7 - True Feelings

Unfathomable Friends

TRUE FEELINGS

 

Latihan menjadi lebih intensif dilakukan mengingat kami hanya memiliki waktu sekitar satu bulan lagi sebelum tampil. Suasana studio musik beralih menjadi senyap setelah kami selesai melakukan drama musikal, tinggal aku sendiri duduk diantas lantai parket bersandar ditembok di pojok ruangan dan meluruskan kakiku, beberapa kertas lirik – lirik lagu menumpuk di sampingku. Ini masih 2 jam menuju pekerjaan paruh waktuku, oleh karena itu aku memilih beristirahat sejenak sebelum memulai pekerjaanku. Ponselku berdering memberi tanda ada telepon masuk.

“Eommaaaaa..” Sapaku.  

“Min Gi-ah apa yang sedang kau lakukan sayang?” Suara Eomma terdengar sangat merdu di telingaku.

“Aku baru saja selesai melakukan latihan drama musikal. Eomma, bagaimana keadaan Eomma sekarang? Appa merawat Eomma dengan baik kan?” Tanpa pikir panjang segera kutanyakan kabar Eomma.

“Jadi kau masih berada di Universitas? Eomma sangat baik, nak. Tentu saja Appa lebih baik dari perawat atau dokter manapun.” Terdengar Eomma terrtawa kecil.

Ne Eomma, 6 bulan kita tidak bertemu, Eomma aku sangat merindukanmu.” Aku mendesah.

“Haruskah Eomma memberi tahu rasa rindu Eomma padamu huh? Kau sendiri sudah mengetahui bagaimana Eomma merindukanmu.” Jawaban biasa yang Eomma lontarkan ketika aku berkata Aku merindukanmu Eomma. Sebenarnya jawaban Eomma memang tepat, Eomma pasti merindukanku sebagaimana aku merindukannya.

“Eomma, bagaimana jika kita melakukan video call? Aku ingin melihat wajah Eomma.” Tawarku dengan semangat.

“Eh jangan! Eomma sedang sibuk memasak, akan merepotkan jika melakukan video call, ne?” Eomma mentah – mentah menolak tawaranku.

“Ah, ne.” Jawabku kecewa.

Eomma menyadari kekecewaanku, kemudian Eomma membuka topik pembicaraan baru. “Bagaimana kabar Hyemi, Baekhyun, Chanyeol, Sehun?”  Tanyanya.

“Eomma, anak eomma itu hanya aku.” Aku memutar bola mataku.

“Aish, Eomma hanya memastikan mereka tetap menjaga dan memperlakukanmu dengan baik.” Timpal Eomma.

“Mereka sangat baik Eomma.” Aku mengubah posisi duduk-ku menjadi memegang kedua lutut yang ditekuk.

“Min Gi, belajarlah dengan baik.” Nasihat yang selalu kudengar setiap kali aku berbicara dengan Eomma di telepon. Eomma tidak pernah bosan mengingatkanku untuk belajar.

“Tentu Eomma.” Aku tersenyum lebar, mengingat hasil ujian terkahirku tidak memberiku nilai yang memuaskan, tapi kurasa Eomma tidak kuijinkan mengetahui hal ini. Maafkan aku Eomma.

Aku berdecak memandangi bayanganku didepan cermin yang dipasang memenuhi dinding, aku bisa melihat diriku seorang diri disini. “Eomma, aku sangat ingin memelukmu sekarang”

“Kenapa?” Jawab Eomma.

“Aku bilang aku merindukan Eomma.” Tegasku.

“Ketika Eomma tidak bisa memelukmu, maka suara atau pesan Eomma lah yang menjadi wakilnya.” Eomma berbicara dengan nada lembut yang selalu membuatku merasa nyaman walau sebenarnya aku selalu merasa jarak diantara kami benar – benar membunuh. Tapi aku disini karena keinginan orang tuaku, aku tahu mereka mengetahui yang terbaik untukku.

“Eomma, bahkan Eomma tidak membalas pesanku sejak 3 hari lalu.” Jawabku lemas

“Maaf, Eomma sedikit sibuk. Maafkan Eomma Min Gi-ya, maaf.” Eomma berkata penuh penyesalan, suaranya menjadi agak parau.

“Ah Eomma, tidak apa – apa. Eomma tidak harus meminta maaf padaku.” Jawabku cepat.

Salah. Aku salah dalam berkata.

“Uhm, Eomma karena ini tahun terakhirku setelah aku lulus aku ingin tinggal di China lagi bersama Eomma dan Appa.” Aku memindahkan ponselku ke telingan kanan.

“Kelak kau akan tinggal bersama orang yang akan menemani dan menjagamu,” Eomma berdeham, kemudian mengambil nafas untuk melanjutkan kata - katanya “sampai waktu yang memisahkan kalian”.

“Eomma dan Appa selalu melakukannya untukku.”

“Eomma tidak bisa selamanya bersamamu.” Suara Eomma terdengar menjadi serak.

Aku terdiam, perkataan Eomma tentu benar – benar logis. Tapi itu sungguh membuatku terhenyak. “Eomma, apa maksud Eomma aku harus mencari seorang pendamping begitu?”

“Tentu saja. Agar ketika Eomma tidak ada disampingmu, dia bisa menjagamu seperti yang Eomma lakukan.” Eomma kembali mengatakan hal yang memiliki kesamaan makna dengan kata – kata sebelumnya.

Aku mengeratkan pelukan pada lututku, tiba – tiba aku merasa merinding, aku merasakan air mata yang sudah terakumulasi di kelopak mataku, “Eomma, kenapa harus berbicara seperti itu? Eomma membuatku takut.”

Dengan suara lembut Eomma menjawab “Kau tidak harus takut Min Gi-ah, kau sudah sangat dewasa untuk menghadapi segala hal yang mungkin terjadi.”

Aku berkata pelan, menahan air mata yang tidak tertampung lagi dalam kelopak mata. “Eomma...”

“Kenapa?” Eomma masih berbicara dengan nada yang sama.

Aku menyeka air mataku kemudian menghelas nafas “Tidak apa – apa.” Aku berkelak, aku tidak ingin Eomma tahu jika aku menangis sekarang.

Ini bukan pertama kalinya Aku dan Eomma membicarakan hal seperti ini, bahkan saat pertama kali Aku meninggalkan China, Eomma jelas – jelas berkata jika Eomma akan meninggalkanku sendiri di Korea, selanjutnya tahun demi tahun aku lewati tanpa Eomma disampingku. Mungkin kali ini Aku hanya terbawa suasana, karena Aku yang sedang mengalami masa sulit dan Aku aku membutuhkan Eomma disampingku, sekedar untuk bersandar padanya dan memeluknya.

“Eomma aku tidak ingin mendengar kabar buruk mengenai kesehatan Eomma lagi. Eomma harus mendengarkan setiap perkataan dokter.” Cerocosku.

Ne. Kau yang harus menjaga dirimu baik – baik.” Balas Eomma.

“Eomma aku sangat baik, jangan terlalu menghawatirkanku.” Keluhku.

 Eomma, Eomma-lah satu – satunya orang yang harus dikhawatirkan bukan aku.

Arraseo, Eomma selalu percaya padamu Min Gi.” Eomma berdeham “Min Gi, Park Min Gi, yang paling Eomma sayangi, jika kau tahu Eomma lebih menyayangimu dibanding Appa.” Eomma tertawa kecil.

“Eomma, aku akan memberitahukannya pada Appa.” Akhirnya aku bisa mendengar Eomma tertawa.

“Berani – beraninya kau kepada Eomma!” Eomma menaikan volume suaranya.

“Eomma aku hanya bercanda.” Aku tertawa. “Eomma, aku harus pergi menemui teman. Nanti aku telepon lagi ne?” Aku melirik jam tanganku, tidak terasa sudah waktunya aku pergi ke cafe.

Ne, Saranghae Min Gi-ya.” Suara Eomma sangat merdu di telingaku.

Nado saranghaeyo Eomma” Jawabku.

Saranghae Min Gi.” Eomma mengulang kata - katanya.

“Eomma bolehkah aku menutup teleponnya?” Aku tertawa kecil.

“Ah tentu saja, semoga harimu menyenangkan sayang.”

“Tentu, Eomma juga.”

Sesi penyampaian rindu antara ibu dan anakpun selesai. Aku beranjak dari posisiku, meregangkan tangan dan kakiku. Aku menyampirkan tas di bahu kiriku. Aku berjalan menuju pintu, saat aku kan membuka pintu, seseorang menahan pintu dari luar. Aku membuka pintu dengan kasar, berharap seseorang tersebut tidak menghalangi jalanku. Namun setelah aku keluar kudapati seseorang yang tidak terduga dibalik pintu, Baekhyun.

Tidak! ini masalah bagiku.

“Hey Baek. Kau masih disini? Aku akan segera pulang, aku sangat lelah, Bye.” Aku menyapanya terlebih dahulu, sebelum Baekhyun mencercaku dengan pertanyaan – pertanyaan kecurigaannya terhadapku yang sering menghilang.

Aku membalikan badanku segera setelah melambaikan tangan dan tersenyum lebar pada Baekhyun. Aku berharap Baekhyun tidak masalah dengan ini dan membiarkanku pergi.

Tapi tentu saja Baekhyun tidak semudah itu, langkahku dapat disusul segera oleh Baekhyun. Kini Baekhyun ada dihadapanku, ia menahan langkahku.

“Biasanya kita pulang bersama kan? Kau menghindariku? Apa yang terjadi?” Baekhyun menatapku tajam.

“Baek, Aku-”

“Hampir satu bulan ini kita hanya bertemu selama latihan. Selain itu kita hanya berbicara di telepon.” Baekhyun tidak dapat menyembunyikan kekesalannya, terlihat jelas dari tatapannya padaku.

Entah apa yang ada di benakku tapi aku menjadi terbawa emosi.  “Apa itu masalah Baek? Mengapa kau menjadi seperti ini, kau marah padaku?” Jawabku.

“Apa ini karena Luhan?” Baekhyun mendengus kesal.

“Luhan?? Baek dengar-” Aku mengangkat alisku.

“Itu karena kau menghabiskan sisa waktumu bersama Luhan. Dia teman masa kecilmu yang sangat kau rindukan. Oh, aku lupa bahkan dia adalah cinta pertamamu, dia tentu lebih menyenangkan dibanding Aku, Hyemi, Sehun dan Chanyeol.” Baekhyun memotong perkataanku dan menyerangku dengan spekulasi – spekulasinya.

Aku terdiam, membeku, aku tidak tahu jawaban apa yang harus kuberikan pada Baekhyun. Baekhyun jelas – jelas salah paham, tapi tentu saja aku juga tidak bisa berkata jujur padanya.

“Tentu saja tidak ada yang salah dari perkataanku kan?” Lanjut Baekhyun.

“Baek, dengarkan aku,ini bukan tentang Luhan.” Aku mengalihkan pandanganku ke sisi lain, aku enggan membalas tatapan Baekhyun.

“Aku sedang tidak ingin menjadi pendengar, pergilah!”

Baekhyun menghempaskan tangannya ke udara, mengisyaratkan agar aku pergi dari hadapannya. Aku menelah ludah, membeku, melihat Baekhyun berbalik dan berjalan mendahuluiku.

Baekhyun terkadang memang menjadi seseorang yang sensitif, ia akan marah – marah seperti seorang gadis yang sedang pms jika sesuatu mengganggu pikirannya. Tapi setahuku Baekhyun hanya sensitif terhadap hal yang berhubungan dengan keluarganya. Dan aku? Siapa aku? Aku sahabatnya, Chanyeol, Hyemi, dan Sehun juga berada di posisi yang sama sepertiku. Pernahkah Baekhyun marah ketika Sehun dan Hyemi lebih mementingkan hubungan mereka atau marah pada Chanyeol yang kadang memilih bersama kakaknya ketika Baekhyun membutuhkannya, jawabannya tidak.

Kuakui akulah diantara mereka yang lebih sering bersama Baekhyun, Baekhyun memang menyebalkan tapi ia banyak membantuku. Dialah orang yang mencarikan apartemen untukku, memberikan tumpangan gratis untuk pergi ke Universitas, dan memberikanku pinjaman uang ketika aku membutuhkannya. Itulah yang membuatku keras kepala tidak ingin memberitahu Baekhyun jika aku bekerja paruh waktu, jika ia mengetahui aku dalam kesulitan tentang uang, pasti dengan mudah ia akan membantuku walaupun aku tidak mengijinkannya. Kali ini aku harus melakukannya sendiri, berusaha menyelesaikan masalahku sendiri, bukankah kita berdiri dengan kaki kita sendiri, kita tidak meminjam kaki milik orang lain.

 

***

 

Aku berjalan lemas menuju area dapur cafe, hari ini tugasku menyiapkan makanan. Sedikit beruntung karena kurasa aku tidak sedang dalam mood untuk memberikan senyuman pada para pengunjung.

 Ah, Baekhyun mengapa kau begitu marah padaku?

Aku menendang pelan pintu dapur, pintu terbuka, terdengar sayup – sayup suara seseorang bernyanyi dari dalam dapur, demi Tuhan suaranya sangat merdu.

Aku berjalan diantara rak piring yang memanjang dan wastafel, diujung ruangan kutemukan Kyungsoo yang sedang menghias sebuah kue tart sambil bersenandung merdu. Dialah pemilik suara emas tersebut.

Aku menghampiri Kyungsoo, mengambil duduk di sebelahnya, Kyungsoo menatapku dan menghentikan nyanyiannya. “Min Gi-ah.” Kyungsoo tersenyum.

“Kyungsoo, uhm suaramu bagus sekali.” Aku memuji Kyungsoo

“Terimakasih.” Kyungsoo meratakan whiped cream diatas tart tersebut, kemudian menaburkan chocochip warna – warni diatasnya.

Aku teringat sesuatu, Baekhyun.

Min Gi-ah, bisakah kau mencarikan peran Angelo untukku?

Kyungsoo, kurasa adalah orang yang tepat, suaranya bagus dan dia juga tampan. Jika ia mau bergabung kedalam tim drama musikal, mungkin Baekhyun akan melupakan kemarahannya padaku. Ide bagus.

“Kyungsoo-ah kau bisa menari? Uhm, tidak perlu mahir hanya sekedar gerakan – gerakan sederhana.” Aku mendekatkan posisi dudukku pada Kyungsoo.

“Min Gi-ah, kau akan merusak kue nya.” Aku tidak menyadari jika tanganku hampir saja menyentuh tart milik Kyungsoo.

“Maaf, Kyungsoo.” Aku menunduk. Aku berdeham sebelum melanjutkan pertanyaanku “Ehm, bagaimana dengan pertanyaanku tadi?”

“Aku tidak pandai menari tapi aku bisa melakukannya. Ada apa?” Kyungsoo menggambar tokoh pororo di bagian tengah tart-nya.

“Apa kah kau ingin bergabung dalam sebuah drama musikal? Tim ku kekurangan satu peran, dan tentu saja kau sangat memenuhi kriteria.” Tawarku.

“Tidak.” Kyungsoo menggeleng

“Kau berbakat Kyungsoo dan jika drama musikal kali ini sukses sebagai hadiahnya kita akan diberi kesempatan untuk pergi ke New York.”

“New York?” Kyungsoo membulatkan matanya.

“Iya.” Aku mengangguk.

Kyungsoo selesai menghias tart-nya, hasilnya sangat lucu, kue tart yang berlapis terbungkus whiped cream berwarna biru dan kuning, dengan gambar pororo di bagian tengahnya, kurasa Kyungsoo sedang menggambar dirinya sendiri, matanya mirip dengan mata pororo. Kyungsoo membuka sarung tangan plastiknya dan menuju wastafel, aku mengikuti Kyungsoo dari belakang, “Kyungsoo-ah, bagaimana?” Tanyaku

Kyungsoo berbalik menghadapku mengelap tangannya dengan sebuah lap tangan yang terselip di saku apronnya, “Kapan kita bisa memulai latihannya?” Kyungsoo tersenyum.

“Berarti jawabannya ya? Terima kasih Kyungsoo-ya.” Aku tersenyum bahagia. “Kami sebenarnya sudah melakukan latihan dari waktu yang lama, tapi kami masih punya waktu 1 bulan lagi. Besok kita datang bersama, apa proyekmu dan Luhan sudah selesai?”

Kyungsoo mengangguk. “Kami hanya perlu beberapa hari lagi untuk menyelesaikannya.”

“Min Gi-ssi, Min Gi-ssi..” Terdengar suara seorang perempuan memanggilku dengan suara lantang dari arah luar.

“Ah pasti mereka membutuhkan bantuanku, kita bicara lagi nanti.” Aku bergegas menuju sumber suara, sebelum aku tertangkap sedang mengobrol bersama Kyungsoo.

Suasana di cafe sangat sepi, 15 menit sebelum cafe ditutup sudah tidak ada pengunjung yang tinggal disini. Aku berjalan keluar cafe untuk memasukan papan promosi cafe ini, aku melihat seseorang yang tidak asing berdiri mengahadap kejalan di depan cafe.

“Luhan, apa yang kau lakukan disini?” Tegurku, aku tentu saja mengenalnya meskipun dia membelakangiku.

“Ah, kunci apartemenku hilang jadi aku harus pulang bersama Kyungsoo. Aku meneleponnya tapi dia tidak menjawab.” Luhan berbalik menghadapku.

“Kyungsoo masih di dalam. Tunggulah sebentar di dalam, di sini dingin.” Aku melihat Luhan meniup kedua telapak tangannya yang kedinginan, hidungnya memerah nyaris seperti buah ceri.

“Terima kasih.” Luhan mengikuti masuk kedalam cafe setelah aku meletakkan papan promosi di dalam cafe.

“Kau ingin minum sesuatu?” Tawarku.

“Tidak usah. Ini sudah lewat jam buka cafe.” Luhan menggeleng.

“Masih ada 15 menit terakhir, kurasa cukup untuk membuatkanmu secangkir kopi hangat.” Aku melihat jam tanganku.

“Uh, baiklah.” Luhan tersenyum.

Aku kembali dengan secangkir kopi hangat, Luhan tengah duduk di meja dekat kasir. Seperti biasa saat cafe akan tutup hanya Aku dan Kyungsoo yang ada disini, bertugas membereskan segala yang ada disini, tapi karena hari ini pengunjung tidak terlalu banyak, aku dapat menyelesaikan pekerjaanku dengan cepat sehingga aku dapat berbincang dengan Luhan.

“Kyungsoo bilang tunggu sebentar dia sedang membereskan dapur.” Aku meletakkan kopi di meja dan mengambil duduk berhadapan dengan Luhan.

Arraseo.” Luhan segera memegang secangkir kopi hangat yang kubawa, aku tidak tahu sudah berapa lama Luhan menunggu Kyungsoo diluar. “Min Gi-ya, hari ini aku berbicara banyak dengan Chanyeol.” Ucap Luhan.

“Benarkah? Kuharap dia tidak merusak nama baikku.” Kata – kata Luhan mengejutkanku, aku pikir Chanyeol tidak akan sempat membicarakanku pada Luhan.

“Dia berkata jika kalian terlibat dalam sebuah drama musikal sebagai seorang kekasih.” Luhan tertawa.

“Ah itu memang benar, aku menjadi Cinderella dan dia pangerannya.” Aku bersandar pada senderan kursi.

Park Chanyeol haruskah kau mengatakan ini pada Luhan? 

“Dia juga bilang mantan kekasihmu yang bernama Junmyun iri padanya.” Luhan berkata sebelum meneguk kopinya.

“Ha?” Aku terperanjat dari duduk santaiku.

“Kau tidak pernah menceritakan mengenai Junmyun padaku. Protes Luhan.

“Itu hanya cerita lama, aku sudah tidak mengingatnya. Bicarakan hal lain saja Lu.” Jawabku dingin.

“Jika dulu kau berkencan dengan seseorang bernama Junmyun itu, sekarang dengan siapa kau berkencan?” Pertanyaan Luhan benar – benar membuatku menciut, setelah Junmyun tidak ada lagi seseorang yang aku kencani.

“Aku? Tidak ada.” Jawabku datar.

“Giliranku, siapa perempuan beruntung yang menjadi kekasihmu?” Kali ini saatnya aku bertanya balik pada Luhan, sebenarnya bukan atas dasar balas dendam terhadap pertanyaannya melainkan untuk menghilangkan rasa penasaranku.

“Hmmmm..” Luhan menatap langit – langit seolah – olah jawaban pertanyaanku tertulis disana. “Aku tidak berkencan dengan siapapun.” Luhan berkata pelan.

“Aku pikir banyak orang yang ingin menjadi kekasihmu.” Aku menatap lurus ke arah Luhan.

“Begitupun denganmu.” Jawabnya singkat.

“Apa?” Aku terbelalak menatap Luhan.

“Kurasa seseorang akan dengan mudah jatuh cinta padamu.” Luhan melipat kedua tangannya di depan dada.

“Buktinya aku selalu bersama Chanyeol dan Baekhyun tapi kita tidak pernah saling jatuh cinta.” Aku menepis pendapat Luhan, karena kurasa itu memang tidak sesuai dengan kenyataan.

“Kau yakin?” Luhan menaikkan sebelah alisnya.

“Tentu saja.” Aku mengangguk cepat.

Tidak lama Kyungsoo datang dengan pakaian yang sudah berganti. Kyungsoo dan Luhan dengan sabar menungguku berganti pakaian terlebih dahulu sebelum kami pulang bersama. Aku berjalan menuju lokerku. Sekembalinya aku, Luhan dan Kyungsoo sudah menunggu di luar cafe, aku menghampiri mereka, segera setelah Kyungsoo mengunci pintu cafe kami menuju halte untuk pulang ke apartemen.

 

***

 

Aku dan Kyungsoo menuju studio musik untuk latihan pertama Kyungsoo, sebelumnya sudah kuhubungi Sehun jika aku akan membawa seseseorang yang berperan menjadi Angelo, karena seorang Byun Baekhyun yang menyebalkan dan ke kanak-kanakan sama sekali tidak mau menjawab teleponku.

Kulihat Sehun yang duduk di depan studio musik, sambil memainkan ponselnya.

“Sehun-ah.” Tegurku

“Ah kau sudah datang.” Sehun bangun dari duduknya.

“Sehun, ini Kyungsoo yang aku ceritakan padamu.” Aku menarik Kyungsoo mendekat.

“Do Kyungsoo imnida.” Kyungsoo tersenyum membungkuk dihadapan Sehun.

“Oh Sehun imnida, bangapseumida.”  Sehun membungkuk dihadapan Kyungsoo.

“Sehun kau merubah warna dan gaya rambut mu, daebak!” Aku mengacak rambut baru Sehun, rambut model mohawk dengan bagian atas yang dicat pirang, dengan gaya spike mirip Justin Bieber.

“Terlihat lebih baik kan? Hyemi yang menyarankannya.” Sehun tersenyum lebar. “Itu Hyemi, baru saja aku mengiriminya pesan.” Sehun menunjuk kearah seberang.

Anyeoooooong~” Hyemi datang dengan senyum ramahnya. “Jadi ini Kyungsoo-ssi?” Hyemi mengalihkan pandangannya pada Kyungsoo.

“Ah ne.” Kyungsoo mengangguk.

“Kim Hyemi imnida, semoga kita bisa bekerjasama dengan baik. Kajja! yang lain sudah menunggu di dalam.” Hyemi mengajak kami untuk masuk kedalam.

Saranku benar – benar didengar oleh Kyungsoo, aku memberitahunya agar tidak merasa gugup, dan semua teman – temanku adalah orang yang hangat. Kyungsoo masuk menuju ruangan bersama Sehun sambil mengobrol.

“Hyemi, apa Baekhyun sudah datang?” Aku berbisik pada Hyemi.

“Tentu dia orang yang pertama datang” Jawab Hyemi santai.

Studio Musik diisi lengkap oleh semua tim drama musikal, disana beberapa orang berlatih menari, yang lainnya berlatih menyanyi menyamakan suara dengan musik iringannya. Baekhyun dan Chanyeol duduk di dekat pintu, Baekhyun sedang memperhatikan Chanyeol yang sedang membaca script drama musikal sambil sesekali tertawa. Perhatian Chanyeol teralih pada kami yang baru saja datang.

“Ah Kyungsoo, kau akan bergabung dengan kita? Siapa yang memberitahumu mengenai drama musikal ini?” Chanyeol beranjak dari duduknya menghampiri kami.

“Min Gi yang memberitahuku.” Kyungsoo melirik kearahku.

“Ah kupikir Luhan yang memberitahumu, kemarin aku baru saja membicarakan drama musikal ini bersama Luhan.” Jawab Chanyeol.

“Luhan? Kau temannya Luhan?” Baekhyun menginterupsi pembicaraan kami

Ne.” Jawab Kyungsoo.

“Min Gi, kapan kau memberitahu Kyungsoo?” Baekhyun memiringkan wajahnya menatapku.

“Uhm, a-aku uhm-” Aku tiba – tiba tergagap menjawab pertanyaan Baekhyun. Tentu saja ini bukanlah hal yang mudah, bagaimana aku mengetahui Kyungsoo dan tiba – tiba mengajaknya bergabung dalam drama musikal. Sungguh tidak ada sepatah kata pun yang dapat kujadikan alasan pada Baekhyun, aku berpikir sampil menggenggam bagian bawah sweater merah marunku.

“Ah begini, beberapa hari yang lalu aku bertemu Min Gi di universitas, dia memberitahuku mengenal hal ini.” Beruntung Kyungsoo yang peka terhadap reaksiku membantu memberikan penjelasan pada Baekhyun.

“Aku akan menjelaskan padamu Baek, Luhan dan Kyungsoo sedang mengerjakan sebuah proyek bersama dosennya disini, aku sempat membantu mereka beberapa kali. Luhan adalah teman masa kecil Min Gi dan-” Chanyeol pun ikut menjelaskan hal ini pada Baekhyun.

“Cukup aku mengerti, Min Gi mengenal Kyungsoo dari Luhan.”Baekhyun memotong perkataan Chanyeol dan kembali ke kursinya.

“Kyungsoo, itu Baekhyun dia adalah director dari drama musikal ini sekaligus ketua klub musik kami.” Sehun berbicara pada Kyungsoo.

Sehun, Chanyeol dan Kyungsoo menghampiri Baekhyun, kemudian mereka berdiskusi, kurasa mereka sedang menjelaskan mengenai drama musikal ini pada Kyungsoo.

“Hey, Min Gi-ya dia Luhan yang pernah kau ceritakan?” Tiba – tiba Hyemi menepuk pundakku.

“Iya.” Aku mengangguk.

“Ya Tuhan, akhirnya kalian bertemu lagi.” Hyemi mengguncang lenganku.

Aku menaggapi dingin reaksi Hyemi dan melepaskan tangan Hyemi dari lenganku.

Latihan berjalan lancar, Baekhyun telihat puas dengan penampilan Kyungsoo.  Selain itu Kyungsoo juga memiliki kemapuan menari yang tidak terduga, lebih baik dari yang Chanyeol lakukan. Anggota yang lain sudah meninggalkan ruangan sejak beberapa menit lalu, Kyungsoo pergi lebih dulu karena dimintai bantuan oleh dosennya, Hyemi dan Sehun masih berlatih tarian Waltz, Aku dan Chanyeol yang duduk di pinggir ruangan memerhatikan setiap langkah Hyemi dan Sehun, harus diakui kami sangat buruk di bagian ini. Chanyeol mengangguk seolah mengerti dengan setiap langkah yang dibuat Sehun, tapi ketika melakukan latihan beberapa kali ia menginjak kaki-ku dan membuat aku terjatuh saat bagian putaran.

Aku melihat Baekhyun yang duduk di depan sebuah Grand Piano di sebelah kami, ia menekan bilah – bilah piano beraturan menciptakan musik untuk mengiringi tarian Hyemi dan Sehun.

Aku teringat kejadian kemarin sore saat Aku dan Baekhyun bertengkar, Baekhyun yang memancing emosiku dan dia juga menyentakku, tapi aku yang merasa bersalah karena hal ini, aku yang berbohong padanya. Aku harus berbicara padanya.

“Kau masih marah padaku?” Aku menghampiri Baekhyun yang masih menekankan jari – jarinya pada  bilah piano.

“Kau berbicara denganku?” Baekhyun menghentika permainan nya, kemudian menatapku sinis.

Tatapan Baekhyun sangat membuatku kesal, sebelum ada pertengkaran selanjutnya lebih baik aku menghindarinya.

“Baiklah aku pergi!” Aku berbalik menuju tempat dudukku kembali bersama Chanyeol.

“Tunggu!” Baekhyun berteriak.

“Aku pikir kau tidak ingin bicara denganku.” Aku berbalik pada Baekhyun, aku mencoba menenangkan diriku sendiri.

“Lupakan saja, kemarin aku hanya uhm-” Baekhyun berkata dengan sangat pelan.

“Kau tidak memberikanku kesempatan untuk menjelaskan Baek.” Potongku.

“Lupakan saja kita harus berkonsentrasi dengan latihan kita.” Tegas Baekhyun.

Aku tidak dapat mengeluarkan kata – kata dari mulutku, perkataan Baekhyun menjelaskan jika ia tidak ingin mendengarkan penjelasan lebih lanjut dariku. Tiba – tiba terdengar suara seseorang terjatuh.

“Sehun-ah!!!!” Teriak Chanyeol.

Aku dan Baekhyun menuju sumber suara, disana kami bisa melihat Sehun yang sedang meringkuk diatas lantai memegangi tumit kaki kananya.

“Ah!” Sehun mendesah

“Sehun, apa yang terjadi?” Tanyaku panik.

“Dia terjatuh dari atas tangga, Min Gi. Di tangga tersebut ada tetesan air.” Jelas Hyemi yang sedang mencoba menenangkan Sehun.

“Ah kaki-ku.” Sehun mengerang kesakitan.

“Biarkan aku melihatnya Sehun.” Tawar Baekhyun.

“Hey jangan sentuh bagian itu Baek!” Sehun menyelak tangan Baekhyun yang hendak menyentuhnya.

“Kakimu terkilir Sehun.” Kata Chanyeol yang sekarang juga ikut mengerubuni Sehun.

“Oppa, kajja kita keruang kesehatan.” Ajak Hyemi.

Sehun tidak menjawab.

“Oppa apa kau bisa berdiri?” Tanya Hyemi khawatir.

“Oh Sehun, ayolah kau bukan anak kecil.” Baekhyun mengambil lengan Sehun membantunya untuk duduk.

“Oppa ayolah kita keruang kesehatan, aku akan membantumu berdiri.” Hyemi menggenggam tangan Sehun.

“Hyemi, biarkan Chanyeol dan Baekhyun yang membantu Sehun.” Aku menepuk pundak Hyemi.

Baekhyun dan Chanyeol segera membawa Sehun ke ruang kesehatan, diikuti oleh Aku dan Hyemi. Dokter di universitas menjelaskan jika cedera Sehun tidak terlalu parah, hanya terkilir. Sehun hanya harus beristirahat selama beberapa hari untuk mengenbalikan syaraf – syaraf di kakinya agar bekerja dengan baik kembali.

Beberapa hari Sehun tidak mengikuti latihan karena cederanya, oleh karena itu dengan terpaksa Sutradara Kim meminta bantuan Jong In. Satu minggu kedepan Jong In lah yang akan membenahi setiap gerakan – gerakan yang akan kami tampilkan diatas panggung nanti.

Selama ini Jong In masuk kedalam daftar orang yang tidak sukai Baekhyun dan Hyemi. Selama berlatih dengan Jong In, Hyemi tidak henti – hentinya menggerutu karena sikap Jong In yang dingin dan suka berkata seenaknya. Begitu pula dengan Baekhyun yang sesekali mengatai Jong In dengan kata – kata lancangnya.

Latihan hari ini berakhir pukul empat sore, tetapi Jong In masih menahan Aku dan Chanyeol untuk berlatih tarian Waltz yang benar. Baekhyun pergi beberapa menit lalu untuk berdiskusi dengan Sutradara Kim. Seorang Kim Jong In benar – benar membuat Aku dan Chanyeol frustasi hari ini, entah berapa kali kami mengulangi gerakan, mungkin sudah tidak terhitung.

Setelah latihan kami selesai. Jong In meminta Chanyeol untuk memperlihatkan beberapa dokumentasi mengenai latihan beberapa hari yang lalu, Jong In bilang ia membutuhkannya agar bisa melatih dengan baik. Karena data tersebut ada di ruangan klub musik yang berada di lantai 2, Jong In dan Chanyeol harus meninggalkan tempat kami berlatih sekarang ini.

“Min Gi-ah, Luhan akan datang kesini beberapa menit lagi ia akan mengambil berkas ini. Jadi nanti tolong berikan padanya setelah itu kau bisa pulang lebih dulu.” Chanyeol memberikan sebuah tumpukan kertas miliknya padaku sembari membereskan tasnya.

Aku hanya mengagguk menerima pesan Chanyeol.

“Rasanya aku ingin sekali memukul si hitam itu.” Chanyeol menutup resleting tasnya.

“Maksudmu Jong In?” Aku melirik Chanyeol disampingku.

“Siapa lagi kalau bukan dia, dia membuatku gila hari ini.” Chanyeol menyampirkan tas di bahunya.

“Aku juga.” Aku mendengus kesal. “Pergilah, lihat dia sudah menunggumu disana.” Aku menunjuk Jong In yang tengah berdiri di ambang pintu menunggu Chanyeol.

Anyeoooong.” Chanyeol melambaikan tangannya lemas

Sepeninggal Chanyeol dan Jong In, aku berbaring diatas lantai kayu studio musik merebahkan tubuhku melepas kelelahanku sepanjang hari. Suasana disini sangat tenang tanpa teriakan dari orang – yang sedang berlatih. Aku masih penasaran dengan kemampuan menariku, apa sebegitu buruknya sehingga Jong In harus melatihku dan Chanyeol dengan ekstra.

Aku mengambil Ipad disampingku melihat video rekaman Aku dan Chanyeol yang sedang menari. Setelah mengamatinya beberapa menit, aku berinisiatif untuk mencobanya kembali tanpa Chanyeol, aku bangun dari posisiku melawan rasa lelahku menyalakan musik dari tape di sebelahku.

Aku berdiri memandangi bayanganku di depan cermin “Oke kau dapat melakukannya Park Min Gi!” aku menyemangati diriku sendiri.

Aku memulai gerakan demi gerakan dengan sepenuh hati mengikuti alunan musik, bergeser ke kanan, kekiri, mengubah arah langkah dan berputar. Namun suara ketukan pintu menghentikan kegiatanku. Aku berjalan menuju tape dan mematikan musik yang mengalun

“Masuklah.” Kataku sambil mengelap keringat didahiku dengan handuk. “Ah, Luhan.” Kulihat Luhan dengan gerak – gerik canggung memasuki ruangan.

“Min Gi-ya kau disini? ” Tanyanya.

“Latihan baru saja selesai. Kemarilah tidak ada siapa – siapa disini kau tidak perlu merasa canggung.” Aku kembali duduk di atas lantai.

Luhan berjalan menghampiriku dan duduk tepat disebelahku. “Kau mencari Chanyeol kan? Ini..” Aku menyerahkan berkas yang dititipkan Chanyeol.

Tanpa pikir panjang Luhan segera menerimanya “Dimana Chanyeol?” Tanyanya.

“Dia bersama temannya, ada yang harus dikerjakan.” Aku meneguk sebotol air mineral.

Luhan mengangguk. Luhan mengalihkan perhatiannya pada Ipad yang tergeletak disampingnya kemudian mengambilnya “Tarian Waltz uh?” Kata Luhan.

“Iya.” Jawabku singkat.  “Pelatihku bilang jika aku masih salah dalam posisi memutar, dan terkadang langkahku tidak tepat dengan Chanyeol” Aku mengusap wajahku dengan telapak tanganku.

“Pada bagian pertama seharusnya kaki kananmu mundur perlahan, kaki kiri melangkah ke samping kiri dengan cepat, kaki kanan melangkah menutup ke kaki kiri dengan cepat.” Luhan menunjuk setiap pergerakanku dan Chanyeol dalam video.

“Dan pada awal putaran kaki kirimu maju, kaki kanan melangkah ke samping kanan, kaki kiri melangkah ke kanan sambil kau harus memutar badanmu 90 derajat ke kanan.” Lanjut Luhan.

Aku memiringkan kepalaku menatap Luhan yang sedang mengomentari setiap gerakanku.

“Terkahir kau juga harus mengayunkan badanmu lebih swing mengikuti gerakan, itu akan terlihat semakin indah.” Luhan meletakkan kembali Ipadku dan tersenyum.

“Hey bagaimana kau mengetahuinya?” Aku menaikkan alisku menatap Luhan dengan penuh keheranan.

“Ketika aku sekolah menengah aku sempat mengikuti klub tari dan aku belajar sedikit mengenai Waltz.” Jelas Luhan.

“Lulu, aku tidak percaya kukira hobimu hanya bermain sepak bola.” Aku menepuk pundak Luhan.

“Aku hanya penasaran, aku ingin mencoba berbagai hal.” Luhan tersenyum Lebar “Ayo bangunlah, aku akan membantumu.” Luhan menepuk balik pundakku.

“Huh?” Aku melebarkan mataku menatap Luhan.

“Ayo.” Luhan menarik tanganku membuatku berdiri.

 

Aku menyalakan kembali musik dari tape. Kini Aku dan Luhan berdiri di tengah – tengah studio, dikelilingi cermin – cermin yang merefleksikan bayangan kami. Suasana nyaman, di temani lampu studio yang agak redup, ditambah alunan musik yang lembut membuatku larut dalam suasana sejenis romantisme bersama Luhan setelah aku merasakan sentuhannya di tanganku.

Dimulai dari gerakan awal Aku dan Luhan berhadapan, separuh badan bagian kanan ku berhadapan dengan separuh badan Luhan bagian kanan, agar kalau melangkah maju atau mundur kaki kita tidak saling menginjak. Kedua tangan kami berpegangan dengan siku sedikit ditekuk dan telapak tangan setinggi bahu.

“Semoga kau tidak merasa canggung melakukan ini denganku.” Luhan tersenyum. Posisi selanjutnya adalah posisi tertutup dimana kita harus merapatkan badan kita satu sama lain.

Selanjutnya Luhan memulai gerakan pertamanya mengayun ke sebelah kanan, aku mengikuti langkahnya, kemudian ke kiri “Pelan – pelan saja, ayunkan badanmu mengikuti musik.” Luhan berbisik di telingaku.

Aku hanya mengangguk aku tidak berkata apa – apa. Aku bersumpah ini lebih menegangkan dibandingkan latihan bersama Jong In.

“Kenapa kau tiba – tiba menjadi pendiam?” Selanjutnya kami melakukan gerakan yang sama dengan arah yang berlawanan.

Aku rasa aku tidak dapat bernapas sekarang, Ya Tuhan Aku dalam posisi sedekat ini dengannya. gumamku dalam hati “Aku uhm- aku hanya berusaha berkonsentrasi.” Aku menggeleng.

“Kau-kau sangat mengganggu.” Luhan berbicara pelan.

Ne?” Jawabku

“Kau sangat mengganggu pikiranku.” Lanjut Luhan.

“Lu- aku-” Setelah kekurangan pasokan oksigen, sekarang aku merasa jantungku hampir berhenti berdetak, kata – kata yang keluar dari mulut Luhan terlalu luar biasa.

“Gerakan kedua kaki kananmu mundur, kaki kiri mundur dirapatkan ke kaki kanan, hitungan ke tiga diam sejenak sambil mengangkat tumit. Oke?” Luhan memberikan instruksi selanjutnya.

“Baik.” Jawabku. “Luhan maaf.” Jujur aku tidak bisa menyembunyikan rasa gugupku, aku menginjak kaki Luhan.

“Jangan merasa gugup di hadapanku, jika kau melakukan-nya aku akan merasa lebih gugup lagi.” Kata Luhan.

Hari apa ini?  Mimpi aku semalam? Apakah ini benar – benar nyata?

“Selanjutnya memutar, perhatikan langkahmu.” Ini gerakan yang paling indah menurutku, yaitu dimana aku  melangkah berputar di bawah lengan Luhan dan lenganku dengan tangan yang tetap berpegangan.

“Dimulai dengan gerakan kedua lalu putar 90 derajat.” Ucap Luhan.

Aku mengikuti langkah Luhan, kemudian kaki kiriku melangkah ke kanan sambil memutar badanku 90 derajat ke kanan, kaki kanan melangkah ke kanan sambil memutar kembali badan 90 derajat ke kanan, gerakan diakhiri dengan merapatkan kaki kanan ke kaki kiri.

Nafasku terengah – engah, aku yakin ini bukan karena aku yang terlalu lelah setelah beberapa kali mengulang gerakan yang sama, “Terimakasih Luhan.” Ucapku.

Aku merenggangkan posisi ku dengan Luhan kemudian melepaskan pegangan tangan kami, Berbalik menuju tempat dudukku semula, tapi tiba – tiba tangan Luhan mampir di bahu kiri ku, aku berbalik menghadap Luhan “Wae?”

“Bagaimana jika aku menyukaimu?” Mata Luhan lurus menatapku

Pertanyaan jenis apa ini tentu saja aku tidak dapat menjawabnya. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam hatiku.

“Luhan,” Aku memanggil namanya pelan, Aku mengepalkan tanganku menahan lututku yang mulai bergetar.

“Maaf,” Luhan menunduk menatap lantai. “Ini salahku.” Lanjut Luhan

“Luhan, apa yang kau bicarakan?” Aku maju satu langkah mendekati Luhan.

“Ini salahku, aku menyukaimu, aku menyukaimu lebih dari seorang teman.” Luhan mengatakan kata – katanya dengan kurang jelas seperti menahan sesuatu ditenggorokanya. Ini benar – benar diluar ekspetasiku, bukan kah selama ini aku juga merasakan hal yang tidak biasa bersama Luhan. Tapi mengapa saat Luhan jujur mengenai perasaannya kepadaku, aku malah terdiam seperti patung, mulutku kaku tidak ada yang bisa kukatakan.

“Mengapa baru sekarang kita bertemu.” Luhan menekan dahinya dengan telapak tangannya, Luhan terlihat seperti orang yang sedang berpikir keras.

“Luhan, aku-” Aku memegang pundak Luhan.

“Jangan katakan apapun Min Gi.” Luhan memotong kata – kataku dengan segera.

“Luhan-” Aku melepaskan peganganku pada Luhan.

Luhan berjalan melewatiku, Aku segera berbalik menggenggan tangannya menahannya pergi.

“Tidak ada yang salah Luhan.” Aku mengeratkan genggamanku.

“Orang yang selama ini kubicarakan itu adalah kau, kau Min Gi.” Luhan berbalik padaku menatapku dengan mata coklat nya yang luar biasa.

“Biarkan aku pergi.” Luhan menatapku dengan tatapan memohon dan melepaskan genggaman tanganku.

Aku menyusulnya hingga ambang pintu, Luhan berbalik menatapku, menggigit bagian bawah bibirnya. Luhan menjatuhkan mantel dan tas yang ada digenggaman kedua tangannya, kemudian memelukku dengan kedua lengannya.

Kini aku ada dalam pelukan Luhan, aku bersandar pada dadanya aku bisa merasakan deru nafasnya yang tak beraturan. “Aku hanya ingin kau tetap disampingku.” Luhan berkata disamping telingaku.

“Luhan, aku tidak pergi kemanapun.” Jawabku. Luhan melepas pelukannya, ia mengambil tas dan mantel yang ia jatuhkan di lantai.

“Aku harus pergi.” Luhan menepuk pundakku.

Aku mengangguk mengerti, membiarkan Luhan berjalan pergi. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, jika Luhan bilang aku mengganggu pikirannya, sekarang jika ia tahu ia lebih mengganggu pikiranku. Aku dibuat bingung oleh tindakannya.

Aku menghembuskan nafasku, kemudian mengalihkan pandanganku kearah yang berlawanan dengan arah kepergian Luhan. Seseorang berdiri disana, dengan tatapan kosong,

Aku menelan ludah “Baek, sejak kapan kau ada disana?”

 

-TBC

 

 

Haaaaaaaaa finally Part 7!!!!! Part ini lebih panjang dari sebelumnya, hope you happy reading it

Sorry for Kai’s character, it’s just coincidental. Actually, I Love Him so muchhh <3333333

This music inspiring me when Min Gi and Luhan doing waltz dance if you want to hear it click here : music

 

   

 

 

 

 

 

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
autumndoor
Editing is going on. Sorry :(

Comments

You must be logged in to comment
baekness58 #1
Chapter 15: waw.. mengharukan banget. cara ngelamarnya baekhyun dann ternyata anaknya pun ikut2an juga.
tentang percakapan minhyuk dan baekhyun, aku terharu dengernya
bener2 aku pengen nangis bahagia
apalagi yang minhyuk minta dikasih liat peri cahaya sama kata2 terakhir
itu bener2 kena banget di hati /? itu juga kalimat yang bener2 pas buat nutup cerita ini. keep writingg!!
gogigirl #2
Chapter 15: Ceritanya bagus.. Suka
baekness58 #3
Chapter 14: ini bener2 chapter yang aku suka banget.. baekhyun sweet bener dah. trus yang baekhyun nyium min gi itu seneng nya ga main beneran dah. seneng banget mereka uda balik. min gi juga uda bebas dri keterpurukannya itu. yaampun kalimat terakhir bener2 dah. sekarang yang pikirannya bermasalah baekhyun atau min gi ni hahhahahhahha
carikan pasangan buat chanyeol oke.
ggamjjongin
#4
Chapter 14: ini lucuuuu >< sweet bgt sih mereka berdua. heueueueueu
baekness58 #5
Chapter 13: Aduh aku penasaran banget
Cepet next chapter yaaa
jesikamareta10 #6
Chapter 13: aku menunggu kelanjutannya, penasaran deh min gi bisa ngomong gak ke baekhyun
jesikamareta10 #7
Chapter 12: baeki kok kabur gitu aja sih, kan jadi gtw perasaan min gi gimana
xhxrat_ #8
Chapter 13: Next chapt thor~~
kyungie12_ #9
Chapter 12: mudah mudahan min gi bisa sama baekhyun endingnya amin
cepat lanjutkan ya thor
hwaiting
ggamjjongin
#10
huft.... luhan.... huft...