikan langkahnya, berbalik padaku “Kenapa?” Luhan bertanya.

Aku berkedip beberapa kali, melepaskan tangannya dari tanganku dan berjalan mendahuluinya menuju lemari es mengambil sekaleng Cola didalamnya “Tidak apa - apa.” Aku menggeleng.

Luhan menghampiriku mengambil kaleng Cola ditanganku dan memasukkannya kembali kedalam lemari es. “Kau sudah terlalu sering meminum ini, kita buat makanan yang lebih sehat.” Luhan memerhatikan isi lemari es, kemudian ia mengeluarkan ayam, wortel, mentimun, dan beberapa bahan lainnya dan meletakkannya di meja dapur.

“Kau bisa memasak?” Aku meremehkan Luhan.

“Tidak.” Luhan menggeleng.

“Jadi?” Tanyaku.

“Kau yang akan memasak.” Luhan menepuk pundakku.

Aku membulatkan mataku, jujur memasak bukanlah salah satu keahlianku, terakhir kali aku masih ingat betul membuat Baekhyun diare akibat masakannku, selain itu aku adalah pelanggan setia delivery fast food dan bahkan bahan – bahan yang di keluarkan Luhan dari lemari es itu adalah milik Hyemi, terakhir kali ia memasak untukku dan Sehun disini.

“Lu, aku aku tidak ada ide untuk memasak.” Aku menggaruk kepalaku.

“Hmmmm, bagaimana kalau kita membuat rice ball saja?” Tawar Luhan.

Beruntung Luhan tidak memintaku membuat masakan yang aneh. “Baiklah.” Aku tersenyum.

Aku mulai mempersiapkan isi untuk rice ballnya, setelah selesai aku mengambil sarung tangan plastik dan mulai membentuk nasi yang sudah di bumbui menjadi bentuk bola. Luhan berdiri di sampingku sesekali ia tertawa melihat tingkahku yang kaku ketika memasak.

“Hey, kau tidak menggunakan mentimunnya?” Luhan mengawasi setiap gerak - gerikku.

“Ah aku lupa.” Aku berdecak, meletakkan sebuah rice ball diatas piring.  “Biasanya aku membuat rice ball bersama Baekhyun dan dia tidak suka mentimun. Kau mau aku menambahkan mentimun?” Aku meraih mentimun disampingku.

“Terserah kau saja.” Jawab Luhan.

Tiba – tiba ia meraih rambutku yang menjuntai menghalangi mataku dan menyelipkannya di telinga kiriku, Aku menatap Luhan, Luhan menatapku, pandangan kami bertemu.

KRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINGGGGGGGGGGGGGGGG~

Suara dering telepon membuatku mengalihkan pandanganku pada ponsel yang berdering. “Luhan, tolong ambilkan ponselku.” Luhan berjalan menuju meja diruang tengah.

“Ini Baekhyun.” Sahut Luhan.

“Tolong angkatkan teleponnya, Lu!” Jawabku.

Luhan menghampiriku, menempelkan ponsel di telingaku, “Dia bilang ingin bicara denganmu.”

“Baek, ada apa?” Aku meletakkan rice ball terakhir diatas piring.

“Min Gi-ya kau dimana? Siapa yang mengangkat teleponku? Pria huh? Kau sedang berkencan?” Cerocos Baekhyun.

“Baek, kau tidak menjawab pertanyaanku. Aku tidak akan menjawab pertanyaanmu.” Luhan dengan setia mengorbankan tangannya untuk memegangi ponselku, karena tanganku yang masih bekerja membuat rice ball.

“Jawab aku!” Baekhyun menyentakku. Seperti inilah seorang Byun Baekhyun yang keras kepala dan tidak suka mengalah.

Arraseo. Aku sedang di apartemen bersama Luhan, kami sedang memasak bersama.” Aku melepaskan kedua sarunng tangan ku, berjalan menuju wastafel untuk mencuci tangan tentu saja Luhan masih membuntutiku memegangi ponsel untukku.

“Apa???” Baekhyun berteriak di seberang sana.

“Baek pelankan suaramu!” Aku menyentak Baekhyun.

Tiba – tiba Baekhyun memutuskan teleponnya, “Ah anak ini!” Aku mendengus kesal.

Sebelum Luhan meletakkan kembali ponsel-ku ia memainkannya sebentar, entah apa yang ia mainkan, akhirnya ia membuka suara “Sesering inikah Baekhyun meneleponmu?”

“Lu, kau mengecek daftar panggilanku?” Aku menutup keran wastafel.

“Tidak, aku hanya tidak sengaja.” Luhan segera meletakkan ponselku ketempat semula.

Sekarang acara menonton televisiku bersama Luhan ditemani sepiring rice ball buatanku. Luhan tersenyum setelah melahap rice ball pertamanya, dan memberikan dua jempolnya untukku. Akhirnya masakanku kali ini tidak mengecewakan.

“Makanlah yang banyak, agar kau tidak terlalu kurus.” Aku meraih ponselku diatas meja untuk menelepon.

“Siapa yang kau telepon?” Luhan bertanya dengan mulut yang masih dipenuhi makanan.

“Baekhyun.” Jawabku datar.

Luhan langsung mengambil ponsel ditanganku dan mengakhiri panggilannya. “Makanlah ini kau juga sudah terlalu kurus.” Luhan segera memasukan  rice ball ditangannya kedalam mulutku.

“Lu, aku hanya ingin memastikan tidak ada apa – apa dengannya.” Aku berbicara tidak jelas karena rice ball memenuhi mulutku.

Luhan tidak berkata apa – apa, menyibukan dirinya dengan tayangan televisi. Aku meraih kembali ponsel di tangan Luhan, dan mengetik pesan untuk Baekhyun. Aku melirik layar ponsel beberapa kali memastikan balasan pesan dari Baekhyun.

“Ambil mantelmu, kita pergi keluar.” Kata Luhan.

“Kemana?” Tanyaku

“Ayolah, cepat!” Luhan menggoyangkan bahuku.

“Tunggu sebentar.” Aku berjalan menuju kamarku mengambil mantel.   

Aku dan Luhan berjalan menuju halte bis terdekat, beruntung hari ini sinar matahari yang belakangan ini tidak kutemui muncul untuk sedikit memberikan kehangatan di tengah musim dingin ini.

“Mau kemana kita?” Aku memiringkan wajahku menatap Luhan.

“Hmmmmm, tempat yang menyenangkan selain mall, kau punya ide?”

“Aish! Kau yang terburu – buru mengajakku keluar. Uhm  bagaimana dengan Namsan?”

“Min Gi-ah, kau pernah berkunjung kesana?”

“Tentu, Ayo! Banyak hal bisa dilakukan disana.”

Sesampainya kami di Namsan, Namsan Tower menjadi tujuan utama kami setelah mendengar cerita Luhan jika ia belum pernah mengunjungi Namsan Tower. Kami memasuki area Namsan Tower, hari ini tidak terlalu ramai karena ini bukan akhir pekan atau hari libur. Luhan terlihat senang dengan perjalanan kami hari ini, hampir tidak ada raut masam dari wajahnya mulai dari perjalanan hingga sekarang.

“Lu, kita harus naik cable car agar kita sampai ke sana.” Aku menunjuk kearah Namsan Tower.

 

Mendadak wajah sumringah Luhan berupah menjadi pucat pasi melihat cable car yang bergerak diatas ketinggian 777 kaki itu. Ah, aku ingat Luhan adalah seseorang yang memiliki phobia terhadap ketinggian. Tapi kurasa ia harus mencobanya, lagipula untuk seorang pria haruskah ia masih merasa takut dengan hal – hal semacam ini.

 

“Ayo!” Aku menarik tangan Luhan menuju cable car.

 

Luhan membeku didepan pintu melihat cable car yang sedikit bergoyang akibat tiupan angin. 

 

“Min Gi-ah, tidak adakah cara lain agar kita sampai disana? Tidak bisakah kita berjalan kesana?” Luhan berkata parau.

 

“Luhanie, ayolah ini hanya sebentar. Kau bukan benar – benar seorang pria jika menaikki cable car saja takut setengah mati seperti itu!”

 

Tanpa pikir panjang aku menarik Luhan memasuki cable car. Aku yang masih memegangi tangan Luhan merasakan keringat dingin di telapak tangannya. Luhan bergerak perlahan meraih pegangan yang ada di dalam cable car.

 

"Min Gi, aku harus berdiri atau berjongkok?” Luhan akhirnya berbicara padaku.

 

Kulihat Luhan yang kini sedang berjongkok di ujung cable car memegangi pegangannya dengan erat. Aku menghampiri Luhan, cable car menjadi sedikit bergoyang akibat pergerakanku. “Berhenti, kau akan membuat kita terjatuh!” Luhan panik, wajah ketakutan semakin terlihat diwajahnya.

 

Aku medekatkan posisiku pada Luhan kemudian membantunya untuk berdiri, aku memutar badan Luhan menghadap jendela, sejujurnya aku sedikit merasa bersalah pada Luhan. Aku berbisik pada Luhan yang kini sedang memejamkan matanya “Mianhae Lu, buka matamu, kau bisa melihat Seoul dengan satu pandangan dari sini.” Aku memeluk pundak Luhan dengan tangan kiriku.

Perlahan Luhan membuka kelopak matanya, nafasnya mulai teratur, kemudian sebuah senyuman hadir di wajahnya. “Banyak sekali yang tidak dapat kulihat karena ketakutanku pada ketinggian” Gumam Luhan.

“Setiap orang pasti mempunyai hal yang mereka takutkan.”

“Terimakasih Mingi.” Luhan kembali menunjukan senyumnya.

Setelah turun dari cable car, kami memasuki lift menuju puncak menara dengan kecepatan 4 meter perdetik. Akhirnya kami sampai di puncak menara. Luhan mengajakku memasuki sebuah toko souvenir, Luhan memilih beberapa gembok di depannya “Hey, kita harus menulis sesuatu disini, aku akan membelinya satu.” Luhan mengambil sebuah gembok berwarna biru langit yang tergantung pada sebuah rak. Kemudian Luhan menuju sebuah meja, menuliskan beberapa kata pada gembok tersebut. “Hmmmm, apa yang harus kutulis disini?” Tanya Luhan.

“Kau yang membelinya, untuk apa bertanya padaku.” Aku berdiri di samping Luhan.

“Uhm, kalau begitu cita – cita mu saja? Bagaimana?”

“Tulis saja menjadi seorang jurnalis yang hebat.”

“Hanya itu?”

“Hey lihat gemboknya sekecil itu mana bisa menuliskan semua harapanku.” Aku menunjuk gembok di tangan Luhan.

“Baiklah, giliranku.” Luhan melanjutkan menulis.

“Apa yang kau tulis?” Aku menegok penasaran pada tulisan Luhan.

“Aku ingin bisa membaca sesuatu yang tidak dapat kubaca.” Jawab Luhan.

“Membaca pikiran seseorang?” Tanyaku

“Perasaan, perasaaanmu.” Luhan tersenyum menyelesaikan tulisannya.

Apadaya aku harus skak-mat dengan penyataan Luhan, aku terdiam mencoba mencerna kata – kata Luhan.

Apa yang ingin Luhan ketahui tentang perasaanku, pentingkah untuk dia tahu?

Aku berkata dalam hati. Luhan yang menyadari suasana yang mulai canggung akibat kediamanku, akhirnya bertanya padaku, “Kau bilang, kau pernah kesini sebelumnya, dengan siapa?” Luhan mendongkakan matanya menatapku.

“Oh, ituuuu...” Aku mengetukan jari-jariku diatas meja, menggigit bagian bawah bibirku, “Baekhyun, Hyemi dan Sehun”.

“Oh, sepertinya kalian selalu bersama.” Luhan meletakkan bolpoint kembali ke tempatnya.

“Begitulah.” Jawabku.

Kami sudah berada di bagian luar menara pemandangan ketika siang hari memang tidak seindah malam hari, dari sini bisa dilihat pemandangan kota Seoul dari seluruh arah penjuru mata angin. Setelah Luhan selesai memasang gemboknya pada salah satu pagar dan puas melihat pemandangan, kami berkeliling mencari sebuah tempat untuk beristirahat sejenak. Kami memutuskan duduk di sebuah bangku didepan sebuah pagar yang telah dipenuhi gembok – gembok.

Luhan menyadarkan punggungnya pada sandaran bangku, meluruskan kakinya, ia membiarkan tiupan angin membuat sebagian rambutnya berterbangan. Aku mengambil ponselku mengecek jika ada telepon atau pesan yang masuk.

“Kau menunggu balasan pesan Baekhyun kan?” Luhan berbalik padaku.

“Tidak.” Aku menggeleng. Sebenarnya kali ini aku berbohong pada Luhan, karena sejak tadi Baekhyun menjadi topik yang sensitif pada pembicaraanku pada Luhan, aku lebih baik tidak mengatakannya pada Luhan.

Perjalan kami di Namsan Tower telah diakhiri, mengingat Rice Ball yang kami makan tadi pagi sudah tidak menyangkut lagi dalam perut kami. Kami melanjutkan perjalan ke China Town, sekedar mengobati rasa kerinduan terhadap negara asal kami. Luhan mengajakku untuk makan masakan China, kami memasuki sebuah restoran yang kurasa sedikit Exclusive, disini tersedia sebuah ruangan untuk makan yang bisa diisi untuk 4 orang untuk ukuran medium, dengan sekat – sekat yang menghalangi setiap ruangan, membuat kami lebih leluasa untuk berbicara tanpa harus merasa canggung oleh tatapan orang lain.

Setelah memesan makanan Luhan yang duduk di didepanku, bertanya padaku, “Min Gi-ya, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu.”

“Apa?” Jawabku cepat.

“Terkadang aku merasa tidak ada yang menghargai kerja kerasku, apa yang harus aku lakukan?” Luhan membuka mantelnya, ruangan ini cukup hangat dibandingkan udara diluar sana.

Aku berpikir sejenak, menopang wajah dengan kedua tanganku. “Jika mereka tidak menghargaimu, tetaplah menghargai mereka. Jangan lakukan sebuah tindakan yang dapat menurunkan martabatmu, karena kau akan menunjukan kembali dirimu sendiri, bukan orang lain.” Jawabku dengan nada bijaksana. Terkadang aku memang menjadi orang yang menjadi tumpuan pertanyaan mengenai beberapa masalah orang – orang, terutama sahabat alienku. Aku yang sama sekali tidak mempelajari ilmu psikologi ini, tetap mereka percayakan untuk memberikan sebuah saran yang bermakna.

“Apa ini tentang kuliahmu? Atau proyek yang sedang kau kerjakan?” Tanyaku.

“Bukan, ini tetap mengenai orangtuaku.” Luhan menunduk dan menggeleng.

“Jangan pernah melakukan tindakan bodoh, ikuti saja apa yang mereka katakan selagi masih sejalan dengan logika kita. Percayalah mereka sangat menyayangimu Lu.” Aku memainkan sumpit yang ada di meja mengetuk – ngetukannya pada tangan Luhan.

Luhan tidak mengeluarkan sepatah katapun, ia larut dalam keheningannya hingga makanan pesanan kami datang. Beberapa menit kami lalui untuk menyapu semua hidangan yang dipesan, Luhan lebih dahulu menghabiskan makananya kemudian ia meneguk segelas teh panas.

“Dan sekarang mengenai kita, kau tahu apa yang aku temukan saat aku pertama kali bertemu lagi denganmu?” Luhan tiba - tiba membuka pembicaraan saat aku masih mencoba menghabiskan hidangan di depanku.

“Kau menemukanku tanpa perubahan sehingga dengan cepat kau bisa mengenaliku.” Jawabku dengan suara tidak jelas.

“Kenangan dan rindu.” Luhan meletakkan gelas diata meja, mengunci pandangannya padaku.

Aku meletakkan sumpitku, aku mengakhiri makanku. Kurasa buka karena aku sudah merasa kenyang tapi karena Luhan, Luhan mulai membawa arah pembicaraan kami pada sesuatu yang kurasakan belakang ini.

“Tentu saja, aku juga menemukannya pada diriku sendiri.” Aku tersenyum menatap Luhan.

“Min Gi-ya aku selalu merasa senang melihatmu dengan senyumanmu, dengan wajah cemberutmu, bahkan dengan wajah bodohmu sekalipun.” Luhan tertawa kecil “Ah, dan aku selalu menyukai setiap kau berbicara padaku.” Tuturnya.

“Uhm-a-ku uhm, aku merasakan hal yang sama padamu, Lu.”

Bagaimana bisa aku menjelaskan disaat aku sendiri tidak tau apa yang harus aku katakan, apa yg aku rasakan, dan apa yg akan aku lakukan sekarang, terlalu banyak keadaan yang terjadi diluar ekspetasiku.

Pabo Ya! Mengapa kau hanya menjawab dengan jawaban yang sama sepertiku. Tidak ada kah yang ingin kau katakan padaku?” Luhan memukul pelan tangan ku.

“Tidak ada.” Aku menggeleng dan memberinya senyuman lebar.

Luhan menatapku seolah – olah tatapan itu memberi arti Park Min Gi! Kau benar – benar menyebalkan.

“Baiklah satu pertanyaan untukmu, berapa lama waktu yang kau butuhkan untuk jatuh cinta pada seseorang?” Luhan menyamankan posisi duduknya.

“Aku? Tidak membutuhkan waktu lama untuk jatuh cinta pada seseorang, percayalah! Tapi ketika kau mencoba mencari tahu tentang dia, mencoba memahaminya, perasaanmu akan menjadi semakin rumit dan butuh waktu yang lama agar kau bisa mencintainya bukan hanya sekedar jatuh cinta.” Tuturku. Berharap jawabanku adalah jawaban yang diinginkan Luhan.

“Menjadi semakin rumit jika kau jatuh cinta pada seseorang yang bahkan kau sendiri tidak tahu bagaimana perasaannya kepadamu, itulah hal yang ingin kubaca agar aku tidak terjebak dalam perasaan rumit ini.” Timpal Luhan.

Aku menatap Luhan penuh arti. Inikah sesuatu yang ia harapkan? Inikah sesuatu yang ingin ia baca? Cinta? Luhan jatuh cinta? Siapa orangnya? 

“Bahkan, ketika seseorang itu juga jatuh cinta padamu, tidak akan menjamin jika kita dapat bersama dengannya.” Akhirnya aku memberikan pendapatku setelah beberapa menit berkutat dengan pikiranku.

“Kenapa?” Tanya Luhan.

“Aku mempunyai cerita tentang Hyemi dan Kris. Sebelum berkencan dengan Sehun, Hyemi jatuh cinta pada pada Kris sejak pertama kali mereka bertemu. Hyemi berusaha untuk menunjukan perasaannya pada Kris dengan berbagai cara, berkencan dengan Kris adalah tujuannya. Akhirnya setelah usaha keras Hyemi,  Kris sempat menyukai Hyemi karena Hyemi cantik, berbakat, dan segala tentang penampilan fisik Hyemi selebihnya ia tidak ingin mencari tahu apapun lagi mengenai Hyemi. Kurasa Hyemi dan Kris pernah saling jatuh cinta, tadi kedalamannya berbeda, itulah yang membuat mereka tidak bersama.” Aku mengambil gelas berisi teh diatas meja, penjelasan panjangku membuat tenggorokanku menjadi kering.

“Oh, aku mengerti. Kau harus tau bagaimana ceritamu itu menakutiku.” Beruntung Luhan memiliki tingkat kecerdasan yang baik sehingga langsung mengerti dengan penjelasanku.

“Aku pikir ini bukan cerita horror atau semacamnya.”  Jawabku tentang kata – kata terakhir Luhan.

“Aku takut menjadi Hyemi dalam ceritamu, aku telah jatuh terlalu dalam, tetapi seseorang disana hanya memiliki perasaan yang dangkal terhadapku.” Kali ini Luhan mengatakannya dengan tegas.

Aku mengambil nafas kemudian membuangnya ke udara dan berkata lembut pada Luhan “Luhan, jatuh cinta dan bersama dengan orang yang kau cintai itu sangat sederhana, itu hanya butuh dukungan Tuhan yang dapat membolak-balikan perasaan seseorang, bukan begitu?”

"Cinta benar - benar rumit." Jawab Luhan.

Perjalanan satu hari bersama Luhan pun berakhir, waktu memang berjalan sangat cepat, saat Luhan mengantarku pulang waktu sudah menunjukan puku 11 malam. Luhan pulang ke apartemennya setelah berpamitan padaku.

Luhan masih abu – abu bagiku, aku tidak tahu pasti maksud pasti dari kata – kata Luhan tadi sore. Bisa saja Luhan sedang membicarakan orang lain, bukan aku.

Kita seperti sepasang mata yang hanya mampu melihat tanpa mampu membaca.

 

I've write this because Luhan corrupt my mind this day ~~~~~~~

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
autumndoor
Editing is going on. Sorry :(

Comments

You must be logged in to comment
baekness58 #1
Chapter 15: waw.. mengharukan banget. cara ngelamarnya baekhyun dann ternyata anaknya pun ikut2an juga.
tentang percakapan minhyuk dan baekhyun, aku terharu dengernya
bener2 aku pengen nangis bahagia
apalagi yang minhyuk minta dikasih liat peri cahaya sama kata2 terakhir
itu bener2 kena banget di hati /? itu juga kalimat yang bener2 pas buat nutup cerita ini. keep writingg!!
gogigirl #2
Chapter 15: Ceritanya bagus.. Suka
baekness58 #3
Chapter 14: ini bener2 chapter yang aku suka banget.. baekhyun sweet bener dah. trus yang baekhyun nyium min gi itu seneng nya ga main beneran dah. seneng banget mereka uda balik. min gi juga uda bebas dri keterpurukannya itu. yaampun kalimat terakhir bener2 dah. sekarang yang pikirannya bermasalah baekhyun atau min gi ni hahhahahhahha
carikan pasangan buat chanyeol oke.
ggamjjongin
#4
Chapter 14: ini lucuuuu >< sweet bgt sih mereka berdua. heueueueueu
baekness58 #5
Chapter 13: Aduh aku penasaran banget
Cepet next chapter yaaa
jesikamareta10 #6
Chapter 13: aku menunggu kelanjutannya, penasaran deh min gi bisa ngomong gak ke baekhyun
jesikamareta10 #7
Chapter 12: baeki kok kabur gitu aja sih, kan jadi gtw perasaan min gi gimana
xhxrat_ #8
Chapter 13: Next chapt thor~~
kyungie12_ #9
Chapter 12: mudah mudahan min gi bisa sama baekhyun endingnya amin
cepat lanjutkan ya thor
hwaiting
ggamjjongin
#10
huft.... luhan.... huft...